Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays)

PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI JAGUNG DAN
KEPADATAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI JAGUNG (Zea mays)

ANITA SILVIANA DEWI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Jagung (Zea Mays) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Anita Silviana Dewi
NIM A14090064

ABSTRAK
ANITA SILVIANA DEWI. Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan
Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea Mays). Dibimbing oleh
OTENG HARIDJAJA dan YAYAT HIDAYAT.
Pengolahan tanah secara intensif dapat merusak struktur tanah dan membuat tanah
menjadi lebih padat, dan menurunkan ketersediaan air tanah. Pemberian mulsa sebagai
penutup permukaan tanah dapat mengurangi laju evaporasi dan meningkatkan
ketersediaan air dalam tanah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian mulsa jerami jagung dan kepadatan tanah terhadap karakteristik fisik tanah
serta menentukan bobot isi dan dosis mulsa yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan
produksi jagung. Percobaan dirancang menggunakan rancangan acak lengkap faktorial.
Faktor pertama adalah perlakuan tingkat kepadatan tanah yang terdiri dari bobot isi 0.8,
1.0, dan 1.2 g/cm3 (K1, K2, dan K3). Faktor kedua adalah perlakuan pemberian mulsa
jerami jagung yaitu 0%, 30%, 60%, dan 90% (M0, M1, M2, dan M3). Data dianalisis

menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada
taraf 5% serta dibentuk persamaan regresi. Hasil penelitian menunjukkan interaksi
kepadatan tanah dengan mulsa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur
11-14 MST, jumlah daun pada umur 10, 11, 12, dan 14 MST, bobot kering tongkol
dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot pipilan kering. Peningkatan kepadatan
tanah berpengaruh nyata terhadap kadar air kapasitas lapang, resistensi tanah sebelum
penanaman, evapotranspirasi fase reproduktif dan total satu musim tanam, bobot akar,
biomassa tanaman, pertumbuhan dan produksi, serta karakteristik fisik tanah setelah
panen. Pemberian mulsa berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi fase vegetatif,
tinggi tanaman pada umur 8-14 MST, diameter batang pada umur 10 MST, dan
produksi, kecuali bobot pipilan kering. Bobot isi dan tutupan mulsa yang sesuai untuk
pertumbuhan dan produksi jagung adalah 0.8 g/cm3 dan 90%.
Kata kunci : kadar air kapasitas lapang, kepadatan tanah, mulsa, pertumbuhan dan
produksi jagung

ABSTRACT
ANITA SILVIANA DEWI. The Effect of Corn Straw Mulch and Soil
Compaction Applications on Growth and Production of Corn (Zea mays).
Supervised by OTENG HARIDJAJA dan YAYAT HIDAYAT.
Intensive land cultivation can damage soil structure and further enable soil

to be compact, and reduce water availability in the soil. Mulch application to
cover the soil surface will reduce evaporation rate and increase availability of
water in the soil. The research was aimed to study the effect of corn straw
mulching and soil density application on physical characteristics of the soil, to
determining soil bulk density and dose of mulch which is most suitable for corn
growth and production of corn. The experiment was designed using a completely
randomized factorial design. The first factor is the density of soil which is consist
of soil bulk density 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3 (K1, K2, dan K3). The second factor
was corn straw mulch application which was divided into three doses i.e. 0%,
30%, 60%, and 90% (M0, M1, M2, and M3). Data were analyzed using analysis
of variance (ANOVA) and further testing using Tukey Test at the level of 5%.
The results of the research show the interaction of soil compaction with mulch
were significantly affect on plant height at age 11-14 weeks after growing, the
number of leaves at the age of 10, 11, 12, and 14 weeks after growing, dry weight
of corncob both with and without husk, and dry weight of seed.The increasing of
soil compaction were significantly affect on field capacity, soil resistance before
planting, both total and reproductive phase evapotranspiration in single growing
season, weight of roots, plant biomass, plant growth and production, also soil
physics characteristic after harvest. Mulch application significantly affect on
evapotranspiration of vegetative phase, plant height at 8-14 weeks after growing,

stem diameter at 10 weeks after growing, and production except dry weight of
seed. Soil bulk density and mulch cover suitable for the growth and production of
corn is 0.8 g/cm3 and 90%.
Keywords : corn growth and production, field capacity, mulch, soil compaction

PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI JAGUNG
DAN KEPADATAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays)

ANITA SILVIANA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays)
Nama
: Anita Silviana Dewi
NIM
: A14090064

Disetujui oleh

Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah
yang berjudul Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Jagung dan Kepadatan Tanah
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays).
Pengolahan tanah secara intensif dapat merusak struktur tanah dan membuat
tanah menjadi padat, akibatnya ketersediaan air bagi akar dan tanaman berkurang,
serta dapat menurunkan produksi tanaman. Pemberian mulsa jerami jagung pada
permukaan tanah dapat mencegah evaporasi dan menjaga ketersediaan air dalam
tanah, sehingga dapat membantu dalam proses pertumbuhan tanaman. Skripsi ini
merupakan hasil penelitian yang diharapkan dapat menjawab pengolahan tanah
yang baik untuk pertumbuhan dan produksi jagung dengan menentukan bobot isi
dan dosis mulsa yang sesuai, serta mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh
tanaman jagung selama masa pertumbuhannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc
selaku pembimbing utama dan Dr Ir Yayat Hidayat, MSi selaku pembimbing

anggota, atas bimbingan dan motivasi yang diberikan selama kegiatan penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr Ir Dwi Putro Tedjo
Baskoro, MSc selaku penguji ujian lisan yang telah memberikan masukanmasukan yang berarti bagi penulisan untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua, Mama dan
Bapak yang selalu memberikan doa dan motivasi baik moril maupun materiil serta
adik, Raihan Maliki. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman
satu penelitian, Hannim atas suka dan duka menjalani tugas akhir ini, tanah 46 dan
teman kristal (Nurila, Dini, Putri, Athu, Tia, Erli) atas dukungan dan perhatiannya
yang diberikan kepada penulis. Kepada staf University Farm Cikabayan,
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, dan seluruh pihak yang tak bisa
disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Anita Silviana Dewi

DAFTAR ISI
ABSTRAK

iii


DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Hipotesis

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2


Alat

2

Prosedur

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan

4

Karakteristik Tanah Setelah Pemadatan

5


Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Evapotranspirasi

6

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Jagung

9

Analisis Tanah Akhir
SIMPULAN DAN SARAN

23
25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh kepadatan tanah terhadap kadar air kapasitas lapang
(%-bobot)
2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum
penanaman
3 Pengaruh kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase
reproduktif dan total satu musim tanam
4 Pengaruh tutupan mulsa terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase
vegetatif
5 Suhu dan perbedaan pendugaan evapotranspirasi (mm) metode
Thornwaite-Mather dan pengukuran langsung pada setiap fase
pertumbuhan
6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap pertumbuhan tanaman
7 Pengaruh tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman (cm) dan diameter
batang (mm)
8 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap
tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun
9 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot akar dan biomassa tanaman
(g)
10 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan
kelobot dan tanpa kelobot (g)
11 Pengaruh tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot
dan tanpa kelobot (g)
12 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap
bobot kering tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot, serta bobot
pipilan kering (g)
13 Pengaruh kepadatan tanah dan tutupan mulsa terhadap kadar air, bobot
isi, ruang pori total tanah setelah penanaman

5
6
6
7

8
9
12

14
18
19
20

21
23

DAFTAR GAMBAR
1 Kadar air pada berbagai kepadatan tanah
5
2 Hubungan antara kepadatan tanah dengan nilai resistensi tanah
sebelum penanaman
6
3 Hubungan antara kepadatan tanah dengan evapotranspirasi (mm) fase
7
reproduktif dan total satu musim tanam
4 Hubungan antara tutupan mulsa dengan evapotranspirasi (mm) pada
fase vegetatif
8
5 Hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur
(a. 5, 6, dan 7 MST, b. 8, 9, dan 10 MST)
10

6 Hubungan kepadatan tanah terhadap diameter batang (mm) pada umur
(a. 2, 3, 4 MST, b. 5, 6, 7 MST, c. 8, 9, 10 MST, d. 11, 12, 13, 14
MST)
7 Hubungan kepadatan tanah terhadap jumlah daun pada umur (a. 5, 6,
dan 7 MST, b. 8 dan 9 MST)
8 Hubungan tutupan mulsa terhadap (a. Tinggi tanaman (cm) pada umur
8, 9, dan 10 MST, b. Diameter batang (mm) pada umur 10 MST)
9 (a) Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 11 MST, b. 12
MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa
(b) Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 13 MST, b. 14
MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa
10 (a) Hubungan jumlah daun pada umur 10 MST dengan kepadatan
tanah pada berbagai tutupan mulsa
(b) Hubungan jumlah daun pada umur (a. 11 MST, b. 12 MST, c. 14
MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa
11 Hubungan kepadatan tanah dengan (a. Bobot akar, b. Biomassa
tanaman)
12 Hubungan kepadatan tanah terhadap bobot basah tongkol dengan
kelobot dan tanpa kelobot (g)
13 Hubungan tutupan mulsa terhadap bobot basah tongkol dengan kelobot
dan tanpa kelobot (g)
14 Hubungan bobot kering (a. Tongkol dengan kelobot, b. Tongkol tanpa
kelobot, c. Pipilan) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan
mulsa
15 Hubungan kepadatan tanah sebelum tanam terhadap (a. Bobot isi, b.
Kadar air tanah, c. Ruang pori total) setelah tanam

11
12
13
15
16
16
17
19
20
21

22
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6
7
8

Nilai evapotranspirasi potensial harian (mm) pada suhu rata-rata
≥ 26.5 °C
Lama penyinaran rata-rata matahari yang mungkin terjadi pada derajat
lintang selatan (Darmaga 6° 33' 8.07'' LS)
Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya
terhadap KAKL, resistensi tanah, dan evapotranspirasi
Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya
terhadap pertumbuhan tanaman
Analisis ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa serta interaksinya
terhadap perakaran, biomassa tanaman, produksi, dan analisis tanah
akhir
Perbandingan pertumbuhan tanaman jagung pada umur 13 MST
Tanaman jagung terserang hama penggerek tongkol (Helicoverpa
armigera)
Percobaan pot di rumah kaca

27
27
27
28

30
31
31
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan pangan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan yang terdapat di
Indonesia, selain itu jagung juga merupakan pakan ternak (Purwono dan Hartono
2007). Jagung menjadi pangan pokok di beberapa wilayah seperti Madura dan
Nusa Tenggara. Kebutuhan jagung nasional untuk pangan, pakan dan industri
terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS (2011), Produktivitas
jagung di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 4.24 ton/ha mengalami peningkatan
sebesar 4.48 % pada tahun 2010 menjadi 4.43 ton/ha. Pada tahun 2010 produksi
jagung nasional sebesar 18.4 juta ton, tetapi belum mencukupi kebutuhan jagung
nasional sebesar 20 juta ton.
Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
pangan di Indonesia yaitu dengan melakukan program intensifikasi pertanian,
seperti pengolahan tanah secara intensif. Pengolahan tanah intensif dapat merusak
struktur tanah, membuat tanah semakin padat, sehingga aerasi terhambat,
menurunkan ketersediaan air, pertumbuhan akar menjadi terganggu dan produksi
tanaman juga dapat menurun. Cara lainnya yaitu dapat dilakukan dengan
peningkatan teknologi pembudidayaan tanaman. Akan tetapi terdapat masalah
dalam pembudidayaan tanaman jagung yaitu kebutuhan air tanaman tersebut.
Salah satu upaya guna mendukung program pengembangan agribisnis tanaman
jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen
Tanaman Pangan 2005). Pemberian mulsa dapat mengurangi evaporasi dan
menjaga ketersediaan air dalam tanah. Air yang menguap dari permukaan tanah
akan ditahan oleh bahan mulsa, dan baru menuju ke tanah (Fauzan 2002).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk: 1) mengetahui pengaruh pemberian mulsa
jerami jagung dan kepadatan tanah terhadap karakteristik fisik tanah 2)
menentukan bobot isi dan dosis mulsa yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan
produksi jagung.
Hipotesis
Meningkatnya kepadatan tanah akan menghambat perkembangan akar dan
ketersediaan air berkurang sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman menurun.
Pemberian mulsa jerami jagung pada permukaan tanah dapat mengurangi laju
evaporasi. Bobot isi tanah yang sesuai dan tutupan mulsa yang baik dapat
mengurangi penguapan dan meningkatkan ketersediaan air dalam tanah.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2013.
Pengambilan bahan tanah berupa tanah Podsolik diambil dari daerah Jasinga,
Kabupaten Bogor. Percobaan pot dilaksanakan di Rumah Kaca University Farm
IPB dan analisis sifat fisik tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan
Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain bahan tanah
(tanah podsolik Jasinga), pasir kuarsa, benih jagung varietas Bisi 2, mulsa jerami
jagung, air, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, dan pestisida Decis 25 EC.
Alat
Peralatan yang digunakan untuk pengambilan dan persiapan contoh tanah
terganggu diantaranya adalah cangkul, karung, ayakan 5 mm, dan timbangan.
Simulasi pemadatan tanah menggunakan alat pemadat tanah berupa silinder besi
(ukuran diameter 5 cm, tinggi 18.5 cm dan berat 3 kg). Peralatan lainnya yaitu
penetrometer saku, toples, pot, PVC (pipa), plastik, kain kasa, cawan, timbangan,
oven, eksikator, ring sample, gelas ukur, termometer, penggaris, meteran dan
jangka sorong.
Prosedur
Pengambilan dan Persiapan Bahan Tanah
Tanah Podsolik Jasinga diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm.
Bahan tanah tersebut dikering udarakan, diayak menggunakan ayakan 5 mm dan
dilakukan penetapan kadar air dan simulasi kepadatan tanah.
Analisis Tanah Setelah Pemadatan
Kadar Air Kapasitas Lapang. Penetapan KAKL metode Alhricks dengan
pasir kuarsa setinggi 6 cm dan tanah kering udara 3 cm. Pipa gelas diletakkan
tegak lurus dengan permukaan pasir. Lapisan tanah atas dibasahi dengan air
dengan cara disemprot dengan sprayer sampai jenuh. Kemudian ditutup dan
disimpan selama 24 jam. Setelah 24 jam, ambil contoh tanah lalu ditetapkan kadar
airnya berdasarkan bobot tanah kering oven 105 oC. Pengukuran kadar air sampai
jangka waktu tertentu dan dibuat suatu kurva polynomial sehingga diketahui
persamaannya. Kadar air kapasitas lapang diketahui dengan menentukan titik
belok dari persamaan kurva tersebut.

