ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESENJANGAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2005 dan 2010

(1)

ANALISIS TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESENJANGAN ANTAR WILAYAH

DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2005 dan 2010

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Oleh:

OKTAVINA MUSTIKA DEWI NIM.3211409068

JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

Ujian SkripsiFakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Semarang pada: Hari : Selasa

Tanggal :23 April 2013

Pembimbing I

Dr. Purwadhi Suhandini,SU NIP. 19471103 1975011 001

Pembimbing II

Dr. Eva Banowati,M.Si NIP. 19610929 1989012 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si NIP.196209041989011001


(3)

iii

Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada: Hari : Jumat

Tanggal : 26 April 2013

Penguji Utama

Drs. Haryanto, M. Si. NIP.196203151989011001

Anggota I

Dr. Purwadhi Suhandini, SU NIP.19471103 1975011 001

Anggota II

Dr. Eva Banowati,M.Si NIP. 19610929 1989012 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Dr. Subagyo, M.Pd. NIP. 1951080801980031003


(4)

iv

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 26 April 2013

Oktavina Mustika Dewi NIM. 3211409068


(5)

v

 Hiduplah dengan tujuan maka kamu akan hidup yang sesungguhnya..

 Tidak ada yang tidak bisa kita gapai kecuali rasa malas dan tak mau belajar..

 Mama.. you are my everything..

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini untuk:

1. Allah SWT atas segala rahmat yang telah dilimpahkan kepadaku.

2. Kedua orang tuakuHartono (almarhum) dan Yuli Wijayanti yang selalu memberikan kasih sayang , membimbingku dalam setiap langkah dengan doa. 3. Kakakku Hanugerah Wibowo Santika, serta adikku Tri Gusta Wijayanto,

Sarah Harwinda Permata dan Herlina Berlian Nurrahma, kalian lah semangat hidupku.

4. Sahabat terbaikku Febrina Kurniawati yang selalu menemaniku saat suka dan duka selama kuliah.

5. Teman-teman terbaikku dzulfikar, luqman, nova, indah, puji, rima, dinda, astin, niammur, fajar, amad, ganta, amri, nunung,yang memberi warna suka dan duka di Geografi 2009.

6. Teman-teman KKN, nourma, gambang, yuli, maya, mba arin, willy, yasirin, ambon, keluarga baru selama 45 hariyang tak akan terlupakan.

7. Untuk seseorang yang selalu bisa membuatku tersenyum dan semangat menjalani skripsiku, Dimas Aprilianto Pratama.


(6)

vi

kasih sayang dan rahmatNya, skripsi dengan judul “Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Dan Hubungannya Dengan Kesenjangan Antar Wilayah

Di Kabupaten Kudus Tahun 2005 dan 2010” telah dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu

Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan, dukungan, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa

hormat dan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial, yang telah membantu proses

perijinan penelitian.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M. Si., Ketua Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,

Universitas Negeri Semarang yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada

penulis untuk menyusun skripsi ini.

4. Dr. Purwadhi Suhandini, SU., selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dengan kesabaran,

kesungguhan dan kerelaan hati kepada penulis hingga penulisan skripsi ini

dapat selesai.

5. Dr. Eva Banowati, M.Si., selaku pembimbing II yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran serta dengan sabar dan telah menuntun


(7)

vii

7. Bapak dan Ibu Dosen Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat

berguna bagi penulis.

8. Mas Khoirul Anwar, S.Si yang telah mengajarkan banyak hal bermanfaat

selama kuliah.

9. Teman-teman Geografi 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, SPW 2009, PIP KALK

B 46, dan PAP FE Unnes yang tidak dapat penulis sebutkan namanya, terima

kasih telah memberikan banyak kenangan yang tak akan terlupakan.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya

baik materil maupun spiritual yang diberikan secara langsung dan tidak

langsung.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan bagi masyarakat.

Semarang, 26 April 2013


(8)

viii

Negeri Semarang.

Kata kunci: Perkembangan Wilayah, Sektor Basis, Sektor Non Basis, Kesenjangan Wilayah

Perkembangan wilayah sangat terkait dengan faktor jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi wilayah, kependudukan dan aksesibilitas wilayah. Selain itu, untuk mendorong perkembangan wilayah juga diperlukan pengembangan dari sektor basis dan non basis untuk memacu perkembangan atau pertumbuhan ekonomi daerahnya pula. Ketersediaan berbagai faktor-faktor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam kemajuan suatu wilayah dan hubungannya dengan kesenjangan antar wilayah akibat tidak meratanya hasil-hasil pembangunan. Tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) mengetahui perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus dilihat dari jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi tahun 2005 dan 2010, (2) mengetahui sektor unggulan dari berbagai bidang usaha sektor basis dan non basis di Kabupaten Kudus Tahun 2005 dan 2010, (3) mengetahui kesenjangan antar wilayah yang terjadi di Kabupaten Kudus tahun 2005 dan 2010, (4) memberikan arahan pengembangan pembangunan di Kabupaten Kudus.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi, kependudukan, aksesibilitas wilayah, sektor unggulan, dan kesenjangan wilayah. Analisis data dilakukan menggunakan analisis indeks komposit, analisis Locatient Quotient(LQ), dan analisis indeks Williamson.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus pada tahun 2005 dan 2010 yang perkembangannya tinggi berada di Kecamatan Kaliwungu, Jekulodan Gebog sedangkan kecamatan yang perkembangannya rendah berada di Kecamatan Bae. Sektor unggulan yang mengalami peningkatan yaitu sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih. Kesenjangan wilayah yang memiliki nilai kesenjangan tertinggi berada di Kecamatan Kota sedangkan kesenjangan terendah berada di Kecamatan Gebog.Arahan pengembangan pembangunandapat diarahkan menjadi 3 prioritas, yaitu Prioritas I kecamatan dengan klasifikasi rendah yaitu Kecamatan Bae.Prioritas II kecamatan dengan klasifikasi sedang yaitu meliputi Kecamatan Kota, Jati, Undaan, Mejobo dan Dawe. Prioritas III kecamatan dengan klasifikasi tinggi yaitu meliputi Kecamatan Kaliwungu, Jekulo dan Gebog.

