PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN PAIKEM BAGI ANAK TUNARUNGU DI KELAS V SEKOLAH DASAR DEWI SARTIKA KOTA BANDUNG.

(1)

PAIKEM BAGI ANAK TUNARUNGU DI KELAS V SEKOLAH DASAR

DEWI SARTIKA KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh

RIZKI PANJI RAMDANA 0903902

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

Pelaksanaan Pembelajaran Melalui Pendekatan

PAIKEM bagi Anak Tunarungu di Kelas V Sekolah

Dasar Dewi Sartika Kota Bandung

Oleh

Rizki Panji Ramdana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Rizki Panji Ramdana 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN PAIKEM BAGI ANAK TUNARUNGU DI KELAS V SEKOLAH DASAR DEWI SARTIKA KOTA

BANDUNG

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Drs. Endang Rusyani, M.Pd

NIP.19570510 198503 1 003

Pembimbing II

Dr. H. Dedy Kurniadi, M.Pd.

NIP. 19560322 198203 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Sunaryo, M. Pd NIP. 19560722 198503 1001


(4)

Pelaksanaan Pembelajaran Melalui Pendekatan PAIKEM Bagi Anak Tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung

Fokus penelitian ini adalah ”Bagaimana pembelajaran bagi anak tunarungu melalui pendekatan pembelajaran PAIKEM di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?”. Hasil temuan dari penelitian ini adalah : Pertama. (RPP) yang disusun hanya satu yaitu sama dengan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk siswa pada umumnya. Kedua Pelaksanaan pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu yaitu dengan mengatur tempat duduk secara bervariasi. Kelas dikelola sedemikian rupa sehingga cahaya dan ventilasi ruang kelas termasuk pula alat-alat dan media sumber belajar ukuran dan warnannya disesuaikan dengan ketentuan. Di kelas disiapkan tempat pemajangan hasil karya siswa. Di kelas tersedia pojok belajar yang belum ada adalah perpustakaan kelas. Ketiga Hal-hal yang mendukung pembelajaran PAIKEM antara lain pendukung sarana dan prasarana seperti ruangan kelas, mebeuler, alat-alat perlengkapan lainnya atau sarana fisik/perangkat keras (hardware) dan non fisik atau perangkat lunak (software). Keempat Hambatan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu antara lain penyusunan instrumen asesmen dan pelaksanaannya yang kurang dikuasai oleh Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran dan kemampuan bahasa ada yang sulit dimengerti oleh beberapa siswa tunarungu. Kelima Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pembelajaran PAIKEM adalah dengan konsultasi dengan ahli pendidikan inklusif dan forum independent, membaca buku sumber, diskusi dan lesson study dan menyusun instrumen berdasarkan kisi-kisi dan kebutuhan khusus siswa tunarungu. Keenam Penilaian pembelajaran PAIKEM dilakukan disaat pembelajaran (penilaian proses) dan setelah selesai pembelajaran selesai (penilaian hasil belajar).


(5)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A.Anak Tunarungu ... 8

1. Pengertian Anak Tunarungu ... 8

2. Dampak Ketunarunguan ... ... 8

3. Klasifikasi Anak Tunarungu ... 10

B.PAIKEM ... 10

C.Pendidikan Inklusif ... 18

1. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 18

2. Landasan Pendidikan Inklusif ... ... 20

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 24

1. Lokasi Penelitian ... 24

2. Subjek Penelitian ... 24

B. Metode Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 25

D. Instrumen Penelitian ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

1. Observasi ... 31

2. Wawancara ... 31

3. Studi Dokumentasi ... 31

4. Teknik Analisis Data... 31

F. Pengujian Keabsahan Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34

B. Pembahasan Penelitian... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61


(6)

LAMPIRAN – LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan menjadi satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib belajar 9 tahun dan melakukan perubahan kurikulum yang mampu mengakomodasi kebutuhan siswa. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 mengemukakan bahwa:

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat

adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa

berhak memperoleh pendidikan khusus.

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan anak pada umumnya untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa disebut pendidikan khusus, seperti dijelaskan pada Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa :

Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.


(8)

Saat ini muncul perubahan mendasar dalam dunia pendidikan khusus di Indonesia. Perubahan tersebut lahirnya paradigma pendidikan inklusif yang sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak-hak asasi manusia. Perubahan ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 sebagai berikut.

Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Penyelenggaraan pendidikan khusus secara inklusif yang selanjutnya disebut pendidikan inklusif menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 1 sebagai berikut.

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama dengan anak pada umumnya dalam setting pendidikan inklusif, bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Implementasi pendidikan inklusif di Provinsi Jawa Barat berimplikasi terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah regular, antara lain sekolah harus lebih terbuka, ramah terhadap anak, dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, setiap anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunarungu berhak mendapatkan pendidikan dalam setting pendidikan inklusif.

