Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

(1)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

SKRIPSI

Oleh

Fadillah Ulfah Pulungan

111101083

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

SKRIPSI

Oleh

Fadillah Ulfah Pulungan

111101083

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp., M.Kep., Sp. Mat selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran, dan kritik kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Nur Asiah, S.Kep., Ns., M.Biomed selaku Dosen Penguji I dan Lufthiani Anwar, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan, saran dan kritik kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan masukan, arahan, motivasi, bimbingan selama proses perkuliahan 4 tahun.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(6)

membesarkan dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan serta memberikan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.

7. Terima kasih ditujukan kepada saudara-saudara peneliti, Widya Sari Astuti Pulungan dan Muhammad Yatsrib Pulungan selaku kakak dan adik penulis yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang.

8. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku, Ana, Astuti, Ayu, Habibul, Inggih, Nabila, teman-teman Tweesperone dan Sobat Bumi yang selalu bersama dalam perjuangan, yang selalu ada saat suka dan duka serta teman-teman seperjuangan angkatan 2011 F.Kep USU

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan dalam terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini.

Peneliti mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi perbaikan di masa mendatang.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Medan, Juli 2015 Peneliti,

Fadillah Ulfah Pulungan 111101083


(7)

Halaman judul ... i

Halaman orisinalitas ... ii

Lembar pengesahan ... iii

Prakata ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar tabel ... ix

Daftar skema ... x

Abstrak ... xi

BAB 1. Pendahuluan ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Pertanyaan penelitian ... 5

3. Tujuan penelitian ... 6

4. Manfaat penelitian ... 6

BAB2. Tinjauan pustaka ... 8

1. Konsep kanker serviks ... 8

1.1.Pengertian kanker serviks ... 8

1.2.Faktor penyebab kanker serviks ... 8

1.3. Faktor pelindung kanker serviks ... 11

1.4. Gejala kanker serviks ... 12

1.5. Stadium kanker serviks ... 13

1.6. Deteksi dini kanker serviks ... 14

2. Wanita Usia Subur (WUS) ... 16

3. Konsep pendidikan kesehatan ... 16

3.1.Definisi pendidikan kesehatan ... 16

3.2. Batasan pendidikan kesehatan ... 17

3.3. Ruang Lingkup pendidikan kesehatan ... 18

3.4.Visi dan misi pendidikan kesehatan ... 21

4. Konsep motivasi ... 22

4.1. Pengertian motivasi ... 22

4.2.Jenis-jenis motivasi ... 23

4.3. Tujuan motivasi ... 25

4.4.Unsur-unsur motivasi ... 26

4.5.Fungsi motivasi ... 27

BAB 3. Kerangka penelitian... 28

1. Kerangka penelitian ... 28

2. Definisi operasional ... 28

3. Hipotesis penelitian ... 31

BAB 4. Metodologi penelitian ... 33


(8)

4. Tempat dan waktu penelitian ... 35

5. Pertimbangan etik... 35

6. Instrumen penelitian ... 36

6.1.Kuesioner data demografi ... 36

6.2.Kuesioner motivasi melakukan pemeriksaan pap smear ... 36

7. Uji validitas ... 37

8. Uji reliabilitas ... 38

9. Pengumpulan data ... 38

10.Analisa data ... 40

10.1. Statistik univariat ... 41

10.2. Statistik bivariat ... 41

BAB 5. Hasil dan pembahasan ... 42

1. Hasil penelitian ... 42

1.1.Karakteristik responden... 42

1.2.Motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan ... 43

1.3.Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear... 46

2. Pembahasan ... 47

2.1.Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test) ... 47

2.2. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test) ... 49

2.3.Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear ... 52

3. Keterbatasan dalam penelitian ... 56

BAB 6. Kesimpulan dan saran ... 58

1. Kesimpulan ... 58

2. Saran ... 59

Daftar Pustaka ... 60

Lampiran-lampiran Lampiran 1. Jadwal penelitian ... 64

Lampiran 2. Penjelasan tentang penelitian... 65

Lampiran 3. Informed consent ... 67

Lampiran 4. Instrumen penelitian ... 68

Lampiran 5. Surat izin pengambilan data ... 72

Lampiran 6. Surat izin uji reliabilitas ... 73


(9)

Lampiran 10. Komisi Etik peneliti ... 79

Lampiran 11. Abstract ... 80

Lampiran 12. Uji reliabilitas Cronbach Alpha ... 81

Lampiran 13. Uji normalitas data Shapiro-Wilk... 83

Lampiran 14. Distribusi frekuensi data demografi ... 86

Lampiran 15. Distribusi frekuensi motivasi berdasarkan kategori motivasi... 90

Lampiran 16. Distribusi frekuensi motivasi sebelum dan sesudah pendkes ... 92

Lampiran 17. Tabulasi silang data demografi dengan motivasi WUS ... 94

Lampiran 18. Uji statistik paired t-test ... 99

Lampiran 19. Master table ... 101

Lampiran 20. Satuan Acara Penyuluhan ... 105

Lampiran 21. Lembar bukti bimbingan ... 110


(10)

halaman

Tabel 2.Stadium kanker serviks menurut FIGO tahun 2000 ... 13

Tabel 3.Definisi Operasional ... 29

Tabel 4.1.Desain penelitian ... 33

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data ... 40

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi (n=30) ... 44

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi tingkat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan ... 44

Tabel 5.3. Tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendkes ... 44

Tabel 5.4. Tabulasi silang antara pendidikan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendkes ... 45

Tabel 5.5. Tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendkes ... 46

Tabel 5.6. Hasil uji statistik paired t-test pada motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendkes ... 46


(11)

halaman Skema 3. Kerangka Konsep ... 28


(12)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli Nama : Fadillah Ulfah Pulungan

NIM : 111101083

Jurusan : Ilmu Keperawatan Tahun : 2015

Abstrak

Kanker serviks masih menjadi masalah kesehatan perempuan di Indonesia. Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini. Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pap smear. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experiment one-group pre and post-test. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel 30 WUS. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,005). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara motivasi WUS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Oleh karena itu hipotesis pada penelitian ini yaitu Ho ditolak. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, maka disarankan agar tenaga kesehatan khususnya perawat melakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya mencegah penyakit kanker serviks.


(13)

Women in Performing Pap Smear Examination in the Working Area of Labuhan Deli Puskesmas Name of Student : Fadillah Ulfah Pulungan

Std. ID Number : 111101083 Department : Nursing Science Academic Year : 2015

ABSTRACT

Cervical cancer still becomes a health problem for women in Indonesia. The majority of women who are affected by cervical cancer usually do not perform early detection which be done by performing pap smear. The objective of the research was to find out the influence of health education on cervical cancer on the motivation of Productive-Aged Women in performing pap smear examination before and after health education in cervical cancer is conducted. The research used quasi-experiment one group pre and post test. The samples were 30 productive-aged women, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using parametric statistic test (paired t-test). The result of statistic test showed that p-value = 0.000 (p < 0.05) which indicated that there was significant disparity between productive-aged women’s’ motivation before and after health education was provided. The hypothesis of the research showed that there was the influence of health education in cervical cancer on productive-aged women’s motivation to perform pap smear examination before and after health education in cervical cancer was provided so that the hypothesis (Ho) was rejected. It is recommended that health care providers, especially nurses, provide health education in order to increase the knowledge and motivation of productive-aged women in performing pap smear examination to prevent them from cervical cancer.


