1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa manusia untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Pendidikan juga
merupakan faktor pendukung perkembangan dan persaingan dalam berbagai bidang. Dan salah satu bidang dari pendidikan adalah matematika. Pendidikan
matematika adalah bagian dari pendidikan nasional yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang serba canggih
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dinyatakan Sudradjat 2008 bahwa: Perkembangan iptek yang pesat adalah berkat dukungan matematika.
Landasan dukungan disebabkan kekuatan matematika pada struktur dan penalarannya. Perkembangan matematika sering merintis kemungkinan
penerapannya yang baru pada berbagai bidang ilmu lain. Sebaliknya, tuntutan pemecahan masalah berbagai bidang iptek turut mendorong
perkembangan matematika.
Selanjutnya laporan survei lapangan Departemen Pendidikan Amerika Serikat dalam Mathematics Equal Opportunity menunjukkan kecenderungan
pentingnya kemampuan dasar matematika dalam dunia kerja. Pekerja tamatan sekolah menengah dengan kemampuan matematika tinggi mempunyai karir yang
lebih baik dan tingkat penganggurannya lebih rendah dibanding dengan yang kemampuan matematikanya rendah. Dalam laporan lain oleh SIAM, dikemukakan
bahwa penggunaan matematika dalam industri berkembang pesat, dan matematikawan telah memberikan kontribusi pada keunggulan teknis dan
penghematan biaya melalui pemodelan, analisis, dan komputasi yang cerdik. dalam Sudradjat, 2008
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Cockroft untuk pendidikan matematika di sekolah dalam Abdurahman, 2009 bahwa:
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena 1 selalu digunakan dalam segi kehidupan; 2 semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang seusia; 3 merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; 4 dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cara; 5 meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian,
2
dan kesadaran ruangan; dan 6 memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa matematika menempati posisi yang penting di dalam sistem pendidikan dimana kualitasnya harus
diupayakan peningkatannya. Sementara itu, bahan kajian matematika yang abstrak serta selalu menuntut pola pikir yang deduktif dan konsisten menjadikan
matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang sukar untuk dipelajari. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa hasil pembelajaran
matematika masih memprihatinkan. Memprihatinkan yang dimaksud adalah kemampuan matematis siswa masih jauh dari yang diharapkan dan cenderung
tidak mencapai batas ketuntasan yang telah ditetapkan. Hasil pembelajaran itu sendiri sangat penting untuk diperhatikan.
Diperhatikan yang dimaksud adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan siswanya dan juga cara untuk meningkatkan kemampuannya sehingga hasil
pembelajarannya juga meningkat. Hal ini dikarenakan hasil pembelajaran merupakan gambaran secara tertulis dan konkrit dari kemampuan dan pemahaman
siswa terhadap pelajaran Matematika, juga menjadi dasar untuk guru memperbaiki desain pembelajarannya.
Peneliti menemukan hal yang sesuai dengan hasil pembelajaran yang masih memprihatinkan dalam hasil tes awal yang telah dilakukan peneliti di kelas
VII A SMP Swasta Nasrani 5 Medan dengan jumlah siswa 31 orang. Dari data hasil tes awal yang diberikan peneliti, menunjukkan bahwa dari 31 siswa hanya 13
siswa 41,94 yang mencapai ketuntasan belajar dengan kriteria nilai ≥ 2,66
atau tingkat kemampuan minimal B- sedangkan 18 siswa 58,06 mencapai kriteria ketuntasan dengan nilai rata-rata kelas 2,20.
Dari data tersebut, jelas terlihat bahwa tingkat ketuntasan secara klasikalnya tidak tercapai dan nilai rata-rata kelasnya pun masih rendah.
Kesalahan yang dibuat siswa beragam dan berbeda-beda.
3
Secara umum, siswa kesulitan menyelesaikan soal aplikasi karena sulit memahami soal dan sulit mengubah soal cerita ke model matematika. Hal ini
dapat dilihat dari hasil tes awal siswa yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
a Siswa 31 b Siswa 6
c Siswa 10 d Siswa 18
Gambar 1.1 Hasil Tes Awal
Dari hasil tes awal di atas dapat dilihat bahwa siswa melakukan beberapa kesalahan sehingga tidak dapat menyelesaikan soal dengan benar. Siswa 31
melakukan kesalahan dalam operasi perkalian pecahan dan tidak menuliskan bagian diketahui dan ditanya atau tidak mampu membuat model matematika dari
soal nomor 4. Siswa 6 melakukan kesalahan dalam operasi pengurangan pecahan dari soal nomor 3 yang seharusnya membandingkan pecahan, sedangkan di soal
nomor 2 siswa melewatkan tahap pembagian serta tidak menuliskan bagian diketahui dan ditanya. Siswa 10 melakukan kesalahan dalam membandingkan 2
pecahan pada soal nomor 3, pada bagian ditanya siswa tidak menuliskan pertanyaannya. Siswa 18 melakukan kesalahan dalam operasi pecahan pecahan di
soal nomor 2, kesalahan dalam operasi perkalian pada soal nomor 4, dan siswa menuliskan bagian diketahui tetapi langsung menjawab. Kesalahan yang dibuat
siswa bermacam-macam dan beda. Berarti, pembelajaran yang diberikan guru
4
kurang tepat yang mengakibatkan pemahaman siswa tentang konsep operasi pecahan berbeda-beda dan pemahaman siswa dalam mengerjakan soal aplikasi
sangat rendah. Hal ini mencerminkan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan belum mampu memberikan hasil yang diharapkan.
