Deteksi gen ketahanan penyakit Hawar Daun Bakteri pada populasi silang ganda F1 (DCF1) padi Ciherang

DETEKSI GEN KETAHANAN PENYAKIT HAWAR
DAUN BAKTERI PADA POPULASI SILANG
GANDA F1 (DCF1) PADI CIHERANG

HERMANTO

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Gen Ketahanan
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Populasi Silang Ganda F1 (DCF1) Padi
Ciherang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Hermanto
NIM G84100021

ABSTRAK
HERMANTO. Deteksi Gen Ketahanan Penyakit Hawar Daun Bakteri pada
Populasi Silang Ganda F1 (DCF1) Padi Ciherang. Dibimbing oleh LAKSMI
AMBARSARI dan FATIMAH.
Xanthomonas oryzae pv. oryzae penyebab penyakit hawar daun memiliki
banyak strain dan mudah berubah membentuk strain baru. Akibatnya varietas
padi yang awalnya tahan dapat berubah menjadi peka. Perbaikan varietas
Ciherang menggunakan pyramiding gen ketahanan penyakit hawar daun bakteri
akan membawa ketahanan yang berbeda dan memiliki spektrum yang luas.
Penelitian ini bertujuan mendeteksi 207 individu DCF1 Ciherang hasil
pyramiding gen dengan menggunakan marka SSR dan STS. Diperoleh empat
Individu memiliki gen Xa4+xa5+Xa7+Xa21 yaitu individu DCF1Ch|CA-42,
DCF1Ch|CA-69, DCF1Ch|CA-162, DCF1Ch|CA-163, 11 individu memiliki gen

xa5+Xa7+Xa21, 46 individu memiliki gen xa5+Xa21, 31 individu memiliki gen
Xa7+Xa21, dan 45 individu memiliki gen xa5+Xa7. Karakter agronomi jumlah
malai DCF2 Ciherang tidak berbeda nyata dengan tetuanya dan panjang malai
DCF2 Ciherang tidak berbeda signifikan dengan tetuanya. Bobot gabah isi DCF2
Ciherang lebih besar secara nyata dibandingkan tetuanya. Bobot gabah hampa
DCF2 Ciherang juga berbeda nyata dengan tetuanya, lebih besar dari tetua Code,
Angke, Ciherang, dan IRBB21.
Kata kunci: hawar daun bakteri, padi Ciherang, pyramiding gen, silang ganda.

ABSTRACT
HERMANTO. Detection of Resistance Genes Bacterial Leaf Blight on Population
Double Cross F1 (DCF1) Rice Ciherang. Supervised by LAKSMI AMBARSARI
and FATIMAH.
Xanthomonas oryzae pv. oryzae causes leaf blight has many strains and
volatile form a new strain. A result that was initially resistant rice varieties may
turn out to be sensitive. Improvement Ciherang using gene pyramiding bacterial
leaf blight resistance will carry different resistance and has a broad spectrum. This
research aims to detect the 207 individual DCF1 Ciherang results gene
pyramiding using SSR markers and STS. Four individuals have acquired genes
Xa4+xa5+Xa7+Xa21 that is DCF1Ch|CA-42, DCF1Ch|CA-69, DCF1Ch|CA-162,

DCF1Ch|CA-163, 11 individuals have genes xa5+Xa7+Xa21, 46 individuals have
xa5+Xa21 gene, 31 individuals have Xa7+Xa21 gene, and 45 individual have
genes xa5+Xa7. Agronomic characters panicle number DCF2 Ciherang not
significantly different from the parent and panicle length DCF2 Ciherang did not
differ significantly with parent. Weight of filled grain DCF2 Ciherang
significantly greather than the parent. Weight of empty grains DCF2 Ciherang
also significantly different from the parent, greather than elders Code, Angke,
Ciherang, and IRBB21.
Key words: bacterial leaf blight, double cross, rice Ciherang, pyramiding genes.

DETEKSI GEN KETAHANAN PENYAKIT HAWAR
DAUN BAKTERI PADA POPULASI SILANG
GANDA F1 (DCF1) PADI CIHERANG

HERMANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang
berjudul “Deteksi Gen Ketahanan Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Populasi
Silang Ganda F1 (DCF1) Padi Ciherang” merupakan bagian dari proyek
penelitian Dr Fatimah SP MSi dan dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BB-Biogen), Jalan Tentara Pelajar nomor 3A, Cimanggu, Bogor, Jawa
Barat. Dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Mei 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari MS dan Dr
Fatimah SP MSi atas bimbingan, motivasi, serta arahan yang telah diberikan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua dan adik

tercinta (Yusi Suciati dan Fitria Novian), Ayu Kartika, serta seluruh keluarga atas
doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mba
Muslihatun Baroya, Staf di Laboratorium Biologi Molekuler BB-Biogen, rekan
selama penelitian, teman-teman Biokimia angkatan 2010, dan rekan sejawat atas
segala bantuan, motivasi dan ilmu yang diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Hermanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

3


HASIL

6

Deteksi Gen Xa4 Menggunakan Primer MP1+MP2

6

Deteksi Gen xa5 Menggunakan Primer RM611

7

Deteksi Gen Xa7 Menggunakan Primer RM20582

7

Deteksi Gen Xa21 Menggunakan Primer pTA248

8


Karakter Agronomi Hasil Panen

9

Representasi Data Genotipe

9

PEMBAHASAN

10

Deteksi Gen Xa4, xa5, Xa7, dan Xa21

10

Karakter Agronomi Hasil Panen

12


Representasi Data Genotipe

13

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16


LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1. Genotipe 207 individu DCF1 Ciherang
2. Karakter agronomi hasil panen tetua dan DCF2 Ciherang

8
9

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

Elektroforegram hasil validasi gen Xa4 dengan primer MP1+MP2
Elektroforegram hasil validasi gen xa5 dengan primer RM611
Elektroforegram hasil validasi gen Xa7 dengan primer RM20582
Elektroforegram hasil validasi gen Xa21 dengan primer pTA248
Perkiraan heterozigositas gen ketahanan hawar daun bakteri
Diagram venn 3 gen ketahanan HDB padi DCF1 Ciherang
Keterkaitan gen resisten HDB dan bakteri Xoo

6
7
7
8
10
11
15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian
2. Diagram persilangan
3. Elektroforegram hasil amplifikasi gen Xa4 dengan primer MP1+MP2
4. Elektroforegram hasil amplifikasi gen xa5 dengan primer RM611
5. Elektroforegram hasil amplifikasi gen Xa7 dengan primer RM20582
6. Elektroforegram hasil amplifikasi gen Xa21 dengan primer pTA248
7. Hasil skoring elektroforegram DCF1 Ciherang dan tetuanya
8. Karakter agronomi hasil panen
9. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) karakter agronomi hasil panen
10. Foto panjang malai individu DCF2 Ciherang dan tetuanya
11. Graphical Genotypes 207 individu DCF1 Ciherang pada kromosom 5
12. Graphical Genotypes 207 individu DCF1 Ciherang pada kromosom 6

19
19
20
20
20
20
21
28
29
29
30
31

PENDAHULUAN
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penghasil beras yang
paling penting dan dikonsumsi oleh setengah populasi penduduk dunia, termasuk
Indonesia (Yang et al. 2003). Kebutuhan akan padi terus meningkat sebagai
makanan pokok seiring dengan semakin meningkatnya laju pertumbuhan
penduduk. Berdasarkan estimasi laju pertumbuhan penduduk 1.3 persen pada
rentang waktu 2005-2010, tingkat konsumsi beras bruto 139.5 kilogram perkapita
maka kebutuhan beras 32.49 juta ton. Asumsi lain laju pertumbuhan penduduk
0.92 persen yang diperkirakan pada rentang waktu 2025-2030 dengan tingkat
konsumsi 139.5 kilogram perkapita maka kebutuhan beras mencapai 39.8 juta ton
(Kementrian Pertanian 2012).
Penggunaan padi varietas unggul bagi sebagian besar petani sangat berperan
dalam meningkatkan produktivitas. Hal ini tercermin dari luas tanaman padi yang
dewasa ini telah didominasi oleh varietas unggul (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan 2006). Salah satu varietas unggul tersebut ialah
Ciherang. Penyebaran varietas Ciherang terus berkembang di Indonesia sejak
dilepas pada tahun 2000, dan terus mendominasi luas lahan padi di Jawa Barat
dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
Provinsi Jawa Barat (2013) menyebutkan bahwa pada masa tanam 2010/2011
persentase luas lahan untuk varietas Ciherang yaitu 55% atau sekitar 195.455
hektar dari luas lahan padi varietas unggul lainnya. Akan tetapi, peningkatan
produksi padi sering mengalami banyak kendala karena adanya cekaman abiotik
maupun biotik. Cekaman abiotik berupa kekeringan, banjir atau keracunan
aluminium, besi, dan logam-logam lainnya, sedangkan cekaman biotik meliputi
serangan hama dan penyakit seperti penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB).
Hawar Daun Bakteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Kerusakan akibat penyakit tersebut secara
kuantitatif akan mengurangi hasil panen dan rendahnya bobot 1000 biji,
sedangkan kerusakan secara kualitatif ditunjukkan oleh tidak berkualitasnya
gabah. Menurut Kadir (2009), Penurunan hasil padi akibat HDB berkisar 15-23%.
Penggunaan varietas Ciherang secara terus menerus selama 10 tahun terakhir
(2001-2010) menyebabkan varietas Ciherang di beberapa tempat dilaporkan
terserang HDB. Data Direktorat Perlindungan Pangan (2011) melaporkan bahwa
di tahun 2010 luas lahan yang terserang penyakit HDB sebesar 54.796 ha dan
terus meningkat di masa tanam 2010-2011 sebesar 64.123 ha di seluruh Indonesia.
Penyisipan gen ketahanan terhadap penyakit hawar daun pada varietas
Ciherang dilakukan dengan menggunakan metode persilangan berbasis
pyramiding gen yang dikombinasikan dengan teknik marka molekuler.
Pyramiding gen merupakan penyisipan beberapa gen resistensi kedalam budidaya
tanaman tunggal sehingga tanaman tersebut memiliki beberapa gen resistensi.
Pyramiding gen sangat sulit menggunakan metode pemuliaan konvensional
karena adanya efek dominasi dan epistasis gen yang mengatur ketahanan terhadap
penyakit, akan tetapi dengan adanya marka molekuler yang terkait erat dengan
masing-masing resistensi membuat identifikasi tanaman dengan dua atau tiga gen
dapat dimungkinkan (Singh et al. 2001). Pyramiding gen ketahanan xa5, Xa4, dan
Xa7 pada varietas Ciherang didapatkan dari persilangan varietas Code dan Angke,
sedangkan gen Xa21 pada varietas Ciherang diharapkan diperoleh dari persilangan

2
antara Ciherang dan padi galur IRBB21. Hasil persilangan dari masing-masing
varietas (generasi pertama/F1) akan disilangkan kembali dengan cara double
cross. Double cross atau silang ganda merupakan persilangan antara dua silang
tunggal (F1) yang melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu
sama lain. Double cross dari generasi F1 tersebut diharapkan memiliki
pyramiding gen ketahanan terhadap hawar daun bakteri yaitu gen ketahanan Xa4,
xa5, Xa7, dan Xa21 yang dideteksi dengan marka molekuler.
Menurut Balai Besar Bioteknologi dan Pengembangan Sumberdaya Genetik
(2007), analisis molekuler melalui marka DNA sangat diperlukan untuk
membantu seleksi galur baru tanaman yang benar-benar mengandung gen yang
ditargetkan. Blair et al. (2003) menggunakan primer RM611 dengan tipe SSR
(Simple Sequence Repeat) untuk mengidentifikasi gen xa5 pada kromosom 5.
Primer RM20582 dengan marka SSR digunakan untuk mengidentifikasi gen Xa7
pada kromosom 6 (Chen et al. 2008). Singh et al. (2001) menggunakan primer
pTA 248 dengan marka STS (Sequence-Tagged Sites) untuk mengidentifikasi gen
Xa21 pada kromosom 11, dan primer MP1+MP2 dengan marka tipe STS untuk
mengidentifikasi gen Xa4 (Ma et al. 1999).
Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan gen ketahanan Xa4, xa5,
Xa7, dan Xa21 melalui teknik marka molekuler pada padi hasil silang ganda atau
double cross F1 (DCF1) Ciherang. Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah
dan mempersingkat pemilihan genotipe ketika melakukan pemuliaan varietas
unggul secara berkelanjutan guna meningkatkan produktivitas tanaman padi
Ciherang yang tahan terhadap hawar daun bakteri (HDB).

METODE
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan untuk mendeteksi adanya gen ketahanan
Xa4, xa5, Xa7, dan Xa21 yaitu: tetua Code, Angke, Ciherang, IRBB21, dan 207
tanaman yang hidup dari 250 tanaman hasil silang ganda F1 yang diduga memiliki
pyramiding gen dari persilangan tetua Code × Angke dan Ciherang × IRBB21.
Bahan yang digunakan untuk media tanam padi, yaitu: kapas, akuades, tanah,
pupuk (urea, TSP, KCL), dan air. Bahan yang digunakan untuk isolasi DNA
adalah daun padi yang masih muda, es, nitrogen cair, bufer ekstrak (Tris-HCl 100
mM pH 8.0, EDTA 50 mM, NaCl 500 mM, SDS (Sodium Dodecyl Sulphate)
1.25%, NaOH 8.3 mM, dan 0.38 gram sodium bisulfit/100 mL), chisam 24:1
(kloroform:isoamil v/v), Etanol absolut, Etanol 70%, NaOAc (natrium asetat), dan
ddH2O. Bahan yang digunakan untuk amplifikasi DNA dengan PCR adalah DNA
hasil isolasi, es, PCR mix (ddH2O, 10x PCR bufer, dNTPs 2.5 mM, GCRich
(Roche), Taq DNA polimerase (dreamTaq)), 1 µM primer Forward dan Reverse
(MP1+MP2, RM153, RM611, RM601, M5, RM20582, RM20595, dan pTA248).
Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis DNA hasil PCR adalah larutan
agarose (Roche) 2.0%, bufer Tris Boric EDTA (TBE) 0.5x, loading dye, DNA
hasil PCR, dan DNA marker Gene Ruler 100 bp (0.1 µg/µL). Bahan yang

3
digunakan untuk visualisasi hasil elektroforesis yaitu EtBr (ethidium bromida),
silver staining (silver nitrat, ddH2O, NaOH, dan formaldehida).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: cawan petri, inkubator
benih, pinset, bak plastik, karton, bolpen, gunting, box es, sudip, tabung mikro,
neraca analitik, termos, gelas ukur, sentrifuse Backman MicrofugeTM 12, gelas
piala, inkubator, mesin autoklaf, labu Erlenmeyer, pipet mikro (1000µ, 200µ, 20µ,
dan 2µ), tabung Eppendorf, tip, PCR plate, stirer, dan beberapa perangkat alat
seperti air flow cabinet, elektroforesis horizontal, PS500XT DC power supply,
mesin PCR Bio Rad T100TM Thermal Cycler, oven microwave, minivortex Bio
Rad, Nanodrop Thermo Scientific, lemari asam, kulkas, spektrofotometer Bio Rad
SmartSpecTM plus, serta perangkat untuk analisis hasil elektroforegram yaitu
Chemidoc UV-Illuminator Bio-Rad.

Prosedur Penelitian
Penumbuhan Padi DCF1 Ciherang x IRBB21//Code x Angke
Benih tetua padi dan 250 benih DCF1 Ciherang dioven terlebih dahulu pada
suhu 50°C selama semalam. Selanjutnya benih tersebut disemai di cawan petri
yang telah dilapisi kapas basah. Setelah akar dan batang tanaman padi bertunas,
kemudian tanaman padi dipindahkan ke dalam bak plastik sebagai masa adaptasi.
Setelah dua minggu berada dalam bak plastik, tanaman dipindahkan ke dalam
ember dan dibiarkan tumbuh selama kurang lebih satu bulan agar dapat diisolasi
DNA dari daun mudanya.
Isolasi DNA Padi Metode Miniprep
Isolasi DNA padi menggunakan metode miniprep (Dellaporta et al. 1983).
Sampel daun padi ± 5 cm dipotong dan dimasukkan kedalam tabung effendorf 2.0
mL. Tabung effendorf yang telah berisi sampel direndam dalam nitrogen cair
selama 1 menit, kemudian sampel daun padi digerus sampai halus dan diusahakan
dalam kondisi kering dalam tabung mikro menggunakan sumpit. Sampel daun
padi hasil gerusan ditambahkan 800 µL bufer ekstrak (terbuat dari 100 mM TrisHCl pH 8, EDTA 50 mM, NaCl 500 mM, SDS 1.25%, NaOH 8.3 mM, kemudian
ditambahkan sodium bisulfit sebanyak 0.38 gram/100 mL dan dipanaskan dalam
penangas air bersuhu 65ºC), lalu dicampur hingga merata dengan membolakbalikan tabung mikro. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 65ºC selama 30-60 menit.
Pemurnian DNA dilakukan melalui penambahan 800 µL Chisam yang
terbuat dari campuran kloroform:isoamil alkohol (24:1 v/v), kemudian di vortex
selama 5-15 menit. Sampel selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm
selama 20 menit. Supernatan yang terbentuk dipindahkan sebanyak 600 µL ke
dalam tabung mikro yang baru, kemudian ditambahkan dua kali volume alkohol
absolut dan 1/10 natrium asetat (NaOAc). Suspensi dicampur merata dan
diinkubasi pada suhu -20ºC. Setelah itu suspensi disentrifugasi dengan kecepatan
13000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, kemudian pelet
dicuci dengan alkohol 70% kurang lebih 800 µL, lalu disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 13000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan pelet
dikeringanginkan selama semalam (over night). Suspensi dilakukan dengan
penambahan 200 µL ddH2O untuk analisis selanjutnya.

4
Analisis Kualitatif DNA Padi
Kualitas DNA padi diuji menggunakan elektroforesis gel agarose 0.8%
(Sambrook & Russell 2001). Agarose 0.8% dibuat dengan menambahkan 0.8
gram agarose dengan 100 mL TBE 0.5x dan dipanaskan dalam microwave 2-4
menit hingga larut. Selanjutnya larutan dituang ke dalam cetakan agar yang sudah
disiapkan dan dipasangkan sisir untuk sumur sesuai dengan banyaknya sampel.
Setelah gel agarose memadat, gel dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang
berisi bufer TBE 0.5x. Sebanyak 1 μL sampel DNA ditambahkan dengan 1 μL
loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel.
Selanjutnya, sampel DNA dialiri arus listrik dengan daya 100 volt selama ± 90
menit. Hasil elektroforegram divisualisasi dengan Chemidoc UV-Transiluminator.
Analisis Kuantitatif DNA Genomik dengan Nanodrop
Kuantitas DNA dianalisi dengan Nanodrop (Thermo Fisher Scientific 2009).
Sebanyak 1 μL ddH2O dimasukkan ke dalam lubang ukur. Setelah itu, tutup
nanodrop dan tekan tombol read blank pada komputer. Kertas tissue digunakan
untuk membersihkan sisa ddH2O tersebut. Masing-masing sampel DNA
dimasukkan sebanyak 1 μL ke dalam lubang ukur secara bergantian dan dipilih
menu read sample. Hasil pengukuran nilai kemurnian sampel DNA akan muncul
dalam satuan konsentrasi ng/μL. DNA yang murni memiliki rasio serapan pada
260 nm dan 280 nm (A260/A280) sebesar 1.8 atau lebih.
Amplifikasi DNA Padi dengan PCR
Pembuatan mix PCR untuk mengamplifikasi lokus gen ketahanan Hawar
Daun Bakteri dengan sampel padi Code, Angke, Ciherang, individu DCF1
Ciherang, dan IR64 dilakukan dalam tabung mikro dengan komposisi 5 μL
sampel DNA (25 ng/μL), 2 μL 10x PCR bufer (dreamTaq), 2 μL dNTPs 2.5 mM,
0.2 μL Taq DNA polimerase (dreamTaq), 0.5 μL GC Rich (Roche), 1 μL primer
forward dan 1 μL primer reverse MP1+MP2 (gen Xa4); RM601, RM611, atau
RM153 (gen xa5); M5, RM20582 atau RM20595 (gen Xa7); pTA 248 (gen
Xa21); sehingga volume total menjadi 20 μL.
Proses amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Bio
Rad T100TM. Amplifikasi gen Xa21 terdiri atas beberapa tahapan reaksi, yaitu
predenaturasi pada suhu 94°C selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94°C selama
1 menit, annealing (penempelan primer) pada suhu 60°C selama 1 menit,
extension (pemanjangan rantai DNA yang telah ditempeli primer) pada suhu 72°C
selama 1 menit, dan pasca pemanjangan primer pada suhu 72°C selama 10 menit.
Proses amplifikasi untuk gen Xa4, xa5 dan gen Xa7 terdiri atas predenaturasi pada
suhu 94°C selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94°C selama 45 detik, annealing
pada suhu 55°C selama 45 detik, extension pada suhu 72°C selama 1 menit 45
detik, dan pasca pemanjangan primer pada suhu 72°C selama 10 menit.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi
DNA hasil amplifikasi divisualisasi menggunakan elektroforesis. Analisis
gen Xa21 menggunakan gel agarose 2%, sedangkan untuk analisis gen xa5, Xa4
dan Xa7 menggunakan Poliakrilamid Gel Elektroforesis (PAGE). Agarose 2%
dibuat dengan menambahkan 2 gram agarose dengan 100 mL 0.5x TBE dan
dipanaskan dalam microwave selama 2-4 menit hingga agarose larut. Selanjutnya

5
larutan dituang ke dalam cetakan. Setelah gel agarose memadat, gel dimasukkan
ke dalam bak elektroforesis yang berisi bufer TBE 0.5x. Sebanyak 6 μL loading
dye ditambahkan pada hasil amplifikasi, kemudian 5 μL sampel dimasukkan ke
dalam sumur gel. Elektroforesis dilakukan dengan daya 95 volt selama 1-2 jam.
Hasil elektroforegram divisualisasi dengan Chemidoc UV-Transiluminator.
Analisis gen xa5, Xa4 dan Xa7 menggunakan PAGE. Gel poliakrilamid
dibuat dengan mencampurkan 50 mL poliakrilamid 8%, 800 μL APS (ammonium
persulfat) 10%, dan 50 μL TEMED (tetrametilen-etilendiamin). Campuran diaduk
hingga merata lalu dituangkan ke dalam cetakan kaca dan didiamkan hingga
memadat selama 15 menit. Kemudian gel poliakrilamid dimasukkan ke dalam
tangki elektroforesis dan dimasukkan bufer TBE 0.5x. Setelah gel siap, produk
PCR yang telah ditambahkan 5 μL loading dye dimasukkan ke dalam sumur gel
sebanyak 3 μL dan disertakan DNA marker 100 bp ladder sebanyak 3 μL sebagai
pembanding pada sumur pertama untuk melihat ukuran DNA. Selanjutnya sampel
DNA dialiri arus listrik 70 volt selama 120 menit. Gel poliakrilamid yang telah
selesai dirunning, kemudian dicuci dengan ddH2O. Gel diwarnai dengan larutan
silver staining dengan komposisi 0.2 gram perak nitrat dan 200 mL ddH2O,
digoncangkan menggunakan mesin Roto Mix 5-8 menit, kemudian dihilangkan
pewarnaannya dengan ddH2O. Gel dicuci kembali dengan larutan yang terdiri atas
200 mL ddH2O, 3 gram NaOH, 1.5 mL CH2O (formaldehida) dalam Roto Mix
selama 8-10 menit, kemudian gel dicuci dengan ddH2O dan didokumentasikan.
Evaluasi Karakter Agronomi Komponen Hasil Panen
Evaluasi karakter agronomi dilakukan dengan pengamatan secara kualitatif
dan kuantitatif ketika padi mencapai masa panen (percobaan dilakukan 3 kali
ulangan). Evaluasi hasil panen secara kualitatif meliputi pengamatan panjang
malai. Sementara evaluasi secara kuantitatif meliputi pengamatan jumlah malai,
bobot gabah isi, dan bobot gabah hampa. Panjang malai diukur dari ujung malai
sampai pangkal sumbu utama. Jumlah malai dihitung berdasarkan banyaknya
malai pada satu rumpun padi. Bobot gabah isi dan bobot gabah hampa dihitung
dari setiap rumpun padi.
Analisis Data Karakter Agronomi Hasil Panen
Data evaluasi karakter agronomi hasil panen dianalisis secara statistik
menggunakan program SPSS dengan metode percobaan rancangan acak lengkap
(RAL) dan menggunakan metode ANOVA (Analysis of Variance) (Mattjik 2002)
serta uji lanjut menggunakan Duncan.
Model rancangannya yaitu Yij = μ + τi + εij pada selang kepercayaan 95%.
Keterangan:
i
= 1,2,3,...7 dan j= 1,2,3
Yij
= Pengamatan pada karakter agronomi ke-i dan ulangan ke-j
μ
= Pengaruh rataan umum
τi
= Pengaruh karakter agronomi ke-i
Representasi Data dengan Graphical Genotypes
Data hasil elektroforegram DCF1 Ciherang direpresentasikan secara grafis
untuk melihat heterozigositas gen ketahanan Hawar Daun Bakteri pada kromosom
sebagai seleksi dan evaluasi tanaman menggunakan software Graphical

6
Genotypes 2.0 (Berloo 2007) dengan skoring pita H untuk sampel DNA yang
memiliki pita Heterozigot, A untuk sampel yang mengikuti pola pita tetua Code,
Angke, dan IRBB21. B untuk sampel DNA yang mengikuti pola pita Ciherang.

HASIL
Dua ratus tujuh individu DCF1 Ciherang hasil pyramiding gen dan 4 galur
tetua, yaitu Code, Angke, Ciherang, dan IRBB21 dideteksi dengan marka
mikrosatelit (SSR) dan STS yang berbasis PCR untuk mengetahui adanya lokus 4
gen ketahanan HDB. Individu homozigot ditunjukkan oleh hasil amplifikasi yang
mengikuti satu pola pita tetua, sedangkan individu heterozigot ditunjukkan oleh
hasil amplifikasi yang mengikuti dua pola pita tetua. Terdapat 4 individu yang
memiliki empat gen tahan hawar daun bakteri, yaitu individu dengan kode
DCF1Ch|CA-42, DCF1Ch|CA-69, DCF1Ch|CA-162, DCF1Ch|CA-163.
Deteksi Gen Xa4 Menggunakan Primer MP1+MP2
Amplifikasi individu DCF1 Ciherang menggunakan primer MP1+MP2
bertipe STS yang terkait dengan lokus gen Xa4 menunjukkan adanya pita
heterozigot mengikuti pola tetua Ciherang sebagai inti tetua betina pembawa sifat
Ciherang dan IR64 sebagai donor gen Xa4 dengan ukuran 150 bp yang merupakan
penanda sifat resistant (tahan) (Lampiran 3). Elektroforegram hasil amplifikasi
DNA dari 207 individu DCF1 Ciherang menunjukkan bahwa terdapat 4 individu
yang mengikuti kedua pola tetuanya (heterozigot), sementara individu yang lain
mengikuti salah satu pola tetuanya (homozigot) (Lampiran 7). Validasi gen Xa4
menunjukkan individu DCF1 Ciherang nomor 42, 69, 162, dan 163 terdeteksi
pada elektroforegram gen ketahanan lainnya (gen xa5, Xa7, dan Xa21) pada
penelitian ini (Gambar 1).

Gambar 1 Elektroforegram hasil validasi gen Xa4 dengan primer MP1+MP2; (M)
marker 100 bp DNA ladder, (Code) kontrol positif gen Xa7,
(Angke) kontrol positif gen xa5, (Ciherang) tetua betina pembawa
sifat Ciherang, (IRBB21) kontrol positif gen Xa21, (IR64) kontrol
positif gen Xa4, (B) mengikuti pola pita tetu IR64, (C) mengikuti pola
pita Ciherang

7
Deteksi Gen xa5 Menggunakan Primer RM611
Amplifikasi gen resesif xa5 menggunakan primer RM611 tipe mikrosatelit
(SSR) menunjukkan adanya pita heterozigot mengikuti fragmen tetua Ciherang
sebagai tetua betina pembawa sifat Ciherang dan Angke sebagai donor gen xa5
dengan ukuran 213 bp yang merupakan penanda sifat tahan HDB (Lampiran 4).
Elektroforegram hasil amplifikasi DNA menunjukkan 103 individu memiliki pola
pita heterozigot penanda sifat resistant (Lampiran 7). Validasi gen xa5
menunjukkan individu DCF1 Ciherang nomor 42, 69, 162, dan 163 terdeteksi
pada elektroforegram gen ketahanan lainnya (Gambar 2).

Gambar 2 Elektroforegram hasil validasi gen xa5 dengan primer RM611;
(M) marker 100 bp DNA ladder, (Code) kontrol positif gen Xa7,
(Angke) kontrol positif gen xa5, (Ciherang) tetua betina pembawa
sifat Ciherang, (IRBB21) kontrol positif gen Xa21, (IR64) kontrol
positif gen Xa4, (B) mengikuti pola pita Ciherang
Deteksi Gen Xa7 Menggunakan Primer RM20582
Amplifikasi menggunakan primer RM20582 tipe SSR terkait lokus gen Xa7
menunjukkan adanya pita heterozigot mengikuti pola tetua Ciherang sebagai tetua
betina pembawa sifat Ciherang dan Code sebagai donor gen Xa7 dengan ukuran
83 bp yang merupakan penanda sifat tahan (Lampiran 5). Elektroforegram hasil
amplifikasi 207 individu DCF1 Ciherang menunjukkan bahwa terdapat 89
individu yang mengikuti kedua pola tetuanya (Lampiran 7). Validasi gen Xa7
menunjukkan individu DCF1 Ciherang nomor 42, 69, 162, dan 163 terdeteksi
pada elektroforegram gen ketahanan lainnya (Gambar 3).

