Kebiasaan Makan dan Perspsi Body Image pada Siswa smp Berstatus Gizi Lebih dan Normal

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA
SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL

WAHYU DEWANTI LESTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kebiasaan Makan dan
Persepsi Body Image Pada Siswa SMP Berstatus Gizi Lebih dan Normal adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Wahyu Dewanti Lestari
NIM I14114009

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA SISWA SMP
BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL
(Food Habit and Body Image Perceptions of Overweight and Normal Nutritional
Status Pre-Adolescent Boys)
Wahyu Dewanti Lestari1, Cesilia Meti Dwiriani2
1

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut
Pertanian Bogor, Bogor 16680 Email: wahyudewanti.2013@yahoo.com
2
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut
Pertanian Bogor, Bogor 16680
Abstract
The purpose of this study was to analyze the differences between food habits
and body image perception and the correlation between the two variables
observed in overweight and normal nutritional status of junior high school boys

students. This research used cross sectional design involved 100 students, 50
overweight and 50 normal status from two schools in Bogor. The data consist of
individual and family characteristic, food habits, nutritional knowledge, body
image perceptions, and healthy status. Most of the subject of 12 years old, with
family members in the middle category, dan almost all parents are college
graduates. Subjects have middle category of nutritional knowledge, and topic
about healthy and safe food is answered correctly only by one third of the
subjects.. The result found no difference in food habit (p>0.05), but significant
difference (p=0.000) in body image perception. Was found no correlation
(p>0.05) was between food habits and body image perception, but was found
significant correlation exist (p=0.027) between nutritional knowledge and body
image perception.
Keyword: food habit, body image, adolescent, boys.
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perbedaan kebiasaan makan
dan persepsi body image dan hubungan antar keduanya pada siswa SMP berstatus
gizi lebih dan normal. Penelitian menggunakan desain cross sectional study
melibatkan 100 siswa, terdiri dari 50 siswa gizi lebih dan 50 siswa gizi normal
dari dua SMP di Kota Bogor. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik
individu dan keluarga, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, persepsi body image,

dan status kesehatan. Contoh umumnya berusia 12 tahun, dengan jumlah anggota
keluarga pada kategori sedang, dan hampir seluruh orang tua merupakan lulusan
perguruan tinggi. Contoh memiliki pengetahuan gizi kategori sedang, dan topik
pertanyaan makanan yang sehat dan aman hanya mampu dijawab dengan benar
oleh sepertia contoh. Hasil analysis menunjukkan tidak terdapat perbedaan
kebiasaan makan (p>0.05), namun terdapat perbedaan signifikan (p=0.000) pada
persepsi body image. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
makan terhadap persepsi body image (p>0.05), namun terdapat hubungan
signifikan (p=0.027) antara pengetahuan gizi terhadap persepsi body image
contoh.
Kata kunci:
kebiasaan makan,
body
image, remaja,
laki-laki

KEBIASAAN MAKAN DAN PERSEPSI BODY IMAGE PADA
SISWA SMP BERSTATUS GIZI LEBIH DAN NORMAL

WAHYU DEWANTI LESTARI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 adalah
Kebiasaan Makan dan Persepsi Body Image Pada Siswa SMP Berstatus Gizi
Lebih dan Normal. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk
memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan

skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah menyempatkan waktu luang untuk memberikan ide dan
saran bagi penulis
2. Leily Amalia Furkon, S.TP, M.Si selaku dosen penguji skripsi
3. Kedua orang tua, kakak dan adik penulis yang telah memberikan doa,
dukungan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini
4. Ayu Helmi, Riska Tri, Ali Mahdi, Fajar, Ilyatun, serta teman-teman
Gizi Masyarakat angkatan 46 yang telah membantu dalam
pengumpulan data penelitian.
5. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 5, atas dukungan dan
kerjasamanya.
6. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan diatas.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan

Bogor,Juni 2014
Wahyu Dewanti Lestari


4

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Hipotesis
Kegunaan Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
METODOLOGI
Desain, Tempat dan Waktu
Cara Pengambilan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Contoh
Karakteristik Keluarga Contoh
Pengetahuan Gizi
Kebiasaan Makan
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Persepsi Body Image
Status Kesehatan
Hubungan Antar Variabel
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

i
ii
ii
1

1
2
2
2
2
2
3
4
4
4
5
7
11
11
11
12
12
14
15
18

19
21
22
23
23
24
24

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan data
2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik siswa SMP
3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga siswa SMP
gizi normal dan gizi lebih
4 Jumlah dan persentase contoh yang menjawab benar
5 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan
6 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)
7 Rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh
8 Tingkat kecukupan zat gizi contoh
9 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi
10 Sebaran contoh berdasarkan persepsi body image

11 Sebaran contoh bentuk tubuh aktual dan ideal
12 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan
13 Sebaran contoh berdasarkan kategori status kesehatan

6
12
13
14
15
16
18
18
19
20
20
21
21

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian

2 Proses penarikan contoh
3 Diagram IMT menurut umur untuk laki-laki 5-19 tahun (WHO, 2007)
4 Persepsi body image pada pra remaja usia 10-18 tahun (Collins, 1990)
5 Persepsi body image pada dewasa usia >18 tahun (Collins, 1990)
6 Tingkat pengetahuan gizi contoh
7 Persentase tingkat kebiasaan makan contoh
8 Sakit yang diderita contoh