Anak tunarungu memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar, hambatan tersebut diakibatkan karena ketidak berfungsiannya alat


(9)

pendengaran, maka berpengaruh dalam penerimaan informasi, lambatnya anak berbahasa, kosa kata anak yang kurang dan lain-lain. sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan yang bersifat khusus. .

Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan perkembangan bahasa dan komunikasi, ini disebabkan karena kurangnya stimulus sejak dini yang dapat ditangkap oleh anak, ketidak mampuan anak untuk menerima informasi yaitu berupa suara, ini berdampak pada lambatnya perkembagan bahasa dan komunikasinya sehingga berdampak juga pada perkembangan yang lainnya seperti perkembangan sosial, kognitif dan lain-lain. Didalam pembelajarannya tentunya anak tunarungu membutuhkan beberapa modifikasi untuk menunjang kelancaran belajarnya.

Anak tunarungu yang bersekolah di sekolah inklusif tentunya akan menemui beberapa permasalahan, baik dari aspek bahasa, komunikasi, penerimaan informasi dari guru dan temannya. Persoalan tersebut bisa diakibatkan karena beberapa hal, bisa dari ketidaktahuan pendidik tentang bagaimana cara pembelajaran anak tunarungu, penyedian media pembelajaran dan alat peraga yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak, penyampaian materi yang tidak menggunakan metode yang sesuai dengan isi materi dan situasi peserta didik. Untuk itu diperlukan beberapa penyesuaian untuk pembelajaran anak tunarungu, baik dalam penyesuaian isi, penyesuaian cara dan penyesuaian evaluasi. Dalam pembelajarannya diperlukan pendekatan yang dapat merangsang motivasi dan stimulus anak untuk belajar. Kegiatan pembelajaran dalam setting inklusif harus berpusat kepada anak (child centered), anak harus aktif belajar (active learning). Maka seyogyanyalah kegiatan pembelajaran menjadi fokus utama untuk terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu pendekatan pembelajaran PAIKEM harus dilaksanakan di dalam setting pendidikan inklusif. PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Pembelajaran berbasis


(10)

kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik.

Kegiatan pembelajaran dalam setting pendidikan inklusif harus aktif. Aktif dimaksudkan bahwa dalam kegiatan pembelajarannya guru perlu menciptakan suasana sedemikian rupa, guru tidak hanya berdiri didepan, dan kemudian menceramahi para siswa. Jika suasana yang tercipta kondusif, siswa dapat lebih aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan pendapat. Anak tidak menjadi pasif ketika berada dalam kelas. Peran aktif dari siswa amat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Inovatif, Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, anak dapat lebih leluasa ketika sedang mengerjakan tugas dan anak tidak cepat merasa ketika sedang belajar. Selain pembelajaran harus aktif dan inovatif pembelajaran pun harus kreatif, efektif dan menyenangkan. Kreatif, dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam, tidak hanya menggunakan satu metode pembelajaran saja, sehingga memenuhi berbagai tingkat kompetensi siswa dan kelainan siswa. Efektif, dalam pembelajarannya guru harus sedemikian rupa menyampaikan materi seefektif mungkin. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Menyenangkan, adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan, anak dpat lebih nyaman dan aman, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi,

Pembelajaran berbasis PAIKEM membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis merupakan kemampuan siswa yang dapat memecahkan masalah, menarik keputusan terhadap satu permasalahan, kecakapan nalar secara teratur,


(11)

kecakapan sistematis dalam menilai, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu. Kemampuan memecahkan masalah merupakan berpikir tingkat tinggi. Disini dibutuhkan dorangan dan motivasi dari guru yang terus menerus, agar siswa dapat lebih termotivasi dalam pembelajarannya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana pembelajaran bagi anak tunarungu melalui pendekatan pembelajaran PAIKEM di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Peneliti ingin mengangkat judul

“Pelaksanaan Pembelajaran Melalui Pendekatan PAIKEM Bagi Anak

Tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung (Studi Deskriptif Tentang Pembelajaran Anak Tunarungu Melalui Pendekatan PAIKEM )”.

B.Fokus Masalah

Fokus dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui ”bagaimana

pembelajaran bagi anak tunarungu melalui pendekatan PAIKEM di kelas V sekolah dasar Dewi Sartika kota Bandung ?”.