Gambar 3 Elektroforegram hasil validasi gen Xa7 dengan primer RM20582; (M)
marker 100 bp DNA ladder, (Code) kontrol positif gen Xa7,
(Angke) kontrol positif gen xa5, (Ciherang) tetua betina pembawa
sifat Ciherang, (IRBB21) kontrol positif gen Xa21, (IR64) kontrol
positif gen Xa4, (B) mengikuti pola pita Ciherang

8
Deteksi Gen Xa21 Menggunakan Primer pTA248
Amplifikasi lokus gen Xa21 dengan primer pTA248 tipe STS menunjukkan
adanya pita heterozigot mengikuti pola tetua Ciherang sebagai tetua betina
pembawa sifat Ciherang dan IRBB21 sebagai donor gen Xa21 dengan ukuran
1000 bp sebagai penanda sifat resistant dan 650 bp penanda sifat susceptible
(rentan) (Lampiran 6). Elektroforegram hasil amplifikasi DNA dari 207 individu
DCF1 Ciherang menunjukkan 68 individu memiliki pola pita heterozigot yang
sejajar dengan Ciherang dan IRBB21 sebagai penanda sifat resistant (Lampiran
7). Validasi gen Xa21 menunjukkan individu DCF1 Ciherang nomor 42, 69, 162,
dan 163 terdeteksi pada elektroforegram gen ketahanan lainnya (Gambar 4).

Gambar 4 Elektroforegram hasil validasi gen Xa21 dengan primer pTA248; (M)
marker 100 bp DNA ladder, (Code) kontrol positif gen Xa7,
(Angke) kontrol positif gen xa5, (Ciherang) tetua betina pembawa
sifat Ciherang, (IRBB21) kontrol positif gen Xa21, (IR64) kontrol
positif gen Xa4, (B) mengikuti pola pita Ciherang
Genotipe DCF1 Ciherang
Genotipe 207 individu DCF1 Ciherang dari hasil deteksi empat gen
ketahanan diperoleh bahwa individu yang heterozigot mengikuti tetua CiherangCode sebanyak 23 individu, dan mengikuti tetua Ciherang-Angke sebanyak 80
individu untuk gen xa5. Genotipe individu untuk gen Xa7 diperoleh 73 individu
yang heterozigot mengikuti tetua Ciherang-Code, dan 16 individu mengikuti tetua
Ciherang-Angke. Genotipe individu DCF1 Ciherang untuk gen Xa21 yang
mengikuti tetua Ciherang-IRBB21 sebanyak 68 individu. Genotipe individu yang
memiliki gen Xa4 tidak ditampilkan dalam tabel 1 karena gen Xa4 dianggap sudah
diperoleh dari gen tetua induk Ciherang yaitu IR64. Tabel genotipe ini
menunjukkan rekombinasi yang terjadi selama proses meiosis antar kromosom.
Tabel 1 Genotipe 207 individu DCF1 Ciherang
Genotipe
Homozigot

Heterozigot

Ciherang
Code
Angke
IRBB21
Ciherang-Code
Ciherang-Angke
Ciherang-IRBB21

Keterangan: *individu DCF1 Ciherang.

R/r
r
R
r
R
Rr
Rr
Rr

xa5*
64
18
19
0
23
80
0

Xa7*
71
36
11
0
73
16
0

Xa21*
98
0
0
2
0
0
68

9
Karakter Agronomi Hasil Panen
Karakter agronomi pada dasarnya dikendalikan oleh banyak gen. Karakter
agronomi baik kualitatif maupun kuantitatif merupakan hasil akhir dari proses
pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan langsung dengan karakter
fisiologis dan morfologis. Diantara kedua karakter tersebut, karakter morfologis
akan lebih mudah diamati sebagai perbandingan produktivitas antara individu
DCF2 Ciherang dengan tetuanya. Karakter morfologis yang diamati meliputi
jumlah malai, panjang malai, bobot gabah isi, dan bobot gabah hampa (Tabel 2).
Karakter agronomi komponen panen secara lengkap terdapat pada lampiran 8.
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah malai individu DCF2 Ciherang memiliki
karakter yang tidak berbeda nyata dengan tetuanya. Panjang malai DCF2
Ciherang 24.10 cm tidak berbeda nyata dengan Code 24.92 cm dan IRBB21 25.51
cm, serta tidak berbeda signifikan dengan tetua Angke 28.98 cm dan Ciherang
23.40 cm. Bobot gabah isi padi DCF2 Ciherang memiliki hasil yang lebih besar
yaitu 34.49 gram dibandingkan tetua IRBB21 yaitu 24.05 gram, tetua Code 26.62
gram, dan tetua Ciherang 25.51 gram yang berbeda nyata pada uji selang
berganda Duncan taraf 5%, serta tidak berbeda signifikan dengan tetua Angke
yang memiliki bobot gabah isi 37.36 gram. Bobot gabah hampa DCF2 Ciherang
juga berbeda nyata dengan tetuanya, bobot gabah hampa individu ini lebih besar
dari tetua Code, Angke, Ciherang, dan IRBB21. Meskipun bobot gabah isi
individu DCF2 Ciherang relatif lebih besar dari tetua Code, Ciherang, dan
IRBB21. Akan tetapi apabila bobot gabah hampa individu DCF2 Ciherang ini
memiliki massa yang lebih besar dan berbeda nyata dengan tetuanya maka dapat
dijadikan pertimbangan dalam pemuliaan varietas Ciherang selanjutnya.
Tabel 2 Karakter agronomi hasil panen tetua dan DCF2 Ciherang
Varietas
JM
PM
BGI
Code
13 ± 3.2 a
24.92 ± 0.4 ab 26.62 ± 6.7 ab
Angke
13 ± 1.5 a
28.98 ± 2.0 b
37.36 ± 4.7 c
Ciherang
11 ± 2.1 a
23.40 ± 1.2 a
25.51 ± 3.6 ab
IRBB21
11 ± 4.4 a
25.51 ± 1.4 ab 24.05 ± 8.2 a
DCF2 Ciherang
14 ± 2.9 a
24.10 ± 0.6 ab 34.49 ± 5.9 bc

BGH
0.81 ± 0.5 a
0.81 ± 0.4 a
0.78 ± 0.7 a
1.24 ± 3.6 a
2.34 ± 0.4 b

a

Angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji selang
berganda Duncen taraf 5%, JM: Jumlah malai (malai), PM: Panjang malai (cm), BGI: Bobot gabah
isi (gram), BGH: Bobot gabah hampa (gram).

Representasi Data Genotipe
Representasi data genotipe digunakan untuk memastikan heterozigositas gen
ketahanan HDB dari penelitian ini pada kromosom padi. Segmen kromosom yang
telah heterozigot mengandung gen ketahanan HDB dapat dilihat dari segmen yang
berwarna merah pada gambar 5. Representasi secara lengkap terdapat pada
lampiran 11 dan 12. Tiga gen ketahanan yang teridentifikasi pada populasi DCF1
Ciherang yaitu xa5, Xa7, dan Xa21. Gen xa5 terletak pada kromosom 5 dan
berasosiasi dengan penanda RM611 yang terletak pada posisi rekombinasi 31 cM.
Gen Xa7 terletak pada kromosom 6 dan berasosiasi dengan penanda RM20582
pada posisi rekombinasi 109.5 cM. Gen Xa21 terletak pada kromosom 11 berpaut

10
di posisi 95.95 cM menggunakan penanda pTA248. Peta kromosom diambil dari
gambar perkiraan gen ketahanan hawar daun bakteri oleh Chun et al. (2012).