Saran dari penelitian ini seharusnya Pemerintah Daerah lebih memperhatikan wilayah yang belum maju agar tidak terjadi kesenjangan yang begitu mencolok antar kecamatan, selain itu sektor-sektor yang berpotensi tinggi dalam mempengaruhi perkembangan wilayah perlu mendapatkan perhatian lebih agar dapat dikelola dengan baik, BAPPEDA maupun BPS agar terus melakukan pendataan atau pembaharuan data setiap tahunnya agar data yang diperoleh lebih akurat.


(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

LAMPIRAN ... xvi

BAB IPENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

1.5Batasan Istilah ... 5

1.6Sistematika Penulisan Skripsi ... 7

BAB IIKAJIAN PUSTAKA 2.1Perkembangan Wilayah ... 9

2.2Komponen Perkembangan Wilayah ... 11

2.2.1 Jumlah Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi ... 12

2.2.2 Kependudukan... 13

2.2.3 Aksesibilitas Wilayah... 13

2.3Sektor Basis dan Sektor Non Basis ... 14


(10)

x

3.3Variabel Penelitian ... 23

3.4Metode Pengumpulan Data ... 25

3.5Diagram Alir Penelitian ... 26

3.6Metode Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1Gambaran Umum Wilayah ... 31

4.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 31

4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi 4.1.2.1Sarana Pendidikan ... 34

4.1.2.2Sarana Kesehatan ... 35

4.1.2.3Sarana Peribadatan ... 36

4.1.2.4Sarana Ekonomi ... 37

4.1.3 Kependudukan 4.1.3.1Jumlah Penduduk ... 38

4.1.3.2Kepadatan Penduduk ... 38

4.1.4 Aksesibilitas Wilayah 4.1.4.1Luas Wilayah ... 39

4.1.4.2Jarak Ke Ibukota Kabupaten ... 39

4.1.4.3Panjang Jalan ... 40

4.2Hasil Penelitian ... 41

4.2.1 Perkembangan Wilayah di Kabupaten Kudus... 42

4.2.1.1Indeks Jumlah Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi ... 42

4.2.1.2Indeks Kependudukan ... 46


(11)

xi

4.2.3 Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Kudus ... 66

4.3Pembahasan ... 69

4.3.1 Perkembangan Wilayah di Kabupaten Kudus... 69

4.3.2 Sektor Unggulan di Kabupaten Kudus ... 71

4.3.3 Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Kudus ... 72

4.3.4 Arahan Pengembangan Pembangunan di KabupatenKudus ... 74

BAB V PENUTUP ... 78

5.1Kesimpulan ... 78

5.2Saran ... 80


(12)

xii

Tabel 3.1 Variabel Penelitian ... 24

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Kudus... 31

Tabel 4.2 Sarana Pendidikan di Kabupaten Kudus ... 34

Tabel 4.3 Sarana Kesehatan di Kabupaten Kudus ... 35

Tabel 4.4 Sarana Peribadatan di Kabupaten Kudus ... 36

Tabel 4.5 Sarana Ekonomi di Kabupaten Kudus ... 37

Tabel 4.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Kudus ... 38

Tabel 4.7 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Pendidikan di Kabupaten Kudus ... 42

Tabel 4.8 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Kesehatan di Kabupaten Kudus ... 43

Tabel 4.9 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Peribadatan di Kabupaten Kudus ... 44

Tabel 4.10 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Ekonomi di Kabupaten Kudus ... 45

Tabel 4.11 Perhitungan Indeks Jumlah Penduduk di Kabupaten Kudus ... 46

Tabel 4.12 Perhitungan Indeks Kepadatan Penduduk di Kabupaten Kudus ... 47

Tabel 4.13 Perhitungan Indeks Luas Wilayah di Kabupaten Kudus ... 48

Tabel 4.14 Perhitungan Indeks Jarak Ke Ibukota Kabupaten Kudus (dalam km) ... 49

Tabel 4.15 Perhitungan Indeks Panjang Jalan di Kabupaten Kudus (dalam km) ... 50

Tabel 4.16 Perhitungan Indeks Perkembangan Wilayah Kabupaten Kudus Tahun 2005 ... 83

Tabel 4.17 Perhitungan Indeks Perkembangan Wilayah Kabupaten Kudus Tahun 2010 ... 84


(13)

xiii

Tabel 4.20 Perhitungan Kesenjangan Wilayah

di Kabupaten Kudus Tahun 2010 ... 66 Tabel 4.21 Skala Prioritas Arahan Pengembangan Pembangunan


(14)

xiv

Gambar 4.2 Peta Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kudus Tahun 2005 . 55 Gambar 4.3 Peta Pertumbuhan Wilayah Kabupaten KudusTahun 2010 .. 56 Gambar 4.4 Peta Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kudus

Tahun 2005 dan 2010 ... 57 Gambar 4.5 Peta Persebaran Sektor Unggulan di Kabupaten Kudus

Tahun 2005 ... 63 Gambar 4.6 Peta Persebaran Sektor Unggulan di Kabupaten Kudus

Tahun 2010 ... 64 Gambar 4.7 Peta Kesenjangan Wilayah Kabupaten Kudus

Tahun 2005 dan 2010 ... 68 Gambar 4.8 Peta Arahan Pengembangan Pembangunan


(15)

xv


(16)

xvi

Kabupaten Kudus Tahun 2005 ... 83 Lampiran 2 Tabel 4.17 Perhitungan Indeks Perkembangan Wilayah

