dalam
inventori
melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.
Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz tadi secara jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun
sebenarnya kaduanya merupakan alat
pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang
intangible,
pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat
tangible.
Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh barang.
Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara layanan dengan konsumen.
Dalam konteks pelayanan publik, dikemukakan bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah
urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik. Senada dengan itu, pelayanan
publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan
metode tertentu dalam usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya Garpersz, 2006: 24.
4. Fungsi Ekonomi Keuangan
Ekonomi dapat diartikan sebagai aturan yang berlaku dalam rumah tangga rumah tangga produsen dan konsumen. Produsen
dengan berbagai kegiatannya mempunyai aturan sendiri. Dengan demikian juga konsumen, baik secara individu maupun kelompok
dalam skala tertentu mereka memiliki aturan. Kemudian aturan tersebut
berinteraksi membentuk rumah tangga yang relative besar, maka terjalinlah aturan-aturan yang lebih besar pula yang mengatur
keterkaitan antara dua rumah tangga yang pada dasarnya saling membutuhkan dan saling memenuhi kebutuhan masing-masing
tersebut. Pada perkembangan berikutnya, yang mengusahakan kesejahteraan manusia bukan orang per orang saja secara individual.
Tetapi usaha kearah kemakmuran juga diusahakan oleh berbagai cara institusional termasuk pemerintah Arfida, 2003: 19.
Komitmen penyelenggaraan otonomi daerah dilandasi dengan diterbitkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Kedua Undang-undang tersebut pada dasarnya merupakan respon atas berbagai aspirasi daerah daerah di Indonesia yang
sebenarnya telah cukup lama menginginkan peran dan kemandirian dalam mengelola kewenangan
dan tanggungjawabnya
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah.
Berdasarkan undang-undang tersebut, maka otonomi daerah akan dilaksanakan secara luas, nyata dan bertanggungjawab. Hal ini
mengandung pengertian bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada daerah diberikan keleluasaan untuk
menyelenggarakan kewenangannya yang secara nyata ada didalamnya. Tujuan dari pemberian otonomi tersebut tidak lain adalah untuk lebih
meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah Machfud Sidik, 2003: 6.
Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, agar pemerintah dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka pemerintah daerah
harus didukung sumber-sumber pembiayaan yang memadai baik yang berasal dari dana perimbangan yang terdiri bagian daerah, bagi hasil
pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pendapatan asli daerah, pinjaman daerah maupun lain-lain dari
penerimaan daerah yang sah Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004. Sejalan dengan hal tersebut tentunya pelaksanaan otonomi daerah
tidak hanya ditinjau dari seberapa besar daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi yang tidak kalah penting adalah hal tersebut harus
diimbangi dengan sejauh mana instrument atau kemampuan daerah saat ini mampu memberikan nuansa pengelolaan keuangan yang lebih
adil, rasional, transparan, partisipatif dan akuntabel sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Otonomi Daerah.
2. Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah