Khutamy Khairunnisa, 2014 Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu Disekolah Dasar Dewi Satika Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang
– orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan danatau Bakat Istimewa, Pasal 3 ayat 1
disebutkan bahwa: Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan
pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Berdasarkan pada peraturan tersebut, setiap warga negara Indonesia, terutama usia anak sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh hak pendidikan. Begitu juga bagi seorang anak tunarungu. Mereka memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
selayaknya anak pada umumnya. Menurut Hallahan Kauffman 1991:266: tunarungu merupakan istilah umum yang menunjukkan
kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, yang digolongkan ke dalam tuli deaf dan kurang dengar hard of hearing.
Sedangkan Dwidjosumarto 1988 menyatakan bahwa: “tunarungu dapat
diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang
terutama melalui indera pendengaran”. Salah satu sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak tunarungu
untuk mendapatkan hak pendidikan disebut SLB B Sekolah Luar Biasa bagian B atau Tunarungu. Sekolah khusus bagian B menerapkan kurikulum
dan pembelajaran yang dikhususkan bagi anak dan remaja dengan gangguan
Khutamy Khairunnisa, 2014 Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu Disekolah Dasar Dewi Satika Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pendengaran. Sekolah khusus ini biasanya menggunakan basis kompetensi berbahasa dan komunikasi untuk kecakapan hidup. Namun dengan adanya
sekolah inklusi, beberapa sekolah dapat menerima peserta didik penyandang tunarungu. Sekolah inklusif menggunakan kurikulum yang digunakan untuk
sekolah reguler. Namun untuk membantu peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus maka di sekolah inklusi biasanya menyediakan guru
pendamping khusus untuk membantu peserta didik mengikuti pembelajaran di dalam kelas.
Dengan adanya sekolah inklusi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa seorang anak tunarungu bersekolah di sekolah reguler.
Perkembangan tunarungu secara fisik seperti pada anak pada umumnya, namun tuanrungu memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi verbal.
Selain itu, tunarungu juga memiliki tugas perkembangan yang sama dengan anak pada umumnya yaitu penyesuaian diri dan sosial. Perlu
diperhatikan bagaimana perkembangan sosial peserta didik dalam aspek penyesuaian diri di sekolah. Schneider menyatakan bahwa :
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencangkup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat
berhasil mengatasi
kebutuhan –kebutuhan dalam dirinya,
ketegangan –ketegangan, konflik–konflik, dan frustasi yang
dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkann oleh
lingkungan dimana ia tinggal Desmita, 2009:192.
Dari definisi yang dikemukakan oleh Schneider diatas disebutkan bahwa seseorang dikatakan menyesuaikan diri apabila orang tersebut
melakukan sebuah respon untuk mewujudkan keselarasan dengan lingkungan dimanapun orang tersebut berada.
Istilah lain yang dikenal masyarakat untuk penyesuaian diri adalah adaptasi adjusment. Gunarsa Sobur, 2003: 529 mengatakan bahwa
bentuk penyesuaian diri adjusment ada dua, yaitu adaptive dan adjustive. Adaptive atau adaptasi lebih bersifat badani, dan adjustive lebih bersifat
Khutamy Khairunnisa, 2014 Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu Disekolah Dasar Dewi Satika Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
psikis, yaitu penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan
–aturan atau norma. Dari penjelasan tersebut dapat ditafsirkan bahwa seseorang dapat
menyesuaiakan diri dengan baik jika dirinya dapat menanggulangi ketegangan serta konflik yang ada di sekitarnya. Secara keseluruhan
penyesuaian diri yang dilakukan oleh peserta didik tidak hanya dalam lingkup pembelajaran di kelas. Tetapi juga dari bagaimana dirinya dapat
berinteraksi dengan teman sebayanya, ketaatannya pada peraturan sekolah, ketergantungan pada seseorang, dan penyesuaian secara keseluruhan pada
lingkungan barunya. Sekolah merupakan tempat untuk tunarungu belajar berkomunikasi
dan bersosialisasi serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dengan hambatan mendengar dan berkomunikasi yang dimiliki oleh tunarungu,
tentu bukan hal yang mudah bagi tunarungu untuk menyesuaikan diri di lingkungan barunya.
Beberapa kasus ditemui di lapangan, diantaranya adalah beberapa anak tunarungu pindahan yang sebelumnya bersekolah di sekolah khusus
dan sekarang bersekolah di sekolah reguler. Adanya perbedaan lingkungan dari yang sebelumnya homogen menjadi heterogen tentu harus dilakukan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung, ada 2 orang peserta
didik kelas 1 dan 1 orang peserta didik kelas 2 yang merupakan peserta didik pindahan dari sekolah luar biasa. Salah satu peserta didik berinisial
HG terlihat dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah barunya. Hal ini dibuktikan dari tidak adanya ketegangan antara HG dengan teman
– teman satu kelasnya. Meskipun memiliki kesulitan dalam berkomunikasi
dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, namun HG mampu meminimalisir kesenjangan yang ada antara dirinya dan lingkungan.