3
Resistensi Tanah. Pengukuran resistensi tanah menggunakan penetrometer
saku dilakukan sebelum penanaman. Pengukuran dilakukan 5 kali ulangan.
Selanjutnya ketahanan mekanik dapat terbaca dari nilai penetrometer.
Perlakuan Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan faktorial disusun dalam Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah tingkat kepadatan
tanah terdiri dari bobot isi 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3 (K1, K2, K3). Faktor kedua
adalah pemberian tutupan mulsa jerami jagung 0%, 30%, 60% dan 90% (M0, M1,
M2, M3). Kombinasi tersebut menghasilkan 36 satuan percobaan.
Persiapan Penanaman
Persiapan penanaman dilakukan dengan simulasi kepadatan tanah dengan
bobot isi masing-masing 0.8, 1.0 dan 1.2 g/cm3. Penetapan bobot isi dilakukan
dengan cara memberikan tanda tera pada semua pot untuk menyeragamkan
ketinggian tanah. Penimbangan tanah untuk media tanam sesuai dengan
persamaan bobot isi yang setara dengan 12.75 kg BKU/pot untuk simulasi bobot
isi 0.8 g/cm3, 15.94 kg BKU/pot untuk simulasi bobot isi 1.0 g/cm3 dan 19.13 kg
BKU/pot untuk simulasi bobot isi 1.2 g/cm3. Kadar air tanah pada saat simulasi
pemadatan tanah yang diberikan yaitu sebesar 27%-bobot. Nilai kadar air ini
sesuai dengan hasil penetapan kadar air tanah awal. Pemadatan tanah dilakukan
secara bertahap yaitu masing-masing taraf kepadatan tanah terbagi menjadi 3
tahap pemadatan. Tanah dipadatkan dengan memberikan tekanan secara manual
dengan menggunakan silinder besi seberat 3 kg sampai mencapai tanda tera yang
ditetapkan. Dengan cara demikian, diharapkan kepadatan dan ketinggian tanah
dapat merata secara keseluruhan. Dosis mulsa dengan tanpa mulsa 0% sebesar 0
ton/ha, tutupan pemberian mulsa 30% sebesar 2 ton/ha, 60% sebesar 5 ton/ha, dan
90% sebesar 8 ton/ha.
Pengukuran Evapotranspirasi
Pengukuran kehilangan air melalui proses evapotranspirasi didasarkan pada
hasil penyusutan dari data kadar air tanah setiap hari dalam kondisi yang stabil,
pada setiap masa pertumbuhan. Pengukuran evapotranspirasi dilakukan dengan
metode gravimetri, yaitu dengan cara setiap perlakuan ditimbang pot beserta
tanamannya, hal ini dilakukan pada pagi hari. Lalu ditetapkan selisih dari bobot
tanaman tersebut dan dapat diketahui data kehilangan air akibat evapotranspirasi.
Evapotranspirasi harian juga dihitung dengan menggunakan metode
Thornthwaite-Mather. Nilai ETP harian dihitung berdasarkan persamaan berikut:
Persamaan untuk suhu udara rata-rata ≥ 26.5 °C (Tabel Lampiran 1)
ETP harian = ETP* x f
Yang mana :
ETP harian = Evapotranspirasi harian (mm)
ETP*
= Nilai evapotranspirasi harian (mm) pada suhu rata-rata ≥ 26.5 0C
(Tabel Lampiran 1)

4
f

T

= Faktor koreksi (lama penyinaran rata-rata matahari yang mungkin
terjadi pada derajat lintang utara dan derajat lintang selatan)
(Tabel Lampiran 2)
= Suhu udara harian (0C)

Penanaman, Pemeliharaan, dan Panen Tanaman
Benih jagung varietas Bisi 2 ditanam pada pot sebanyak satu benih/pot.
Setelah penanaman, dilakukan pemupukan dasar urea 300 kg/ha, SP-36 150 kg/ha
dan KCl 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan 3 kali yaitu pada minggu ke-0 (1/3 urea,
1/3 KCl, dan 1 SP-36), ke-3 (1/3 urea dan 1/3 KCl) dan ke-5 (1/3 urea dan 1/3
KCl). Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman air untuk
menjaga ketersediaan air sekitar KAKL bagi pertumbuhan tanaman jagung.
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan Decis 25 EC. Pengamatan
yang dilakukan pada saat panen meliputi, bobot tongkol, bobot jagung pipilan,
bobot akar, panjang akar dan biomassa tanaman. Analisis tanah setelah panen
yaitu penetapan bobot isi, kadar air dan ruang pori total.
Analisis Data
Analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila
pengaruh tersebut nyata dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% dan
pengujian dalam bentuk persamaan regresi. Model statistika yang digunakan
adalah:
Y  ijijjk
Yang mana:
Y ijk
= Nilai pengamatan pada faktor kepadatan tanah taraf ke-i. faktor mulsa
taraf ke-j dan ulangan ke-k

= Nilai tengah percobaan
i
= Pengaruh kepadatan tanah ke-i
j
= Pengaruh mulsa ke-j
(i j = Pengaruh interaksi antara kepadatan tanah dan mulsa
jk
= Galat percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah Sebelum Pemadatan
Berdasarkan penelitian Maryamah (2010), tanah Podsolik Jasinga di lokasi
penelitian bertekstur klei dengan kandungan pasir (11%), debu (19%) dan klei
(70%). Tanah tersebut tergolong tanah masam (pH 4), kandungan C-organik
sedang (2.3%), dan bobot isi 0.97 g/cm3. Kusumawati (2012) menyatakan tanah
Podsolik Jasinga mempunyai kandungan nitrogen total sebesar 0.20% (rendah),
phospor (P205) sebesar 6.55 ppm (rendah), K+ sebesar 0.10 me/100g (rendah), dan
Al dapat ditukarkan sebesar 20.76 me/100g (tinggi).

5
Karakteristik Tanah Setelah Pemadatan
Kadar Air Kapasitas Lapang
Penetapan kadar air kapasitas lapang menggunakan metode Alhricks dengan
ketebalan pasir kuarsa 6 cm dan tanah 3 cm. Penetapan kadar air dilakukan
sampai jangka waktu tertentu hingga nilai kadar air cenderung stabil (Gambar 1).
Grafik polinomial yang dibuat digunakan untuk menghitung nilai kadar air
kapasitas lapang. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan adanya
penurunan kadar air dari hari ke hari. Pada Gambar 1 dapat dilihat untuk
kepadatan tanah yang semakin besar maka nilai kadar air juga semakin meningkat.
Hal ini dikarenakan pada kondisi tanah yang padat, air tidak dapat bergerak
melalui pori tanah, karena pori tanah lebih didominasi oleh pori mikro.
y = 0.0648x2 - 1.3875x + 63.343
r = 0.98

Kadar air (%-bobot)

70
60

y = 0.1186x2 - 1.6649x + 54.632
r = 0.99

50
40

y = 0.2561x2 - 3.0011x + 52.73
r = 0.99

30

BI 0.8 g/cm ³

20

BI 1.0 g/cm ³

10

BI 1.2 g/cm ³

0
0

2

4

6

Waktu (Hari)

Gambar 1 Kadar air pada berbagai kepadatan tanah
Tabel 1 Pengaruh kepadatan tanah terhadap kadar air kapasitas lapang (%-bobot)
Kepadatan Tanah/BI (g/cm3)
0.8
1.0
1.2

Kadar Air Kapasitas Lapang (%-bobot)
44a
49b
56c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%.

Hasil analisis ragam menunjukkan kepadatan tanah memberikan pengaruh
sangat nyata (Tabel Lampiran 3) terhadap kadar air kapasitas lapang (Tabel 1).
Semakin tinggi kepadatan tanah, KAKL semakin meningkat. Walaupun demikian,
air tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena air diikat kuat oleh pori
mikro (Maryamah 2010). Pengukuran KAKL menggunakan metode Alhricks
dianggap yang paling sesuai dilihat dari sisi agronomis tanaman, baik untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman (Setianingsih, 2013), dibandingkan dengan
metode lainnya, seperti Pressure Plate dan Drainase Bebas.
Resistensi Tanah
Berdasarkan hasil analisis ragam, kepadatan tanah berpengaruh sangat nyata
(Tabel Lampiran 3) terhadap resistensi tanah sebelum penanaman (Tabel 2) dan
persamaan regresinya disajikan pada Gambar 2.

6
Tabel 2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum penanaman
Kepadatan tanah/BI (g/cm3)
0.8
1.0
1.2

Resistensi Tanah (kg/cm2)
0.38a
1.43b
2.38c

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Resistensi tanah
(kg/cm2)

Resistensi tanah merupakan mudah tidaknya tanah ditembus oleh akar
tanaman. Nilai resistensi tanah semakin meningkat dengan meningkatnya
kepadatan tanah. Nilai resistensi tanah yang lebih besar menunjukkan tanah akan
semakin sulit ditembus oleh akar. Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isi,
berarti makin sulit tanah meresapkan air atau ditembus akar tanaman
(Hardjowigeno 2007).
4.00
3.00
y = 4.9842x - 3.5876
r = 0.87

2.00
1.00
0.00
0.7

0.8

0.9

1

Kepadatan tanah

1.1

1.2

1.3

(g/cm3)

Gambar 2 Hubungan antara kepadatan tanah dengan nilai resistensi tanah
sebelum penanaman
Hasil analisis korelasi kepadatan tanah terhadap resistensi tanah
menunjukkan tingkat hubungan linier antara kedua peubah tersebut terlihat cukup
erat, hal ini dapat dilihat juga pada nilai koefisien korelasi sebesar 0.87. pada
kepadatan tanah yang rendah maka nilai resistensi tanah juga kecil dan pada
kepadatan tanah tinggi maka nilai resistensi tanah juga besar. Makin tinggi tingkat
kepadatan tanah maka makin berkurang persentase pori makro dan resistensi
tanah terhadap penetrasi akar makin meningkat (Maryamah 2010).
Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Evapotranspirasi
Hasil analisis ragam menunjukkan kombinasi kepadatan tanah dan tutupan
mulsa tidak berpengaruh nyata (Tabel Lampiran 3) terhadap evapotranspirasi pada
setiap fase pertumbuhan dan total satu musim tanam.
Tabel 3 Pengaruh kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase
reproduktif dan total satu musim tanam
Kepadatan Tanah
Fase Reproduktif
Total
K1 (0.8 g/cm3)
256.42ab
558.5ab
K2 (1.0 g/cm3)
303.74a
647.5a
K3 (1.2 g/cm3)
145.86b
354.3b
Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

7

Evapotranspirasi
(mm)

Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan kepadatan tanah tidak
berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi pada fase vegetatif, tetapi
berpengaruh nyata pada fase reproduktif dan total satu musim tanam (Tabel 3 dan
Tabel Lampiran 3). Fase reproduktif tanaman jagung selama 34 hari. Saat
tanaman memasuki fase tersebut, kebutuhan air meningkat dibandingkan fase
sebelumnya, karena terjadi proses pembungaan dan pembentukan tongkol serta
pengisian biji. Air lebih sulit untuk bergerak pada tanah yang padat, karena
jumlah pori mikro meningkat, dan air diikat kuat oleh pori mikro, sehingga nilai
evapotranspirasi lebih kecil dibandingkan dengan kepadatan tanah yang lebih
rendah. Pemadatan tanah berfungsi seperti kerak permukaan tanah, yaitu bisa
memperkecil porositas permukaan tanah sehingga laju evaporasi air dari dalam
tanah akan berkurang. Tanah yang tidak porous menyebabkan pergerakan air dari
tanah ke atmosfer terhambat (Hanafiah 2005). Kontinuitas pori menentukan aliran
air dan udara. Pada kondisi kering, kontinuitas pori akan terputus. Tanah dengan
porositas tinggi pada kondisi kering akan menjadi penghambat aliran air dan udara,
sehingga kontinuitas pori terputus, oleh karena itu ketersediaan air harus terjaga.
Menurut FAO dalam Aqil et al. (2007), jagung merupakan tanaman dengan
tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm/musim.
Total Satu Musim Tanam
y = -734.89x2 + 1337.9x - 255.57
r = 0.71

800
Fase Reproduktf
y = -1479.5x2 + 2700x - 494.43
r = 0.73

600
400

Reproduktif

200
Total

0
0.7

0.8

0.9

1

Kepadatan tanah

1.1

1.2

1.3

(g/cm3)

Gambar 3 Hubungan antara kepadatan tanah dengan evapotranspirasi
(mm) fase reproduktif dan total satu musim tanam
Persamaan regresi hubungan kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi fase
reproduktif dan total satu musim tanam disajikan pada Gambar 3. Kepadatan
tanah yang semakin meningkat cenderung menurunkan nilai evapotranspirasi.
Perlakuan kepadatan tanah terhadap evapotranspirasi pada fase reproduktif dan
total satu musim tanam memiliki korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat.
Nilai koefisien korelasi yang didapat dari analisis regresi kepadatan tanah
terhadap evapotranspirasi pada fase reproduktif dan total satu musim tanam yaitu
0.73 dan 0.71.
Tabel 4 Pengaruh tutupan mulsa terhadap evapotranspirasi (mm) pada fase
vegetatif
Tutupan Mulsa
M0 (0 %)
M1 (30 %)
M2 (60 %)
M3 (90 %)

Fase Vegetatif
115.95a
106.67ab
83.73b
81.97b

Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

8

Evapotranspirasi
(mm)

Perlakuan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap evapotranspirasi fase
vegetatif, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap fase generatif dan total satu
musim tanam (Tabel 4 dan Tabel Lampiran 3). Hal ini dapat disebabkan karena
pada fase vegetatif perlakuan mulsa lebih dominan, tanaman masih berukuran
kecil, kebutuhan air untuk tanaman tidak terlalu banyak, sehingga kehilangan air
lebih didominasi oleh evaporasi. Saat tanaman memasuki fase reproduktif
perlakuan kepadatan tanah lebih dominan. Pada fase tersebut kebutuhan air untuk
tanaman lebih banyak untuk proses pembungaan dan pengisian biji, sehingga
kehilangan air lebih didominasi oleh proses transpirasi. Pada fase reproduktif
tanaman sudah berukuran besar, pengaruh mulsa tertutup oleh kanopi tanaman,
sehingga pengaruh mulsa menjadi hilang. Fase vegetatif tanaman jagung selama
51 hari. Evapotranspirasi yang ditahan oleh bahan mulsa berkaitan langsung
dengan suhu. Permukaan tanah tanpa tutupan mulsa menghasilkan nilai
evapotranspirasi yang paling tinggi dibandingkan dengan adanya perlakuan
tutupan mulsa. Adanya tutupan mulsa dapat mengurangi evaporasi tanah ke
atmosfer. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fauzan (2002) yaitu teknologi
pemulsaan dapat mencegah evaporasi, dalam hal ini air yang menguap dari
permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa, dan baru menuju ke tanah.
y = 0.0019x2 - 0.6206x + 130.87
r = 0.80

200
150
100
50
0
0

20

40

60

80

100

Tutupan mulsa (%)

Gambar 4 Hubungan antara tutupan mulsa dengan evapotranspirasi
(mm) pada fase vegetatif
Persamaan regresi hubungan tutupan mulsa terhadap evapotranspirasi pada
fase vegetatif dapat dilihat pada Gambar 4. Meningkatnya tutupan mulsa
mempunyai korelasi nyata terhadap evapotranspirasi fase vegetatif. Nilai koefisien
korelasi sebesar 0.80. Hubungan antara tutupan mulsa dengan evapotranspirasi
fase vegetatif cukup erat. Tutupan mulsa yang semakin meningkat cenderung
menurunkan nilai evapotranspirasi.
Tabel 5 Suhu dan perbedaan pendugaan evapotranspirasi (mm) metode
Thornwaite-Mather dan pengukuran langsung pada setiap fase
pertumbuhan
Fase Pertumbuhan

Suhu
(˚C)

Vegetatif
Reproduktif
Total satu musim tanam

33.65
35.71
35.10

Evapotranspirasi
Thornwaite-Mather
(mm)
305
217
726

Evapotranspirasi
Pengukuran
Langsung (mm)
97
235
520

Suhu harian yang diukur memiliki rentang nilai 27-38 ˚C. Suhu yang sesuai
untuk penanaman jagung yaitu 27-32 ˚C. Fase reproduktif tanaman jagung

9
terlambat pada saat penanaman di rumah kaca, sehingga untuk pendugaan
evapotranspirasi menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan fase vegetatif.
Secara umum pendugaan evapotranspirasi metode Thornwaite-Mather
menghasilkan nilai evapotranspirasi yang lebih besar dibandingkan dengan
pengukuran langsung. Pendugaan evapotranspirasi metode Thornwaite-Mather
dianggap kurang sesuai karena hanya menggunakan suhu udara sebagai dasar
perhitungan, akan tetapi faktor yang lain diabaikan, seperti keawanan, kecepatan
angin, selisih tekanan uap dan radiasi di permukaan.
Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Jagung
Pertumbuhan (Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan Jumlah Daun)
Kepadatan tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 514 MST, diameter batang pada umur 2-14 MST, dan jumlah daun pada umur 5-11
MST (Tabel 6 dan Tabel Lampiran 4).
Tabel 6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap pertumbuhan tanaman
Umur Tanaman
(MST)
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
5
6
7
8
9

Kepadatan Tanah (g/cm3)
0.8
1.0
Tinggi Tanaman (cm)
76.06a
55.69ab
94.94a
70.88b
118.96a
86.64b
137.08a
102.28b
147.46a
117.06b
158.28a
136.40b
Diameter Batang (mm)
1.24a
0.56ab
2.63a
1.13ab
4.98a
2.30ab
7.25a
4.19ab
8.85a
5.54ab
10.74a
8.51a
12.04a
10.56a
12.50a
11.63a
13.13a
13.70a
14.26a
13.14a
14.85a
13.60a
15.29a
14.16a
16.03a
15.03a
Jumlah Daun
6.00a
5.50a
7.63a
6.00ab
8.75a
7.50a
10.00a
8.75a
11.25a
10.13a

1.2
45.75b
52.69b
60.94c
73.26c
79.41c
84.93c
0.03b
0.05b
0.73b
1.61b
2.39b
3.36b
4.29b
5.40b
6.59b
7.13b
8.66b
9.33b
10.24b
3.63b
4.00b
5.13b
5.50b
6.00b

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ taraf 5%. MST: Minggu Setelah Tanam

10

Tinggi tanaman (cm)

Parameter pertumbuhan yang diukur diantaranya tinggi tanaman, diameter
batang dan jumlah daun. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering
diamati sebagai indikator pertumbuhan karena tinggi tanaman merupakan ukuran
pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Sitompul dan Guritno 1995).
Pengamatan diameter batang dan jumlah daun sangat diperlukan karena selain
sebagai indikator pertumbuhan dan sebagai data penunjang untuk menjelaskan
proses pertumbuhan yang terjadi (Ekowati dan Nasir 2011). Dari Tabel 6 dapat
dilihat dengan bertambahnya umur tanaman maka tinggi tanaman, diameter
batang, dan jumlah daun akan mengalami peningkatan. Pada ketiga parameter
pertumbuhan tersebut menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan dengan
kepadatan tanah yang tinggi, yaitu 1.2 g/cm3 dan tidak dapat menghasilkan
pertumbuhan yang optimum. Pertumbuhan tanaman berkaitan erat dengan
ketersediaan air tanah, resistensi tanah, dan perakaran tanaman. Tanah yang
semakin padat dapat menyebabkan akar tanaman tidak dapat berkembang secara
maksimum. Pertumbuhan akar menjadi terhambat, akar akan sulit untuk
menembus tanah, sehingga kemampuan akar untuk menyerap air, oksigen dan
unsur hara terganggu (Damanik 2007). Kepadatan tanah mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, baik dari parameter tinggi tanaman, diameter batang, dan
jumlah daun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maryamah (2010) dan
Kusumawati (2012).
5 MST
y = 73.958x2 - 227.71x + 216.92
r = 0.66