Rendahnya hasil pembelajaran matematika di Indonesia salah satunya disebabkan oleh rendahnya kualitas pembelajaran yang diselenggarakan guru di
kelas. Seperti yang diungkapkan Abbas 2011 bahwa: Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil matematika
peserta didik, salah satunya adalah ketidaktepatan metode pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini
kebanyakan guru menggunakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional dan banyak didominasi oleh guru.
Berarti waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih. Itu artinya, ada sesuatu yang tidak sesuai
dengan metode pengajaran matematika di negara ini. Sampai sekarang dalam dunia pendidikan khususnya dalam pendidikan
matematika masih lebih menekankan anak untuk menghapal tanpa mengetahui konsep dasarnya. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama
pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama metode pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kemampuan guru yang masih sulit mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sama halnya seperti yang dikemukakan Rumondor, Regar, dan Mangobi
2013 dalam jurnalnya, yaitu: Pelajaran matematika menjadi suatu pelajaran yang dianggap sulit
dipelajari atau susah untuk dimengerti oleh sebagian besar siswa, dikarenakan penguasaan konsep materi dalam pembelajaran matematika
akibatnya menjadi dampak pada hasil belajar siswa juga berpengaruh pada kurangnya minat siswa dalam belajar matematika, sehingga
membuat hasil belajar siswa semakin rendah. Salah satu penyebab terjadinya masalah ini, karena kurangnya penggunaan model
pembelajaran yang bervariasi dalam penerapannya yang berpengaruh pada hasil belajar. Pembelajaran matematika selama ini dilaksanakan di
sekolah
–sekolah pada dasarnya hanya berpatokan pada model pembelajaran konvensional.
5
Penyebab utama rendahnya nilai matematika siswa SMP di Indonesia adalah karena siswa merasa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran
yang sulit yang diakibatkan dari kurangnya penggunaan model pembelajaran yang
bervariasi dalam penerapannya . Hal ini mengakibatkan rendahnya motivasi dan
minat siswa dalam mempelajari matematika. Pendapat ini diperkuat oleh Ridha 2009 yang mengatakan:
Namun berdasarkan temuan di lapangan secara umum dapat disimpulkan, bahwa rendah bahkan musnahnya minat siswa untuk menekuni bidang
studi matematika diantaranya karena adanya image yang mengganggu sebagian besar siswa kita, yaitu matematika dianggap pelajaran yang
super rumit, rajanya pelajaran dan jelimat. Sehingga berjumpa dengan pelajaran matematika seperti bertemu dengan hantu yang menyeramkan.
Kemudian diperkuat juga oleh Djamarah 2011 tentang model
pembelajran, yaitu: Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran
tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang
diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Dari kutipan di atas, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar untuk
meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah. Model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan model alternatif yang diharapkan dapat mengaktifkan
siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut Trianto 2009 bahwa:
Pembelajaran kooperatif
disusun dalam
sebuah usaha
untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama dengan siswa yang berbeda latar belakangnya.
Telah banyak
penelitian-penelitian yang
menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif sangat baik untuk diterapkan di dalam pembelajaran selain untuk meningkatkan hasil belajar juga dapat meningkatkan keaktifan siswa
serta menumbuhkan rasa kesetiakawanan.
6
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dianggap peneliti dapat mengaktifkan peran siswa dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe group investigation siswa akan lebih mudah memahami konsep matematika. Guru
hanya bertindak sebagai motivator dan fasilitator yang memberikan dorongan kepada siswa untuk dapat menuangkan pemikiran mereka serta menggunakan
pengetahuan awal mereka dalam memahami materi ajar baru sehingga dengan pembelajaran seperti ini diharapkan akan lebih menarik minat belajar siswa.
Seperti yang diungkapkan Trianto 2009 bahwa: Dalam group investigation, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik
yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa
yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu.
Kemudian siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya siswa
menyiapkan dan mempresentasikan laporannya. Ditambahkan lagi dengan hasil dari jurnal Hasan, Rakhman, dan Ardiana
2010 tentang penerapan model pembelajaran group investigation, yaitu: Model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai
situasi dan berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para peserta didik
mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan
menguji hipotesis.
Selain itu, peranan media pembelajaran juga dapat mendukung keefektifan dari model pembelajaran group investigation. Salah satu media
pembelajaran tersebut adalah alat peraga. Pada pembelajaran matematika yang abstrak sangat diperlukan alat bantu untuk memahami konsepnya secara konkret.
Piaget dalam Slameto, 2003 berpendapat bahwa siswa yang tahap berfikirnya masih pada tahap konkret mengalami kesulitan untuk memahami operasi logis dan
konsep pembelajaran tanpa alat bantu dengan alat peraga. Menurut Bruner dalam Slameto, 2003 dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memanipulasi benda-benda alat peraga. Penggunaan alat peraga dalam
7
pembelajaran oleh Bruner dijelaskan bahwa dalam proses belajar mengajar, siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda konkretalat peraga, sehingga
siswa langsung dapat berfikir bagaimana, serta pola apa yang terdapat dalam benda-benda yang sedang diperhatikannya.
Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya konsep tersebut.
Jadi untuk meningkatkan hasil belajar matematika harus diberikan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa. Dengan
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe group investigation ditambah lagi dengan bantuan alat peraga diharapkan siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran sehingga siswa dapat menguasai pembelajaran matematika. Dari uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan
suatu penelitan dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation dengan Bantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas VII SMP Swasta Nasrani 5 Medan Tahun Ajaran 20142015.
1.2. Identifikasi Masalah