46
Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli dilakukan dengan cara penyerahan. Syarat-syarat penyerahan barang atau levering adalah sebagai berikut:
1. Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan.
2. Harus ada alas hak titel, dalam hal ini ada 2 teori yang sering digunakan
yaitu teori kausal dan teori abstrak.
3. Dilakukan orang yang berwenang menguasai benda.
4. Penyerahan harus nyata feitelijk.
Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak telah menetapkan apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata-katanya, sehingga
tidak mungkin menimbulkan keraguan-keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengertian lain. Dengan kata lain tidak boleh ditafsirkan lain Pasal 1342 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
D. Lahirnya dan Berakhirnya Perjanjian
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian telah lahir dan bagaimana perjanjian tersebut lahir, apakah kesepakatan telah tercapai. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian timbul karena:
63
1. Persetujuan
2. Dari Undang-Undang.
Perjanjian yang lahir dari persetujuan dapat kita lihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih
yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih. Tindakan atau perbuatan yang
63
M.Yahya Harahap, Op.Cit., hal 23.
47
menciptakan persetujuan, berisi pernyataan kehendak antara para pihak. Tindakan yang dimaksud dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tindakan atau
perbuatan hukum. Sebab tidak semua tindakan atau perbuatan mempunyai akibat hukum. Hanya tindakan hukum sajalah yang dapat menimbulkan akibat hukum. Penyesuaian
kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dalam lisan, tulisan atau surat dan lain lain. Namun tidak selamanya pernyataan kehendak seseorang itu berwujud
persetujuan yang mengikat sebagaimana yang dikehendaki Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hanya pernyataan kehendak yang menimbulkan
kewajiban hukum saja yang melahirkan kontrak atau persetujuan. Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu semata mata dari undang-undang dan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Perjanjian yang lahir dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia.
Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat
atau detik tercapainya konsensus sebagaimana yang dimaksud diatas. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian
atau yang sebelumnya.
64
Kesepakatan berarti persesuaian kehendak, namun kehendak atau keinginan yang disimpan di dalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak
64
R. Subekti2, Op.Cit., hal. 3.
48
mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian. Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan-perkataan, ia dapat dicapai pula
dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat mengartikan kehendak baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak yang menawarkan maupun pihak yang
menerima penawaran tersebut.
65
Sama halnya dengan perjanjian jual beli. Jual beli dianggap sudah berlangsung antara pihak penjual dan pembeli, apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat
tentang keadaan benda dan harga barang tersebut, sekalipun barangnya belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan, seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi jual beli sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga meskipun
barang belum diserahkan dan harga belum dibayar.
66
Jual beli tiada lain dari persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga.
67
Dalam hal perjanjian jual beli biasanya kata sepakat pihak penjual maupun pihak pembeli. Dengan demikian yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya
persesuaian kehendak tersebut adalah persyaratan-persyaratan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Dan apabila timbul perselisihan tentang apakah terdapat konsensus
atau tidak maka hakim atau pengadilanlah yang menetapkannya. Barang dan hargalah yang menjadi essensilia perjanjian
jual beli. Sebaliknya, jika barang objek jual beli tidak dibayar dengan suatu harga jual beli dianggap tidak ada.
Dalam suatu perjanjian ada lahirnya suatu perjanjian dan perjanjian juga dapat
65
Ibid., hal. 6.
66
Ibid., hal. 2.
67
M.Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 181.
49
berakhir. Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu kreditur dengan debitur tentang suatu hal. Mengenai
berakhirnya suatu perjanjian diatur dalam Bab XII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penagturan mengenai hal ini perlu bagi kedua belah pihak, baik untuk
menentukan sikap selanjutnya maupun untuk memperjelas sampai dimana batas perjanjian tersebut. Ada pun cara-cara penghapusan perjanjian telah diatur dalam Pasal
1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Didalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan
beberapa cara hapusnya suatu perjanjian yaitu: a. Pembayaran
Ditinjau dari segi yuridis bahwa pembayaran tidak selalu diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang diperjanjikan
juga memenuhi unsur pembayaran.
68
Bisa saja dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dengan bentuk tidak berwujud atau yang
immaterial. Pembayaran prestasi dapat dilakukan dengan melakukan sesuatu.
69
Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepaturnya
dilaksanakan sesuai dengan hal yang telah diperjanjikan termasuk waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan
pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian.
70
b. Penawaran tunai disertai dengan penitipan Dalam Pasal 1517
menyatakan bahwa jika sipembeli tidak membayar harga pembelian sipenjual dapat menuntut pembatalan pembelian.
Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang
68
http:muhamadsubrata.blogspot.com, diakses 18 Februari 2015.