150
100

5 MST
6 MST

7 MST
y = 24.792x2 - 189.54x + 258.05
r = 0.76

50

7 MST

0
0.8

Tinggi tanaman (cm)

6 MST
y = 9.375x2 - 122.29x + 191.58
r = 0.72

0.9

1
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

8 MST
y = 89.792x2 - 332.04x + 351.28
r = 0.79

200
150

1.2

9 MST
y = 5x2 - 168.58x + 285.05
r = 0.81

8 MST

100

9 MST

10 MST
y = -259.58x2 + 350.17x + 50.167
r = 0.85

50

10 MST

0
0.8

0.9

1
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

1.2

Gambar 5 Hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman (cm) pada
umur (a. 5, 6, dan 7 MST, b. 8, 9, dan 10 MST)

Diameter batang
(mm)

11
10
8
6
4
2
0

2 MST
y = 1.75x2 - 8.15x + 7.3
r = 0.77

4 MST
y = -7x2 + 2.3x + 8.14
r = 0.71

2 MST
3 MST
4 MST

0.8

15
Diameter batang
(mm)

3 MST
y = 5.25x2 - 20.15x + 16.7
r = 0.78

0.9

1.0
1.1
3
Kepadatan tanah (g/cm )

5 MST
y = -23x2 + 31.7x - 2.9
r = 0.65

10

1.2

6 MST
y = -18.75x2 + 22.45x + 3.22
r = 0.62

5 MST
6 MST
7 MST

7 MST
y = -50x2 + 86.5x - 27.14
r = 0.66

5
0

Diameter batang
(mm)

0.8

0.9

1.0
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

8 MST
y = -53x2 + 91.2x - 27.24
r = 0.74

20
15

1.2

9 MST
y = -56x2 + 99x - 31.1
r = 0.73

8 MST

10

9 MST

10 MST
y = -97.75x2 + 184.25x - 71.96
r = 0.73

5
0
0.8

0.9

10 MST

1.0

1.1

1.2

Diameter batang (mm)

Kepadatan tanah (g/cm3)

11 MST
y = -39x2 + 65.1x - 12.86
r = 0.73

20
15

12 MST
y = -33.75x2 + 54.75x - 7.32
r = 0.73

11 MST

10

12 MST
13 MST
y = -31.25x2 + 49.85x - 4.48
r = 0.76

5

14 MST
y = -30.75x2 + 48.85x - 3.16
r = 0.75

0
0.8

0.9

1.0
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

13 MST
14 MST

1.2

Gambar 6 Hubungan kepadatan tanah terhadap diameter batang (mm) pada
umur (a. 2, 3, 4 MST, b. 5, 6, 7 MST, c. 8, 9, 10 MST, d. 11, 12,
13, 14 MST)

Jumlah daun

12
6 MST
y = -36.25x2 + 63x - 19
r = 0.71

5 MST
y = -40x2 + 73x - 26
r = 0.74

12
10
8
6
4
2
0

5 MST
7 MST
y = -23.75x2 + 37.5x - 5
r = 0.80

0.8

0.9

6 MST
7 MST
1.0

1.1

1.2

Kepadatan tanah (g/cm3)
8 MST
y = -45x2 + 80x - 25
r = 0.77

Jumlah daun

15
10

8 MST

9 MST
y = -48.75x2 + 86x - 26
r = 0.69

5

9 MST

0
0.8

0.9

1.0
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

1.2

Gambar 7 Hubungan kepadatan tanah terhadap jumlah daun pada umur (a.
5, 6, dan 7 MST, b. 8 dan 9 MST)
Persamaan regresi hubungan kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman,
diameter batang, dan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7.
Pengaruh kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah
daun memiliki korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat. Secara umum
seiring dengan peningkatan kepadatan tanah maka pertumbuhan tanaman akan
menurun, karena tanah yang semakin padat dapat menghambat pertumbuhan
tanaman. Pada Gambar 6b dan 6c untuk kepadatan 1.0 g/cm3 terdapat
kecenderungan pertumbuhan diameter batang yang optimal.
Tabel 7 Pengaruh tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman (cm) dan diameter batang
(mm)
Umur Tanaman
(MST)
8
9
10
10

Tutupan Mulsa (%)
30
60
Tinggi tanaman (cm)
92.40ab
111.52ab
90.83b
104.90ab
120.77ab
100.68b
116.35b
129.53ab
111.50b
Diameter Batang (mm)
9.80b
10.68b
9.75b
0

90
122.07a
132.23a
148.75a
14.32a

Keterangan: angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNJ taraf 5%. MST: Minggu Setelah Tanam

Perlakuan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
pada umur 2-7 MST, diameter batang pada umur 2-9 MST dan 11-14 MST, serta
jumlah daun pada umur 2-14 MST. Akan tetapi perlakuan tutupan mulsa

13
berpengaruh nyata terhadap tiggi tanaman pada umur 8-14 MST dan diameter
batang pada umur 10 MST (Tabel 7 dan Tabel Lampiran 4). Hal ini dapat
disebabkan karena pada saat tanaman baru tumbuh dan masih berukuran kecil,
maka perakaran tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, media
tanam yaitu tanah menjadi faktor pembatas. Faktor kepadatan tanah lebih dominan
mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman dibandingkan faktor tutupan mulsa.
Berdasarkan data pada Tabel 7, tinggi tanaman dan diameter batang optimum
dicapai dengan pemberian tutupan mulsa sebesar 90%. Adanya pemberian mulsa
memiliki kecenderungan untuk menjaga ketersediaan air dalam tanah untuk akar
dan tanaman, serta mengurangi evaporasi, sehingga dapat membantu dalam proses
pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
8 MST
y = -0.0077x2 + 0.9857x + 109.62
r = 0.69

Tinggi tanaman (cm)

200
150

8 MST

100
9 MST
y = -0.0063x2 + 0.7774x + 126.36
r = 0.71

50

10 MST
y = -0.0051x2 + 0.6122x + 141.71
r = 0.62

9 MST
10 MST

0
0

30

60

90

Diameter batang
(mm)

Tutupan mulsa (%)
20
15
10
y = 0.0009x2 - 0.0485x + 12.864
r = 0.63

5
0
0

30

60

90

120

Tutupan mulsa (%)

Gambar 8 Hubungan tutupan mulsa terhadap (a. Tinggi tanaman (cm) pada
umur 8, 9, dan 10 MST, b. Diameter batang (mm) pada umur 10
MST)
Persamaan regresi hubungan antara tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman
dan diameter batang dapat dilihat pada Gambar 8. Meningkatnya tutupan mulsa
mempunyai korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat terhadap tinggi tanaman
pada umur 8, 9, dan 10 MST dan diameter batang pada umr 10 MST. Secara
umum adanya perlakuan tutupan mulsa yang semakin meningkat memiliki
kecenderungan untuk meningkatkan tinggi tanaman. Pada tutupan mulsa sebesar
60% tinggi tanaman lebih rendah dan diameter batang lebih kecil dibandingkan
tutupan mulsa 30%. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut terdapat tanaman
yang mati dan pertumbuhannya kerdil atau terhambat, dimungkinkan karena
penempatan pupuk terlalu dekat dengan akar tanaman.