Kabupaten Kudus Tahun 2010 ... 84 Lampiran 3 Tabel PDRB dan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Bidang Usaha di Kabupaten Kudus

(jutaan rupiah) ... 85 Lampiran 4 Perhitungan LQ di Kabupaten Kudus ... 87 Lampiran 5 Tabel Sektor Unggulan Tahun 2005 di Kabupaten Kudus .... 96 Tabel Sektor Unggulan Tahun 2010 di Kabupaten Kudus ... 96 Lampiran 6 Perhitungan Kesenjangan Wilayah di Kabupaten Kudus ... 97 Lampiran 7 Gambar Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi

di Kabupaten Kudus ... 102 Lampiran 8 Gambar Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Kudus ... 106


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pembangunan merupakan tuntutan bagi masyarakat untuk mencapai

kemajuan, karena penduduk makin bertambah besar jumlahnya, maka

kebutuhannya pun bertambah jumlahnya, jenisnya, dan kualitasnya, seiring

dengan perkembangan kemajuan peradaban manusia, ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK). Salah satu tujuan pokok pembangunan daerah adalah

mengembangkan pembangunan wilayah-wilayah yang ada di dalamnya

terutama dalam hal perkembangan antar wilayah di daerah tersebut

(Adisasmita, 2010).

Perkembangan suatu wilayah sangat terkait dengan faktor jumlah

fasilitas sarana sosial ekonomi wilayah, kependudukan dan aksesibilitas

wilayah. Ketersediaan faktor tersebut memiliki peranan yang dominan dalam

kemajuan suatu wilayah. Pusat perkembangan suatu wilayah yang umumnya

juga berfungsi sebagai pusat pelayanan biasanya mempunyai fasilitas sarana

yang lebih besar secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan fungsi dan

peranannya yang harus mampu memberikan pelayanan bagi wilayah

sekitarnya.

Banyaknya permintaan akan jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi

sangat sering berbanding terbalik dengan kemampuan wilayah untuk

membangun. Wilayah yang kemampuannya sangat rendah justru

membutuhkan tambahan pelayanan yang jauh lebih besar daripada wilayah


(18)

2

kenyataannya fasilitas-fasilitas sarana sosial ekonomi justru terkonsentrasi di

pusat kota yang menjadikan daerah pusat ini akan semakin dipadati penduduk

yang menuntut lebih banyak lagi fasilitas sarana sosial ekonomi. Kebutuhan

penduduk wilayah di luar pusat kota yang belum terpenuhi mendorong arus

penduduk menuju ke pusat-pusat fasilitas sarana sosial ekonomi, yaitu di pusat

kota. Perencanaan yang merata di semua wilayah yang tidak hanya di pusat

kota saja menjadi sangat penting, karena hal tersebut merupakan pendorong

aktivitas ekonomi wilayah dan akan berpengaruh terhadap perkembangan

suatu wilayah.

Namun, permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam

pembangunan antar wilayah tidak pernah terlepas dari adanya persoalan

kesenjangan. Salah satu kesenjangan itu tampak pada tidak meratanya

hasil-hasil pembangunan, dimana suatu wilayah dapat mencapai perkembangan

yang sangat maju sedangkan wilayah lain masih terbelakang.

Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa

Tengah yang terbagi dalam 9 kecamatan yaitu meliputi Kecamatan:

Kaliwungu, Kota, Jati, Undaan, Mejobo Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe.

Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten yang perkembangannya

bagus dilihat dari jumlah PDRB Kabupaten Kudus Atas Dasar Harga Berlaku

yang tinggi di bidang industri dan perdagangan selama 5 tahun terakhir yaitu

pada tahun 2005 dan 2010 pada Tabel 1.1 dimana sektor ini mampu

menyerap banyak tenaga kerja dan meningkatkan ketersediaan jumlah


(19)

3

karena Kabupaten Kudus yang dilalui jalur nasional pantura sehingga

aksesibilitas wilayahnya pun mempunyai peranan dalam memacu tingkat

perkembangan wilayah.

Tabel 1.1 PDRB Kabupaten Kudus Atas Dasar Harga Berlaku

Bidang Usaha Harga Berlaku

2005 2010

1. Pertanian 446.634 886.992

2. Penggalian 6.390 6.609

3. Industri Pengolahan 12.844.125 19.742.458

4. Listrik, Gas & Air Bersih 74.875 131.503

5. Bangunan 246.809 457.798

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 5.084.180 8.272.931

7. Angkutan & Komunikasi 293.616 422.536

8. Lembaga Keuangan 373.489 709.068

9. Jasa-jasa 414.300 833.908

PDRB 19.784.423 31.463.806

PDRB Perkapita 26.949.261 41.283.120

Sumber: PDRB Kabupaten Kudus, Tahun 2006 dan 2011

Berbagai macam jenis pembangunan fasilitas sarana sosial ekonomi di

Kabupaten ini diharapkan dapat berkembang secara baik dan merata untuk

menunjang perkembangan wilayahnya. Upaya untuk menunjang

perkembangan tersebut adalah dengan berusaha membangun berbagai jenis

fasilitas sarana sosial ekonomi dengan asas pemerataan pembangunan agar

nantinya tidak terjadi kesenjangan antar wilayah, sehingga dapat berkembang


(20)

4 1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diambil kesimpulan

suatu permasalahan antara lain:

1. Bagaimana perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus dilihat dari

jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi tahun 2005 dan 2010?

2. Bagaimana sektor unggulan dari berbagai bidang usaha sektor basis dan

non basis di Kabupaten Kudus tahun 2005 dan 2010?

3. Bagaimana kesenjangan antar wilayah yang terjadi di Kabupaten Kudus

tahun 2005 dan 2010?

4. Bagaimana arahan pengembangan pembangunan di Kabupaten Kudus?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui perkembangan wilayah dari jumlah fasilitas sarana sosial

ekonomi di Kabupaten Kudus tahun 2005 dan 2010.

2. Mengetahui sektor unggulan dari berbagai bidang usaha sektor basis dan

non basis di Kabupaten Kudus tahun 2005 dan 2010.

3. Mengetahui kesenjangan antar wilayah yang terjadi di Kabupaten Kudus

tahun 2005 dan 2010.

4. Memberi arahan pengembangan pembangunan di Kabupaten Kudus.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a) Mengembangkan ilmu pengetahuan yang secara teori khususnya di


(21)

5

b) Menambah referensi pengetahuan bagi pembaca mengenai

perkembangan wilayah, kesenjangan, serta arahan pengembangan

pembangunan di Kabupaten Kudus.

2. Manfaat Praktis

a) Memberikan sumbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus

yang berkaitan dengan perencanaan daerah.

b) Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten

Kudus dalam penyusunan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan

wilayah.

1.5Batasan Istilah

Batasan istilah dimaksudkan agar pembaca mudah dalam menangkap

isi dan memperoleh gambaran dari penelitian ini, beberapa istilah itu adalah:

1. Perkembangan Wilayah

Tingkat perkembangan suatu wilayah pada dasarnya merupakan

fungsi dari lingkungan alam, penduduk, dan kegiatan ekonomi dan sosial.

Interaksi antara lingkungan alam, penduduk, dan kegiatan ekonomi dan

sosial pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah

(Budiharjo, 1995). Komponen berbagai fungsi tersebut antara lain

lingkungan alam berhubungan dengan aksesibilitas wilayah yang meliputi

luas wilayah, jarak ke ibukota kabupaten dan panjang jalan, sedangkan

dari segi penduduk berhubungan dengan jumlah penduduk dan


(22)

6

jumlah fasilitas sarana sosial dan ekonomi yang mempengaruhi dalam

menunjang kebutuhan penduduk di wilayah tersebut.

2. Sektor Basis

Sektor basis merupakan sektor unggulan yang dimiliki oleh suatu

wilayah, dimana hal tersebut dihitung dari besarnya peranan sektor

tersebut terhadap perekonomian daerah Pembangunan (Bappeda, 2011).

3. Sektor Non Basis

Sektor non basis merupakan sektor yang tidak dijadikan unggulan

dalam satu daerah, dimana barang dan jasa hasil produksi yang dihasilkan

hanya dapat digunakan di daerahnya sendiri, bahkan terkadang untuk

memenuhi kebutuhan di daerahnya harus mendatangkan barang dan jasa

sektor tersebut dari daerah lain (Bappeda, 2011).

4. Kesenjangan Wilayah

Kesenjangan wilayah merupakan suatu ketidakmerataan akibat dari

beragamnya karakteristik suatu wilayah (KBBI, 1989). Kesenjangan

tersebut dapat dilihat dari adanya berbagai perbedaan hasil atau jumlah di

berbagai sektor pembangunan wilayah, seperti jumlah fasilitas sarana


(23)

7 1.6Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi disusun dengan menggunakan sistematika yang

berdasarkan panduan skripsi, yaitu: bagian awal (prawacana), bagian isi

skripsi (pokok skripsi), dan bagian akhir skripsi. Secara sistematis disajikan

sebagai berikut.

Skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Bagian

Awal (prawacana), Bagian Pokok, dan Bagian Akhir.

1. Bagian Awal

Bagian awal skripsi (prawacana) terdiri dari: sampul berjudul, lembar

berlogo UNNES (sebagai halaman pembatas), halaman judul dalam,

persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian karya

ilmiah, motto dan persembahan, prakata, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar

gambar, dan lampiran.

2. Bagian Pokok

Bagian Pokok terdiri dari lima bab yaitu:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penulisan

skripsi.

Bab II Kajian Pustaka, terdiri dari kajian pustaka yang menjelaskan

mengenai perkembangan wilayah, komponen perkembangan wilayah,


(24)

8

Bab III Metodologi Penelitian, berisi tentang lokasi dan obyek penelitian,

data-data penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data,

diagram alir penelitian serta metode analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan,. mengupas hasil penelitian dan

pembahasan yang meliputi gambaran umum wilayah, hasil penelitian dan

pembahasan penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisikan kesimpulan tentang hasil

penelitian dan saran yang berisikan masukan-masukan bagi pihak-pihak

yang terkait.

3. Bagian Akhir

Bagian akhir berisikan daftar pustaka yang digunakan sebagai dasar


(25)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1Perkembangan Wilayah

Tingkat perkembangan suatu wilayah pada dasarnya merupakan

fungsi dari lingkungan alam, penduduk, dan kegiatan ekonomi dan sosial.

Interaksi antara lingkungan alam, penduduk, dan kegiatan ekonomi dan sosial

pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah

(Budiharjo, 1995). Komponen berbagai fungsi tersebut seperti lingkungan

alam berhubungan dengan aksesibilitas wilayah yang meliputi luas wilayah,

jarak ke ibukota kabupaten dan panjang jalan, sedangkan dari segi penduduk

berhubungan dengan jumlah penduduk dan kepadatannya, serta kegiatan

ekonomi dan sosial berhubungan dengan jumlah fasilitas sarana sosial dan

ekonomi yang mempengaruhi dalam menunjang kebutuhan penduduk di

wilayah tersebut.

Secara geografis perkembangan wilayah cenderung tidak seimbang,

hal ini disebabkan karena adanya perbedaan berbagai macam jenis potensi

baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Menurut Myrdal,

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat menyebabkan berbagai

kesenjangan. Ada dua kekuatan penting yang dikemukakan Myrdal yakni:

1. Wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang

menghambat perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang


(26)

10

2. Wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang

mendorong perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang

(spread effects).

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya backwash effects adalah:

1. Corak perpindahan penduduk dari wilayah yang masih terbelakang ke

wilayah maju. Adanya perkembangan ekonomi di wilayah-wilayah yang

lebih maju merupakan daya tarik bagi tenaga kerja yang

berpendidikan/berkualitas untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih

baik. Sedangkan di wilayah terbelakang, yang ada hanyalah orang-orang

yang umumnya lebih konservatif. Keadaan demikian tidak

menguntungkan bagi perkembangan wilayah yang masih terbelakang

karena setiap saat kehilangan putra-putra daerahnya yang bermutu.

2. Arus investasi yang tidak seimbang. Permintaan modal di wilayah

terbelakang biasanya sangat minimal, disamping itu produktivitasnya pun

sangat rendah sehingga tidak merangsang bagi penanaman modal dari

luar, bahkan modal dari dalam justru terus mengalir ke luar (wilayah yang

lebih maju) karena lebih terjamin untuk menghasilkan pendapatan yang

lebih tinggi.

3. Pola dan aktivitas perdagangan yang didominasi oleh industri-industri di

wilayah yang lebih maju, sehingga wilayah terbelakang sangat sukar


(27)

11

4. Adanya jaringan-jaringan pengangkut yang lebih maju, sehingga kegiatan

produksi dan perdagangan dapat dilaksanakan lebih efisien

(menguntungkan). Dengan adanya faktor-faktor tersebut maka

perkembangan wilayah yang sudah maju akan semakin meningkat,

sebaliknya wilayah terbelakang akan semakin terbelakang.

2.2Komponen Perkembangan Wilayah

Komponen perkembangan wilayah adalah suatu pokok bahasan yang

mempunyai peranan dalam pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah

ditetapkan dalam menganalisis perkembangan wilayah. Oleh karena itu,

komponen tersebut harus merupakan sesuatu yang akan dihitung atau diukur

serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat perkembangan di

suatu wilayah. Prinsip utama dalam perkembangan wilayah adalah

pengembangan sektor yang paling potensial sebagai sektor penggerak dan

diterapkan pada daerah yang tepat sehingga terjadi penjalaran pertumbuhan

(Rustiadi, 2011).

Tingkat perkembangan wilayah dapat dilihat secara sederhana

menggunakan tiga komponen, sebagai berikut:

1. Jumlah Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi: sarana pendidikan, sarana

kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana ekonomi.

2. Kependudukan: jumlah penduduk dan kepadatan penduduk.

3. Aksesibilitas Wilayah: luas wilayah, jarak ke ibukota kabupaten, dan


(28)

12

Tingkat perkembangan wilayah merupakan ukuran peringkat secara

relatif yang menyatakan kemajuan yang dicapai oleh setiap wilayah sebagai

hasil aktivitas pembangunan (Budiharjo, 1995 dalam Muta’ali, 2003). Oleh karena itu, untuk mengukur tingkat perkembangan wilayah dapat diukur

dengan tingkat pencapaian dari tujuan pembangunan, seperti mengatasi

masalah kesenjangan (Todaro, 1984 dalam Muta’ali, 2003).

2.2.1Jumlah FasilitasSarana Sosial Ekonomi

2.2.1.1Sarana Sosial

Sarana sosial merupakan segala pelayanan yang diselenggarakan oleh

pemerintah atau non pemerintah yang mempunyai pengaruh langsung atau

pengaruh nyata menurut fungsi sosial dari pelayanan tersebut kepada

penggunanya yang meliputi:

1. Sarana kesehatan: rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu,

puskesmas keliling, balai pengobatan, apotik.

2. Sarana pendidikan: TK, SD, SMP, SMA, SMK, Perguruan Tinggi.

3. Sarana peribadatan: masjid, mushola, gereja, pura, wihara, klenteng.

2.2.1.2 Sarana Ekonomi

Sarana ekonomi merupakan segala pelayanan yang diselenggarakan

oleh pemerintah atau non pemerintah yang mempunyai pengaruh langsung

atau pengaruh nyata yang sangat penting dalam memudahkan kegiatan

perekonomian guna menunjang percepatan perkembangan dan pertumbuhan

wilayah, yang meliputi pasar, toko kelontong, warung makan, koperasi, bank,


(29)

13 2.2.2Kependudukan

2.2.2.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk merupakan sekumpulan orang banyak yang

mendiami suatu tempat atau wilayah dalam kurun waktu tertentu.

2.2.2.2 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk

dengan luas wilayah. Antara daerah yang satu dengan daerah yang lain

tentunya tidak mempunyai tingkat kepadatan yang sama.

2.2.3Aksesibilitas Wilyah

2.2.3.1 Luas Wilayah

Luas wilayah dalam hubungannya dengan perkembangan wilayah

sangat berkaitan dengan ketersediaan lahan yang masuk dan berkembangnya

daerah pertumbuhan yang baru, sebagaimana diketahui bahwa luas wilayah

bersifat tetap (statis), sedangkan manusia dan segala macam kegiatannya

senantiasa berkembang dan melakukan mobilitas (dinamis).

2.2.3.2 Jarak Ke Ibukota Kabupaten (dalam Km)

Jarak masing-masing tiap kecamatan dengan Ibukota Kabupaten akan

mempengaruhi tingkat perkembangan di setiap wilayah, dimana jarak yang

paling dekat dengan Ibukota Kabupaten pastinya akan lebih mudah mendapat

pengaruh kekotaan dan mempengaruhi tingkat ketersediaan jumlah fasilitas


(30)

14

2.2.3.3 Panjang Jalan

Dalam menunjang kelancaran transportasi dan kemudahan aksesibilitas

diperlukan adanya prasarana jalan yang memadai dan dalam kondisi yang

baik, yaitu panjang jalan. Semakin banyak jalan yang menghubungkan antar

daerah maka akan semakin berkembang daerah tersebut.

2.3Sektor Basis dan Sektor Non Basis

Untuk mendorong perkembangan suatu wilayah maka perlu didorong

pengembangan sektor basis, yaitu sektor yang semua kegiatannya, baik

penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar

wilayah karena kegiatannya. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis

adalah fungsi dari permintaan yang bersifat Exogeneus (tidak bergantung

pada kekuatan intern atau permintaan lokal). Pengembangan sektor basis ini

akan berpengaruh positif dalam mendorong perkembangan sektor non basis

yang bersifat hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal sehingga permintaan

pada sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat

setempat dan karenanya kenaikan sektor non basis sejalan dengan kenaikan

tingkat pendapatan masyarakat setempat (Tarigan, 2005).

Sektor basis merupakan sektor unggulan yang dimiliki oleh suatu

wilayah, dimana hal tersebut dihitung dari besarnya peranan sektor tersebut

terhadap perekonomian daerah, sedangkan sektor non basis merupakan sektor

yang tidak dijadikan unggulan dalam satu daerah, dimana barang dan jasa

hasil produksi yang dihasilkan hanya dapat digunakan di daerahnya sendiri,


(31)

15

mendatangkan barang dan jasa sektor tersebut dari daerah lain (Bappeda,

2011).

Beberapa sektor basis dan non basis yang digunakan untuk

mendorong perkembangan suatu wilayah dibagi menjadi 9 sektor, yaitu:

1. Sektor Pertanian

Mencakup segala pengusahaan dan pemanfaatan benda-benda

biologis (hidup) yang diperoleh dari alam dengan tujuan untuk

dikonsumsi, meliputi:

a) Tanaman Bahan Pangan

Segala kegiatan yang menghasilkan komoditi bahan pangan.

b) Tanaman Perkebunan

Baik yang diusahakan oleh rakyat, maupun oleh perusahaan

perkebunan.

c) Peternakan

Segala kegiatan pembibitan dan budidaya segala jenis ternak dan

unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakan, dibesarkan, dipotong,

dan diambil hasil-hasilnya, baik yang dilakukan oleh rakyat maupun

oleh perusahaan peternakan.

d) Kehutanan

Kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan


(32)

16

e) Perikanan

Kegiatan penangkapan, pembenihan, budidaya segala jenis ikan dan

biota ikan lainnya, baik yang berada di air tawar maupun air asin.

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Mencakup penggalian, pengeboran, penyaringan, pencucian,

pemilihan, dan pengambilan segala macam barang tambang, mineral, dan

bahan galian yang tersedia di alam, baik berupa benda padat, cair, dan gas.

Dapat dilakukan di bawah tanah maupun di atas permukaan bumi dengan

tujuan menciptakan nilai guna dari barang tambang dan galian sehingga

memungkinkan untuk dimanfaatkan, dijual, dan diproses lebih lanjut,

meliputi: pertambangan migas, pertambangan tanpa migas, dan

penggalian.

3. Sektor Industri dan Pengolahan

Dibedakan menjadi 2, yaitu industri migas dan non migas:

a.) Industri Migas: pengilangan minyak bumi dan gas alam cair.

b.) Industri Non Migas: industri besar, industri sedang, industri kecil, dan

industri rumahtangga.

4. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

a.) Listrik

Mencakup pembangkitan atau penyaluran tenaga listrik, baik yang

diselenggarakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN)

maupun perusahaan non PLN, seperti pembangkit listrik oleh


(33)

17

(perorangan maupun perusahaan) dengan tujuan untuk dijual. Listrik

yang dibangkitkan meliputi listrik yang dijual, dipakai sendiri, hilang

dari transmisi dan listrik yang dicuri.

b.) Gas Kota

Mencakup penggunaan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan

rumah tangga seperti hotel, restoran dan sebagainya. Gas ini di

distribusikan lewat pipa ke beberapa rumah didalam satu kota

c.) Air Bersih

Mencakup proses pembersihan, pemurnian, dan proses kimiawi

lainnya untuk menghasilkan air minum, serta pendistribusian dan

penyalurannya secara langsung melalui pipa atau alat lain ke rumah

tangga, instansi pemerintah maupun swasta.

5. Sektor Bangunan

Suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi

yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya, baik digunakan

sebagai tempat tinggal atau sarana lainnya, meliputi kegiatan pembuatan,

pembangunan, pemasangan, dan perbaikan semua jenis konstruksi.

6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

a.) Perdagangan

1.) Perdagangan Besar

Kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali oleh pedagang dari

produsen atau importir ke pedagang besar lainnya, pedagang


(34)

18

2.) Perdagangan eceran

Kegiatan pedagang yang pada umumnya melayani konsumen

perorangan atau rumah tangga.

b.) Hotel

Mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan

sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan.

c.) Restoran

Mencakup usaha penyediaan makanan dan minuman jadi yang

pada umumnya di konsumsi di tempat penjualan.

7. Sektor Angkutan dan Komunikasi

Sektor angkutan terdiri dari jasa angkutan jalan raya, angkutan rel

kereta api, angkutan laut, angkutan sungai, danau, dan penyebrangan,

angkutan udara, serta jasa penunjang angkutan. Kegiatan pengangkutan

meliputi pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat

yang lain dengan menggunakan alat angkut atau kendaraan, baik bermotor

maupun tidak bermotor.

Komunikasi terdiri dari kegiatan pos/giro dan jasa penunjang

komunikasi. Pos/giro mencakup kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain

dalam hal pengiriman surat, wesel, dan paket pos yang diusahakan oleh


(35)

19

Jasa penunjang telekomunikasi meliputi kegiatan pemberian jasa

kepada pihak lain dalam hal pengiriman berita melalui telegram, telepon,

dan telex. Juga meliputi kegiatan seperti wartel, radio panggil (pager), dan

telepon seluler (handphone).