69
M.yahya Harahap, Op.Cit., hal.107.
70
http:muhamadsubrata.blogspot.com, diakses 18 Februari 2015.
50
diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan
pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya suatu
perjanjian.
71
c. Perjumpaan hutang kompensasi Perjumpaan utang diatur pada Pasal 1425 sampai 1435 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Yang diartikan dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang
sudah dapat ditagih antar kreditur dan debitur.
72
Perjumpaan hutang terjadi karena antara
kreditur dan debitur saling mengutang terhadap yang lain, sehingga utang keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka
masing-masing.
73
d. Percampuran hutang Konfusio Percampuran utang konfusio terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan debitur
dan kreditur pada diri seseorang dengan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya menurut hukum sudah terjadi percampuran
hutang, dan dengan sendirinya pula semua tagihan menjadi terhapus seperti pada Pasal 1436 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Atau bisa terjadi akibat dari hibah wasiat
maupun karena persetujuan jual beli antara seorang ahli waris dengan pewaris, dengan meninggalnya si pewaris, maka jual beli dengan sendirinya bersatu pada diri ahli
waris.
74
71
http:
Berubahnya kedudukan para pihak atas suatu objek perjanjian juga dapat menyebabkan terjadinya percampuran utang yang mengakhiri perjanjian. Pada keadaan
andinurdiansah.blogspot.com, diakses 16 Februari 2015.
72
Salim H. S, Op.Cit., hal. 170.
73
http:andinurdiansah.blogspot.com, diakses 16 Februari 2015.
74
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 157.
51
perjanjian dengan jaminan, hapusnya perjanjian karena percampuran hutang, menyebabkan gugurnya jaminan ini diatur dalam Pasal 1437 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi “Percampuran hutang konfusio yang terjadi pada pribadi debitur utama, berlaku juga terhadap para penjamin”.
75
e. Pembebasan hutang Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 sampai 1443 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
76
f. Musnahnya benda yang terhutang Sesuai dengan ketentuan Pasal 1438 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang mengatakan pembebasan atau penghapusan hutang tidak boleh diduga-duga tapi harus dibuktikan. Pembebasan utang dapat terjadi karena adanya
kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar
utang, sehingga dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan utang,
maka hal yang disepakati dalam perjanjian sebagai syarat sahnya perjanjian dan
dengan demikan berakhirlah perjanjian.
Musnahnya barang yang diperjanjikan juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perjanjian karena barang sebagai hal objek yang
diperjanjikan tidak ada sehingga berimplikasi pada berakhirnya perjanjian
yang mengaturnya. Apabila benda yang menjadi objek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau
hilang, maka berarti telah terjadi suatu keadaan memaksa, sehingga undang-undang perlu mengadakan
pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal
1444 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu, hapuslah perikatannya asal barang itu
75
Ibid., hal. 159.
76
Salim H. S, Op.Cit., hal. 172.
52
musnah atau hilang di luar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
77
g. Kebatalan atau pembatalan Kebatalan kontrak diatur dalam Pasal 1446 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
sampai dengan Pasal 1456 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ada tiga penyebab timbulnya pembatalan kontrak, yaitu:
78
1 Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan dibawah pengampuan.
2 Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam
undang-undang. 3 Adanya cacat kehendak yang merupakan kekurangan dalam kehendak
orang atau orang-orang yang melakukan perbuatan yang menghalangi terjadinya
persesuaian kehendak dari pihak dalam perjanjian. Kebatalan atau pembatalan tidak terpenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian dapat
mengakibatkan perjanjian berakhir tata cara pembatalan yang disepakati dalam perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum.
h. Berlakunya syarat batal Berlaku suatu syarat batal diatur dalam Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum
perdata. Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula,
seolah-olah tidak ada suatu perjanjian Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Biasanya
77
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 145.
78
Ibid., hal. 172.
53
syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik, seperti perjanjian jual beli.
79
Pasal 1266 dan pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik.
Undang-Undang tersebut menentukan bahwa syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik, adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya ingkar
janji.
80
Disamping itu, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya perjanjian kontrak, yaitu:
1. Jangka waktu berakhir Setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak, baik kontrak yang dibuat melalui akta
dibawah tangan maupun yang dibuat oleh atau di muka pejabat yang berwenang telah ditentukan secara tegas jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak tersebut.
Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak yang dimaksudkan bahwa salah satu pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya kontrak tersebut,
namun para pihak telah mengetahuinya masing-masing. Penentu jangka waktu tanggal berakhirnya kontrak adalah didasarkan pada kemauan dan kesepakaatan.