(14)

Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli Nama : Fadillah Ulfah Pulungan

NIM : 111101083

Jurusan : Ilmu Keperawatan Tahun : 2015

Abstrak

Kanker serviks masih menjadi masalah kesehatan perempuan di Indonesia. Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini. Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pap smear. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experiment one-group pre and post-test. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel 30 WUS. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,005). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara motivasi WUS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Hipotesis pada penelitian ini yaitu ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Oleh karena itu hipotesis pada penelitian ini yaitu Ho ditolak. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian, maka disarankan agar tenaga kesehatan khususnya perawat melakukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebagai upaya mencegah penyakit kanker serviks.


(15)

Women in Performing Pap Smear Examination in the Working Area of Labuhan Deli Puskesmas Name of Student : Fadillah Ulfah Pulungan

Std. ID Number : 111101083 Department : Nursing Science Academic Year : 2015

ABSTRACT

Cervical cancer still becomes a health problem for women in Indonesia. The majority of women who are affected by cervical cancer usually do not perform early detection which be done by performing pap smear. The objective of the research was to find out the influence of health education on cervical cancer on the motivation of Productive-Aged Women in performing pap smear examination before and after health education in cervical cancer is conducted. The research used quasi-experiment one group pre and post test. The samples were 30 productive-aged women, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires and analyzed by using parametric statistic test (paired t-test). The result of statistic test showed that p-value = 0.000 (p < 0.05) which indicated that there was significant disparity between productive-aged women’s’ motivation before and after health education was provided. The hypothesis of the research showed that there was the influence of health education in cervical cancer on productive-aged women’s motivation to perform pap smear examination before and after health education in cervical cancer was provided so that the hypothesis (Ho) was rejected. It is recommended that health care providers, especially nurses, provide health education in order to increase the knowledge and motivation of productive-aged women in performing pap smear examination to prevent them from cervical cancer.


(16)

PENDAHULUAN 1. Latar belakang

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita usia 35-55 tahun. Hampir 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks. Sedangkan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju rahim (Nasedul, 2008 dalam Prayitno, 2014).

Kanker serviks menempati posisi kedua terbanyak setelah kanker payudara yang di alami wanita di dunia. World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 memperkirakan bahwa lebih dari 270.000 kematian wanita akibat kanker serviks setiap tahunnya (WHO, 2013). Globocan (2002) menerangkan bahwa angka kejadian kanker serviks di Amerika sekitar 86.532 (18%), Afrika 78.897 (16%), Eropa 59.931 (12%) dan Asia 265.884 (54%). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hampir 80% kasus kanker serviks terjadi di negara berkembang (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

Kanker serviks juga masih menjadi masalah kesehatan perempuan di Indonesia dengan angka kejadian dan angka kematian yang tinggi (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007). Angka kejadian kanker serviks di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo yaitu 39,5% dari seluruh penderita kanker pada tahun 1998 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pada tahun 2004 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat jalan adalah 16,47% dan rawat inap


(17)

adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 bahwa jumlah perempuan Indonesia usia 30-50 tahun yaitu sekitar 35 juta orang. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa hingga tahun 2012 jumlah perempuan usia 30-50 tahun yang sudah melakukan deteksi dini kanker serviks yaitu lebih dari 550 ribu orang dengan hasil IVA positif lebih dari 25 ribu orang atau 4,5%, suspek kanker kanker serviks 1,2 per 1000 dan suspek tumor payudara sebanyak 2,2 per 1000 orang (Yayasan Kanker Indonesia, 2014).

Berdasarkan datadari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bahwa penderita kanker serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan tahun 2001 sebanyak 683 kasus. Di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2007 sebanyak 345 kasus, tahun 2009 sebanyak 48 kasus dan tahun 2010 sebanyak 40 kasus (Septiyaningsih, 2010).

Secara umum pada tahun 2012, ada sekitar 1 milyar wanita berusia 30-49 tahun yang sama sekali belum pernah melakukan pemeriksaan kanker serviks (WHO, 2013). Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukan adanya hasil abnormal. Tidak melakukan deteksi dini secara teratur merupakan faktor terbesar penyebab terjangkitnya kanker serviks pada seorang wanita, terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia, 2010 dalam Wahyuningsih dan Mulyani, 2014).

Deteksi dini penyakit kanker serviks dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan sitologi menggunakan tes pap smear. American College of Obstetrician


(18)

and Gynecologist (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear dalam upaya deteksi dini kanker serviks sejak 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

Pap smearadalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit (Bustan, 2007) Usaha untuk mengidentifikasi kelainan pada serviks yang dilakukan melalui pemeriksaan pap smear memungkinkan untuk dilakukannya tindakan pencegahan atau pengobatan sebelum sel berkembang menjadi kanker. Namun, sampai saat ini deteksi dini untuk pencegahan kanker serviks masih belum mendapat prioritas bagi kaum wanita. Oleh sebab itu, motivasi sangat mempengaruhi wanita dalam melakukan deteksi dini (Nasir, 2009).

Beberapa faktor yang menghambat pemeriksaan pap smear diantaranya adalah perilaku wanita usia subur yang enggan diperiksa karena tidak pernah tahu mengenai pap smear, rasa malu dan rasa takut untuk memeriksa organ reproduksi kepada tenaga kesehatan, faktor biaya khususnya pada golongan ekonomi menengah ke bawah, sumber informasi, dan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang masih minim untuk melakukan pemeriksaan pap smear (Candraningsih, 2011).

Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita di Indonesia. Setelah pemeriksaan pap smear diperkenalkan di Indonesia, angka kejadian kanker serviks menurun drastis. Namun, sampai saat ini pemeriksaan pap smear masih belum banyak di sosialisasikan kepada masyarakat sehingga angka kejadian kanker serviks masih tetap tinggi (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).


(19)

Pendidikan kesehatan sebagai suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengubah perilaku individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Selain itu pendidikan kesehatan jugapenting dilakukan untuk menggali motivasi seseorang agar dapat menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung terhadap sistem nilai, kepercayaan dan perilaku (Whitehead, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafa’ah (2012) bahwa ada hubungan antara pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan motivasi WUS dalam melakukan deteksi dini kanker serviks di Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyasari (2012) bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan motivasi wanita Pasangan Usia Subur (PUS) dalam melakukan pemeriksaan pap smear di Desa Mander Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban. Chania, et al. pada tahun 2013 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan efektif untuk memodifikasi keyakinan dan perilaku mereka terhadap penyakit kanker serviks dan pemeriksaan pap smear (Chania, et al., 2013). Oleh sebab itu tenaga kesehatan hendaknya dapat meningkatkan sumber informasi dan fasilitas kepada masyarakat khususnya WUS agar mengetahui dan memahami tentang pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks sehingga dapat memotivasi mereka untuk melakukan pemeriksaan pap smear.

Wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli merupakan salah satu puskesmas dengan wilayah kerja yang luas dengan cakupan 2 desa yaitu Desa Helvetia dan Manunggal. Lebih dari 8000 WUS berisiko mengalami kanker serviks di wilayah kerja puskesmas ini. Peneliti telah melakukan survei awal di Puskesmas Labuhan


(20)

Deli yaitu wawancara langsung kepada Bidan Koordinator dan beberapa warga di wilayah kerja puskesmas tersebut. Berdasarkan hasil wawancara peneliti denganBidan Koordinator menyatakan bahwa angka kejadian kanker serviks di wilayah kerja puskesmas ini belum terdeteksi, namun walaupun demikian sangat penting dilakukan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks di wilayah kerja puskesmas ini. Puskesmas sendiri sudah melakukan penyuluhan di beberapa lokasi di wilayah kerjanya mengenai kanker serviks, tetapi mengingat bahwa wilayah kerja puskesmas ini sangat luas, masih perlu dilakukan lagi upaya pendidikan kesehatan untuk mencegah angka kejadian kanker serviks. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa warga yaitu wanita usia subur dan sudah menikah di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti bahwa WUS tersebut belum pernah mendapatkan informasi mengenai kanker serviks dan pemeriksaan pap smear.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur (WUS) dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”.

2. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, penulis merumuskan pertanyaan penelitian yaitu:

2.1. Bagaimana motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test)?


(21)

2.2. Bagaimana motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test)?

2.3. Adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smeardi wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli?

3. Tujuan penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

3.1. Untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test) 3.2. Untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan

pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test) 3.3. Untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker

serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smeardi wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli

4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat yaitu: 4.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya pendidikan kesehatan tentang kanker serviks untuk meningkatkan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear


(22)

4.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan kepada perawat khususnya perawat maternitas dan komunitas tentang pentingnya pendidikan kesehatan tentang kanker serviks untuk meningkatkan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear

4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti serta dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear


(23)

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep kanker serviks

1.1. Pengertian kanker serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita usia 35-55 tahun. Hampir 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks. Sedangkan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lender pada saluran servikal yang menuju rahim (Nasedul, 2008 dalam Prayitno, 2014).

Kanker serviks akan muncul jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali. Apabila sel serviks terus membelah, maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor. Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas. Jika kondisi tumor ganas maka disebut kanker serviks (Prayitno, 2014).

1.2. Faktor penyebab kanker serviks

Faktor penyebab kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus(HPV). HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 merupakan tipe yang paling sering ditemukan pada kanker dan lesi prakanker (Rasjidi, 2008). Sejalan dengan pendapat Herald Zur Hansen bahwa ada hubungan antara infeksi HPV dan prakanker serviks. Pendapat ini didasari oleh penemuan yang dilakukan oleh Koss, dkk yang menemukan sel atipia koilositik. Istilah koilositik digunakan untuk menggambarkan sel epitel gepeng abnormal yang ditandai oleh vakuolisasi sekitar inti sel yang banyak pada sedian sel pasien dengan dysplasia dan karsinoma mulut rahim. Pada saat yang sama Purola dan Savia juga menemukan sel koilisitik yang


(24)

sama seperti yang ditemukan oleh Koss, dkk dengan menggunakan mikroskop elektron pada penderita dengan kondiloma akuminata yang mengandung partikel HPV. Setelah penemuan ini banyak sekali ahli yang berusaha mendeteksi partikel virus dengan menggunakan teknik biomolekuler. Hingga kini terdapat 138 strain HPV yang telah teridentifikasi dan HPV yang bersifat memicu terjadinya keganasan dapat terdeteksi pada 90-95% lesi prakanker mulut rahim (Iman dan Henri, 2007).

Menurut Kumalasari dan Andhyantoro (2012), ada beberapa faktor risiko dan predisposisi yang menyebabkan perempuan terpapar HumanPappiloma Virus

diantaranya yaitu:

1.2.1. Hubungan seksual

Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual, semakin besar pula risiko mengalami kanker serviks (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). Wanita dengan partner seksual yang banyak juga akan meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual (Rasjidi, 2008).

1.2.2. Jumlah kehamilan dan partus

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada perempuan yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mengalami karsinoma serviks.

1.2.3. Perilaku seksual

Berdasarkan penelitian, risiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan enam atau lebih mitra seks atau bila berhubungan seks pertama di bawah umur 15 tahun.


(25)

1.2.4. Riwayat infeksi di daerah kelamin dan radang panggul

Infeksi menular seksual (IMS) dapat menjadi peluang meningkatnya risiko terkena kanker serviks.

1.2.5. Sosial ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas, dan kebersihan perseorangan.

1.2.6. Hygiene dan sirkumsisi

Diduga adanya hubungan terjadinya kanker serviks pada perempuan yang pasangannya belum dilakukan sirkumsisi. Hal ini karena pada prianonsirkumsisi, hygiene penis tidak terawat sehingga banyak terdapat kumpulan smegma.

1.2.7. Pemakaian alat kontrasepsi

Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap kanker serviks yaitu bermula dari adanya erosi di serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus-menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

1.2.8. Merokok

Merokok memiliki hubungan yang sangat tinggi terhadap terjadinya dysplasia serviks setelah infeksi HPV menetap (Sellors et al. 2003, dalam Dunleavey, 2009). Hubungan antara tembakau, dysplasia dan kanker akibat HPV telah dipelajari secara ekstensif walaupun penyebab tepat dari mekanisme kardiogenik ini belum jelas. United States Surgeon General and International Agency for Reasearch on Cancer menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara perokok aktif dengan kejadian kanker serviks (Trimble et al. 2005 dalam Dunleavey, 2009).


(26)

Rokok sebagai salah satu penyebab kanker serviks dan merokok berhubungan dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari perokok (Rasjidi, 2008).

1.2.9. Pemakaian DES (Dietilstilbestrol)

Wanita yang menggunakan DES untuk mencegah keguguran berisiko mengalami kanker serviks (Prayitno, 2014). Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in utero telah dibuktikan (Rasjidi, 2008).

1.2.10.Defisiensi zat gizi

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dan pada wanita yang rendah konsumsi beta karoten dan vitamin (A,C,dan E) dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.

1.3. Faktor pelindung kanker serviks

Ada beberapa faktor pelindung yang dapat menurunkan risiko seorang wanita mengalami kanker serviks yaitu (Rasjidi, 2008):

1.3.1. Kontrasepsi barier

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi barier (diafragma dan kondom) akan menurunkan risiko kanker serviks. Hal ini dikarenakan serviks dilindungi dari kontak langsung bahan karsinogen dari cairan semen. Hampir semua spermisida mengandung surfaktan kimia aktif untuk menghentikan gerakan sperma. Beberapa kontrasepsi lain dapat menginaktifkan virus yang ditularkan secara seksual.


(27)

1.3.2. Subtipe histologi

Dysplasia serviks sering didiagnosis pada wanita usia 20-an; kanker insitu pada usia 30-an; dan kanker invasif pada usia >40 tahun. Karsinoma sel skuamosa dijumpai pada 90% dari semua kasus kanker seviks, 10% lainnya dibagi antara adenokarsinoma dan adenoskuamosa karsinoma. Kanker serviks biasanya muncul pada pertemuan antara kanalis servikalis dan ektoserviks dimana epitel kolumnar diganti epitel skuamosa pada usia dewasa dan kehamilan. Skuamokolumnar junction ini merupakan zona transformasi. Terdapat bukti histokimia, sitokimia, epidemiologi yang menunjukkan bahwa intraepitelial neoplasia serviks (CIN) akan berlanjut.

1.4. Gejala kanker serviks

Pada umumnya, perubahan pra kanker pada serviks tidak menimbulkan gejala-gejala tertentu. Perubahan pada serviks tidak dapat terdeteksi kecuali jika penderita menjalani pemeriksaan atau deteksi dini. Gejala akan muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi ganas dan meluas ke jaringan sekitarnya. Pada saat itulah muncul gejala-gejala kanker serviks. Adapun gejala-gejala tersebut yaitu adanya pendarahan abnormal pada vagina, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan menopause, menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak) dan keputihan yang menetap dengan adanya cairan yang encer, berwarna pink atau coklat, berwarna merah atau hitam serta berbau busuk seperti bangkai. Pada kanker serviks stadium lanjut akan timbul gejala seperti nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan, rasa nyeri di panggul, punggung atau tungkai, patah tulang (fraktur) dan keluar air kemih dan tinja dari vagina (Prayitno, 2014).