8. Sektor Lembaga Keuangan, Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan

a.) Lembaga Keuangan

1.) Bank

Kegiatan yang memberikan jasa keuangan kepada pihak lain.

2.) Jasa Asuransi

Salah satu jenis lembaga keuangan bukan bank yang usaha

pokoknya menanggung resiko-resiko atas terjadinya kerugian

finansial suatu barang atau jiwa manusia yang disebabkan oleh

terjadinya musibah atau kecelakaan atas barang atau orang

tersebut.

3.) Dana Pensiun

Badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang

menjanjikan manfaat pensiun.

4.) Pegadaian

Mencakup usaha lembaga perkreditan pemerintah yang bersifat

monopoli dan dibentuk berdasarkan ketentuan undang-undang yang

tugasnya antara lain membina perekonomian rakyat kecil dengan

menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai dengan cara yang


(36)

20

kecil, industri kecil yang bersifat produktif, kaum buruh/pegawai

ekonomi lemah.

b.) Jasa Penunjang Keuangan

Mencakup kegiatan pedagang valuta asing, pasar modal, dan jasa

penunjangnya.

c.) Sewa Bangunan

Usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut

bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal, seperti

perkantoran, pertokoan, serta persewaan tanah persil.

d.) Jasa Perusahaan

Mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (advokat dan notaris),

jasa akuntansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyjian data, jasa

bangunan/arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset pemasaran, jasa

persewaan mesin dan peralatan.

9. Sektor Jasa-jasa

a.) Jasa Pemerintah

1.) Administrasi pemerintahan dan pertahanan.

2.) Jasa pemerintah lainnya.

3.) Pemerintahan umum, mencakup semua departemen dan non

departemen, badan/lembaga tinggi negara, kantor-kantor dan badan

yang berhubungan dengan administrasi pemerintahan dan


(37)

21

b.) Jasa Swasta

1.) Jasa sosial kemasyarakatan, meliputi: pendidikan, kesehatan,

riset/penelitian, palang merah, panti asuhan.

2.) Jasa hiburan dan rekreasi, meliputi: bioskop dan gelanggang

olahraga.

3.) Jasa perorangan atau rumahtangga, meliputi: jasa

perbengkelan/reparasi kendaraan bermotor, jasa pembantu

rumahtangga, tukang cukur, tukang jahit, tukang semir sepatu.

Menurut Priyono et al. (2007), sektor basis atau non basis tidak

bersifat statis tetapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau

bahkan kemunduran setiap tahunnya.

Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah:

1. Perkembangan jaringan komunikasi dan transportasi.

2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah.

3. Perkembangan teknologi.

4. Pengembangan prasarana sosial dan ekonomi.

Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah:

1. Adanya penurunan permintaan di luar daerah.

2. Kehabisan cadangan sumber daya.

2.4Kesenjangan Wilayah

Kesenjangan wilayah merupakan suatu ketidakmerataan akibat dari

beragamnya karakteristik suatu wilayah (KBBI, 1989). Permasalahan


(38)

22

dihadapi oleh setiap daerah. Kesenjangan umumnya terjadi karena interaksi

berbagai faktor yang menyebabkan tidak semua daerah mengalami

perkembangan yang sama, akan tetapi beberapa daerah berkembang lebih

cepat daripada daerah yang lain menurut kriteria tertentu. Permasalahan

kesenjangan antar wilayah ini menjadi salah satu permasalahan yang harus

diprioritaskan untuk ditangani, sebab sangat terkait dengan upaya untuk

pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya.

Salah satu ukuran untuk mengetahui adanya kesenjangan

perkembangan antar wilayah adalah dengan mengetahui diferensiasi

perkembangan masing-masing wilayah kecamatan yang ditunjukkan dengan

tingkat perkembangannya. Diferensiasi perkembangan dari masing-masing

wilayah tersebut dapat dilihat dari adanya berbagai perbedaan hasil atau

jumlah di berbagai sektor pembangunan wilayah, seperti jumlah fasilitas

sarana sosial ekonomi maupun di sektor basis dan non basis.

Untuk melihat seberapa besar kesenjangan yang terjadi antar wilayah

dapat diukur menggunakan rumus Indeks Williamson. Indeks kesenjangan

Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan

nol. Jika semua Yi = Y maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak

adanya kesenjangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar dari 0

menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar

indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar kecamatan di


(39)

23 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Lokasi dan Obyek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa

Tengah dengan obyek penelitian yaitu jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi,

kependudukan, aksesibilitas wilayah, sektor unggulan dari berbagai bidang

usaha yaitu sektor basis dan non basis, dan kesenjangan wilayah.

3.2Sumber Data

3.2.1 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung tetapi

dari berbagai instansi terkait seperti BPS, Bappeda, dan laporan-laporan hasil

penelitian serta publikasi lain.

3.2.2 Data Primer

Data primer diperoleh dari pengamatan lapangan sebagai data

pendukung yang berupa dokumentasi gambar-gambar.

3.3Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Adapun variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Jumlah Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi 4. Sektor Unggulan

2. Kependudukan 5. Kesenjangan Wilayah


(40)