81
2. Dilaksanakan objek perjanjian Pada dasarnya objek perjanjian adalah sama dengan prestasi. Prestasi terdiri dari
melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Didalam perjanjian timbal balik seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan lain-lain telah
ditentukan objek perjanjiannya dengan telah dilaksanakan objek perjanjian antara
79
Ibid., hal. 175.
80
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 43.
81
Salim H. S, Op.Cit., hal. 175.
54
penjual dan pembeli telah berakhir, baik secara diam-diam maupun secara tegas.
82
3. Kesepakatan kedua belah pihak Kesepakatan kedua belah pihak merupakan salah satu cara berakhirnya kontrak,
dimana kedua belah pihak telah sepakat untuk menghentikan kontrak yang telah ditutup antara keduanya. Motivasi mereka untuk menyepakati berakhirnya suatu
kontrak didasarkan pada nilai-nilai kemanusian dan ada juga yang menyepakatinya didasarkan bisnis.
4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak Pada dasarnya kontrak harus dilaksanakan oleh para pihak berdasarkan itikad baik
namun dalam kenyataannya sering sekali salah satu pihak tidak melaksanakan substansi kontrak, walaupun mereka telah diberikan somasi sebanyak tiga kali
berturut-turut. Karena salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lainnya dengan sangat terpaksa memutuskan kontrak itu secara sepihak.
83
5. Adanya pemutusan pengadilan Apabila penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti negoisasi, mediasi, koalisasi
dan penilaian para ahli belum juga jalan untuk menyelesaikan masalah diantara para pihak maka para pihak terutama pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kontrak
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di tempat kontrak atau objek
berada.
84
82
Ibid., hal. 176-177.
83
Ibid., hal. 178.
84
Ibid., hal. 181.
9
BAB I PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan syarat agar manusia bisa bertahan hidup di dunia ini. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya,
manusia harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat memenuhi kehidupannya sendiri.
Hukum sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks hubungan sosial masyarakat, dimensi hukum dapat dipahami sebagai kaidah atau norma
yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang pantas atau diharapkan. Dalam hal ini hukum bermaksud mengatur tata tertib masyarakat. Oleh karena itu, ketika
petunjuk hidup tersebut berisi perintah dan larangan ini dilanggar, maka dapat menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau penguasa
masyarakat.
1
Hubungan antara dua individu yang timbal balik dapat dikatakan sebagai bentuk kerjasama atau dalam hukum Indonesia dikenal dengan istilah perikatan.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua individu atau dua pihak, dimana pihak yang satu menuntut sesuatu hal atau prestasi dari pihak yang lain, dan pihak lain
1
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, Yogyakarta: Cakrawala, 2012, hal. 6.
10
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
2
Perikatan timbul dari adanya suatu perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain
atau ketika mereka saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian merupakan bagian dari hukum perdata yang berlaku di indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang
sangat penting dalam hukum perdata oleh karena hukum perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasarkan janji seseorang.
3
Hukum perjanjian bersifat terbuka atau mempunyai suatu asas kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk
mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Para pembuat perjanjian boleh membuat
ketentuan-ketentuan sendiri selama tidak menyimpang dari pasal-pasal dari hukum perjanjian. Sedangkan pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki
oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut akan tunduk pada undang-undang yang
berlaku. Setiap orang yang
melakukan perjanjian harus berdasarkan asas-asas dan syarat sahnya suatu perjanjian.
4
Sistem terbuka ini di dapat kita lihat dari Pasal 1338 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang.
Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Perjanjian yang dibuat secara sah, terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2
R. Subekti1, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2002, hal. 1.
3
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: PT Bale Bandung, 1989, hal. 7.
4
R.Subekti1, Op.Cit., hal. 13.
11
yang menyebutkan satu persatu syarat-syarat untuk perjanjian yang sah itu. Syarat-syarat itu adalah sepakat, kecakapan, hal-hal tertentu, dan sebab suatu yang halal. Dengan hanya
disebutkannya sepakat saja tanpa dituntutnya suatu bentuk cara formalitas apapun, seperti tulisan, pemberian tanda atau panjar dan lain sebagainya, dapat kita simpulkan bahwa
bilamana sudah tercapai kata sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada tiga asas dalam perjanjian:
5
1. Mengenai terjadinya perjanjian
Asas yang disebut konsensualisme artinya menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara
para pihak. 2.
Tentang akibat perjanjian Perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara para pihak-pihak itu sendiri.
Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak. Ini berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang melakukan
perjanjian tersebut. 3.
Tentang isi perjanjian Isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang bersangkutan. Dengan
kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan dan ketertiban maka perjanjian itu diperbolehkan.
Dengan asas kebebasan berkontrak dimana seseorang dapat membuat perjanjian dengan bebas sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,
5
Lukman Santoso, Op.Cit., hal. 10.