3
5
8
9
10
15
17
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemajuan teknologi seperti transportasi dan alat bantu komunikasi
berkontribusi pada meningkatnya prevalensi kegemukan. Tersedianya sarana
transportasi membuat orang lebih memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki
walaupun pada jarak yang tidak jauh. Orang lebih memilih naik eskalator atau lift
daripada naik tangga. Selain itu, diciptakannya mesin-mesin yang dapat
menggantikan tugas manusia semakin membuat orang ”manja”, serta membuat
enggan mengeluarkan tenaganya. Akibatnya aktivitas fisik menurun, yang berarti
makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Masa remaja merupakan periode antara kehidupan anak dan dewasa yang
berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pada masa ini remaja
mengalami pubertas dan perkembangan tubuh atau perubahan fisik yang drastis.
Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah remaja,
menjadi amat memperhatikan tubuhnya. Remaja membangun citranya sendiri
mengenai bagaimana tubuh mereka (body image) dan hal ini dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar (Arisman, 2004).
Marasabessy (2006) dalam penelitiannya pada mahasiswa putra dan putri,
menyatakan bahwa sebagian besar (66.2% remaja putra dan 87.5% remaja putri)
tidak puas dengan bentuk tubuhnya. Abramson (2005), menyatakan bahwa tingkat
ketidakpuasan terhadap tubuh tidak dihubungkan dengan besarnya kelebihan berat
badan. Hal ini berarti bahwa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh tidak hanya
terjadi pada individu yang memiliki kelebihan berat badan, namun juga dapat
terjadi pada individu yang tidak memiliki kelebihan berat badan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menunjukkan secara
nasional masalah kegemukan pada anak 6-12 tahun relatif tinggi yaitu 9.2% atau
sudah di atas 5%. Prevalensi kegemukan pada anak laki-laki 6-12 tahun lebih
tinggi dari prevalensi anak perempuan, berturut-turut sebesar 10.7% dan 7.7%.
Kegemukan pada usia tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kegemukan ketika dewasa. Pada tingkat nasional prevalensi
kegemukan pada anak umur 13-15 tahun adalah 2.5%, sama dengan persentase
kegemukan di Jawa Barat. Seperti halnya dengan anak 6-12 tahun, kegemukan
pada kelompok anak 13-15 tahun juga memiliki ciri prevalensi yang lebih tinggi
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, yaitu 2.9% dan 2%. Banyak hal
yang dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan pada remaja, yaitu kurangnya
olahraga, atau kebiasaan makan yang tidak sehat, asupan tinggi lemak dan
karbohidrat, dan rendah serat. Rendahnya konsumsi serat kemungkinan
disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya serat dalam
menjaga kesehatan.
Menurut Soekatri et al (2011), pada usia remaja, kebiasaan makan
dipengaruhi oleh lingkungan, teman sebaya, kehidupan sosial, dan kegiatan yang
dilakukannya di luar rumah. Remaja mempunyai kebiasaan makan di antara waktu
makan, berupa jajanan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pilihan jenis
makanan yang dilakukan lebih penting daripada tempat atau waktu makan.
Remaja umumnya mengkonsumsi junk food sehingga asupan karbohidrat, lemak,
gula, garam (Na), dan protein lebih besar daripada yang diperlukan.

2

Maloney, McGuire, Daniels, dan Specker (1989) dalam Collins (1991),
mengungkapkan bahwa 45% anak laki-laki dan perempuan kelas tiga sampai
enam sekolah dasar yang disurvei ingin menjadi lebih kurus, sebanyak 33.7%
mencoba untuk menurunkan berat badan dan 6.9% diantaranya menderita
anorexia nervosa. McCreary (2011) dalam penelitiannya pada laki-laki remaja dan
dewasa, menyatakan bahwa laki-laki cenderung memiliki persepsi tubuh yang
positif, namun sebagian laki-laki yang memiliki gangguan makan melaporkan
ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya, mereka berkeinginan untuk menjadi
lebih berotot dan tidak ingin disebut berlemak, walaupun mereka sebenarnya
kelebihan berat badan. Sztainer (2011) dalam penelitiannya pada remaja laki-laki
dan perempuan, menyatakan bahwa perhatian terhadap body image lebih tinggi
dikalangan remaja yang memiliki kelebihan berat badan. Hubungan antara berat
badan dan body image cenderung terjadi tanpa memandang usia, jenis kelamin,
dan ras. Body image dapat diukur menggunakan metode figure rating scale (FRS),
yang dikembangkan Stunkard et al (1983), yang memiliki skema gambar dewasa.
Collins (1991), mengembangkan metode stunkard tersebut untuk anak pra-remaja
yang terdiri dari tujuh skema gambar.
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan kebiasaan makan
dikalangan remaja dan para remaja laki-laki pun mulai memperhatikan bentuk
tubuhnya. Penelitian ini ingin mengkaji kebiasaan makan dan persepsi body
image dari remaja laki-laki yang memiliki status gizi normal dan lebih.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan dan hubungan
kebiasaan makan dan persepsi body image pada siswa SMP yang berstatus gizi
lebih dan normal.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik individu dan keluarga siswa SMP gizi lebih dan
normal
2. Mempelajari kebiasaan makan, pengetahuan gizi, persepsi body image,
dan status kesehatan.
3. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, persepsi body image dan
kebiasaan makan siswa SMP.
4. Menganalisis hubungan kebiasaan makan dan status gizi siswa SMP.
Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan persepsi body image
dan kebiasaan makan siswa SMP gizi lebih dan normal.
2. Terdapat hubungan antara kebiasaan makan dengan persepsi body image
dan status gizi siswa SMP gizi lebih dan normal.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi bagi
peneliti mengenai kebiasaan makan dan persepsi body image dikalangan siswa
SMP. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi para ibu untuk
lebih memperhatikan kebiasaan makan anak, guna mencegah terjadinya gizi lebih
pada anak. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi bahwa

3

kejadian gizi lebih dikalangan siswa SMP sebaiknya menjadi perhatian baik
dikalangan pemerintah selaku pembuat kebijakan, swasta dan masyarakat.

KERANGKA PEMIKIRAN
Status gizi seseorang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan status
kesehatannya. Kebiasaan makan yang tidak baik dapat menyebabkan anak
menjadi gemuk dan obesitas. Hal tersebut dapat disebabkan anak banyak makan,
namun kurang beraktivitas, ditambah lagi dengan banyaknya mengkonsumsi fast
food dan junk food dan sangat sedikit mengkonsumsi sayuran. Status gizi
overweight dan obese dapat memicu terjadinya masalah kesehatan, tidak hanya itu
status kesehatannya di usia kanak-kanak dapat berdampak bagi status gizinya
disaat remaja.
Kebiasaan makan diartikan sebagai cara individu atau kelompok individu
memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologik, psikologik, sosial dan budaya. Kebiasaan makan dapat dipengaruhi
oleh karakteristik individu dan keluarganya. Banyaknya anggota keluarga dan
pengetahuan orang tua yang dilatarbelakangi tingkat pendidikan dapat
menentukan baik dan buruknya kebiasaan makan yang diterapkan orang tua
kepada anaknya. Besarnya pendapatan orang tua mempengaruhi besarnya uang
jajan yang diterima oleh remaja, hal tersebut dapat memicu terjadinya kebiasaan
makan yang baik atau buruk di luar rumah.
Kebiasaan makan dapat pula dipengaruhi oleh persepsi body image. Remaja
merupakan golongan umur yang paling sensitif dalam memperhatikan bentuk
tubuh, remaja yang merasa dirinya gemuk seringkali memiliki rasa percaya diri
yang kurang, sehingg cenderung melakukan berbagai cara untuk memperoleh
penampilan fisik yang menarik. Persepsi body image yang dapat mempengaruhi
kebiasaan makan remaja menjadi buruk. Pengetahuan gizi memberikan bekal
kepada remaja dalam menentukan persepsi terhadap bentuk tubuhnya. Remaja
yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai persepsi yang benar
tentang tubuhnya.
Gambar 1.Kerangka pemikiran penelitian
Karakteristik individu:
 Umur
 Berat Badan
 Tinggi Badan
 Uang jajan
Karakteristik keluarga:
 Jumlah anggota keluarga
 Pendapatan keluarga
 Pendidikan orang tua