Gambar 5 Perkiraan heterozigositas gen ketahanan hawar daun bakteri pada
kromosom menggunakan software Graphical Genotypes 2.0

PEMBAHASAN
Deteksi Gen Xa4, xa5, Xa7, dan Xa21
Gen resisten terhadap penyakit hawar daun bakteri tidak begitu efektif
apabila strategi pengembangan gen resisten HDB tidak dilakukan dengan tepat.
Sebagaimana diketahui bahwa penerapan gen tunggal resisten HDB dapat
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh bakteri hawar daun. Akan tetapi,
bakteri Xoo memiliki patotipe yang tinggi sehingga lebih cepat berkembang untuk
mematahkan resistensi dari gen tunggal. Xa4 dan Xa3, dua gen resisten HDB padi
hibrida di China dan negara-negara Asia selatan, juga gen resistensi luas seperti
Xa21 telah berhasil mengendalikan penyebaran bakteri hawar daun di dunia dalam
dua dekade terakhir, tetapi gen resisten tunggal tersebut dapat dipatahkan oleh ras
virulen baru dalam beberapa tahun terakhir di Filipina, India, Korea, dan China
(Marella et al. 2001; Lee et al. 1999; Zeng et al. 2002). Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan gen resisten HDB berbasis pyramiding gen dalam program
pemuliaan padi. Pyramiding gen resisten berdasarkan MAS (Marker Assisted
Selection) telah menjadi metode yang efektif untuk mengendalikan penyakit
bakteri hawar daun (Singh et al. 2001; Zhang et al. 2006; Loida et al. 2008;
Gopalakrishna et al. 2008).
Penelitian ini berhasil mendeteksi individu DCF1 Ciherang yang memiliki
empat gen resisten HDB, yaitu gen xa5 dan Xa7 melalui marka SSR, Xa4 dan
Xa21 melalui marka STS dengan peluang mendapatkan keempat gen tersebut
sebesar 1.93%. Kedua marka tersebut merupakan marka yang digunakan sebagai
penanda seleksi awal (foreground) untuk mengetahui keberadaan gen Xa4, xa5,
Xa7, dan Xa21. Deteksi gen Xa4 pada penelitian ini mengacu pada penelitian Ma
et al. (1999) menggunakan primer MP1 dan MP2 dengan marka tipe STS

11
(Sequence-Tagged Sites). Marka STS juga digunakan dalam penelitian ini untuk
mendeteksi gen Xa21 menggunakan primer pTA248 (Singh et al. 2001). STS
merupakan sekuen unik pendek yang mengidentifikasi satu atau lebih lokus dan
dapat teramplifikasi dengan PCR. Marka STS dapat digunakan dalam pemetaan
genetik karena bersifat kodominan (mampu membedakan alel homozigot dan
heterozigot), dan menghasilkan amplifikasi yang stabil dan berulang (Azrai 2005).
Primer MP1 dan MP2 berhasil mendeteksi gen Xa4 dengan peluang sebesar
1.93% dan primer pTA248 berhasil mendeteksi gen Xa21 dengan peluang sebesar
32.85% pada DCF1 Ciherang.
Deteksi gen resesif xa5 pada penelitian ini mengacu pada penelitian Blair et
al. (2003) menggunakan primer RM611, dan deteksi gen Xa7 mengacu pada
penelitian Chen et al. (2008) menggunakan primer RM20582. Kedua primer
tersebut merupakan marka SSR. Mikrosatelit atau SSR merupakan marka yang
digunakan untuk menentukan genotipe individu dengan mendeteksi segmen DNA
yang mengandung pola perulangan sederhana dari basa nitrogen yang kemudian
dikenali dengan teknik PCR (Mullis dan Faloon 1987). Menurut Prihatin (2006)
mikrosatelit dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi induk suatu individu serta
menguji hasil persilangan individu. Peluang primer RM611 dalam mendeteksi gen
xa5 sebesar 49.76% dan peluang primer RM20582 dalam mendeteksi gen Xa7
sebesar 42.99% pada individu DCF1 Ciherang.
Peluang mendapatkan empat gen ketahanan dalam satu individu masih
sangat kecil sekitar 1.93%, hal ini disebabkan adanya rekombinasi yang cukup
tinggi pada individu hasil persilangan. Individu DCF1 Ciherang yang memiliki
pyramiding gen ketahanan terhadap hawar daun bakteri xa5+Xa7+Xa21 sebanyak
11 individu, 46 individu memiliki gen xa5+Xa21, 31 individu memiliki gen
Xa7+Xa21, dan 45 individu memiliki gen xa5+Xa7 (Gambar 6). Nisbah tersebut
merupakan suatu probabilitas atau kemungkinan dari pemindahan gen tetuanya.
Probabilitas dipengaruhi oleh keterkaitan antara dua lokus, jika tidak ada
keterkaitan antara dua lokus maka besarnya probabilitas genotipe tertentu untuk
setiap generasi adalah sama dengan probabilitas genotipe pada awal generasi.
Sebaliknya, jika ada keterikatan antara dua lokus maka probabilitas genotipenya
tidak sama untuk setiap generasi (Wijayanto et al. 2013).