(28)

1.5. Stadium kanker serviks

Stadium kanker serviks dapat ditetapkan secara klinis. Stadium klinis yang banyak digunakan adalah stadium kanker serviks menurut Federation International of Gynecology and Obstetrics (FIGO) yang dikembangkan pada tahun 1950an (Dunleavey, 2009). Stadium klinis FIGO membutuhkan pemeriksaan pelvik, jaringan serviks (biopsi konisasi untuk stadium IA dan biopsi jaringan serviks untuk stadium klinik lainnya), foto paru-paru, pielografi intravena atau CT-Scan. Sedangkan untuk kasus kanker serviks yang lebih lanjut diperlukan pemeriksaan sistoskopi, proktoskopi dan barium enema (Anwar, 2011).

Tabel 2. Stadium kanker serviks menurut FIGO tahun 2000 Stadium 0

StadiumI

StadiumI A

I A1

I A2

Stadium I B

I B1 I B2 Stadium II

II A II B

Karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial.

Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan).

Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik. Lesi yang dapat diilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang superfisial dikelompokkan pada stadium I B. Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3,0 mm dan lebar horizontal lesi tidak lebih dari 7 mm.

Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm.

Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih luas dari stadium I A2.

Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar. Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar.

Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding panggul atau sepertiga distal/ bawah vagina.

Tanpa invasi ke parametrium. Sudah menginvasi parametrium


(29)

Stadium III

III A

III B

Stadium IV IV A

IV B

Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau mengenai sepertiga bawah vagina dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.

Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak menginvasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul.

Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/ atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.

Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi

Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rektum dan/ atau keluar dari rongga panggul minor.

Metastatis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membrana basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/ darah atau melekat dengan lesi kanker serviks

1.6. Deteksi dini kanker serviks

Deteksi dini kanker serviks merupakan aplikasi sistematis sebuah pemeriksaan untuk mengidentifikasi kondisi serviks yang abnormal pada suatu populasi. Wanita sebagai target untuk dilakukan deteksi dini mungkin merasa sehat secara fisik dan tidak merasakan tanda dan gejala apapun sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk melakukan pemeriksaan (WHO, 2013).

Skrining atau deteksi dini sebagai upaya pencegahan sekunder yang dilakukan denganpemeriksaan atau tes pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik memiliki syarat-syarat tertentu terhadap suatu penyakit. Adapun syarat-syarat skrining terhadap suatu penyakit yaitu penyakit tersebut mempunyai akibat yang serius, fatal, morbiditas lama dan mortalitas tinggi, penyakit tersebut harus


(30)

mempunyai cara pengobatan dan bila digunakan pada kasus yang ditemukan melalui skrining, efektivitasnya harus lebih tinggi, penyakit tersebut harus memiliki fase praklinik yang panjang dan prevalensi yang tinggi di antara populasi yang dilakukan skrining, jika prevalensi rendah maka yang terdeteksi juga akan rendah serta tes yang dipakai harus memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta biaya pemeriksaan tidak mahal (Rasjidi, 2008).

Ada beberapa jenis deteksi dini kanker serviks yang dapat dipilih oleh wanita usia subur untuk mengidentifikasi kondisi serviks yang abnormal. Adapun jenis-jenis deteksi dini kanker serviks yaitu (Rasjidi, 2008):

1.6.1. Tes pap smear

Deteksi dini penyakit kanker serviks dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan sitologi menggunakan tes pap smear. American College of Obstetrician and Gynecologist (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear dalam upaya deteksi dini kanker serviks sejak 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).

Tes pap smearadalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda awal keganasan serviks (prakanker) yang ditandai dengan adanya perubahan pada lapisan epitel serviks (displasia) (Rasjidi, 2008).

1.6.2. Tes IVA

Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami


(31)

displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. Tes ini lebih cocok digunakan di negara yang sedang berkembang (Rasjidi, 2008).

2. Wanita Usia Subur (WUS)

Wanita Usia Subur adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif, yaitu antara usia 15-49 tahun, dengan status belum menikah, menikah atau janda. Wanita Usia Subur ini mempunyai organ reproduksi yang masih berfungsi dengan baik, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan kehamilan, yaitu antara umur 20 sampai dengan 45 tahun. Usia subur wanita berlangsung lebih cepat apabila dibandingkan dengan pria. Adapun puncak kesuburan adalah usia 20-29 tahun yang memiliki kesempatan 95% untuk terjadinya kehamilan. Saat wanita berusia sekita 30 tahun presentase untuk menyebabkan kehamilan menurun hingga 90%. Sedangkan saat berusia 40 tahun kesempatan untuk terjadinya kehamilan menurun menjadi 40%. Sedangkan setelah mendekati usia 50 tahun, wanita hanya mempunyai kesempatan hamil dengan persentase 10% (Depkes, 2014).

3. Konsep pendidikan kesehatan 3.1. Definisi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada individu, kelompok atau masyarakat. Dengan adanya pesan tersebut maka diharapkan individu, kelompok atau masyarakat dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik mengenai kesehatan. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat mengubah perilaku (Notoatmodjo, 2003).


(32)

Berdasarkan pengertian pendidikan kesehatan diatas tersirat unsur-unsur pendidikan kesehatan yaitu input (sasaran pendidikan yaitu individu, kelompok atau masyarakat dan pendidik yaitu pelaku pendidikan kesehatan), proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (hasil proses pendidikan kesehatan yaitu sasaran dapat mengubah perilaku) (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan kesehatan juga berusaha menggali motivasi seseorang untuk menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung terhadap sistem nilai, kepercayaan, dan perilaku (Whitehead, 2004).

3.2. Batasan pendidikan kesehatan

Salah satu unsur pendidikan kesehatan yaitu hasil (output). Output yang diharapkan dari sebuah proses pendidikan kesehatan yaitu perilaku kesehatan atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif. Perubahan perilaku yang belum atau tidak kondusif ke perilaku yang kondusif mengandung beberapa dimensi yaitu (Notoatmodjo, 2003):

3.2.1. Perubahan perilaku

Perubahan perilaku-perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan menjadi perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan atau dengan kata lain perubahan perilaku yang negatif ke perilaku yang positif. Contoh perilaku yang perlu diubah adalah merokok, minum minuman keras, ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan dan lain-lain.

3.2.2. Pembinaan perilaku

Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan perilaku masyarakat yang sudah memiliki perilaku hidup sehat (healthy life style). Contoh perilaku hidup sehat


(33)

yang harus dipertahankan adalah olahraga teratur, makan dengan makanan yang seimbang, menguras bak mandi, membuang sampah di tempat sampah dan lain-lain.

3.2.3. Pengembangan perilaku

Pengembangan perilaku sehat ini terutama dilakukan untuk membiasakan hidup sehat bagi anak-anak. Perilaku hidup sehat sebaiknya dimulai sejak dini, karena kebiasaan perawatan terhadap anak termasuk perilaku kesehatan yang diberikan orangtua akan langsung berpengaruh pada perilaku sehat pada anak.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa secara konsep pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain baik individu, kelompok maupun masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dalam memelihara kesehatannya (Notoatmodjo, 2003).

3.3. Ruang lingkup pendidikan kesehatan

Menurut Setiawati (2008) ruang lingkup pendidikan kesehatan berdasarkan aspek kesehatan yaitu:

3.3.1. Aspek Promotif

Sasarannya adalah masyarakat yang ada dalam rentang sehat, sehingga perlu dipertahankan status kesehatannya

3.3.2. Aspek preventif

Aspek ini meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Sasaran pencegahan primer adalah masyarakat yang berisiko terpapar berbagai penyakit atau terganggu akan kesehatannya. Sasaran dari pencegahan sekunder adalah para


(34)

penderita yang mengalami penyakit kronik. Dan sasaran dari pencegahan tersier adalah penderita yang baru sembuh dari sakitnya.

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).

Berdasarkan dimensi sasaran pendidikan, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu pendidikan kesehatan individual, pendidikan kesehatan kelompok, dan pendidikan kesehatan masyarakat.