Kebiasaan makan
dan asupan zat
gizi

Status gizi

Status kesehatan:
 Jenis penyakit
 Frekuensi sakit
 Lama sakit
Persepsi body image

Pengetahuan gizi

4

METODOLOGI
Desain, Tempat dan Waktu
Desain penelitian yang digunakan ini adalah cross sectional study, yaitu
suatu penelitian di mana variabel-variabel faktor resiko dan variabel-variabel efek
diobservasi sekaligus di waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005). Tempat
pengambilan data dilakukan di SMP Negeri 1 Kota Bogor dan SMP Bosowa Bina
Insani Bogor, tempat pengambilan data dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan populasi siswanya memiliki status ekonomi menengah hingga
menengah ke atas dengan dugaan terdapat siswa yang memiliki status gizi lebih,
dan kemudahan akses bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian. Pemilihan
pada siswa laki-laki didasarkan data Riskesdas 2010, yang menunjukkan
prevalensi kegemukan berdasarkan IMT/U banyak terjadi pada laki-laki (2.9%) di
daerah perkotaan (3.2%) dibandingkan prevalensi kegemukan pada perempuan
(2%). Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan November - Desember
2013.
Cara Pengambilan Contoh
Dalam penelitian ini contoh yang digunakan adalah siswa laki-laki usia 1113 tahun, yang memiliki status gizi lebih dan normal berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (WHO, 2004). Pemilihan contoh diambil berdasarkan kriteria contoh yaitu
siswa laki-laki yang memiliki IMT gizi lebih dan siswa laki-laki yang memiliki
IMT normal, dengan keadaan perekonomian keluarga berada pada kategori
menengah hingga menengah ke atas. Setelah di dapatkan siswa laki-laki dengan
kriteria yang diinginkan, maka jumlah contoh ditentukan menggunakan rumus
estimasi proporsi sebagai berikut :

Keterangan :
n
: jumlah contoh
Z 1-α/2 : tingkat kepercayaan 95% (1,96)
p
: prevalensi kegemukan pada pra-remaja laki-laki di Jawa Barat
q
:1-p
d
: presisi (penyimpangan sampel terhadap populasi)
Berdasarkan jumlah contoh minimal di atas, maka jumlah contoh yang
diteliti adalah sebanyak 50 orang siswa berstatus gizi lebih dan 50 orang siswa
berstatus gizi normal. Sebelum melakukan pengambilan contoh, peneliti
melakukan screening terlebih dahulu terhadap siswa laki-laki kelas 7 dan 8.
Screening dilakukan terhadap 116 orang siswa SMP Negeri 1 Bogor, dan 135
orang siswa SMP Bosowa Bina Insani Bogor dengan menimbang berat badan
(BB) dan tinggi badan (TB) siswa, hasil screening disajikan pada Gambar 2.

5

Berdasarkan hasil screening di SMP Negeri 1 Bogor, terdapat 31% contoh
beratatus gizi kurang, 35.3% berstatus gizi normal, 18.1% berstatus overweight,
dan 15.5% berstatus obesitas, di SMP Bosowa Bina Insani Bogor terdapat 20%
contoh berstatus gizi kurang, 46.6% berstatus gizi normal, 22.9% berstatus
overweight, dan 10.4% berstatus obesitas. Contoh dipilih secara purposive
berdasarkan criteria inklusi yaitu siswa kelas 7 memiliki status gizi lebih atau
normal, sehingga diperoleh 25 siswa dengan status gizi normal dan 25 siswa
dengan status gizi lebih dari masing-masing sekolah, dengan nilai rata-rata Z-skor
kelompok gizi normal 0.20±0.6 dan rata-rata Z-skor kelompok gizi lebih
2.28±0.73.
SMP N 1 Bogor

SMP B.Bina Insani

Siswa laki-laki
kelas 7&8
(116 orang)

Siswa laki-laki
kelas 7&8
(135 orang)
Screening

Gizi
Kurang
(36 orang)

Gizi
Normal
(41 orang)

Gizi Lebih
(39 orang)

Gizi
Kurang
(27 orang)

Gizi
Normal
(63 orang)

Gizi Lebih
(45 orang)

25 status
gizi
normal

25 status
gizi lebih

Purposive
25 status
gizi
normal

25 status
gizi lebih

50 siswa laki-laki status
gizi normal

50 siswa laki-laki status
gizi lebih

Gambar 2. Proses penarikan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik individu, karakteristik
keluarga, status gizi, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, persepsi body image,dan
status kesehatan, diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu
kuesioner. Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian yang
didapatkan dari pihak sekolah.
Data karakteristik individu meliputi data umur berdasarkan tanggal lahir,
berat badan, tinggi badan, dan besarnya uang saku, data tersebut diperoleh
menggunakan alat bantu kuesioner, timbangan berat badan dan microtoise, dari
data tersebut dapat diperoleh data status gizi contoh berdasarkan IMT menurut
umur dan besarnya uang saku yang didapatkan per hari. Data karakteristik
keluarga meliputi jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang
tua, dan pendapatan orang tua per bulan, data tersebut diperoleh menggunakan

6

kuesioner dengan wawancara secara langsung dan membedakan pendapatan,
pekerjaan, dan pendidikan antara ayah dan ibu.
Data kebiasaan makan contoh diperoleh melalui wawancara langsung
dengan alat bantu kuesioner yang terdiri dari 14 pertanyaan, dengan pilihan
jawaban. Kuesioner frekuensi makan sehari dengan data yang terdiri dari jenis
pangan yang dikonsumsi dan frekuensi konsumsi jenis pangan tersebut, kuesioner
food recall 2x24 jam yaitu 1 kali waktu hari libur dan 1 kali waktu hari sekolah
dengan data yang terdiri dari waktu makan, menu makanan, bahan makanan, dan
jumlah bahan makanan tersebut dengan cara pengisian kuesioner yang langsung
ditanyakan oleh peneliti kepada siswa dengan cara wawancara.
Data pengetahuan gizi, diberikan kuesioner yang berisikan 20 pertanyaan
pilihan berganda kepada setiap siswa, dengan pemberian skor 1 untuk setiap
pilihan jawaban yang benar. Pertanyaan mengenai pengetahuan gizi terdiri dari 5
soal pengetahuan gizi secara umum yang terdiri dari 3 pertanyaan jenis dan
sumber zat gizi dan 2 pertanyaan mengenai fungsi zat gizi, 5 soal mengenai
pemilihan makanan yang sehat dan aman, 5 soal mengenai hubungan gizi dan
penyakit, serta 5 soal mengenai kebiasaan makan dan gaya hidup yang tidak baik.
Data status kesehatan contoh diperoleh melalui wawancara secara langsung
dengan menggunakan kuesioner. Data status kesehatan terdiri dari sakit yang
sedang diderita, frekuensi sakit, dan lama sakit yang dialami dalam 1 bulan
terakhir. Data sakit yang sedang diderita terdiri dari flu, batuk, susah buang air
besar, susah buang air kecil, dan sakit kepala.
Data persepsi body image contoh diperoleh melalui wawancara secara
langsung menggunakan kuesioner figure rating scale (FRS). Kuesioner diberikan
dengan menggunakan gambar tujuh anak laki-laki, siswa diharapkan dapat
menggambarkan bentuk tubuh aktualnya dengan memilih 1 dari 7 gambar yang
diberikan. Selain diharapkan dapat menggambarkan bentuk tubuh aktualnya,
siswa juga diharapkan dapat menggambarkan bentuk tubuh ideal yang mereka
inginkan saat ini dan dewasa nanti.
Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data
No
1

2

3

4

Variabel
Karakteristik individu:
 Umur
 Berat badan
 Tinggi badan
 Uang jajan
Karakteristik keluarga:
 Jumlah anggota keluarga
 Pendapatan keluarga
 Pendidikan orang tua
Kebiasaan makan
 14 pertanyaan mengenai
kebiasaan makan
 Food recall 2x24 jam
Status Kesehatan:
 Jenis penyakit
 Kejadian sakit
 Frekuensi sakit
 Lama sakit

Cara Pengambilan Data
Wawancara menggunakan
kuesioner

Jenis Data
Primer

Wawancara menggunakan
kuesioner

Primer

Wawancara menggunakan
kuesioner

Wawancara menggunakan
kuesioner

Primer

Primer

7

Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan)
No
5

Variabel
Antropometri

6

Pengetahuan gizi

7

Persepsi body image

8

Gambaran umum
pengambilan data

lokasi

Cara Pengambilan Data
Pengukuran berat badan dan
tinggi badan menggunakan
timbangan berat badan dan
microtoise untuk
pengukuran tinggi badan
Wawancara menggunakan
kuesioner
Wawancara menggunakan
kuesioner
Data dari pihak sekolah

Jenis Data
Primer

Primer
Primer
Sekunder

Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang diperoleh diolah dengan proses coding, entry, editing dan
cleaning, dan dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan Microsoft Excel
2007. Penggunaan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan variabel
yang diteliti, berdasarkan nilai rataan, minimal,maksimal, standar deviasi dan
persentase yang terdapat dalam tabel kuesioner. Pengolahan data uji hubungan
dan beda menggunakan aplikasi Statistical Program for Social Science (SPSS) for
Windows 16.0. Uji hubungan yang digunakan adalah pearson dan chi-square,
sedangkan uji beda yang digunakan adalah independent sample t-test dan mannwhitney.
Karakteristik individu, meliputi usia, berat badan, tinggi badan, dan uang
saku per hari. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, dan dilakukan
pengelompokkan berdasarkan status gizi normal dan lebih. Dilakukan uji beda
pada data uang jajan contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih
menggunakan uji independent sample t-test.
Karakteristik keluarga, meliputi jumlah anggota keluarga, pekerjaan
orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan orang tua per bulan. Data tersebut
dianalisis secara deskriptif. Dilakukan uji beda menggunakan uji independent
sample t-test pada data jumlah keluarga dan pendidikan orang tua contoh berstatus
gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih. Dilakukan uji beda pada pendapatan
orang tua contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi lebih
menggunakan uji mann-whitney.
Pengetahuan gizi, diukur dengan 20 pertanyaan tentang gizi. Penilaian
pengetahuan gizi dilakukan dengan memberi skor. Bila menjawab salah diberi
skor 0, sedangkan untuk jawaban benar diberi skor 1, sehingga skor total
minimum 0 dan maksimum adalah 20. Kategori pengetahuan gizi dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu kategori pengetahuan gizi tingkat kurang bila skor 80.0% dari skor maksimal
(100%) (Khomsan 2000). Data pengetahuan gizi dianalisis secara deskriptif, lalu
dilakukan uji beda menggunakan uji independent sample t-test apakah terdapat
perbedaan pengetahuan gizi antara contoh berstatus gizi normal dan lebih, dan
dilakukan uji hubungan menggunakan uji korelasi pearson dan uji chi-square
apakah pengetahuan gizi memiliki hubungan dengan variabel yang lainnya, yaitu;
variabel kebiasaan makan, dan persepsi body image.

8

Kebiasaan makan, diukur dengan menggunakan 14 pertanyaan terdiri
dari 10 pertanyaan tertutup, dan 4 pertanyaan terbuka. Alternatif jawaban
pertanyaan tertutup dengan pemberian skor sebagai berikut: tidak pernah diberi
skor 0, kadang-kadang diberi skor 1, sering diberi skor 2, dan selalu diberi skor 3.
Total skor minimum adalah 0 dan maksimum 30. Skor tersebut diklasifikasikan
menjadi kategori baik bila skor >80%, sedang bila skor 60-80%, dan rendah bila
skor 1 SD sampai dengan 2 SD
 Obesitas > 2 SD
Contoh yang memiliki status gizi lebih menggunakan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) menggunakan AKG 2013 berdasarkan usia dan jenis kelamin,
sedangkan pada contoh status gizi normal, AKG yang digunakan adalah AKG
berdasarkan berat badan aktual. Cara menentukan AKG aktual yang akan
digunakan sebagai berikut:
AKG Aktual = (BB aktual/BB ideal) x AKG ideal

9

Keterangan:
 BB aktual
= berat badan berdasarkan hasil pengukuran
 BB ideal 2013 = berat badan ideal menurut umur berdasarkan AKG tahun
2013
 AKG ideal
= angka kecukupan gizi menurut umur berdasarkan AKG
tahun 2013
Asupan zat gizi contoh diolah menggunakan Microsoft Excel 2007, untuk
melihat nilai rataan, dan standar deviasi. Ada pun rumus umum yang digunakan
untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah :
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan:
KGij = penjumlahan zat gizi-i dari setiap bahan makanan/pangan yang
dikonsumsi
Bj
= berat bahan makanan j (gram)
Gij
= kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan cara
membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya.
Menurut Supariasa et al (2002), tingkat kecukupan gizi contoh dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
TKGI = (Ki/AKGI) x 100%
Keterangan :
TKGI = tingkat kecukupan energi atau zat gizi contoh
Ki
= konsumsi energi atau zat gizi contoh
AKGI = angka kecukupan energi atau zat gizi contoh
Tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes
(1996), yaitu defisit tingkat berat (=120%). Tingkat
kecukupan zat gizi yang telah diperoleh dibandingkan antara kelompok contoh
berstatus gizi normal dan kelompok contoh berstatus gizi lebih, menggunakan uji
beda independent sample t-test.
Persepsi body image menggunakan metode FRS Stunkard yang
dikembangkan oleh Collins (1991), yang terdiri dari tujuh gambar anak pra remaja
dan dewasa dengan status gizi pada gambar dari gizi kurang hingga gizi lebih.
Gambar nomor 1 sampai 3 memiliki status gizi sangat kurang, nomor 4 sampai 5
status gizi normal, dan gambar 6 sampai 7 status gizi lebih. Hal tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4 dan 5.

1

2

3

4

5

6

7

Gambar 4. Persepsi body image pada pra remaja usia 10-18 tahun (Collins, 1990)

10

Gambar empat merupakan gambar persepsi bentuk tubuh untuk usia pra
remaja laki-laki. Gambar tersebut digunakan untuk menanyakan bentuk tubuh
mereka saat ini, dan bentuk tubuh ideal berdasarkan umur mereka.

1

2

3

4

5

6

7
Gambar 5. Persepsi body image pada dewasa usia >18 tahun (Collins, 1990)

Gambar lima merupakan gambar persepsi bentuk tubuh untuk dewasa.
Gambar tersebut digunakan untuk memilih tubuh ideal seperti apakah yang
mereka inginkan ketika dewasa. Hasil penelitian Dewi (2010), menyatakan bahwa
FRS merupakan metode pengukuran persepsi tubuh yang lebih efektif
dibandingkan alat ukur lain (Body Shape Questionair), bila dilihat dari
kemudahan contoh dalam memahami pertanyaan, tingkat kesulitan menjawab
pertanyaan, dan tidak menggunakan waktu yang lama.
Persepsi body image menggunakan kuesioner yang terdiri pertanyaan
mengenai bentuk tubuhnya, bentuk tubuh ideal, dan bentuk tubuh yang
diinginkannya ketika dewasa. Pertanyaan tersebut kemudian dideskripsikan satu
per satu sesuai dengan jawaban contoh. Jenis persepsi contoh diukur dengan
membandingkan status gizi aktual terhadap persepsi bentuk tubuh aktualnya.
Apabila persepsi contoh terhadap bentuk tubuh aktualnya berbeda dengan status
gizi aktualnya, maka hal ini dapat dikatakan sebagai persepsi tubuh negatif.
Sebaliknya, apabila persepsi contoh terhadap bentuk tubuh aktualnya sama
dengan status gizi aktualnya, maka hal ini dapat dikatakan sebagai persepsi tubuh
positif. Hasil persepsi body image baik negatif atau positif antara anak gizi lebih
dan normal tersebut diolah secara deskriptif dengan melihat rataan, sehingga
didapatkan hasil secara umum mengenai persepsi body image. Persepsi body
image positif diberikan skor 1 dan negatif diberikan skor 0, yang kemudian diolah
secara deskriptif. Dilakukan uji hubungan antara persepsi body image dengan
variabel lainnya, yaitu kebiasaan makan dan pengetahuan gizi dengan
menggunakan uji chi-square. Uji beda juga dilakukan antara persepsi body image
contoh berstatus gizi normal dan lebih menggunakan uji beda mann whitney.
Status kesehatan, diukur dari kejadian sakit sejak satu bulan terakhir yang
meliputi jenis penyakit, frekuensi sakit, dan lama sakit. Pengujian statistik status
kesehatan menggunakan skor yang diperoleh dengan mengalikan frekuensi sakit
dan lama sakit untuk setiap jenis penyakit. Skor kesehatan dikatakan tinggi
apabila 0-4, sedang 5-9, dan rendah 10-14 (Sugiyono, 2009). Status kesehatan
diolah secara deskriptif. Dilakukan uji beda antara status kesehatan contoh
berstatus gizi normal dan lebih menggunakan uji independent sample t-test.

11

Definisi Operasional
Kebiasaan Makan adalah cara contoh dalam memilih pangan dan
mengkonsumsinya, meliputi; frekuensi makan sehari, konsumsi pangan,
kebiasaan membawa bekal, dan kebiasaan jajan.
Frekuensi Makan adalah seberapa sering dan seberapa banyak contoh
mengkonsumsi suatu jenis makanan, data diperoleh dengan
menggunakan food frequency.
Konsumsi Pangan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh
contoh selama dua hari, yaitu pada hari sekolah dan hari libur, yang
diperoleh melalui metode recall 2x24 jam.
Persepsi Body Image adalah gambaran seseorang mengenai bentuk dan ukuran
tubuhnya sendiri; gambaran ini dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran
tubuh aktualnya, perasaannya tentang bentuk tubuhnya serta harapan
terhadap bentuk dan ukuran tubuh yang diinginkannya.
Persepsi body image positif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap
bentuk tubuh aktualnya sesuai dengan status gizinya.
Persepsi body image negatif adalah suatu persepsi dimana penilaian terhadap
bentuk tubuh aktualnya tidak sesuai dengan status gizinya.
Karakteristik Individu adalah hal-hal yang diukur dari contoh yang meliputi
umur, berat badan, tinggi badan, dan pendapatan yang dibutuhkan
dalam penelitian.
Karakteristik Keluarga adalah faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi
kebiasaan makan dan persepsi body image pada contoh.
Status Gizi adalah keadaan gizi contoh yang diukur secara antropometri
berdasarkan indikator berat badan, tinggi badan, dan umur dengan
ambang batas yang digunakan untuk Indonesia.
Gizi Lebih keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam
tubuh lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan.
Pengetahuan Gizi adalah pemahaman contoh terkait dengan gizi secara umum,
status gizi, dan persepsi body image
Status Kesehatan adalah kondisi kesehatan yang dimiliki oleh contoh meliputi
kejadian sakit, frekuensi sakit, dan lama sakit yang diderita.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Sekolah yang menjadi penelitian ini adalah Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Kota Bogor yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 16 dan Sekolah
Menengah Pertama Bosowa Bina Insani (Reguler) Bogor yang terletak di Jl. KH.
Soleh Iskandar Kampung Serempet Kelurahan Sukadamai.
SMP Negeri 1 Bogor telah diseleksi oleh Direktorat Pembinaan SMP
Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas sebagai Sekolah Standar Nasional
(SSN). SMP Negeri 1 Kota Bogor merupakan SMP tertua di wilayah Bogor. Luas
tanah dan bangunan ± 3983m2. Lokasi sekolah ini sangat strategis karena tepat
berada di jantung kota di depan Istana Bogor, dan bersebelahan dengan SMA
Negeri 1 Bogor.

12

SMP Bosowa Bina Insani (Reguler) Bogor, berdiri sejak tahun 1995, dan
sebagai salah satu sekolah unggulan di Kota Bogor. Sekolah ini dahulunya
bernama Sekolah Bina Insani, kini menjadi Sekolah Bosowa Bina Insani yang
merupakan sekolah pertama yang dikembangkan oleh Bosowa Foundation.
Bosowa Bina Insani, terdiri dari kelas regular, international class, dan boarding
school. SMP Bosowa Bina Insani, berbasis pendidikan Islam, dengan fasilitas
yang terdiri dari ruang kelas sebanyak 16 kelas yang dilengkapi dengan screen
dan AC, setiap siswa mendapat fasilitas loker, ruang multimedia, laboratorium,
perpustakaan, lapangan olahraga, aula, masjid, taman sekolah, dan lapangan
upacara.
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah siswa SMP usia 11-13 tahun, dengan
rata-rata umur 12.19±0.4. Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) rentang usia
tersebut termasuk ke dalam masa remaja awal (10-13 tahun). Karakteristik contoh
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik siswa SMP
Karakteristik
Anak
Usia

Normal
%
1
2
35
70
14
28
12.26±0.5
4
8
35
70
11
22
21 280±10 980
n

: 11 tahun
12 tahun
13 tahun

Rata-rata umur
Uang
saku : 30 000
Rata-rata uang saku

Gizi Lebih
n
%
2
4
40
80
8
16
12.12±0.44
1
2
33
66
16
32
24 190±12 462

Total
n

%
3
3
75
75
22
22
12.19±0.46
6
6
68
68
27
27
22 735±11 777

Hasil penelitian berdasarkan Tabel 2, sebanyak 68% contoh mendapatkan
uang saku dengan kisaran Rp 10 000 – Rp 30 000, dan 27% contoh mendapatkan
uang saku lebih dari Rp 30 000 per hari nya. Minimal uang saku per hari adalah
Rp 5 000 dan maksimal Rp 50 000. Berdasarkan uji beda independent sample ttest tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku contoh
berstatus gizi normal dan lebih.
Karakteristik Keluarga Contoh
Sebanyak 54% contoh termasuk kategori keluarga sedang (5-7 orang),
sebanyak 41% contoh termasuk kategori keluarga kecil (≤4 orang) , dan sebanyak
5% contoh termasuk kategori keluarga besar (>7 orang) dengan rata-rata jumlah
anggota keluarga 5.02±1.47. Menurut BKKBN (1998) besar keluarga adalah
jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga
lainnya yang tinggal bersama. Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal
atau hidup bersama dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan, 2007).
Berdasarkan hasil uji independent sample t-test tidak terdapat perbedaan
signifikan (p>0,05) antara jumlah anggota keluarga contoh berstatus gizi normal
dan lebih. Selain jumlah anggota keluarga, karakteristik keluarga lainnya seperti
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua dapat dilihat
dalam Tabel 3.

13

Tabel 3. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga siswa SMP gizi normal dan
gizi lebih
Karakteristik
Keluarga
Jumlah anggota
Keluarga

Pekerjaan ayah

Pekerjaan ibu

Pendidikan ayah
Pendidikan ibu

Pendapatan ayah
per bulan

Pendapatan
per bulan

ibu

Keterangan
Kecil (≤4 orang)
Sedang (5-7 orang)
Besar (>7 orang)
Rata-rata±SD
PNS
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Polisi/TNI/ABRI
Tidak bekerja
PNS
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Polisi/TNI/ABRI
Ibu Rumah Tangga
SMA
PT
SMP
SMA
PT
Rp 5 000 000
Tidak berpenghasilan
Rp 5 000 000
Tidak berpenghasilan

Normal
n
%
18
36
29
58
3
6
5.26±1.7
9
18
23
46
11
22
2
4
5
10
12
24
6
12
4
8
1
2
27
54
1
2
49
98
1
2
8
16
41
82
1
2
4
8
13
26
32
64
0
0
7
14
8
16
9
18
7
14
19
38

Gizi Lebih
n
%
23
46
25
50
2
4
4.78±1.17
20 40.8
19 38.8
3
6.1
3
6.1
4
8.2
13
26
11
22
3
6
1
2
22
44
4
8
46
92
0
0
9
18
41
82
1
2
7
14
10
20
30
60
2
4
3
6
11
22
7
14
7
14
22
44

Total
n
%
41
41
54
54
5
5
5.02±1.47
29
29
42
42
14
14
5
5
9
9
25
25
17
17
7
7
2
2
49
49
5
5
95
95
1
1
17
17
82
82
2
2
11
11
23
23
62
62
2
2
10
10
19
19
16
16
14
14
41
41

Secara umum (42%) ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta, pada
contoh berstatus gizi normal sebanyak 23% ayah bekerja sebagai pegawai swasta
dan 11% bekerja sebagai wiraswasta, berbeda dengan contoh berstatus gizi lebih,
sebanyak 40.8% ayah bekerja sebagai PNS dan 38.8% bekerja sebagai pegawai
swasta. Pekerjaan ibu secara umum (49%) adalah ibu rumah tangga, 54% pada ibu
contoh berstatus gizi normal dan 44% pada ibu contoh berstatus gizi lebih.
Pendidikan orang tua dikategorikan menjadi empat bagian yaitu, tamat SD,
tamat SMP, tamat SMA, dan tamat Perguruan Tinggi (PT). Hasil penelitian
berdasarkan Tabel 3 sebanyak 95% ayah tamat Perguruan Tinggi, dan 5% tamat
SMA. Tingkat pendidikan ibu tidak jauh berbeda dengan tingkat pendidikan ayah,
sebanyak 82% ibu tamat Perguruan Tinggi, sebanyak 17% ibu contoh tamat SMA,
dan 1% tamat SMP. Berdasarkan hasil uji mann-whitney tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p>0.05) pada pendidikan orang tua contoh berstatus gizi normal
dan lebih, baik pada pendidikan ayah maupun ibu. Menurut Suhardjo et al (1988),
tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat pendapatan
yang diperoleh.
Pendapatan orang tua merupakan jumlah penghasilan kedua orang tua yaitu
ayah dan ibu selama 1 bulan. Sebesar 62% ayah berpenghasilan ≥ Rp 5 000 000
per bulan, berpenghasilan ≤ Rp 2 000 000 dan tidak berpenghasilan, masingmasing memiliki persentase 2%. Sebesar 41% ibu contoh tidak memiliki
penghasilan, hal tersebut sejalan dengan pekerjaan ibu contoh yang sebagian besar

14

merupakan ibu rumah tangga. Sebanyak 19% ibu berpenghasilan pada rentang Rp
2 100 000 – Rp 3 000 000. Berdasarkan hasil uji beda mann-whitney tidak
terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) pada pendapatan orang tua contoh
berstatus gizi normal dan lebih baik pada pendapatan ayah maupun ibu.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi, diukur dengan 20 pertanyaan tentang gizi. Pertanyaan
meliputi topik: gizi secara umum (5 soal), kebiasaan makan yang sehat dan aman
(5 soal), hubungan zat gizi dan penyakit (5 soal), serta kebiassaan makan dan gaya
hidup yang tidak baik (5 soal). Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa dan peraba (Notoatmodjo 2007). Tabel 4 merupakan penyajian
pengetahuan gizi berdasarkan jawaban yang salah.
Tabel 4. Jumlah dan persentase contoh yang menjawab benar
Pertanyaan
1. Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
2. Pangan sumber protein
3. Makanan sumber tenaga
4. Pemenuhan kebutuhan energi
5. Makanan sumber vit.D
Rata-rata ± SD
6. Makanan sedikit serat
7. Karbohidrat yang membantu pencernaan
8. Jenis makanan sehat
9. Jenis minuman sehat
10. Zat pewarna terlarang pada makanan
Rata-rata ± SD
11.Konsumsi lemak dan minyak untuk remaja
12. Akibat konsumsi lemak hewan berlebih
13. Akibat konsumsi KH, P, L berlebihan
14. Akibat kekurangan zat besi
Rata-rata ± SD
15. Akibat rendah konsumsi kalsium
16. Kandungan gizi fast food
17. Akibat konsumsi (fast food) setiap hari
18. Waktu olahraga yang baik
19. Manfaat olahraga
20. Aktifitas fisik yang sehat
Rata-rata ± SD

Normal
(n=50)
n
%
10
20
18
36
35
70
25
50
16
32
17
23
14
8
19

34
46
28
16
38

29
19
24
12

58
38
48
24

7
10
27
24
6
12

24
20
54
48
12
14

Gizi Lebih
(n=50)
n
%
15
30
17
34
36
72
28
56
12
24
42.4±19.3
16
32
23
46
14
28
6
12
15
30
31±11.6
23
46
19
38
21
42
9
18
35±14.6
12
24
9
18
27
54
28
56
8
16
10
20
32.3±19.2

Total
(n=100)
n
%
25
25
35
35
71
71
53
53
28
28
33
46
28
14
34

33
46
28
14
34

52
38
45
21

52
38
45
21

19
19
54
52
14
22

19
19
54
52
14
22

Hasil penelitian pada pengetahuan gizi berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat
bahwa pertanyaan pada topik kebiasaan makan yang sehat dan aman merupakan
pertanyaan yang paling tidak diketahui oleh contoh, hal tersebut ditunjukkan
sedikitnya contoh yang menjawab dengan benar yaitu rata-rata 0.05) pada pengetahuan gizi remaja putri normal dan
gemuk.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan diukur menggunakan beberapa pertanyaan yang mampu
menggambarkan kebiasaan makan contoh sehari-hari, tidak hanya kebiasaan
makan di dalam rumah seperti kebiasaan sarapan dan makan malam, namun
termasuk kebiasaan makan di luar rumah seperti jajan di sekolah dan kebiasan
makan fast food. Khumaidi (1994) dalam Sukandar (2008), kebiasaan makan ialah
tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Dari
segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik dan ada yang buruk. Kebiasaan makan
yang baik adalah yang dapat menunjang terpenuhinya kebutuhan gizi, sedangkan
kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat
terpenuhinya kecukupan zat gizi, seperti adanya pantangan atau tabu yang
berlawanan dengan konsep gizi. Tabel5 merupakan penyajian kebiasaan makan
contoh gizi normal dan gizi lebih.
Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan
Kebiasaan makan
1. Kebiasaan sarapan
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu

Normal
n
%
0
9
10
31

0
18
20
62

Gizi lebih
n
%
3
15
7
25

6
30
14
50

Total
n
3
24
17
56

%
3
24
17
56

16

Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)
Kebiasaan makan
2. Bawa bekal makanan
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
3. Bawa bekal minuman
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
4. Jajan di sekolah
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
5. Kebiasaan makan malam
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
6. Kebiasaan makan fast food
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
7. Kebiasaan mimun soft drink
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
8. Kebiasaan makan buah
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
9. Kebiasaan makan lauk pauk
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu
10. Kebiasaan makan sayur
 Tidak pernah
 Kadang-kadang
 Sering
 Selalu