Gambar 6 Diagram venn 3 gen ketahanan HDB padi DCF1 Ciherang

12
Rekombinasi terjadi selama meiosis sebagai pindah silang antara kromosom
yang berpasangan. Hasil genotipe dari Populasi DCF1 Ciherang homozigot tidak
mengikuti 25% Code, 25% Angke, 25% Ciherang, 25% IRBB21 artinya pada
populasi DCF1 ini telah terjadi pindah silang yang ditandai dengan tetua Angke
sebagai donor xa5 pada DCF1 Ciherang tersisipkan sebesar 77.67% dari total
individu heterozigot. Code sebagai donor Xa7 pada DCF1 Ciherang tersisipkan
dari total individu yang heterozigot sebesar 82.02%. IRBB21 sebagai donor Xa21
untuk DCF1 Ciherang tersisipkan 100% dari total individu yang heterozigot.
Menurut BB-Biogen (2007), varietas Angke dan Code dibentuk dengan metode
silang balik dengan IR64 sebagai tetua berulang dan IRBB5 dan IRBB7 sebagai
tetua donor masing-masing untuk gen ketahanan terhadap HDB xa5 dan Xa7,
sementara donor gen Xa21 diperoleh dari galur isogenik IRBB21.
Karakter Agronomi Hasil Panen
Karakter agronomi hasil panen merupakan indikator dari pencapaian tujuan
seleksi untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi yang dinyatakan dengan
indeks panen. Indeks panen dipengaruhi oleh keragaman genetik. Keragaman
genetik pada tanaman menyerbuk silang umumnya cukup besar dibandingkan
dengan tanaman menyerbuk sendiri sehingga dalam menentukan kriteria seleksi
diutamakan pada sifat ekonomi, terutama bobot gabah isi. Komponen hasil dapat
diduga melalui karakter lain yang berkorelasi dengan karakter hasil yang
dinamakan seleksi tidak langsung (Rachmadi 2000).
Pertumbuhan, perkembangan, dan hasil produksi tanaman ditentukan oleh
dua faktor yaitu genetik dan lingkungan. Faktor genetik dalam hal ini berupa
rekombinasi genetik yang merupakan proses pertukaran elemen genetik yang
dapat terjadi antara untaian DNA yang berlainan (interstrand), atau antara bagianbagian gen yang terletak dalam satu untaian DNA (intrastrand). Rekombinasi
genetik berkontribusi terhadap perbedaan genetik pada populasi.
Faktor lingkungan yang sangat berperan dalam karakter agronomi tanaman
yaitu tersedianya unsur hara. Siklus nitrogen merupakan salah satu siklus hara
paling penting karena digunakan dalam asimilasi nitrat membentuk asam amino.
Reduksi nitrat berlangsung di sitosol, enzim yang mengkatalisis adalah nitrat
reduktase, enzim ini memindahkan dua elektron dari NADPH2, hasilnya adalah
nitrit, NAD (NADP) dan H2O. Nitrat reduktase adalah suatu enzim besar dan
kompleks yang terdiri dari FAD, satu sitokrom, dan Molibdenum (Mo) yang
semuanya akan tereduksi dan teroksidasi pada waktu elektron diangkut dari
NADH2 ke atom nitrogen dalam NO3. Reduksi nitrit berlangsung di kloroplas atau
pada proplastida (pada akar), dengan enzim nitrit reduktase di daun. Semua nitrat
yang diserap oleh akar tidak direduksi seluruhnya, karena sebagian nitrat akan
diangkut ke batang dalam bentuk tetap sebagai nitrat, karena akumulasi nitrat
yang tinggi mungkin dapat menjadi racun bagi tanaman (Simanjuntak et al. 2000).
Nitrogen adalah unsur yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman karena
merupakan bagian dari protein, bagian penting konstiteun dari protoplasma, dan
bagian dari enzim. Nitrogen juga hadir sebagai bagian dari nukleoprotein, asam
amino, polipeptida, dan senyawa organik dalam tumbuhan. Nitrogen berperan
dalam karakter agronomi meliputi pertumbuhan vegetatif, panjang umur tanaman,
dan produksi. Perbedaan karakter hasil panen antara DCF2 Ciherang dengan

13
tetuanya dimungkinkan karena adanya pengaruh efisiensi penggunaan nitrogen
dalam bentuk nitrat oleh padi tersebut dalam membentuk asam amino sehingga
produktivitasnya berbeda.
Bobot gabah dan jumlah malai berkorelasi positif dengan jumlah anakan
dan ukuran malai, dimana pertumbuhannya dipengaruhi oleh pemupukan sebagai
penyedia unsur hara dan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Fotosintesis
terjadi pada reaksi gelap dan reaksi terang. Klorofil dan pigmen lain pada sel
fotosintetik akan menyerap energi cahaya pada reaksi terang dan mengubahnya
menjadi ATP (adenosin trifosfat) dan NADPH (nikotinamida adenin dinukleotida
fosfat), bersamaan dengan itu oksigen ikut dibebaskan. Senyawa berenergi tinggi
(ATP dan NADPH) yang dibentuk pada reaksi terang digunakan untuk mereduksi
karbon dioksida membentuk glukosa. Karbon dioksida juga dapat dirubah menjadi
pati yang merupakan polimer dari glukosa melalui jalur asimilasi CO2 di dalam
kloroplas. Pati yang dihasilkan dapat dirubah kembali menjadi triosa fosfat yang
kemudian dapat dikeluarkan sebagai sukrosa dan disimpan dalam vakuola sebagai
cadangan makanan berupa biji. Pati merupakan penyusun utama endosperm atau
bagian utama dari bulir beras. Sintesis pati terjadi di kloroplas dengan substrat
triosa fosfat, disintesis melalui ADP-glukosa ketika konsentrasi fosfat anorganik
(Pi) di sitosol rendah. Sementara itu, sintesis sukrosa melalui UDP-glukosa terjadi
di sitosol ketika konsentrasi Pi tinggi (Lehninger et al. 2008).
Representasi Data Genotipe
Data genotipe merupakan representasi hasil skoring pita DNA empat gen
ketahanan yang diidentifikasi pada 3 kromosom yaitu kromosom 5, 6, dan 11.
Kromosom tersebut berasosiasi dengan penanda molekuler gen ketahanan HDB
pada posisi rekombinasi tertentu. Posisi rekombinasi diukur berdasarkan jarak
relatif antara dua gen atau lebih. Gen Xa4 terletak pada kromosom 11 (Suh et al.
2013). Xa4 adalah gen hasil eksploitasi dari generasi turunan padi yang paling
banyak dimanfaatkan dalam program pemuliaan karena memberikan resistensi
dalam jangka waktu yang lama pada kultivar padi komersial (Mew et al. 1992).
Gen resesif xa5 sangat efektif tahan terhadap strain Xoo, sehingga gen ini
potensial digunakan dalam penanggulangan penyakit hawar daun bakteri di
Indonesia (Yunus 1998). Gen xa5 terletak pada lengan pendek kromosom 5 dalam
suatu daerah 0.5 cM, sekitar 70 kb, yang diapit oleh SNP marker RS7 dan SSR
marker RM611 (Sidhu et al. 1978; Blair et al. 2003). Pada penelitian ini, gen xa5
berasosiasi dengan penanda RM611 pada posisi rekombinasi 31 cM. Gen ini dapat
membedakan alel rentan melalui satu kodon, terdiri dari 4 ekson dan 3 intron,
mengkode subunit gamma dari faktor transkripsi eukariotik (TFIIAγ) yang
mengandung 106 asam amino (Hampsey 1998).
Gen ketahanan Xa7 sangat penting dalam mengendalikan hawar daun
bakteri karena memiliki resistensi yang cukup lama (durable) disebabkan gen Xa7
memiliki protein mirip dengan gen ketahanan HDB lainnya, termasuk Xa1, Xa3,
Xa13, Xa21, Xa26, dan Xa27 (Iyer dan McCouch 2004; Chen et al. 2008). Xa7
pada genom padi terdapat pada kromosom 6 yang dalam penelitian ini berasosiasi
dengan penanda RM20582 pada posisi rekombinasi 109.5 cM.
Gen yang memberikan resistensi terhadap banyak strain Xoo, dan dikenal
sebagai gen yang memiliki resistensi luas menurut Ronald et al. (1992) dalam

