keseluruhan. Secara lebih rinci deskripsi tentang ruang kota dapat dilihat dari sisi fisik morfologis, fungsi dan kepemilikan. Dari sisi fisik morfologis kota
dipandang sebagai susunan dari street dan square. Secara fungsi, aktifitas yang berlangsung di ruang perkotaan adalag aktifitas sosial, aktifitas pergerakan dan
aktifitas ekonomi. Dari segi kepemilikan, suatu ruang perkotaan dapat secara penuh dimiliki suatu publik, yangmana dalam hal ini adalah pemerintah daerah
setempat. Dalam pandangan Zahnd, kota dapat dianalisis sebagai suatu produk fisik
yang terdiri atas street dan square dimana secara teoritis dapat dipahami sebagai berikut:
a. Teori FigureGround
Teori ini dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk yang dibangun dan ruang terbuka.
b. Teori Linkage
Teori ini dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap sebagai generator kota.
c. Teori Place
Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-tempat perkotaan yang terbuka terhadap sejarah, budaya dan sosialisasinya.
Dalam pandangannya, Zahnd 1999 menyimpulkan bahwa pola perkembangan dasar fisik kota dikenal dengan tiga istilah teknis yaitu :
1. Perkembangan Horizontal dimana cara perkembangannya mengarah
keluar, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian dan kuantitas lahan terbangun coverage tetap sama. Perkembangan dengan cara ini
14
Universitas Sumatera Utara
sering terjadi di pinggir kota dimana lahan masih lebih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota.
2. Perkembangan Vertikal dimana cara perkembangannya mengarah
keatas, artinya daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun tetap sama sedangkan ketinggian bangunan bertambah. Perkembangan dengan
cara ini sering terjadi di pusat kota dan di pusat-pusat perdagangan yang memiliki potensi ekonomi.
3. Perkembangan Interstisial dimana cara perkembangannya dilangsungkan
kedalam, artinya daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap sama sedangkan kuantitas lahan terbangun coverage bertambah.
Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota dan antara pusat dan pinggir kota yang kawasannya sudah dibatasi dan hanya dapat
dipadatkan.
Gambar 2.2 Pola Perkembangan Dasar Dalam Kota Zahnd,1999
Proses perkembangan fisik kota akan membentuk skala perkotaan yang akan menciptakan kesan terhadap konteks suatu kota. Skala perkotaan merupakan
perbandingan hubungan antara lebarpanjang dan tinggi ruang pada suatu tempat dan McClusky dalam Zahnd 1999 memberikan suatu standar umum skala
Perkembangan Interstisial
Perkembangan Horizontal
Perkembangan Vertikal
15
Universitas Sumatera Utara
perkotaan yang dapat menciptakan 3 kategori kesan, yaitu kesan sempit, kesan netral atau harmonis dan kesan luas atau sunyi.
Gambar 2.3 Standar Skala Perkotaan Dengan Memperhatikan Pembatas Place Secara Vertikal Zahnd,1999
Ruang perkotaan merupakan tempat berkumpulnya sebagian besar masyarakat ketika berada di dalam bangunan Madanipour,1996. Inti dari ruang
perkotaan adalah kegiatan dan ruang pedesaan, oleh sebab itu perencanaan fisik kota merupakan suatu pemikiran sistematis mengenai penataan ruang sehubungan
dengan adanya kegiatan manusia dan kebutuhannya. Kebutuhan ruang akan selalu meningkat sejalan dengan perkembangan aktivitas masyarakat pada suatu
16
Universitas Sumatera Utara
wilayah, sedang keberadaan dan ketersediaan ruang bersifat bebas. Dalam menyeimbangkan kebutuhan demand dan ketersedian supply lahan agar
mendekati kondisi optimal, maka perlu dilakukan perencanaan pemanfaatan ruang yang komprehensif melalui perpaduan pendekatan sektoral dan pendekatan
regional.
2.3. Pola dan Struktur Ruang Perkotaan