12
dan kesusilaan. Terlepas dari kontraversi yang ada dalam perjanjian, ada baiknya dalam membuat perjanjian kita mendapatkan rasa aman dan mengusahakan masing-masing
pihak mendapat keuntungan yang adil. Perjanjian biasanya juga dibuat antara kedua belah pihak membuat akta
perjanjian, batasan akta sendiri merupakan pernyataan tertulis yang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai
alat bukti dalam proses hukum. Sehubungan dengan ini, undang-undang menyatakan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan baik dengan tulisan-tulisan otentik maupun
dengan tulisan-tulisan dibawah tangan seperti yang terdapat dalam Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dari banyaknya perjanjian yang timbul dalam masyarakat, perjanjian jual beli makin lama semakin penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam
masyarakat. Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan masyarakat. Perjanjian jual beli biasanya dibuat secara lisan maupun tertulis atas dasar
kesepakatan para pihak antara penjual dan pembeli. Asas konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi: “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya,
meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.
6
Perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon sebagai penjual dan Bernika Sitorus sebagai pembeli telah mencapai kata
sepakat dan dituangkan kedalam surat perjanjian yang dibuat dibawah tangan. Pihak penjual bermaksud menjual dan menyerahkan sebuah kios tersebut kepada pihak pembeli
6
R.Subekti2, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 3-8.
13
yang dengan ini menyetujui untuk membeli dan menerima penyerahan atas sebuah kios tersebut sesuai syarat-syarat dan ketentuan dalam perjanjian.
Jual beli dalam hal ini merupakan suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu yaitu si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedangkan pihak yang lainnya yaitu si pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dalam perolehan hak milik tersebut.
7
Berdasarkan peristiwa jual beli yang terjadi, pihak pembeli mendapatkan hak milik atas benda yang menjadi objek perjanjian. Sebagai pemegang hak milik, pemilik mempunyai
kewenangan untuk menguasai objek yang bersangkutan secara tentram dan mempertahankannya terhadap siapa pun yang mengganggu ketentramannya dalam
menguasai, memanfaatkan serta menggunakan objek tersebut.
8
Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli. Akan tetapi, jika para pihak
telah menyepakati unsur essensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian
tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan atau biasa disebut unsur naturilia.
9
Jadi, sebelum ada persetujuan biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan negotiation, pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain mengenai objek
perjanjian dan syarat-syaratnya. Pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya, sehingga
7
Djoko Prakoso Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal.1.
8
Kartini Muljadi Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak milik, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 131-132.
9
http:muhamadsubrata.blogspot.com, diakses tanggal 18 februari 2015.
14
tercapai persetujuan yang mantap.
10
Ada kemungkinan bahwa persoalan wanprestasi terjadi dalam suatu perjanjian antara kreditur dan debitur. Pengertian wanprestasi adalah apabila si berhutang debitur
tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, misalnya ia lalai atau ingkar janji. Ataupun melanggar isi perjanjian, apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya. Akibat wanprestasi pada umumnya, dalam hal debitur tidak memenuhi
kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan
ada akibat-akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur yang bisa menimpa dirinya.
11
Sebuah perjanjian yang baik seharusnya memberikan rasa aman dan menguntungkan masing-masing pihak. Agar sebuah perjanjian aman dan menguntungkan
bagi kedua belah pihak, ada beberapa yang wajib diperhatikan sebelum menandatangani sebuah perjanjian yaitu:
1. Memahami syarat-syarat pokok sahnya sebuah perjanjian. 2. Substansi pasal-pasal yang diatur di dalamnya jelas dan konkrit.
3. Mengikuti prosedur atau tahapan dalam menyusun kontrak. Selain itu hal penting juga adalah buatlah perjanjian dengan pihak yang punya
itikad baik serta dibuat dengan materai yang cukup atau kertas segel. Untuk lebih memperkuat pembuktian perjanjian, perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
12
Didalam penjelasan-penjelasan diatas, telah dipaparkan bagaimana seharusnya perjanjian yang baik. Meskipun telah terdapat pengaturan-pengaturan mengenai
10
Abdulkadir Muhamad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 229.
11
J.Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya ,Bandung: PT.Alumni, 1999, hal. 144.
12
Lukman Santoso, Op.Cit., hal. 26.
15
perjanjian, masih banyak terdapat permasalahan dan penerapannya. Sebab suatu perjanjian yang telah sah secara formal belum tentu baik dan masih terdapat
permasalahan di dalamnya. Berdasarkan hal diatas penulis, membuat skripsi ini dengan judul sebagai berikut “ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR
TRADISIONAL MERANTI BARU STUDI ANTARA TIURMA TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS”.
B. Perumusan Masalah