14
Tabel 8 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap tinggi
tanaman (cm) dan jumlah daun
Perlakuan
Kepadatan

K1
K2
K3
K1
K2
K3
K1
K2
K3
K1
K2
K3

K1
K2
K3
K1
K2
K3
K1
K2
K3
K1
K2
K3

Mulsa
M1
M2
Tinggi Tanaman (cm)
11 MST
164.00a
170.00a
161.00a
141.00a
163.00a
158.50a
75.40c
107.90b
77.50c
12 MST
166.00a
177.00a
165.00a
148.20a
167.50a
182.00a
80.90b
108.00b
92.90b
13 MST
169.00a
181.00a
168.00a
149.00a
169.00a
183.00a
83.00b
108.50b
110.60b
14 MST
171.00a
182.50a
169.00a
149.25a
171.50a
183.00a
84.90b
109.00b
164.50a
Jumlah Daun
10 MST
12.00ab
13.00a
11.00abc
11.50abc
9.50bc
10.00bc
5.00e
6.50de
6.50de
11 MST
11.50ab
12.50a
10.50ab
11.50ab
11.00ab
9.00bc
5.50d
7.00cd
7.00cd
12 MST
11.00ab
11.50a
10.50abc
11.00ab
8.50abcd
9.50abc
5.50d
7.50cd
8.00cd
14 MST
10.50ab
11.50a
10.00ab
9.00abc
8.00bc
8.00bc
5.00d
6.50cd
7.00cd
M0

M3

174.00a
148.15a
161.00a
175.00a
152.50a
174.00a
175.00a
157.25a
182.00a
175.00a
158.00a
184.00a

10.00bc
9.00cd
10.50abc
10.00abc
10.00abc
10.50ab
10.00abc
11.50a
10.50abc
9.00abc
11.00a
11.00a

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5 %

Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi kepadatan tanah dengan tutupan
mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2-10 MST,
diameter batang pada umur 2-14 MST, dan jumlah daun pada umur 2-9 MST dan
13 MST. Akan tetapi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 1114 MST dan jumlah daun pada umur 10, 11, 12 dan 14 MST (Tabel 8 dan Tabel
Lampiran 4). Hasil interaksi yang tidak nyata dapat disebabkan karena adanya
faktor individu yang lebih dominan, yaitu kepadatan tanah.
Pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan tutupan mulsa terhadap tinggi
tanaman dan jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan analisis uji

15

Tinggi Tanaman (cm)

lanjut BNJ taraf 5%, kepadatan tanah lebih dominan mempengaruhi tinggi
tanaman dibandingkan tutupan mulsa. Tinggi tanaman menurun dan jumlah daun
semakin sedikit seiring dengan peningkatan kepadatan tanah, namun adanya
tutupan mulsa memiliki kecenderungan untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Kepadatan tanah yang tinggi dapat menghambat perkembangan akar dan
pertumbuhan tanaman. Adanya tutupan mulsa pada permukaan tanah dapat
menjaga ketersediaan air di dalam tanah untuk akar dan tanaman, sehingga
dengan kepadatan tanah yang tinggi dan adanya tutupan mulsa yang semakin
meningkat tanaman masih dapat tumbuh dengan baik.
Pada data tinggi tanaman, perlakuan kepadatan tanah 0.8 g/cm3 dengan
tutupan mulsa 60% menghasilkan tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan
perlakuan lainnya dengan kepadatan tanah yang sama, hal ini disebabkan karena
terdapat tanaman yang pertumbuhannya terhambat. Hal ini juga sama pada
perlakuan kepadatan tanah 1.0 g/cm3 dengan tutupan mulsa 90%. Pada data
jumlah daun, perlakuan kepadatan tanah 0.8 g/cm3 dengan tutupan mulsa 60% dan
90% hasil jumlah daun lebih sedikit dibandingkan tanpa tutupan mulsa dan
tutupan mulsa 30%, hal ini karena pada perlakuan tersebut daun tanaman jagung
terserang hama ulat dan belalang, sehingga hasil yang didapat lebih rendah.
Perlakuan mulsa belum mampu memperbaiki kepadatan tanah, karena kandungan
lignin yang tinggi pada bahan mulsa menyebabkan mulsa akan lama untuk
terdekomposisi dan belum bisa menurunkan kepadatan tanah, sehingga bahan
mulsa akan melindungi permukaan tanah lebih lama.
250

M0
y = -532.5x2 + 843.5x - 170
r = 0.93

200

M0

150
100

M2
y = -981.25x2 + 1753.8x - 614
r = 0.99

50

y=

M1

M3
- 1000x + 664.4
r = 0.86

483.75x2

M2
M3

0
0.8

Tinggi tanaman (cm)

M1
y = -601.25x2 + 1047.3x - 283
r = 0.94

0.9

1
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

M0
y = -618.75x2 + 1024.8x - 257.8
r = 0.91

250
200

1.2

M1
y = -625x2 + 1077.5x - 285
r = 0.96

M0

150
100

y=

50

M2
2472.3x - 964
r = 0.96

-1326.3x2 +

M1

M3
y = 550x2 - 1102.5x + 705
r = 0.99

M2
M3

0
0.8

0.9

1
1.1
Kepadatan tanah (g/cm3)

1.2

Gambar 9a Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 11 MST, b. 12
MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa

16
M0
y = -575x2 + 935x - 211
r = 0.91

Tinggi tanaman (cm)

250
200

M1
y = -606.25x2 + 1031.3x - 256
r = 0.96

M0

150

M1

100
y=

50

M3
y = 531.25x2 - 1045x + 671
r = 0.99

M2
2041.5x - 766
r = 0.95

-1092.5x2 +

M2
M3

0
0.8

0.9

1

1.1

Kepadatan tanah

Tinggi tanaman (cm)

250
200

1.2

(g/cm3)

M0
y = -532.5x2 + 849.75x - 168
r = 0.91

M1
y = -643.75x2 + 1103.8x - 288.5
r = 0.96

150

M0

100
y=

50

M2
- 1473.7x + 880
r = 0.80

y=

731.25x2

M1

M3
- 1052.5x + 673
r = 0.99

M2

537.5x2

M3

0
0.8

0.9

1

1.1

Kepadatan tanah

1.2

(g/cm3)

Gambar 9b Hubungan tinggi tanaman (cm) pada umur (a. 13 MST, b. 14
MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa

Jumlah daun

20

M0
y = -75x2 + 132.5x - 46
r = 0.95

15

M1
y = 6.25x2 - 28.75x + 32
r = 0.93

M0
10

M1
M3
y = 31.25x2 - 61.25x + 39
r = 0.69

M2
y = -31.25x2 + 51.25x - 10
r = 0.99

5

M2
M3

0
0.8

0.9

1

1.1

1.2

Kepadatan tanah (g/cm3)

Gambar 10a Hubungan jumlah daun pada umur 10 MST dengan kepadatan
tanah pada berbagai tutupan mulsa