14
Wang et al. (1996) yaitu gen Xa21. Gen ini telah diidentifikasi oleh Khush et al.
(1990) dari Oryza longistamina dan diisolasi dari individu isogenik IRBB21 oleh
Song et al. (1995) menggunakan kolonisasi gen berdasarkan pemetaan. Gen Xa21
pada penelitian ini terpetakan pada kromosom 11 berpaut di posisi 95.95 cM
menggunakan penanda pTA248.
Reaksi tanaman padi terhadap infeksi patogen Xoo sangat bervariasi.
Varietas padi yang telah memiliki pyramiding gen ketahanan akan cenderung
lebih resisten dan tidak mudah dipatahkan ketahanannya dibandingkan dengan
varietas yang hanya memiliki satu gen ketahanan, karena pyramiding akan
menghasilkan reaksi berantai sebagai bentuk pertahanan tanaman padi sesuai
konsep gen ke gen. Gen ketahanan pada tanaman padi yang berperan pertama kali
menangkal serangan patogen Xoo adalah gen Xa21. Gen ini mengkode protein
reseptor kinase (RLK) yang berperan dalam sejumlah lintasan sinyal pada
tanaman, termasuk kekebalan alami (Morillo dan Tax 2006). RLK memiliki
struktur multidomain, termasuk domain ekstraseluler Leucine rich repeat (LRR)
yang dapat mengenali patogen Xoo. Ketika pertahanan awal tersebut mampu
ditembus oleh patogen Xoo, maka diperlukan gen ketahanan lain seperti halnya
xa5 yang terdapat pada inti sel tanaman. Gen xa5 dalam interaksinya dengan
bakteri Xoo akan menghasilkan protein termodifikasi dari penyandi subunit
transkripsi pada preinitiation complex (PIC), sehingga dapat menurunkan
avirulensi xa5 (Liu et al. 2006).
Virulensi Xoo umumnya dipengaruhi oleh dua gen, yaitu gen rax dan hrp
(Liu et al. 2006). rax akan menyandikan protein sekresi tipe 1 yaitu T1SS (type 1
secretion system). Elisitor (protein virulen Xoo) yang melalui sekresi tersebut
adalah avrXa21, avrXa26, avrXa1, avrxa5, dan avrxa13 (Burdman et al. 2004).
Sementara hrp (hypersensitivity reaction and for pathogenesis) akan menyandikan
sistem sekresi T3SS (type III secretion system yang bersifat hidrofobik). Elisitor
Xoo yang melalui sekresi tersebut adalah avrXa2, avrXa7, avrXa10 (Schornack et
al. 2006). Elisitor-elisitor tersebut disandikan oleh kelompok gen AvrBs3/PthA
seperti gen PthXo06, PthXo07 yang menyandikan protein serupa transcription
activator-like (TAL) yang mempengaruhi proses transkripsi (Liu et al. 2006).
Keterkaitan gen resisten pada tanaman padi dan efektor bakteri Xoo diawali
dengan diaktifkannya gen Xa21 dalam apoplast dengan avrXa21 dari hrp bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae. avrXa21 adalah gen yang tergantung pada
molekul rax yang dibawa oleh patogen. Termasuk gen dengan peran yang diduga
dalam regulasi gen, seperti peptida sulfat dan T1SS. Sementara sinyal avirulen
untuk xa1 dan xa5 belum teridentifikasi (Liu et al. 2006). Kemudian didalam sel
tumbuhan, TAL efektor didimerisasi dan diangkut ke inti yang selanjutnya
menunjukkan mungkin gen xa5 menonaktifkan virulensi TAL efektor dengan
mengganggu atau memodifikasi interaksi TAL dan promotor DNA target dengan
PIC (Gambar 7). avrXa7 ditunjukkan untuk mengikat double strand DNA (Yang
et al. 2000). Gen avrXa7 merupakan anggota AvrBs3/PthA dan berisi urutan
sinyal lokalisasi inti dan aktivasi domain asam (AAD) di ujung 3’ dan wilayah
tengah yang berisi sekuen berulang, dimana keduanya penting bagi avirulensi dan
agresifitas (Ponciano 2004). Garis keturunan yang mengandung gen Xa7 tidak
bertahan dalam waktu lebih dari 2 tahun.
Patotipe yang beragam dan gen tunggal yang memiliki resistensi terbatas
membuat perbaikan ketahanan varietas Ciherang dari penyakit hawar daun bakteri

15
dilakukan dengan kombinasi gen ketahanan yang tepat. Hal ini sesuai dengan
penelitian Susanto dan Sudir (2012), dimana padi IRBB64 yang memiliki gen
ketahanan Xa4+xa5+Xa7+Xa21 dapat dijadikan sebagai sumber ketahanan
terhadap patotipe III, namun ketika kombinasi Xa4+xa5 dengan gen lain seperti
xa13 terhadap strain III menjadi agak rentan. Begitu juga dengan kombinasi Xa4
dan xa5 dengan Xa21 tanpa Xa7 tidak mampu memberikan ketahanan terhadap
HDB strain III. Strain III merupakan salah satu patotipe Xoo yang dominan pada
sentra produksi padi di Jawa dengan komposisi 23.5% (Sudir et al. 2009).

Sel Padi
Gambar 7 Keterkaitan gen resisten HDB dan bakteri Xoo (Liu et al. 2006)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Deteksi gen ketahanan Xa4, xa5, Xa7, dan Xa21 menggunakan marka SSR
dan STS pada 207 individu DCF1 Ciherang secara pyramiding gen diperoleh 4
individu memiliki gen Xa4+xa5+Xa7+Xa21, 11 individu memiliki gen
xa5+Xa7+Xa21, 46 individu memiliki gen xa5+Xa21, 31 individu memiliki gen
Xa7+Xa21, dan 45 individu memiliki gen xa5+Xa7. Gen Xa4 teramplifikasi pada
150 bp dengan primer MP1+MP2. Gen xa5 teramplifikasi pada 213 bp
menggunakan primer RM611. Gen Xa7 teramplifikasi pada 83 bp dengan primer
RM20582. Gen Xa21 teramplifikasi pada 1000 bp menggunakan primer pTA248.
Karakter agronomi jumlah malai DCF2 Ciherang tidak berbeda nyata dengan
tetuanya. Panjang malai DCF2 Ciherang tidak berbeda nyata dengan tetua Code
dan IRBB21, serta tidak berbeda signifikan dengan tetua Angke dan Ciherang.
Bobot gabah isi DCF2 Ciherang lebih besar secara nyata dibandingkan tetuanya.
Bobot gabah hampa DCF2 Ciherang juga berbeda nyata dengan tetuanya, lebih
besar dari tetua Code, Angke, Ciherang, dan IRBB21.

16
Saran
Memperbesar jumlah individu dalam populasi pada penelitian gen
ketahanan terhadap hawar daun bakteri berbasis pyramiding gen pada individu
DCF1 Ciherang, sehingga dapat memperbesar peluang mendapatkan individu
yang memiliki keempat gen ketahanan dengan produktivitas yang tetap tinggi.
Selain itu, diperlukan deteksi gen ketahanan berbasis marka molekuler yang
berkelanjutan pada generasi kedua dan generasi seterusnya sebagai konfirmasi
bahwa keberadaan pyramiding gen ketahanan hawar daun bakteri tetap ada dalam
padi hasil silang ganda Ciherang pada setiap generasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Azrai M. 2005. Pemanfaatan markah molekuler dalam proses seleksi pemuliaan
tanaman. J Agro Biogen 1(1): 26-37.
BB Biogen. 2007. Varietas Unggul Padi Sawah Tahan HBD. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. 29:4.
Berlo RV. 2007. GGT graphical genotypes. Laboratory of Plant Breeding:
Wegeningen University.
Blair MW, Garris AJ, Iyer AS, Chapman B, Kresovich S, and McCouch SR.
2003. High resolution genetic mapping and candidate gene identification at
the xa5 locus for bacterial blight resistance in rice (Oryza sativa L.). Theor.
Appl. Genet. 107:62-73.
Burdman S, Shen Y, Lee SW, Xue Q, Ronald P. 2004. RaxH/RaxR: a twocomponent regulatory system in Xanthomonas oryzae pv. oryzae required
for AvrXa21 activity. Mol Plant Microbe Interact. 17:602-612.
Chen S, Huang Z, Zeng L, Yang J, Liu Q, Zhu X. 2008. High-resolution mapping
and gene prediction of Xanthomonas oryzae pv. oryzae resistance gene Xa7.
Mol Breed. 22:433–441.
Chun et al. 2012. Identification, mapping, isolation of the genes resisting to
bacterial blight and breeding application in rice. Molecular Plant Breeding.
13(12):121-123.
Dellaporta Sl, Jonathan W, James BH. 1983. A plant DNA minipreapration:
version II. Plant molecular Bi