Sedangkan berdasarkan dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat yaitu pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid, pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran keluarga pasien, dan pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengaan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan.

Berdasarkan dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari Leavel and Clark, yaitu:

a. Promosi Kesehatan (Health promotion)

Dalam hal ini, pendidikan kesehatan yang di perlukan nisalnya dapat berupa dalam hal peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene perorangan dan sebagainya.

b. Perlindungan Khusus (Specific protection)

Salah satu contoh pendidikan kesehatan yang dapat di berikan pada tingkat ini misalnya program imunisasi sebagai pelayanan perlindungan khusus terutama di negara-negara berkembang. Hal ini dapat dikarenakan kesadaran masyarakat tentang


(35)

pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun pada anak-anak masih sangat rendah.

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early diagnosis and prampt treatment)

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa bahkan tidak mau di obati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan di perlukan pada tahap ini.

d. Pembatasan cacat (Disability limitation)

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak menuntaskan pengobatannya terhadap suatu penyakit sehingga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan akan beresiko menganlami kecacatan atau ketidakmampuan. Sehingga pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.

e. Rehabilitasi (Rehabilitation)

Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, sebagian orang akan mengalami kecacatan. Sehingga untuk memulihkan kekecacatannya diperlukan beberapa latihan-latihan tertentu. Dan juga dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat, ia enggan mengikuti latihan-latihan tersebut. Oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan pada tahap ini untuk orang yang bersangkutan ataupun masyarakat yang terkadang tidak mau menerima mereka sebagai masyarakat yang normal.


(36)

3.4. Visi dan misi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan harus memiliki visi yang jelas. Yang dimaksud “visi” dalam konteks ini adalah apa yang diinginkan oleh pendidikan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lain. Visi umum pendidikan kesehatan tidak terlepas dari Undang-Undang Kesehatan No. 23/1992 dan WHO yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosial sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial. Pendidikan kesehatan di semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan maupun program kesehatan lainnya bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, baik kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Untuk mencapai visi tersebut, perlu upaya-upaya yang harus dilakukan dan inilah yang disebut dengan “misi”. Misi pendidikan kesehatan adalah upaya yang harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut. Adapun misi pendidikan kesehatan yaitu (Notoatmodjo, 2003):

3.4.1. Advokat (advocate)

Melakukan kegiatan advokasi dengan para pengambil keputusan di berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Kegiatan advokasi berarti melakukan upaya-upaya agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan politik.


(37)

3.4.2. Menjembatani (meditiate)

Menjadi jembatan dan menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan. Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun sektor lain yang terkait. Oleh sebab itu, dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini diperlukan peran pendidikan atau promosi kesehatan.

3.4.3. Memampukan (enable)

Memberikan kemampuan atau keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini berarti masyarakat diberikan kemampuan-kemampuan atau keterampilan agar mereka mandiri di bidang kesehatan, termasuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan mereka. Misalnya pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan cara bertani, beternak, bertanam obat-obatan tradisional, koperasi dan sebagainya dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga (income generating). Selanjutnya dengan ekonomi keluarga yang meningkat, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan kelurga juga meningkat.

4. Konsep motivasi 4.1. Pengertian motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007). Motivasi merupakan situasi atau kondisi internal yang menggerakkan dan memberikan arahan terhadap pikiran, perasaan, dan tindakan (Lahey, 2012). Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan


(38)

energi diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Swanburg (2000) mendefinisikan motivasi sebagai konsep yang menggambarkan baik kondisi ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Sedangkan menurut Moekijat (2000) dalam bukunya “Dasar-dasar Motivasi” bahwa motivasi yaitu dorongan/ menggerakkan, sebagai suatu perangsang dari dalam, suatu gerak hati yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.

4.2. Jenis-jenis motivasi

Menurut Djamarah (2002) motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

4.2.1. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang dirangsang oleh sifat dasar yang melekat dalam aktivitas seseorang (Lahey, 2012). Motivasi instrinsik didasarkan pada faktor-faktor internal, seperti kebutuhan organismik (otonomi, kompetensi, dan keterhubungan), rasa ingin tahu, tantangan, dan usaha. Ketika seseorang termotivasi secara instrinsik kita terlibat dalam perilaku karena kita menikmatinya (King, 2010). Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu:

a. Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis, misalnya motivasi ibu untuk membawa balita ke posyandu untuk imunisasi karena balita akan mendapatkan kekebalan tubuh.


(39)

b. Harapan (expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan, misalnya ibu membawa balita ke posyandu untuk imunisasi dengan harapan agar balita tumbuh dengan sehat dan tidak mudah tertular oleh penyakit-penyakit infeksi.

c. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh, misalnya ibu membawa balita ke posyandu tanpa adanya pengaruh dari orang lain tetapi karena adanya minat ingin bertemu dengan teman-teman maupun ingin bertemu dengan tenaga kesehatan (dokter, bidan dan perawat).

4.2.2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang atau pengaruh dari luar sehingga seseorang berbuat sesuatu (Lahey, 2012). Ketika seseorang termotivasi secara ekstrinsik maka seseorang akan terlibat dalam perilaku tertentu karena ganjaran eksternal (King, 2010). Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik yaitu:

a. Dorongan keluarga

Ibu membawa balita ke posyandu bukan kehendak sendiri tetapi karena dorongan dari keluarga seperti suami, orang tua, teman. Misalnya ibu membawa balita ke posyandu karena adanya dorongan (dukungan) dari suami, orang tua ataupun anggota keluarga lainnya. Dukungan dan dorongan dari anggota keluarga semakin menguatkan motivasi ibu untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi


(40)

balitanya. Dorongan positif yang diperoleh ibu, akan menimbulkan kebiasaan yang baik pula, karena dalam setiap bulannya kegiatan posyandu dilaksanakan ibu akan dengan senang hati membawa balitanya tersebut.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dalam konteks pemanfaatan posyandu, maka orang-orang di sekitar lingkungan ibu akan mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan informasi pada ibu tentang pelaksanaan kegiatan posyandu.

c. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya ibu membawa balita ke posyandu karena ibu akan mendapatkan imbalan seperti mendapatkan makanan tambahan berupa bubur, susu ataupun mendapatkan vitamin A. Imbalan yang positif ini akan semakin memotivasi ibu untuk datang ke posyandu, dengan harapan bahwa anaknya akan menjadi lebih sehat.

4.3. Tujuan motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan (Taufik, 2007).


(41)

Setiap tindakan motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil apabila tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi pada seseorang harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, serta kepribadian orang yang akan dimotivasi (Taufik, 2007).

4.4. Unsur-unsur motivasi

Unsur-unsur motivasi terdiri dari sikap positif, orientasi pada pencapaian tujuan, dan daya dorong. Sedangkan unsur-unsur utama motivasi yaitu daya dorong, daya fokus atau perhatian, dan daya topang atau penguatan. Daya dorong untuk melakukan suatu tindakan tertentu, daya fokus untuk memberikan perhatian khusus terhadap suatu tindakan tertentu, dan daya topang untuk memperkuat atau memberi alasan pembenar bagi tindakan tertentu (Denny, 1992 dalam Suharsono M., dan Caroline M., 2008).

Menurut Sardiman (2007), motivasi mengandung tiga unsur penting. Pertama, motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia, penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. Kedua, motivasi ditandai dengan munculnya rasa “feeling”, atau afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan perubahan tingkah laku manusia. Ketiga, motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini


(42)

sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam dari diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/ terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan yang akan dicapai oleh orang tersebut.

4.5. Fungsi motivasi

Menurut Notoatmodjo (2007), motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi. Pertama, mendorong manusia untuk berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. Kedua, menentukan arah perbuatan yakni ke arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya. Ketiga, menyeleksi perbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan proses penyeleksian.


