Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga
siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran
barunya.
E. Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum
Diperkirakan bahwa 60 kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidanperawat untuk memberikan informasi
dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa
nifas ini adalah : 1. Demam tinggi hingga melebihi 38°C. 2. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak lebih dari perdarahan haid biasa atau
bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam, disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.3. Nyeri perut hebatrasa sakit
dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri ulu hati. 4. Payudara
membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.
Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman
kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.Sementara itu yang dimaksud dengan Febris Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum
Universitas Sumatera Utara
terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi, Payudara, Saluran kemih, Sistem vena.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :1.Perdarahan dini, yaitu
perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi, hematoma.2. Perdarahan
lambatlanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko : sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.
F. Konsep Budaya Dalam Perawatan Post Partum
1. Konsep Budaya
Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi
yang berarti budi atau akal. Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa budaya berasal dari
kata budi-daya yang berarti daya dari budi. Jadi, kata budaya atau daya dari budi itu berarti cipta, karsa, dan rasa Mulyadi, 2000.
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan manusia sebagai mahkluk Bio-Psiko-Sosial-Spritual yang utuh dan unik. Teori
kebutuhan manusia, memandang manusia sebagai keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir karena pengetahuan sosial budaya penting sekali dikuasai oleh profesi
Universitas Sumatera Utara
bidan dalam menjalankan tugasnya karena bidan dalam menjalankan tugasnya katena bidan akan berhadapan dengan berbagai macam kelompok sosial dengan beragam
latar belakang agama, status pendidikan dan sebagainya. Sosial budaya sangat berkaitan dengan cara pendekatan dalam melakukan
perubahan prilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan masalah-masalah kependudukan karena proses perkawinan dapat mengakibatkan kelahiran dan
kelahiran itu merupakan resiko yang tinggi bagi ibu-ibu di seluruh dunia Syafrudin, 2009.
Penyebaran orang minangkabau jauh dari daerah asalnya ini disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka yang merantau, yang disebabkan oleh dua hal.
Pertama, ialah keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya
dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah warisan bagi kepentingan diri sendiri. Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang
menyebabkan bahwa orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat lain. Keadaan ini kemudian ditambah dengan
keadaan yang diciptakan oleh perkembangan yang berlaku pada masa akhir-akhir ini. Pendukung kebudayaan Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat
dengan sistem kekeluargaan yang ganjil di antara suku-suku bangsa yang lebih dahulu maju di Indonesia, yaitu sistem kekeluargaan yang matrilineal. Inilah biasanya
dianggap sebagai salah satu unsur yang memberi identitas kepada kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
Minangkabau, yang terutama dipopulerkan oleh roman-roman Balai Pustaka, pada bagian pertama dari abad ke-20 Koentjaraningrat, 2007
2. Konsep Budaya Minang Tentang Perawatan Postpartum
Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan
kebudayaannya di seluruh dunia memiliki aneka persepsi, interprestasi dan respons perilaku dalam menghadapinya, dengan berbagai implikasinya terhadap kesehatan.
Fisiologis kelahiran secara universal adalah sama, namun proses kelahiran ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat, karena itu hal-hal
yang bekenaan dengan proses pembentukan janin hingga kelahiran bayi serta pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan ibunya perlu dilihat dari aspek
biososiokulturalnya sebagai suatu kesatuan. Menurut pendekatan biososiokulturalnya dalam kajian antropologi ini,
kehamilan dan kelahiran bukan hanya dilihat semata-mata dari aspek biologis dan fisiologisnya saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga harus dilihat sebagai suatu proses
yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal, seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramu-ramuan atau obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara
menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta peraeatan bayi dan ibunya Swasono, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing suku dan bangsa itu memiliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu dengan yang
lainnya. Perbedaan itu ada yang amat besar, cukup besar, ada yang tidak begitu besar, ada yang agak kecil, dan ada yang cukup halus Prayitno, 2004.
Salah satu contoh pengaruh sosial budaya yang masih melekat adalah enggannya ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan ke sarana kesehatan yg sudah
tersedia. Mereka masih ada yang lebih memilih melahirkan di rumah yg di tolong oleh dukun, ada pula yang percaya saat melahirkan bayinya lebih senang pergi ke
ladang untuk melahirkan disana, serta pantangan-pantangan makanan bagi ibu hamil dan bayinya. Hal kepercayaan mereka terhadap budaya yang seperti ini
mengakibatkan tingginya angka kematian ibu saat melahirkan karena komplikasi serta angka kematian bayi dan balita akibat kurangnya asupan giji melalui ibu
dikarenakan banyaknya pantangan-pantangan makanan yang tidak boleh dikonsumsi saat hamil Syafrudin, 2010.
Orang Minangkabau merupakan suatu contoh dari masyarakat yang mementingkan aspek sosial dari kelahiran. Bayi perempuan dianggap sebagai
pelanjut dari parurik atau kaum. klen matrilineal sedangkan bayi laki-laki kelak diharapkan untuk menjadi penjujung nama kerabat separuiknya, dan menjadi
pembela kaum wanita dan klennya. Masayarakat Minang juga percaya bahwa ketika seorang wanita sedang hamil 7 bulan, keluarga suaminya bako sang calon bayi
datang berkunjung sambil membawa berbagai macam makanan berupa nasi lengkap dengan lauk-pauk, ditambah dengan beberapa jenis kue. Tujuannya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan “hati tulus dan muka jernih” terhadap kelahiran bayi. Menurut norma yang ideal dalam kebudayaan minangkabau, hubungan antara kerabat kedua orangtua
sang bayi diperkuat melalui kebersamaan mereka dalam upacara menyambut kelahirannya, masing-masing dalam porsi kewajibannya sendiri terhadap si bayi.
Selain itu pada suku Minang sekitar seminggu menjelang bayi lahir, para bako kembali datang membawa beras segantang dan dua butir kelapa. Dimana, sebutir
kelapa diserahkan untuk menambah bahan pembuat lauk rendang daging, sedangkan yang lainnya ditujukan untuk di tanam di kebun sang ibu. Hal ini melambangkan
harapan para bako anak yang lahir nanti, yang mereka sebut sebagai anak pisang, akan menjadi seorang yang muka dan hatinya bagai air kelapa itu. Singkatnya, ia di
harapkan akan berguna bagai masyarakat, seperti pohon kelapa yang dari akarnya hingga pucuk daunnya bermanfaat bagi kehidupan manusia Swasono, 2011.
G. Fenomenologi