Di sekolah, HG diantar oleh ibunya dan ditunggu hingga pembelajaran selesai. Apabila mengalami kesulitan, HG bisa dapat
Khutamy Khairunnisa, 2014 Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu Disekolah Dasar Dewi Satika Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
langsung meminta tolong kepada ibunya. Ketika tidak dapat melakukan sesuatu, HG menunjukkan rasa kesal dan ditunjukkan dengan menangis.
Tidak jauh berbeda dengan HG, peserta didik IB menunjukkan penyesuaian diri yang lebih positif. IB lebih berani dalam menyampaikan
keinginannya dibandingkan dengan HG. IB lebih percaya diri untuk bergaul dengan orang yang yang baru dikenalnya. Namun, IB memiliki
permasalahan saat mengontrol emosinya. IB beberapa kali terlihat marah –
marah saat menghadapi situasi yang tidak diinginkanya. Jika HG diantar dan ditunggu pada saat berada di sekolah, IB
hanya diantar kemudian ditinggal oleh ibunya. IB akan dijemput oleh ibunya jika pembelajaran sudah selesai. Jika IB menghadapi kesulitan, ia
akan meminta tolong kepada guru atau temannya. Dari ketiga peserta didik tersebut yang paling mononjol dalam
permasalahan penyesuaian diri adalah NN. NN menunjukkan adanya ketegangan emosional dengan teman sekelasnya di karenakan sikapnya
yang agresif sehingga menyebabkan teman –teman satu kelasnya tidak
ingin mendekatinya. Hasil belajarnya pun dibawah rata –rata kelas dan sulit
untuk memahami perkataan oranglain. Perlakuan guru yang berbeda untuk NN adalah karena emosi NN sulit diredam sehingga guru memiliki
perhatian lebih untuk NN. Pada saat menghadapi situasi gagal, NN terlihat marah dan memukul
–mukul meja. Namun nenek dari NN begitu sabar selalu membantu dan
mendampingi NN. Saat berada di sekolah, neneknya tidak boleh pergi dan harus menunggu di luar kelas. Tingkat percaya diri NN pun sangat tinggi
dan NN memiliki keterbukaan untuk bergaul dengan siapa saja. Dari permasalahan ketiga peserta didik tunarungu diatas ditemukan
bahwa dalam menyesuaikan diri, seseorang akan mendapatkan dorongan dan hambatan untuk melakukan penyesuaian diri. Faktor pendorong dan
penghambat dari penyesuaian diri yang dilakukan seorang individu dapat berasal dari aspek internal maupun eksternal. Aspek internal meliputi
Khutamy Khairunnisa, 2014 Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu Disekolah Dasar Dewi Satika Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kondisi fisiologis dan psikologis. Kondisi fisiologis yang terjadi pada tunarungu dikhususkan pada kemampuan
pendengarannya. Dari kemampuan pendengarannya dapat dilihat apakah kondisi tersebut menjadi
faktor pendorong atau justru penghambat seorang tunarungu dalam menyesuaiankan diri. Selain kondisi fisiologis, kondisi psikologis yang ada
pada tunarungu juga dapat mempengaruhi penyesuaian diri yang dilakukannya. Kondisi psikologis secara garis besar meliputi keadaan
emosi, mekanisme pertahanan diri, hubungan dengan orang lain, kemampuan menyatakan perasaan, dan keterbukaan mengenal lingkungan.
Seperti halnya kondisi fisiologis, kondisi psikologis tunarungu juga dapat mempengaruhi penyesuaian dirinya.
Dari aspek ekternal, faktor yang dapat mempengaruhi adalah penerimaan dari lingkungan di sekitar tunarungu. Orangtua, guru, dan
teman satu kelas akan menjadi faktor yang dapat mendorong maupun menghambat penyesuaian diri tunarungu di lingkungan sekolah. Pola asuh
orang tua, pemahaman guru dan teman sebaya terhadap kondisi tunarungu menjadi aspek yang dilihat dalam penyesuaian ini.
Setelah faktor yang dapat mendorong dan menghambat, seorang tunarungu akan melakukan penyesuaian diri sesuai dengan faktor mana
yang lebih banyak berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian dirinya. Kemudian akan terlihat bagaimana dampak dari penyesuaian diri
yang telah dilakukan. Dampak tersebut akan dilihat dari aspek hasil belajar dan respon lingkungan terhadap penyesuaian diri yang dilakukan.
Selain dari faktor pendorong dan penghambat, upaya –upaya yang
dilakukan oleh lingkungan sekitar tunarungu terutama orangtua dan guru sebagai pembimbing tunarungu di rumah dan sekolah juga akan
berpengaruh pada penyesuaian diri tunarungu di lingkungan sekolah. Upaya
–upaya tersebut yang kemudian akan dilihat sejauh mana dan seperti apa.
Khutamy Khairunnisa, 2014 Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu Disekolah Dasar Dewi Satika Kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berlatar belakang hal tersebut, peneliti tertarik untuk memotret bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan oleh anak tunarungu yang
bersekolah di sekolah reguler, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan barunya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul :
“Penyesuaian Diri Peserta Didik Tunarungu di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung Studi Deskriptif pada Peserta didik Tunarungu
di Sekolah Reguler
”
B. Fokus Masalah Penelitian