Setelah ditentukan fokus penelitian, selanjutnya dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

2. Bagaimana pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

3. Hal-hal apa saja yang mendukung dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

4. Hambatan apa saja yang dihadapi guru dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?


(12)

5. Bagaimana upaya guru dalam mengatasi hambatan proses PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ? 6. Bagaimanakah hasil PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah

Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian a. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai Pelaksanaan Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu Melalui Pendekatan PAIKEM di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung.

b. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

2. Mengetahui pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

3. Mengetahui hal-hal apa saja yang mendukung dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

4. Mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi guru dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

5. Mengetahui upaya guru dalam mengatasi hambatan proses PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?

6. Mengetahui hasil PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?


(13)

2. Kegunaan penelitian a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai suatu pengembangan ilmu yang dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi ilmu pendidikan, khususnya pendidikan khusus.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sabagai salah satu panduan dalam mengoptimalkan pendekatan PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung.


(14)

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif SD Dewi Sartika Kota Bandung. Sekolah ini dipilih karena merupakan salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang terdapat siswa tunarungu dan juga menurut rekomendasi dari Ketua Asosiasi Pendidikan Inklusif dan Sekretaris Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Jawa Barat, sistem pendekatan pembelajaran di sekolah ini menggunakan pendekatan PAIKEM. Sehingga tepat sekali menjadi lokasi penelitian, untuk menjelaskan bagaimana pendekatan PAIKEM bagi siswa tunarungu dalam setting pendidikan inklusif serta tantangan-tantangannya.

2. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek penelitian dalam peneltian ini menggunakan teknik purposive sampling, dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh populasi, tetapi terfokus pada sebagiannya yang dianggap paling penting.

Menurut Sugiyono (2010: 218-219):

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.

Subjek Penelitian dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu kelas 5 SD sebanyak 6 orang, guru kelas 5 SD 1 orang, guru mata pelajaran (bidang study) 5 SD.


(16)

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sudjana (1997:52) menjelaskan bahwa deskriptif

adalah “Metode penelitian yang digunakan apabila bertujuan untuk

mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang.” Metode ini sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang dapat menggambarkan pembelajaran berbasis

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Moleong (1997: 3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai sebagai berikut:

Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pengenalan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.

C. Definisi Operasional

Kegiatan pembelajaran dalam setting inklusif harus berpusat kepada anak (child centered), anak harus aktif belajar (active learning). Maka seyogyanyalah kegiatan pembelajaran menjadi fokus utama untuk terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu pendekatan pembelajaran PAIKEM harus dilaksanakan di dalam setting pendidikan inklusif. PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik. Rencana pelaksanaan pembelajaran harus mengedepankan kebutuhan anak, terlebih anak tunarungu, serta berfokus pada siswa, makna, aktivitas, pengalaman dan kemandirian siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran, seorang guru harus menggunakan berbagai


(17)

macam strategi pembelajaran, menggunakan berbagai macam media, bagaimana cara mengelola kelas yang baik, agar kreatifitas pada diri anak muncul. Di sini kreatifitas dimaknai sebagai sebuah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada segi kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Interaksi guru dan anak tunarungu tentunya akan berbeda jika dibandingkan dengan interaksi guru dengan anak pada umumnya. Interaksi anak tunarungu dengan guru dapat menjadi hambatan dalam proses belajarnya. Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran sangat penting, guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar, memang berada pada diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab dalam memberikan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, perhatian, persepsi, retensi, dan transfer dalam belajar, sebagai bentuk tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti adalah:

1. Pedoman observasi dengan beberapa aspek yang akan diamati, yaitu: Pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.

2. Pedoman wawancara yang didalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan tentang perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, hanbatan dan juga upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan.

3. Pedoman dokumentasi tentang data-data yang bersifat tertulis, seperti data hasil asesmen siswa tunarungu, lesson plan (silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran), catatan pelaksanan pembelajaran harian atau agenda harian (jurnal) dan juga hasil kerja siswa tunarungu.


(18)

Tabel 3.1

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN PEMBELAJARAN

ANAK TUNARUNGU DI SEKOLAH INKLUSIF

NO Pertanyaan Penelitian

Aspek yang diungkap

Indikator Teknik pengumpulan

data

Instrumen Penelitian

Responden

1. Bagaimana perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di sekolah inklusif? Perencanaan PAIKEM

Asesmen - Wawancara

- Studi dokumentasi - Pedoman wawancara - Pedoman dokumentasi - Guru Kelas -Guru Mata Pelajaran Rencana pelaksanaan Pembelajaran/ lesson plan - Wawancara - Studi dokumentasi - Pedoman wawancara - Pedoman dokumentasi

2. Bagaimana pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di sekolah inklusif? Pelaksanaan PAIKEM 1. Pengelolaan kelas 2. Implementasi strategi 3. Penyampaian materi 4. Penggunaan sumber dan media

