e. menyalahgunakan perlengkapan misuse of device. 2. Delik-delik yang berhubungan dengan komputer, pemalsuan, dan penipuan
computer related offences; forgery and fraud; 3. Delik-delik yang bermuatan pornografi anak content-related offences, child
pornography; 4. Delik-delik yang berhubungan dengan hak cipta offences related of
infringements of copyrights. Berbagai bentuk perbuatan cyber crime dalam European Convention di atas
menjadi sandaran untuk menilai pengaturan cyber crime dalam UU ITE dan menilai sejauhmana terdapat harmonisasi hukum dalam pengaturan tersebut. Pengaturan cyber
crime dalam European Convention tersebut merupakan pengaturan yang paling komprehensif, dan sebagai suatu instrumen hukum internasional diakui oleh banyak
negara.
F. Harmonisasi Hukum dalam Kriminalisasi Tindak Pidana.
Salah satu sumber hukum dalam hukum internasional adalah perjanjian atau traktat treaty, yang menurut sifat mengikatnya terbagi dua yaitu treaty dan law making
treaty. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa sebuah treaty membutuhkan langkah- langkah atau tindakan hukum selanjutnya agar perjanjian itu berlaku dan mengikat
negara-negara yang bersepakat dalam perjanjian. Sementara law making treaty memiliki sifat mengikat yang langsung bagi negara-negara peserta perjanjian tersebut, meski
negara-negara peserta belum melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menjadikan perjanjian tersebut sebagai hukum nasionalnya.
13
Pada umumnya perjanjian yang memiliki sifat terakhir ini adalah konvensi-konvensi internasional international
convention yang mengatur subjek-subjek penting bagi kehidupan umat manusia secara universal. Konvensi seperti ini juga pada umumnya diikuti oleh banyak negara, misalnya
konvensi tentang Hukum Laut, konvensi tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, konvensi Geneva tentang Perlindungan Terhadap Korban Perang, dan lain-
lain, termasuk juga beberapa konvensi tentang genosida.
13
JG.Starke, hlm 583.
harmonisasi hukum cyber crimeshinta-nanidipa09 8
Di sisi lain perkembangan dalam masyarakat menimbulkan berbagai kejahatan baru, yang harus diatur dalam hukum positif ius constitutum agar dapat ditanggulangi.
Dalam hal ini pemerintah harus melakukan kriminalisasi terhadap perbuatan yang berkembang sebagai kejahatan tersebut. Dalam proses kriminalisasi ada berbagai hal
yang harus menjadi pertimbangan, misalnya nilai-nilai moral bangsa, tujuan yang hendak dicapai, tingkat kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh kejahatan baru
tersebut, efektivitas peraturan untuk mencapai tujuan cost and benefit analyse, dan keterkaitan dengan ketentuan internasional.
14
Keharusan memperhatikan perkembangan dalam ketentuan hukum internasional menjadi suatu keniscayaan dalam proses
kriminalisasi, karena sebagai bangsa yang beradab dan bagian dari dunia bangsa kita tidak ingin suatu peraturan yang dibuat tidak dapat diterapkan karena tidak mendapat
dukungan dunia internasional, terutama terhadap kejahatan yang bersifat transnasional. Dikaitkan dengan perjanjian yang membutuhkan tindakan hukum agar dapat
diberlakukan dalam suatu wilayah nasional, maka proses tersebut umumnya dimulai dengan ratifikasi oleh pemerintah. Proses ratifikasi dapat dilakukan dengan membuat
sebuah undang-undang atau hanya dengan Keppres, tergantung kepada sifat perjanjian tersebut.
15
Setelah ratifikasi maka ketentuan dalam konvensi ditransformasikan ke dalam hukum nasional dengan cara membuat suatu undang-undang yang baru, khusus mengatur
tentang subjek dalam perjanjian internasional yang telah diratifikasi tersebut atau menambahkan pengaturan subjek tersebut dalam peraturan yang sudah ada. Banyak
contoh peraturan perundangan baru yang lahir akibat diratifikasinya suatu perjanjian internasional, misalnya UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang lahir setelah
diratifikasinya Convention Against Terorist Bombing 1999 dan Convention on the Financing of Terorism 1999, UU Pemberantasan Perdagangan Orang setelah
diratifikasinya Convention Against Transnational Organized Crime 2002 dan Protokol Tambahannya tentang Human Trafficking.
14
Barda Nawai Arief, 1994. Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara. Semarang: CV Ananta, hlm 175.
15
Boer Mauna, 2002. Peran Hukum Internasional Dalam Era Globalalisasi. Jakarta: Rajawali Press, hlm 215
harmonisasi hukum cyber crimeshinta-nanidipa09 9
Cara lain adalah dengan melakukan harmonisasi hukum
16
, yaitu dengan mengadopsi prinsip-prinsip umum dalam sebuah perjanjian atau konvensi internasional
atau hasil sebuah kongres internasional mengenai subjek tersebut ke dalam peraturan perundangan nasional yang dibuat. Untuk hal ini dapat diberikan contoh UU
Pemberantasan Pencucian Uang yang mengakomdir hasil Kongres PBB tentang the prevention of crime and the treatment of Offender tahun 2000. Inilah yang kemudian
hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu harmonisasi hukum dalam penyusunan UU ITE terhadap ketentuan internasional, dalam hal ini European Convention on Cyber Crime.
Indonesia bukanlah negara peserta konvensi tersebut, namun isi konvensi tersebut mendapat perhatian dari dunia internasional karena mengatur cyber crime secara
komprehensif.
G. Metode Peneltian.