(43)

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka penelitian

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan mendeskripsikan motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan papsmear sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.

Pre TestIntervensi Post Test

Skema 3. Kerangka Konsep

Kerangka konsep diatas menggambarkan motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan papsmear sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Pada akhir penelitian akan disimpulkan apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

2. Definisi operasional

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”. Adapun penelitian ini terdiri dari

Motivasi WUS dalam melakukan

pemeriksaan pap smear Motivasi WUS

dalam melakukan pemeriksaan pap

smear

Diberikan Pendidikan kesehatan tentang


(44)

2 variabel yaitu pendidikan kesehatan tentang kanker serviks sebagai variabel independen dan motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smearsebagai variabel dependen. Definisi operasional untuk setiap variabel telah didefinisikan sebagai berikut:

Tabel 3.Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Independen: Pendidikan Kesehatan tentang kanker serviks Kegiatan menyampaikan pesan kesehatan tentang kanker serviks meliputi pengertian, bahaya, faktor risiko, faktor penyebab serta pentingnya deteksi dini pap smear untuk mencegah kanker serviks kepada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas

Labuhan Deli

- - Pernyataan

responden bahwa dirinya bersedia mengikuti pendidikan kesehatan Nominal


(45)

Dependen: Motivasi Wanita Usia Subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear Motivasi Intrinsik: Kebutuhan Harapan Minat

Suatu dorongan dari dalam atau gerak hati yang menyebabkan WUS

membutuhkan, menginginkan atau berminat untuk melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan setelah diberikan

pendidikan kesehatan tentang kanker serviks

Dorongan untuk memenuhi

kebutuhan biologis dengan melakukan pemeriksaan pap smear agar dapat mencegah kanker serviks secara dini Dorongan untuk mencapai suatu harapan/ tujuan dengan

melakukan pemeriksaan pap smear agar terhindar dari kanker serviks Keinginan wanita usia subur untuk melakukan pemeriksaan pap smear tanpa pengaruh orang lain Mengisi lembar kuesioner Mengisi lembar kuesioner Mengisi lembar kuesioner Mengisi lembar kuesioner Kuesioner Kuesioner (pernyataan nomor 1-3) Kuesioner (pernyataan normor 4-6) Kuesioner (pernyataan normor 7-12)

Motivasi Rendah jika skor 0-6

Motivasi Sedang jika skor 7-13

Motivasi Tinggi jika skor 14-20 - - - Interval Interval Interval Interval


(46)

Motivasi Ekstrinsik: Dorongan keluarga Lingkungan Imbalan

Dorongan dari anggota

keluarga untuk menguatkan motivasi WUS dalam

melakukan pemeriksaan pap smear

Faktor eksternal yang dapat meningkatkan motivasi WUS untuk melakukan pemeriksaan pap smear Adanya keinginan melakukan pemeriksaan pap smear karena akan mendapatkan imbalan yang positif yaitu terhindar dari penyakit kanker serviks Mengisi lembar kuesioner Mengisi lembar kuesioner Mengisi lembar kuesioner Kuesioner (pernyataan normor 13-16) Kuesioner (pernyataan normor 17-19) Kuesioner (pernyataan normor 20) - - - Interval Interval Interval

3. Hipotesis penelitian

Pada penelitian ini akan diidentifikasipengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli. Secara umum pernyataan yang merupakan hipotesis yaitu Ha (ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker


(47)

serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear).


(48)

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian Quasi Experiment. Jenis desain Quasi Experimentyang peneliti gunakan adalah one-group pre and post-test. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli.

Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah menentukan jumlah sampel yang akan diteliti. Setelah jumlah sampel terpenuhi dan sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, peneliti mulai melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pre-test mengenai motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Selanjutnya peneliti memberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Setelah diberikan pendidikan kesehatan, peneliti memberikan post-test mengenai motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

Adapun rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.1. Desain penelitian

Kelompok

Intervensi O1A X1 O2A

Keterangan:

a. O1A adalah pre-test, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan sebelum pendidikan kesehatan tentang kanker serviks

b. X1 adalah pendidikan kesehatan tentang kanker serviks yang dilakukan dengan metode ceramah dan menggunakan media leaflet


(49)

c. O2Aadalah post-test, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan setelah pendidikan kesehatan tentang kanker serviks

2. Populasi penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli yaitu Desa Helvetia. Berdasarkan data dasar KIA/ KB Puskesmas Labuhan Deli tahun 2014 bahwa jumlah WUS di Desa Helvetia yaitu 3785 orang.

3. Sampel penelitian

Sampel penelitian terdiri dari bagian populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian. Metode sampling nonprobability yang digunakan adalah purposive sampling yaitu dengan memilih subjek penelitian yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Pada penelitian eksperimen jumlah sampel minimum yaitu 15 orang dari masing-masing kelompok (Sekaran, 2006). Besarnya sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 orang. Untuk mencegah terjadinya drop out, sampel penelitian ditambah 10% dari seluruh total sampel, sehingga total sampel pada penelitian ini adalah 33 orang.

Adapun kriteria inklusi sampel penelitian yaitu:

a. Wanita Usia Subur (usia 15-49) di wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli b. Sudah menikah


(50)

c. Belum pernah mendapatkan informasi tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear baik dari tenaga kesehatan, media cetak, dan elektronik

d. Bersedia berpartisipasi menjadi responden dengan menyediakan waktu untuk mengikuti pendidikan kesehatan dengan waktu yang telah ditentukan oleh penelitian

4. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Labuhan Deli, dengan pertimbangan lokasi yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah sampel yang memadai, efisiensi waktu dan biaya. Perencanaan waktu penelitian akan dilakukan daribulan Maret 2015 sampai April 2015.

5. Petimbangan etik

Penelitian dilaksanakan setelah keluarnya keterangan kelayakan etik (ethical clearance) dari komisi etik penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan keluarnya surat izin penelitian dari Puskesmas Labuhan Deli. Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip etik yang bertujuan untuk melindungi subyek penelitian. Etika penelitian ini mencakup perilaku atau perlakuan peneliti terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat (Notoadmodjo, 2010). Prinsip etik yang diterapkan pada penelitian ini adalah hak mendapatkan penjelasan penelitian dan informed consent, anonimitas dan bersifat rahasia, dan hak mendapatkan keadilan (right to justice) (Polit & Beck, 2003).


(51)

6. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam peneitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 3 bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner motivasi melakukan pemeriksaan pap smear.

6.1. Kuesioner data demografi

Kuesioner ini terdiri dari usia, suku, agama, status pendidikan, jumlah anak, usia menikah atau memulai aktifitas seksual, dan penghasilan per bulan.

6.2. Kuesioner Motivasi melakukan Pemeriksaan Pap Smear

Kuesioner ini terdiri dari pernyataan untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Kuesioner ini terdiri dari 6 item yaitu motivasi intrinsik meliputi kebutuhan (pernyataan 1-3), harapan (pernyataan 4-6) dan minat (pernyataan 7-12) serta motivasi ekstrinsik meliputi dukungan keluarga (pernyataan 13-16), lingkungan (pernyataan 17-19) dan imbalan (pernyataan 20). Kuesioner ini menggunakan skala Guttman yaitu skala yang bersifat tegas dan komitmen dengan memberikan hasil jawaban dari pernyataan “Ya” dan “Tidak”. Apabila jawaban “Ya” maka skornya 1 dan apabila jawaban “Tidak” maka skornya 0.