Observasi - Pedoman Observasi -Guru Kelas -Guru Mata Pelajaran -Siswa tunarungu


(19)

pembelajaran 5. Ketercapaian indikator 6. Interaksi guru dengan siswa tunarungu 7. Interaksi siswa tunarungu dengan siswa tunarungu lainnya 8. Interaksi siswa tunarungu dengan siswa reguler 3. Hal-hal apa

saja yang mendukung dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di sekolah inklusif? Pendukung PAIKEM 1. Pendukung sarana dan prasarana dalam pelaksanaan PAIKEM 2. Pendukung tenaga (pendidik dan tenaga kependidikan

Wawancara Pedoman Wawancara

-Guru Kelas -Guru Mata Pelajaran


(20)

) dalam PAIKEM 3. Pendukung biaya pelaksanaan PAIKEM 4. Apa saja

hambatan dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di sekolah inklusif? Hambatan dalam proses PAIKEM 1. Hambatan dalam melaksana-kan asesmen 2. Hambatan dalam menyusun rencara pengajaran/ lesson plan 3. Hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran 4. Hambatan dalam berkomunika si dengan siswa tunarungu.

Wawancara Pedoman wawancara

-Guru Kelas -Guru Mata Pelajaran


(21)

yang dilakukan dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu di sekolah inklusif? langkah untuk mengatasi hambatan dalam proses PAIKEM mengatasi hambatan dalam melaksana-kan asesmen 2. Upaya mengatasi hambatan dalam menyusun rencara pengajaran/ lesson plan 3. Upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran 4. Upaya mengatasi hambatan dalam evaluasi pembelajaran

wawancara -Guru Mata Pelajaran

6. Bagaimana evaluasi PAIKEM bagi anak Evaluasi PAIKEM 1. Proses Evaluasi 2. Hasil yang

didapatkan - Wawancara - Observasi - Studi dokumentasi - Pedoman wawancara - Pedoman observasi -Guru Kelas -Guru Mata Pelajaran


(22)

tunarungu di sekolah inklusif?

siswa - Pedoman

dokumentasi

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat secara cermat perilaku informan pada waktu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, baik di kelas, ruang praktek (dapur) maupun lapangan. Selain itu, observasi ini dilakukan untuk check dan re-check terhadap hasil wawancara.

Peneliti mengikuti semua kegiatan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran dan bagaimana cara mengatasi hambatan dalam pembelajaran tersebut.

2. Wawancara

Peneliti menggunakan jenis wawancara terstuktur dengan menyiapkan pedoman wawancara dan wawancara tidak terstuktur untuk memperoleh informasi dari subjek penelitian. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,evaluasi pembelajaran. Hambatan dan juga upaya yang dilakukan guru mengenai hambatan dalam pendekatan pembelajaran PAIKEM.


(23)

Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data yang bersifat tertulis, seperti data hasil asesmen siswa tunarungu, lesson

plan dan hasil kerja siswa tunarungu.

4. Teknik analisis data

Menurut Patton (Moleong, 2010:103) analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian besar. Data hasil penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif dengan melakukan:

a. Reduksi Data

Yaitu menyeleksi, menyingkat data, menyederhanakan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan mentraskrip data atau menuliskan kembali hasil wawancara berdasarkan jawaban-jawaban pertanyaan penelitian. Transkip data kemudian dipilah-pilah untuk dikelompokan ke dalam aspek-aspek berdasarkan pertanyaan penelitian.

Hasil observasi dirangkum oleh peneliti menjadi hal-hal yang lebih bermakna dan mudah dipahami oleh peneliti. Hasil dokumentasi dikumpulkan oleh peneliti dan disusun berdasarkan aspek-aspek yang berhubungan dengan pembelajaran siswa tunarungu.

b. Penyajian data

Data yang dikelompokan, peneliti lengkapi dengan hasil observasi dan dokumentasi, kemudian disajikan dalam bentuk matrik sehingga data mudah dibaca dan dipahami. Dengan cara ini akan menggambarkan pembelajaran siswa tunarungu dalam setting pendidikan inklusif.

c. Menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusin

drawing/verification)

Dimaksudkan untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dengan mencari persamaan atau perbedaan, mencari pola, tema,


(24)

hubungan dan hal-hal yang sering timbul dari menyusun rangkaian logis dari data yang diperoleh.

F. Pengujian Keabsahan Data

Peneliti menggunakan teknik triangulasi dalam melakukan pemeriksaan keabsahan data. “Teknik triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu” (sugiyono, 2010:273).

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber yang menjadi subjek penelitian. Sementara triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam triangulasi ini dilakukan pengecekan atau perbandingan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Triangulasi dalam peneltian ini dilakukan melalui:

1. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara 2. Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil dokumentasi 3. Membandingkan data hasil observasi dengan hasil dokumentasi


(25)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Bab IV maka dapat disimpulkan bahwa temuan dari penelitian ini adalah:

1. Perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu.

Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dilakukan sebelum pembelajaran berlangsung, yaitu ketika memasuki semester baru. RPP ini disusun berdasarkan kurikulum standar yang digunakan di SDN Dewi Sartika. Dalam pelaksanaanya dilakukan beberapa penyesuaian, seperti menempatkan posisi duduk anak tunarungu paling depan, adanya keterarahwajahan, penyesuaian evaluasi pembelajaran, pemilihan strategi dan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak tunarungu. Setelah kegiatan belajar mengajar berakhir dilakukan tambahan belajar untuk anak tunarungu.

2. Pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu.

Pelaksanaan pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu yaitu dengan mengatur tempat duduk secara bervariasi. Siswa tunarungu diupayakan untuk duduk paling depan hal ini untuk memudahkan untuk berkomunikasi dan keterarahwajahan dengan guru. Kelas dikelola sedemikian rupa sehingga cahaya dan ventilasi ruang kelas termasuk pula alat-alat dan media sumber belajar ukuran dan warnannya disesuaikan dengan ketentuan. Di kelas disiapkan tempat pemajangan hasil karya siswa. Hasil karya siswa dipajangkan dan secara periodik diganti dengan yang baru. Di kelas tersedia pojok belajar yang belum ada adalah perpustakaan kelas.

Guru Kelas dan guru Mata Pelajaran memberi dorongan atau memotivasi siswa untuk aktif belajar agar siswa pada umunya termasuk siswa tunarungu aktif belajar. Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran


(26)

melakukan beberapa inovasi antara lain inovasi media dan metode yang sesuai bagi anak tunarungu.

Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran berupaya untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang beragam untuk memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa tunarungu (koginitif, apektif dan psikomotorik) agar siswa kreatif.

Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran memperhatikan efisiensi waktu, mengakomodasi gaya belajar (learning style) dan memberi tugas dengan jelas agar pembelajaran bagi anak tunarungu terlaksana secara efektif.

Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran berupaya menciptakan suasana kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan cara mengajar dengan penuh semangat, gembira dan ramah. Lingkungan pembelajaran diciptakan untuk kondusif dan tugas-tugas yang diberikan menantang dan menarik.

Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran senantiasa memberikan tugas mengobservasi lingkungan dan tugas ke perpustakaan, tugas membaca dan melaporkan intisari materi yang telah dibacanya. Cara memberikan umpan balik yang positif dan pemberian penguatan tentang materi yang dipelajari dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa termasuk siswa tunarungu.

Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran memanfaatkan semua sumber belajar yang ada di sekolah. Media pembelajaran yang digunakan bagi siswa tunarungu disesuaikan dengan hambatan yang dialami siswa tunarungu (penyesuaian cara) sehingga lebih memanfaatkan media pandang dan multimedia.

Guru Kelas dan Guru Mata pelajaran berupaya untuk menyampaikan materi sebaik mungkin, menyusun instrumen yang sesuai dan melaksanakan penilaian dengan baik agar indikator pembelajaran tercapai dengan baik. Cara menentukan ketercapaiannya


(27)

yaitu dengan membandingkan nilai yang diperoleh siswa tunarungu dengan KKM indikator yang ditentukan.

Interaksi guru dengan siswa tunarungu dengan adanya keterarahwajahan dan bicara dengan jelas agar siswa tunarungu mengerti apa-apa yang diucapkan atau pesan yang disampaikan. Interaksi siswa tunarungu dengan siswa tunarungu lainnya dibiasakan berkomunikasi secara lisan/oral. Ketika ada kesulitan dalam memahami apa-apa yang diucapkan atau yang dikomunikasikan maka dengan cara menyuruh siswa tunarungu menuliskannya. Interaksi siswa tunarungu dengan siswa pada umumnya dengan cara lisan/oral. Dalam berinteraksi tersebut secara umum Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran memahami apa-apa yang diucapkan siswa tunarungu dan dibiasakan untuk memberi motivasi kepada siswa tunrungu untuk berinterkasi secara baik.

3. Hal-hal yang mendukung dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu. Hal-hal yang mendukung pembelajaran PAIKEM antara lain pendukung sarana dan prasarana seperti ruangan kelas, mebeuler, alat-alat perlengkapan lainnya atau sarana fisik/perangkat keras (hardware) dan non fisik atau perangkat lunak (software). Pendukung lainnya yaitu penyediaan biaya yang memadai atau cukup dengan kebutuhan guna lancarnya kegiatan pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu dan siswa pada umumnya.