17

Jumlah daun

20

M0
y = -75x2 + 135x - 48.5
r = 0.91

15

M1
y = -31.25x2 + 48.75x - 6.5
r = 0.94

M0
10

M1
M2
y = -6.25x2 + 3.75x + 11.5
r = 0.98

5

M3
y = -43.75x2 + 88.75x - 33
r = 0.92

M2
M3

0
0.8

0.9

1

1.1

1.2

Kepadatan tanah (g/cm3)

Jumlah daun

20

M1
y = 25x2 - 60x + 43.5
r = 0.87

M0
y = -68.75x2 + 123.75x - 44
r = 0.87

15

M0
10

M1
M2
y = -6.25x2 + 6.25x + 9.5
r = 0.93

5

M3
y = -31.25x2 + 63.75x - 21
r = 0.84

M2
M3

0
0.8

0.9

1
Kepadatan tanah

Jumlah daun

20

1.2

M1
y = 25x2 - 62.5x + 45.5
r = 0.89

M0
y = -31.25x2 + 48.75x - 8.5
r = 0.94

15

1.1
(g/cm3)

M0
10

M1
M2
y = 12.5x2 - 32.5x + 28
r = 0.91

5

M3
y = -25x2 + 55x - 19
r = 0.75

M2
M3

0
0.8

0.9

1
Kepadatan tanah

1.1

1.2

(g/cm3)

Gambar 10b Hubungan jumlah daun pada umur (a. 11 MST, b. 12 MST, c.
14 MST) dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan
mulsa
Persamaan regresi hubungan tinggi tanaman dengan kepadatan tanah pada
berbagai tutupan mulsa dapat dilihat pada Gambar 9a dan 9b, serta hubungan
antara jumlah daun dengan kepadatan tanah pada berbagai tutupan mulsa dapat
dilihat pada Gambar 10a dan 10b. Hubungan antara tinggi tanaman pada umur 1114 MST dan jumlah daun pada umur 10, 11, 12, dan 14 MST dengan kepadatan
tanah pada berbagai tutupan mulsa memiliki korelasi yang nyata dan hubungan
yang erat. Secara umum, tinggi tanaman menurun dan jumlah daun semakin
sedikit dengan kepadatan tanah yang semakin meningkat dan tanpa tutupan mulsa.

18
Kepadatan tanah yang semakin meningkat menghasilkan pertumbuhan tinggi
tanaman yang menurun dan jumlah daun yang sedikit, namun adanya mulsa pada
permukaan tanah memiliki kecenderungan untuk meningkatkan tinggi tanaman
dan hasil jumlah daun.
Perakaran dan Biomassa Tanaman
Parameter pertumbuhan lain yang diukur yaitu perakaran dan biomassa
tanaman. Biomassa tanaman relatif mudah diukur dan merupakan gabungan dari
hampir semua peristiwa yang dialami oleh tanaman selama siklus hidupnya
(Sitompul dan Guritno 1995). Biomassa tanaman dan perakaran merupakan
indikator pertumbuhan tanaman yang paling representatif (Diah dan Nasir 2011).
Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh interaksi kepadatan tanah dengan
tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap perakaran dan biomassa tanaman
(Tabel Lampiran 5). Hasil interaksi yang tidak nyata dapat disebabkan karena
adanya faktor individu yang lebih dominan, yaitu faktor kepadatan tanah, dapat
dilihat pada Tabel 9 dan persamaan regresinya disajikan pada Gambar 11.
Tabel 9 Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot akar dan biomassa tanaman (g)
Bobot Basah Bobot Kering
Biomassa
Biomassa
Kepadatan Tanah
Akar (g)
Akar (g)
Basah (g)
Kering (g)
K1 (0.8 g/cm3)
64.10ab
21.10ab
143.71a
64.94a
K2 (1.0 g/cm3)
86.88a
30.71a
168.92a
77.24a
K3 (1.2 g/cm3)
22.26b
7.63b
58.94b
25.81b
Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji BNJ taraf 5%

Berdasarkan hasil analisis ragam, kepadatan tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap panjang akar, akan tetapi berpengaruh nyata terhadap bobot akar dan
biomassa tanaman (Tabel 9). Pengaruh tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata
terhadap panjang, bobot akar, dan biomassa tanaman (Tabel Lampiran 5).
Kepadatan tanah optimum dengan bobot isi 1.0 g/cm3 untuk bobot basah dan
kering akar dengan nilai yang didapat yaitu 86.88 g dan 30.71 g, serta biomassa
basah dan kering tanaman yaitu 168.92 g dan 77.24 g. Akar tanaman jagung
merupakan akar serabut dan bergerak ke samping. Tidak berpengaruh nyatanya
panjang akar sesuai dengan pernyataan Abu-Hamdeh (2003) yaitu pemadatan
tanah akan membatasi distribusi akar. Karena itu pada tanah yang padat,
pertumbuhan akar akan tetap berlangsung ke arah samping. Pertumbuhan dan
perkembangan akar ini berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman. Penambahan air yang semakin meningkat akan meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, semakin padat suatu tanah maka akar juga
sulit untuk menembus tanah. Perlakuan dengan kepadatan 1.2 g/cm3 diberi air
yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Namun pertumbuhan akar dan
biomassa tanaman pada kepadatan tanah tersebut sangat rendah. Hal ini
dikarenakan akar terhambat dalam menyerap air, nutrisi dan hara yang diberikan.
Akibatnya tanah yang semakin padat menghambat pertumbuhan tanaman dan
mengurangi biomassa tanaman. Pemadatan tanah dapat mengurangi ketersedian
air bagi tanaman dan menghambat pertumbuhan akar tanaman (Damanik 2007).

Bobot akar (g)

19
Bobot Basah Akar
y = -1017.8x2 + 1870.4x - 751.45
r = 0.84

150
100

Bobot Kering Akar
y = -400.64x2 + 745.24x - 308.2
r = 0.83

50
Bobot Basah Akar (g)
0
0.7

0.8

0.9

1

1.1

1.2

1.3

Bobot Kering Akar (g)

Biomassa tanaman
(g)

Kepadatan tanah (g/cm3)

300
200

Biomassa basah tanaman
y = -1778.7x2 + 3298.8x - 1317.5
r = 0.82

Biomassa kering tanaman
y = -853.07x2 + 1589.9x - 645.6
r = 0.85

100
0
0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

1.2

1.3

Biomassa Basah
Tanaman
Biomassa Kering
Tanaman

Kepadatan tanah (g/cm )
3

Gambar 11 Hubungan kepadatan tanah dengan (a. Bobot akar, b. Biomassa
tanaman)
Pengaruh kepadatan tanah terhadap bobot akar dan biomassa tanaman
memiliki korelasi nyata dan hubungan yang cukup erat. Kepadatan tanah yang
semakin meningkat cenderung menurunkan bobot akar dan biomassa tanaman.
Bobot akar dan biomassa tanaman optimal dicapai pada kepadatan tanah 1.0
g/cm3. Nilai koefi