Hasil ukur instrumen penelitian ini akan menentukan bagaimana motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Skor tertinggi berdasarkan hasil ukur intrumen adalah 20 dan skor terendah adalah 0. Semakin tinggi skor hasil ukur instrumen maka semakin baik motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Adapun kriteria penilaian berdasarkan hasil ukur instrumen yaitumotivasi tinggi jika skor 14-20, motivasi sedang jika skor 7-13, dan motivasi kurang jika skor 0-6.


(52)

7. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengukur tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, dengan uji validitas maka dapat diketahui apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang di ukur. Suatu instrumen dikatakan valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan dengan mengungkap variabel yang diteliti secara tepat (Nursalam, 2003).

Instrumen pada penelitian ini hanya melakukan uji validitas isi (content validity). Pada penelitian ini uji validitas isi pada instrumen dilakukan oleh tiga dosen yang ahli dalam penyakit kanker serviks, konsep motivasi, dan ilmu perilaku dan pendidikan kesehatan.Adapun dosen yang melakukan uji validaitas terhadap instrumen penelitian ini yaitu dosen Fakultas Keperawatan departemen Keperawatan Maternitas dan Keperawatan Dasar serta dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat departemen Ilmu Perilaku dan Pendidikan Kesehatan.

Uji validitas dilakukan dengan cara mengajukan instrumen dan proposal penelitian kepada ketiga dosen penguji, selanjutnya instrumen dikoreksi relevansi dan kejelasnnya. Jika ada pernyataan dalam instrumen yang tidak relevan dan tidak jelas, maka pernyataannya akan diperbaiki, dihapus, dan ditambah sesuai dengan instruksi dosen penguji. Pada instrumen ini ada 15 pernyataan yang diperbaiki secara gramatikal, 2 pernyataan yang dihapus karena tidak relevan dan jelas, dan 2 pernyataan yang ditambah sesuai instruksi dosen penguji validitas. Setelah instrumen disetujui oleh ketiga dosen penguji, dilakukan penghitungan skor uji validitas. Instrumen dinyatakan valid apabila skor uji validitasnya > 0,70. Adapun skor uji validitas pada instrumen ini sebesar 0,79 yang berarti bahwa instrumen penelitian ini valid dan dapat dijadikan sebagai instrumen penelitian.


(53)

8. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil ukur atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang peran yang penting dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2003).

Kuesioner motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka. Oleh karena itu penting dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.

Uji reliabilitas akan dilakukan pada 10 responden wanita usia subur yang memenuhi kriteria sampel penelitian yaitu 20% dari total sampel penelitian (Polit dan Hungler, 2001). Adapun uji reliabilitas yang digunakan adalah uji Cronbach Alpha, kemudian jawaban dari responden diolah menggunakan komputerisasi (Arikunto, 2010).Berdasarkan uji cronbach alpha yang dilakukan didapatkan nilai 0,789. Maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner penelitian layak untuk digunakan karena nilai p > 0,7.

9. Pengumpulan data

Ada beberapa prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu mengajukan permohonan izin kepada Fakultas Keperawatan USU dan tempat penelitian yaitu Puskesmas Labuhan Deli. Setelah peneliti mendapatkan izin, peneliti mulai melakukan pengumpulan data di Puskesmas Labuhan Deli. Pengumpulan data dimulai dengan survei awal yaitu wawancara dengan tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Labuhan Deli untuk memperoleh data populasi wanita usia subur di


(54)

wilayah kerja puskesmas tersebut. Selanjutnya peneliti menentukan jumlah sampel yang akan diteliti yaitu 30 responden dan 3 responden tambahan untuk mencegah terjadinya drop out. Selanjutnya peneliti menemui responden penelitian untuk disesuaikan dengan kriteria sampel yang telah ditetapkan peneliti sebelumnya.

Apabila responden penelitian telah memenuhi seluruh kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti, maka penelitimemulai penelitian dengan menjelaskan kepada responden penelitian tentang tujuan, prosedur, dan manfaat penelitian. Kemudian peneliti meminta kesediaan responden penelitian untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan responden penelitian. Responden penelitian yang bersedia mengikuti penelitian diberikan lembar kuesioner berupa pre-test untuk mengetahui motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Peneliti memandu responden untuk mengisi lembar kuesioner hingga terisi dengan lengkap. Subjek penelitian juga diberi kesempatan untuk bertanya kepada peneliti bila ada pernyataan yang tidak dipahami atau kurang jelas pada lembar kuesioner.

Setelah dilakukan pre-test peneliti memberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks meliputi pengertian, bahaya, faktor risiko, faktor penyebab serta pentingnya deteksi dini pap smear untuk mencegah kanker serviks pada wanita usia subur. Adapun waktu yang dibutuhkan peneliti untuk memberikan pendidikan kesehatan yaitu 10-15 menit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Douglas dalam Buku Ilmu Perilaku dan Pendidikan Kesehatan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pendidikan kesehatan pada setiap klien adalah 10-15 (Nurhidayah, 2010). Setelah diberikan pendidikan kesehatan, peneliti memberikan lembar kuesioner berupa post-test kepada responden dengan langkah-langkah yang sama


(55)

dengan pre-test. Apabila seluruh lembar kuesioner pada pre-test maupun post-testtelah diisi, selanjutnya peneliti akan mengolah data dengan menggunakan sistem komputerisasi.

10. Analisa data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap yaitu tahap editing, coding dan entry. Tahap editting dilakukan untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan (entry)ke dalam komputer untuk diolah dengan teknik komputerisasi. Setelah dipastikan tidak ada kesalahan selanjutnya dilakukan analisis data.

Analisa data diawali dengan melakukan uji normalitas data. Adapun uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Shapiro-Wilk, bila nilai p (signifikansi) >0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka uji statistik dapat menggunakan uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test dan jika data tidak berdistribusi normal maka uji statistik yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik yaitu uji Wilcoxon. Berikut ini hasil uji normalitas data.

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistik Df Sig. Statistik Df Sig.

Pre-Test 0,147 30 0,098 0,936 30 0,072


(56)

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai p pada uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk yaitu p > 0,072 pada pre-test dan p > 0,151 pada post-test. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal karena nilai p (signifikansi) > 0,05. Oleh karena itu uji statistik yang digunakan adalah uji statistik parametrik yaitu uji paired t-test.

10.1. Statistik univariat

Analisa data dengan statistik univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Data yang dihasilkan dari dari analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentasedata demografi dan variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini data demografi meliputi usia, suku, status pendidikan, status pernikahan, jumlah anak, usia menikah atau memulai aktifitas seksual, pendapatan, dan riwayat merokok akan dianalisis dengan menggunakan statistik univariat dengan menampilkan distribusi frekuensi dan persentase dalam bentuk tabel.

10.2. Statistik bivariat

Analisis statistik inferensial (bivariat) digunakan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antara dua variabel, adapun tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 95 % (α = 0,05) dengan p < 0,05. Uji paired t-test digunakan untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.


(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil penelitian

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan data yang dilakukan sejak 30 Maret 2015 sampai 20 April 2015 di Puskesmas Labuhan Deli. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil penelitian ini menggambarkan tentang karakteristik responden, motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, dan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

1.1. Karakteristik responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden berusia 29 tahun dengan gambaran umum usia responden yaitu 21-34 tahun (66,6%), usia < 20 tahun (9,9%), dan usia > 35 tahun (23,2%). Mayoritas responden bersuku Jawa (76,7%), dan beragama islam (90%). Rata-rata pendidikan terakhir responden yaitu SMA (73,3%). Mayoritas responden memiliki > 2 anak (63,3%), dan menikah pada 22 tahun dengan gambaran usia menikah 21-34 tahun (53,3%), dan < 20 tahun (46,7%). Penghasilan rata-rata responden yaitu < Rp1.625.000,00 atau kurang dari Upah Minimum Regional (UMR) Kota Medan. Distribusi frekuensi data demografi dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(58)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi (n=30)

Karakteristik

Responden Frekuensi Persentase (%)

Umur

< 20 tahun 21-34 tahun > 35 tahun

3 20 7 9,9 66,6 23,2 Suku Batak Melayu Minang Jawa Lain-lain 2 2 1 23 2 6,6 6,6 3,3 76,7 6,6

Agama Islam

Protestan 27 3 90 10 Status pendidikan SD/ sederajat SMP/ sederajat SMA/ sederajat D3 1 6 22 1 3,3 20 73,3 3,3 Jumlah anak < 2

>2

11 19

36,7 63,3 Usia menikah < 20 tahun

21-34 tahun 14 16 46,7 53,3 Penghasilan per bulan < Rp1.625.000,00 > Rp1.625.000,00 22 8 73,3 26,7

1.2. Motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

Hasil uji distribusi frekuensi motivasi menunjukkan bahwa mayoritas WUS memiliki motivasi rendah dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu sebanyak 21 responden (70%). Setelah


(59)

diberikan pendidikan kesehatan, motivasi WUS meningkat menjadi tinggi dengan frekuensi 26 responden (86,7%). Berikut ini distribusi frekuensi dan persentase motivasi WUS berdasarkan kategori motivasi.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi tingkat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

PRE-TEST POST-TEST

N % N %

Motivasi Tinggi 0 0 26 86,7

Motivasi Sedang 9 30 4 13,3

Motivasi Rendah 21 70 0 0

Tabel 5.3 menunjukkan hasil tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia 21-34 tahun memiliki motivasi rendah sebanyak 12 responden (40%) dan motivasi sedang sebanyak 8 responden (26,6%) pada pre-test. Sedangkan pada post-test, responden berusia 21-34 tahun memiliki motivasi tinggi sebanyak 17 responden (56,6%) dan motivasi sedang sebanyak 3 responden (10%).

Tabel 5.3. Tabulasi silang antara usia dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

Usia PRE-TEST Total POST-TEST Total Motivasi Sedang Motivasi Rendah Motivasi Tinggi Motivasi Sedang

n % n % n % n % n % n %

<20 tahun - - 3 10 3 10 3 10 - - 3 10 21-34 tahun 8 26,6 12 40 20 66,6 17 56,6 3 10 20 66,6


(60)

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas WUS yang berpendidikan SMA memiliki motivasi rendah yaitu sebanyak 14 responden (46,6%) dan motivasi sedang sebanyak 8 responden (26,6%) pada pre-test. Sedangkan pada post-test responden berpendidikan SMA memiliki motivasi tinggi sebanyak 18 responden (60%) dan motivasi sedang sebanyak 4 responden (13,3%).

Tabel 5.4. Tabulasi silang antara pendidikan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

Tabel 5.5 menunjukkan hasil tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa mayoritas WUS dengan penghasilan <Rp1.625.000,00 memiliki motivasi rendah yaitu sebanyak 16 responden (53,3%) dan motivasi sedang sebanyak 6 responden (20%) pada pre-test, sedangkan pada post-test sebanyak 19 responden (63,3%) memiliki motivasi tinggi dan sebanyak 3 responden (10%) memiliki motivasi sedang.

Pendidikan

PRE-TEST

Total

POST-TEST

Total Motivasi

Sedang

Motivasi Rendah

Motivasi Tinggi

Motivasi Sedang

n % n % n % n % n % n %

SD - - 1 3,3 1 3,3 1 3,3 - - 1 3,3

SMP 1 3,3 5 16,6 6 20 6 20 - - 6 20

SMA 8 26,6 14 46,6 22 73,3 18 60 4 13,3 22 73,3


(61)

Tabel 5.5. Tabulasi silang antara penghasilan dengan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan

Penghasilan PRE-TEST Total POST-TEST Total Motivasi Sedang Motivasi Rendah Motivasi Tinggi Motivasi Sedang

n % n % n % n % n % n %

< Rp1.625.000 6 20 16 53,3 22 73,3 19 63,3 3 10 22 73,3 > Rp1.625.000 3 10 5 16,6 8 26,6 7 23,3 1 3,3 8 26,6

1.3.Pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smear

Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test yang dilakukan untuk mengukur pengaruh pendidikan kesehatan terhadap motivasi bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear. Berikut ini hasil uji statistik paired t-test sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

Tabel 5.6. Hasil uji statistik paired t-test pada motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendididkan kesehatan

Mean SD CI 95% p-value

Motivasi WUS sebelum diberikan

pendidikan kesehatan (pre-test) 5,63 2,076 9,422 - 11,244 0,000 Motivasi WUS sebelum diberikan

pendidikan kesehatan (post-test) 15,97 2,266

Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata skor motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test) yaitu 5,63 dengan standar deviasi (SD) 2,076. Sedangkan pada post-test, rata-rata skor motivasi WUS yaitu 15,97 dengan SD 2,266. Hal tersebut menunjukkan


(62)

bahwa adanya peningkatan mean motivasi WUS sebesar 10,34 dalam melakukan pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks. Berdasarkan uji paired t-test tersebut juga diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa pendidikan kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, berikut ini akan dijelasakan pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang terdapat pada Bab 1 tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

2.1. Motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test)

Berdasarkan hasil penelitian diatas, tabel 5.2 menunjukkan bahwa motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear masih tergolong rendah yaitu 21 responden (70%), dan sisanya 9 responden (30%) tergolong dalam motivasi sedang. Rendahnya pengetahuan WUS tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks merupakan salah satu faktor yang menghambat motivasi WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear.

Seluruh responden belum pernah mendapatkan informasi tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear sebagai upaya pencegahan kanker serviks baik dari tenaga medis maupun media cetak dan elektronik. Tidak adanya informasi tersebut mengakibatkan WUS tidak mengetahui tentang pemeriksaan pap smear


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 22 RIWAYAT HIDUP

Nama : Fadillah Ulfah Pulungan

NIM : 111101083

Fakultas/Jurusan : Keperawatan/Ilmu Keperawatan

PerguruanTinggi : Universitas Sumatera Utara

Tempat dan Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 8 Mei 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Dr. Sumarsono No. 33/ 25 Kec. Medan Baru

Telp./HP : 082276582908

Alamat Email : ulfah_plg@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Indra Murni Padangsidimpuan, lulus tahun 1999

2. SD Muhammadiyah 1 Padangsidimpuan, lulus tahun 2005

3. MTsN Model Padangsidimpuan, lulus tahun 2008

4. MAN 2 Model Padangsidimpuan, lulus tahun 2011


Dokumen yang terkait

Studi Fenomenologi Pengalaman Perempuan Usia Reproduktif dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks melalui Pap Smear di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang

1 26 111

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DAN TINDAKAN PEMERIKSAAN Hubungan Antara Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks dan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear di Kelurahan Sidanegara Kabupaten Cilacap.

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DAN TINDAKAN PEMERIKSAAN Hubungan Antara Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks dan Tindakan Pemeriksaan Pap Smear di Kelurahan Sidanegara Kabupaten Cilacap.

0 2 13

Hubungan Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks dengan Motivasi Melakukan Pemeriksaan IVA di Wilayah Kerja III Puskesmas Manahan Surakarta.

0 1 1

Karakteristik dan Faktor-Faktor Hambatan Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Wilayah Kerja Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor

0 0 11

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Wanita Usia Subur Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Desa Sembahe Wilayah Kerja Puskesmas Sibolangit Tahun 2017

0 0 16

Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

0 0 50

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

0 0 20

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

0 0 7

Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Servik terhadap Motivasi Wanita Usia Subur dalam Melakukan Pemeriksaan Pap Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli

1 0 13