4. Hambatan yang dihadapi guru dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu.

Hambatan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu antara lain penyusunan instrumen asesmen dan pelaksanaannya yang kurang dikuasai oleh Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran dan kemampuan bahasa ada yang sulit dimengerti oleh beberapa siswa tunarungu. Hambatan lainya adalah perlu adanya keterampilan yang lebih yang harus dilakukan oleh Guru


(28)

Kelas dan Guru Mata pelajaran dalam penyusunan instrumen evaluasi karena perlu adanya penyesuaian cara yang beragam yang disesuaikan dengan kebutuhan atau karakteristik siswa tunarungu.

5. Upaya guru dalam mengatasi hambatan proses PAIKEM bagi anak tunarungu.

Upaya yang dilakukan oleh Guru Kelas dan Guru Mata pelajaran dalam mengatasi hambatan dalam pembelajaran PAIKEM adalah dengan memahami hasil asesmen awal yang dilakukan oleh team ahli untuk mengetahui baseline siswa tunarungu, konsultasi dengan ahli pendidikan inklusif dan forum independent, membaca buku sumber, diskusi dan lesson study dan menyusun instrumen berdasarkan kisi-kisi dan kebutuhan khusus siswa tunarungu.

6. Hasil PAIKEM bagi siswa tunarungu

Penilaian PAIKEM dilakukan disaat pembelajaran (penilaian proses) dan setelah selesai pembelajaran selesai (penilaian hasil belajar). Penilaian dan evaluasi pembelajaran dalam bentuk ulangan harian (UH), ulangan tengah semester (UTS), ulangan akhir semester (UAS) dan ulangan kenaikan kelas (UKK). Evaluasi yang dilakukan pada siswa tunarungu dan siswa pada umumnya ada perbedaan. Pada pelaksanannya siswa tunarungu diberikan penanganan yang khusus. Pada soal esay siswa tunarungu diberikan pilihan jawaban, ini berguna agar siswa tunarungu dapat lebih cepat mengingat jawaban yang sesuai. Evaluasi yang dibuat pun mencakup keseluruhan aspek, baik afektif, kognitif dan psikomotor. Hasil evaluasi yang sudah dilakukan diinformasikan kepada orang tua siswa.

B. Saran

1. Bagi guru

a. Sebaiknya Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran melaksanakan asesmen secara teratur karena asesmen sangat penting dilakukan


(29)

untuk mengetahui kekuatan, kelemahan dan kebutuhan siswa tunarungu, sehingga RPP yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa tunarungu. Asesmen tidak hanya pada awal anak masuk, tetapi pada setiap guru menentukan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Pihak sekolah dapat mengundang pembicara dari ahli pendidikan inkusif ataupun pendidikan khusus untuk memberikan pelatihan asesmen bagi anak tunarungu.

b. Sebaiknya dalam pelaksanaan PAIKEM Guru Kelas dan Guru Mata lebih memperhatikan pentingnya pojok belajar. Di kelas perlu disediakan pojok belajar yang penataannya lebih teratur atau lebih baik lagi dan perlu adanya perpustakaan kelas. Guru dan siswa dapat bersama-sama membuat perpustakaan kelas. Alat-alat bisa dari barang bekas yang tidak terpakai, yang bisa difungsikan seperti rak buku. Benda-benda atau hasil tugas/karya diberi label, dipajang di pojok belajar dan digunakan oleh siswa. Pojok belajar merupakan tempat untuk mewadahi berbagai bahan bacaan seperti buku, majalah, cerita koran atau yang lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam belajar. Pojok belajar dapat dibuat dari bahan sederhana seperti papan kayu yang disangga dengan plat L atau berbentuk rak-rak buku. Jika masih tersedia tempat, sudut baca dapat dilengkapi dengan beberapa kursi, bangku, karpet atau tikar untuk membaca sambil lesehan. Semua diatur diatur untuk berpartisipasi penuh dalam mengelola kelas termasuk pemeliharaan dan pengelolaan bahan pembelajaran di pojok belajar ini.

c. Di kelas sebaiknya disediakan atau diadakan perpustakaan kelas. Rak buku pada perpustakaan kelas harus diatur ketinggianya. Rak buku harus mudah dijangkau oleh semua peserta didik termasuk peserta didik yang menggunakan kursi roda. Ruang antar rak buku harus lebar hal ini agar memudahkan peserta didik untuk bergerak. Pengaturan lainnya termasuk fasilitas kursi dan meja yang tersedia


(30)

di ruang perpustakaan yaitu ada yang aksesibel bagi pengguna kursi roda. Penomoran buku yang mudah dimengerti dan ketersediaan buku dalam tulisan Braile. Hasil karya atau buku buatan siswa dapat dipajangkan/disimpan pada perpustakaan kelas. Kumpulan tugas kliping, kumpulan puisi dan tulisan lainnya disimpan dalam perpustakaan kelas, sehingga manfaat perpustakaan kelas menjadi lebih bermakna.