Normal
n
%

Gizi lebih
n
%

Total
n

%

15
29
4
2

30
58
8
4

15
25
8
2

30
50
16
4

30
54
12
4

30
54
12
4

6
24
12
8

12
48
24
16

7
15
9
19

14
30
18
38

13
39
21
27

13
39
21
27

1
9
23
17

2
18
46
34

0
22
11
17

0
44
22
34

1
31
34
34

1
31
34
34

3
19
19
9

6
38
38
18

4
32
10
4

8
64
20
8

7
51
29
13

7
51
29
13

2
43
5
0

4
86
10
0

4
44
2
0

8
88
4
0

6
87
7
0

6
87
7
0

6
39
5
0

12
78
10
0

5
33
9
3

10
66
18
6

11
72
14
3

11
72
14
3

9
18
19
13

18
36
38
26

1
13
24
12

2
26
48
24

10
31
43
25

10
31
43
25

1
7
18
24

2
14
36
48

0
2
33
15

0
4
66
30

1
9
51
39

1
9
51
39

2
19
17
12

4
38
34
24

1
19
21
9

2
38
42
18

3
38
38
21

3
38
38
21

Berdasarkan Tabel 5 dikatakan selalu apabila contoh mengkonsumsi 5-7
kali/minggu, sering 3-5 kali/minggu, kadang-kadang 1-2 kali/minggu, dan tidak
pernah 0 kali/minggu. Sekitar separuh contoh memiliki kebiasaan makan pagi
yang baik dengan selalu sarapan, dan kadang-kadang membawa bekal makanan
dan minuman ke sekolah. Hampir separuh contoh berstatus gizi normal (46%)
memiliki kebiasaan yang tidak baik dengan sering jajan disekolah, sedangkan
contoh berstatus gizi lebih (44%) sudah cukup baik dengan kadang-kadang jajan

17

di sekolah. Lebih dari separuh contoh berstatus gizi normal dan lebih memiliki
kebiasaan makan yang cukup baik dengan kadang-kadang melakukan makan
malam (51%), kadang-kadang mengkonsumsi fast food (87%), dan kadangkadang mengkonsumsi soft drink (72%). Sebagian besar contoh memiliki
kebiasaan makan yang baik dengan sering makan buah (43%) dan lauk-pauk
(51%). Kebiasaan makan sayur lebih sering dilakukan oleh contoh berstatus gizi
lebih ( 42%) daripada contoh berstatus gizi normal yang kadang-kadang makan
sayur (38%).Rata-rata skor kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal
(60.67±11.05) dan contoh berstatus gizi lebih (58.89±12.57). Rata-rata skor
kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal tergolong sedang (60-80%)
sedangkan pada contoh berstatus gizi lebih tergolong rendah (0.05)
pada kebiasaan makan contoh berstatus gizi normal dan contoh berstatus gizi
lebih.
Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)
Normal
Gizi lebih
Kebiasaan makan
n
%
n
%
1. Tempat sarapan
 Rumah
 Perjalanan/mobil
 Sekolah
2. Jenis makanan sarapan
 Roti
 Mie
 Susu
 Nasi dan lauk pauk
.3. Pemilihan jajanan
 Murah
 Enak
 Menarik
 Mengenyangkan

Total
n

%

46
4
0

92
8
0

42
4
4

84
8
8

88
8
4

88
8
4

8
2
4
36

16
4
8
72

13
2
10
25

26
4
20
50

21
4
14
61

21
4
14
61

2
28
3
17

4
56
6
34

7
22
3
18

14
44
6
36

9
50
6
35

9
50
6
35

18

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan (lanjutan)
Kebiasaan makan
4. Makanan yang dimakan di sekolah
 Nasi dan lauk
 Ciki
 Gorengan
 Batagor
 Minuman
 Mi ayam
 Siomai
 Bubur

Normal
n
%
18
5
8
4
7
3
3
2

36
10
16
8
14
6
6
4

Gizi lebih
n
%
14
4
2
7
10
7
2
4

28
8
4
14
20
14
4
8

Total
n
32
9
10
11
17
10
5
6

%
32
9
10
11
17
10
5
6

Hasil kebiasaan makan berdasarkan Tabel 5 secara umum contoh sarapan di
rumah (88%), mengkonsumsi nasi dan lauk pauk sebagai menu sarapan (61%),
memilih jajanan yang enak (50%) saat jajan di sekolah, dan mengkonsumsi nasi
putih dan lauk (32%) sebagai menu makan di sekolah.
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang diteliti terdiri dari energi,
protein, lemak, dan karbohidrat. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan

Dokumen yang terkait

Studi tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Body Image Remaja Putri yang BerstatusGizi Normal dan Gemuk/Obes di SMA Budi Mulia Bogor

5 30 149

Kebiasaan konsumsi fast food pada siswa yang berstatus gizi lebih di SMA Kartini Batam

0 6 131

Hubungan persepsi body dan image dan kebiasaan makan dengan status gizi pada atlet senam dan renang di sekolah atlet Ragunan Jakarta

0 4 174

Pengaruh Pengetahuan Gizi, Persepsi Body Image, Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi Mahasiswi Gizi dan Non Gizi IPB

1 6 62

Hubungan antara Body Image dan kebiasaan makan dengan status gizi remaja di Sma Padang

0 6 55

Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, Dan Kebugaran Pada Anak Sekolah Dasar Dengan Status Gizi Normal Dan Lebih Di Kota Bogor.

4 8 47

PERBEDAAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTERI BERSTATUSGIZI NORMAL DAN BERSTATUS GIZI LEBIH BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK Perbedaan Status Gizi Pada Remaja Puteri Berstatusgizi Normal Dan Berstatus Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik Di SMA Batik 1 Surakarta

0 2 17

PERBEDAAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTERI BERSTATUS GIZI NORMAL DAN BERSTATUS GIZI LEBIH BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK Perbedaan Status Gizi Pada Remaja Puteri Berstatusgizi Normal Dan Berstatus Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik Di SMA Batik 1 Surakart

0 3 14

Gambaran Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik,Body Image Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smk Negeri 2 Sibolga

0 0 17

Gambaran Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik,Body Image Dan Status Gizi Remaja Putri Di Smk Negeri 2 Sibolga

0 0 2