2. Bagi kepala sekolah

a. Kepala sekolah sebaiknya mengadakan atau menyediakan Guru Pembimbing Khusus, dengan cara pihak sekolah menginformasikan kepada para lulusan pendidikan khusus untuk dapat menjadi guru pembimbing khusus di sekolah dasar Dewi Sartika, cara memberikan informasi dapat menggunakan pemasangan pamflet pengumuman, ataupun memanfaatkan media elektronik, seperti memasang informasi lowongan pekerjaan di internet dan lain-lain. pemilihan lulusan pendidikan khusus agar dapat lebih mengetahui jenis, tingkat, kebutuhan dan potensi anak berkebutuhan khusus.

b. Kepala sekolah sebaiknya mengadakan pelatihan atau in house

training mengenai asesmen bagi siswa tunarungu, pembicara bisa

dari ahli pendidikan inklusif ataupun ahli pendidikan khusus. Pembicara pun bisa dari ahli yang mengerti asesmen untuk anak tunarungu. Pelatihan atau in house training ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan atau wawasan guru dan keterampilan guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil asesmen. 3. Bagi peneliti selanjutnya.

Sebaiknya diadakan penelitian berikutnya berkenaan dengan Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran PAIKEM bagi Anak Tunarungu di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif.


(31)

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Budiyanto. (2012). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar.

Budimansyah, D., Suparlan. & Meirawan, D. (2010). Pembelajaran Aktif,

Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.Bandung: PT Genesindo.

Bunawan, L. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.

Bunawan, L. (2004). Hakekat Ketunarunguan & Implikasi dalam

Pendidikan. Jakarta: Yayasan Santi Rama.

Chatib, M & Said, A. (2012). Sekolah Anak – Anak Juara Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung: Kaifa

PT Mizan Pustaka.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2005). Kegiatan Belajar

Mengajar di Sekolah Inklusif. Jakarta: Depdiknas.

Freiberg, H.J. (1995) Measuring school climate, education leadership. Gregory, S. (1998). Permasalahan-Permasalahan bagi Pendidikan Anak

Tunarungu. London: David Fulton.

Hallahan. & Kauffman. (1991). Exceptional Children. Boston: Allyn and Bacon.


(33)

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Modul Pelatihan

Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan.

Kustawan, D. (2012). Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakarta: Luxima

Kustawan, D. (2013). Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan

Menyenangkan. Jakarta: Luxima

Kustawan. & Hermawan. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif

Ramah Anak. Jakarta: Luxima

Margono, W. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda.

P4TKTKPLB. (2011). Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidimjan Khusus.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang

Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Smith, D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa Somad, P. (2009). Dampak Ketunarunguan. [online]. Tersedia:

http://permanariansomad.blogspot.com/2009/11/dampketunarunguan .html [26 Januari 2013]

Sowars, J. (2000). Language Arts Learning 101 Strategi to Teach Any


(34)

Staincak.W. & Stainback,S. (1990). Support networks for inclusive

schooling: independent integrated education. Baltimore: Paul

H.Brooks.

Sudjana. (1997). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.

Sunardi. & Sunaryo. (2006). Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Tenaga Kependidikan.

Syahrul, F. (2012). Menggali Potensi di Sekolah Inklusif. Jakarta: Lentera Insan.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Yamin, M & Ansari, B. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press

Zarkasyi, S. (2010). AUDI Motivasi dan Inspirasi bagi Tunarungu. Bandung: Andira Putra.


(1)

untuk mengetahui kekuatan, kelemahan dan kebutuhan siswa tunarungu, sehingga RPP yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa tunarungu. Asesmen tidak hanya pada awal anak masuk, tetapi pada setiap guru menentukan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Pihak sekolah dapat mengundang pembicara dari ahli pendidikan inkusif ataupun pendidikan khusus untuk memberikan pelatihan asesmen bagi anak tunarungu.

b. Sebaiknya dalam pelaksanaan PAIKEM Guru Kelas dan Guru Mata

lebih memperhatikan pentingnya pojok belajar. Di kelas perlu disediakan pojok belajar yang penataannya lebih teratur atau lebih baik lagi dan perlu adanya perpustakaan kelas. Guru dan siswa dapat bersama-sama membuat perpustakaan kelas. Alat-alat bisa dari barang bekas yang tidak terpakai, yang bisa difungsikan seperti rak buku. Benda-benda atau hasil tugas/karya diberi label, dipajang di pojok belajar dan digunakan oleh siswa. Pojok belajar merupakan tempat untuk mewadahi berbagai bahan bacaan seperti buku, majalah, cerita koran atau yang lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dalam belajar. Pojok belajar dapat dibuat dari bahan sederhana seperti papan kayu yang disangga dengan plat L atau berbentuk rak-rak buku. Jika masih tersedia tempat, sudut baca dapat dilengkapi dengan beberapa kursi, bangku, karpet atau tikar untuk membaca sambil lesehan. Semua diatur diatur untuk berpartisipasi penuh dalam mengelola kelas termasuk pemeliharaan dan pengelolaan bahan pembelajaran di pojok belajar ini.

c. Di kelas sebaiknya disediakan atau diadakan perpustakaan kelas. Rak buku pada perpustakaan kelas harus diatur ketinggianya. Rak buku harus mudah dijangkau oleh semua peserta didik termasuk peserta didik yang menggunakan kursi roda. Ruang antar rak buku harus lebar hal ini agar memudahkan peserta didik untuk bergerak. Pengaturan lainnya termasuk fasilitas kursi dan meja yang tersedia


(2)

di ruang perpustakaan yaitu ada yang aksesibel bagi pengguna kursi roda. Penomoran buku yang mudah dimengerti dan ketersediaan buku dalam tulisan Braile. Hasil karya atau buku buatan siswa dapat dipajangkan/disimpan pada perpustakaan kelas. Kumpulan tugas kliping, kumpulan puisi dan tulisan lainnya disimpan dalam perpustakaan kelas, sehingga manfaat perpustakaan kelas menjadi lebih bermakna.

2. Bagi kepala sekolah

a. Kepala sekolah sebaiknya mengadakan atau menyediakan Guru Pembimbing Khusus, dengan cara pihak sekolah menginformasikan kepada para lulusan pendidikan khusus untuk dapat menjadi guru pembimbing khusus di sekolah dasar Dewi Sartika, cara memberikan informasi dapat menggunakan pemasangan pamflet pengumuman, ataupun memanfaatkan media elektronik, seperti memasang informasi lowongan pekerjaan di internet dan lain-lain. pemilihan lulusan pendidikan khusus agar dapat lebih mengetahui jenis, tingkat, kebutuhan dan potensi anak berkebutuhan khusus.

b. Kepala sekolah sebaiknya mengadakan pelatihan atau in house

training mengenai asesmen bagi siswa tunarungu, pembicara bisa

dari ahli pendidikan inklusif ataupun ahli pendidikan khusus. Pembicara pun bisa dari ahli yang mengerti asesmen untuk anak tunarungu. Pelatihan atau in house training ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan atau wawasan guru dan keterampilan guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil asesmen. 3. Bagi peneliti selanjutnya.

Sebaiknya diadakan penelitian berikutnya berkenaan dengan Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran PAIKEM bagi Anak Tunarungu di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Budiyanto. (2012). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar.

Budimansyah, D., Suparlan. & Meirawan, D. (2010). Pembelajaran Aktif,

Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.Bandung: PT Genesindo.

Bunawan, L. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.

Bunawan, L. (2004). Hakekat Ketunarunguan & Implikasi dalam

Pendidikan. Jakarta: Yayasan Santi Rama.

Chatib, M & Said, A. (2012). Sekolah Anak – Anak Juara Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung: Kaifa

PT Mizan Pustaka.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2005). Kegiatan Belajar

Mengajar di Sekolah Inklusif. Jakarta: Depdiknas.

Freiberg, H.J. (1995) Measuring school climate, education leadership. Gregory, S. (1998). Permasalahan-Permasalahan bagi Pendidikan Anak

Tunarungu. London: David Fulton.

Hallahan. & Kauffman. (1991). Exceptional Children. Boston: Allyn and Bacon.


(5)

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Modul Pelatihan

Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan.

Kustawan, D. (2012). Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakarta: Luxima

Kustawan, D. (2013). Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan

Menyenangkan. Jakarta: Luxima

Kustawan. & Hermawan. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif

Ramah Anak. Jakarta: Luxima

Margono, W. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda.

P4TKTKPLB. (2011). Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidimjan Khusus.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang

Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Smith, D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa Somad, P. (2009). Dampak Ketunarunguan. [online]. Tersedia:

http://permanariansomad.blogspot.com/2009/11/dampketunarunguan .html [26 Januari 2013]

Sowars, J. (2000). Language Arts Learning 101 Strategi to Teach Any


(6)

Staincak.W. & Stainback,S. (1990). Support networks for inclusive

schooling: independent integrated education. Baltimore: Paul

H.Brooks.

Sudjana. (1997). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.

Sunardi. & Sunaryo. (2006). Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Tenaga Kependidikan.

Syahrul, F. (2012). Menggali Potensi di Sekolah Inklusif. Jakarta: Lentera Insan.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Yamin, M & Ansari, B. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press

Zarkasyi, S. (2010). AUDI Motivasi dan Inspirasi bagi Tunarungu. Bandung: Andira Putra.