24 Tabel 3.1 Variabel Penelitian

No Variabel Penelitian Jenis Data Sumber Data

1 Jumlah Fasilitas Sarana Sosial

Ekonomi

a.) Sarana Pendidikan

Jumlah TK, SD, SMP, SMA, dan PT

BPS Kabupaten

Kudus b.) Sarana Kesehatan

Jumlah Rumah Sakit,

Puskesmas, Puskesmas Keliling, Balai Pengobatan, Apotek

c.) Sarana Peribadatan

Jumlah Mushola, Masjid, Gerja, Wihara, Pura, Klenteng

d.) Sarana Ekonomi

Jumlah Pasar, Toko Kelontong, Warung Makan, Koperasi, Bank, Industri

2 Kependudukan

a.) Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Kecamatan BPS Kabupaten

Kudus b.) Kepadatan

Penduduk

Jumlah Penduduk Kecamatan dan Luas Wilayah

3 Aksesibilitas

Wilayah

a.) Luas Wilayah Luas Wilayah

BPS Kabupaten

Kudus b.) Jarak Ke Ibukota

Kabupaten Jarak Ke Ibukota Kabupaten c.) Panjang Jalan Panjang Jalan

4 Sektor Unggulan Sektor Basis dan Non Basis PDRB Kecamatan,

PDRB Kabupaten

Kudus 5 Kesenjangan

Wilayah

Jumlah PDRB Perkapita Kecamatan PDRB Kecamatan, PDRB Kabupaten Kudus, BPS Kabupaten Kudus Rata-rata PDRB Perkapita

Kabupaten

Jumlah Penduduk Kecamatan

Jumlah Penduduk Kabupaten Sumber: Muammar, 2009 dengan modifikasi penulis, 2013


(41)

25 3.4Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Dokumentasi

Merupakan cara dan teknik pengumpulan data melalui peninggalan

tertulis seperti arsip-arsip, dan juga buku-buku tentang pendapat-pendapat,

teori, dalil atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan

masalah-masalah penelitian (Rachman dalam Manggaraini, 2008). Metode studi

dokumentasi yang digunakan dan diolah adalah data-data sekunder dari

instansi-instansi yang terkait, antara lain BPS, Bappeda, dan laporan-laporan

hasil penelitian serta publikasi lain.

3.4.2 Observasi

Merupakan cara dan teknik perolehan data dengan melakukan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena

yang ada pada obyek penelitian (Tika, 2005). Pengamatan yang dilakukan


(42)

26 3.5Diagram Alir Penelitian

Keterangan :

Input

Output

Perkembangan Wilayah

Jumlah Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi

Kependudukan Aksesibilitas Wilayah

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

Kesenjangan antar wilayah kecamatan

Arahan Pengembangan Pembangunan Sektor Unggulan


(43)

27 3.6Metode Analisis Data

3.5.1 Analisis Indeks Komposit

Tingkat perkembangan wilayah merupakan hasil dari scalling antara

berbagai indeks yang ada dan dapat digunakan dalam menganalisis

perkembangan wilayah, baik itu indeks ekonomi, pendidikan, demografi

maupun kesehatan. Scalling dilakukan supaya nilai tiap-tiap variabel yang

akan digunakan sama rentangnya yaitu nilai terendah 0 dan nilai tertinggi

100.

Cara Scalling :

. 100

(Sumber: Muammar, 2009) Keterangan:

X : Nilai dari variabel

Xmin : Nilai terendah dari variabel

Xmax : Nilai tertinggi dari variabel

Setelah itu hasil dari scalling berbagai indeks pengaruh

perkembangan wilayah tersebut akan dikompositkan/dijumlahkan, dan

hasil penjumlahan tersebut dibuat klasifikasi kelas (tinggi, sedang,

rendah). Semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka tingkat perkembangan


(44)

28

3.5.2 Analisis Locatient Quotient (LQ)

Analisis Location Quotient (LQ) adalah suatu cara yang digunakan

untuk mengklasifikasikan sektor-sektor yang menjadi unggulan, baik

kegiatan pertanian, perdagangan, industri maupun jasa melalui besarnya

peranan sektor tersebut terhadap perekonomian daerah.

LQir : Ei kec / Ekec

Ei kab / Ekab

(Sumber: Rustiadi, 2011) Keterangan:

LQir : Indeks Spasial Regional

Ei kec : Sektor (i) PDRB Kecamatan

Ekec : Total PDRB Kecamatan

Ei kab : Sektor (i) PDRB Kabupaten

Ekab : Total PDRB Kabupaten

Kriteria yang dipergunakan dari hasil perhitungan adalah sebagai berikut:

LQ = 1 “self sufficient”, yaitu peranan relatif barang dan jasa yang bersangkutan dalam wilayah kecamatan adalah sama dengan peranan

relatif barang dan jasa sejenis dalam perekonomian wilayah kabupaten.

LQ > 1sektor basis, yaitu daerah tersebut mampu mengekspor barang dan

jasa ke luar wilayah, yang disebut sektor basis.

LQ < 1 sektor non basis, yaitu daerah tersebut perlu mengimpor barang


(45)

29

Hasil perhitungan LQ tersebut nantinya akan memperlihatkan bahwa

masing-masing wilayah mempunyai sektor unggulan. Dengan pendekatan

basis ekonomi, sektor unggulan merupakan sektor yang menjadi

penggerak utama perekonomian masyarakat di wilayah tersebut

(Muammar, 2009).

3.5.3 Analisis Indeks Williamson

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering

digunakan untuk melihat kesenjangan antar wilayah. Williamson (1975)

merumuskan indeks kesenjangan wilayah dengan rumus :

IW = ( – ) . Pi

(Sumber: Rustiadi, 2011) Keterangan:

IW : Indeks Kesenjangan Williamson Yi : PDRB per kapita kecamatan (i) Y : Rata-rata PDRB perkapita kabupaten

Pi : , dimana fi jumlah penduduk kecamatan (i) dan n adalah total penduduk kabupaten

Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang

lebih besar atau sama dengan nol. Jika semua Yi = Y maka akan dihasilkan

indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar daerah.

Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar

wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat


(46)

30 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala-gejala

muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi, baik yang fisikal

maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya untuk

kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan. Semua komponen

yang menjadi objek studi geografi dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh

untuk mensejahterakan masyarakat dengan cara pembangunan.

Objek ilmu geografi ada dua macam, yaitu objek material dan objek

formal. Objek material adalah geosfer yang meliputi, atmosfer, litosfer, hidrosfer,

biosfer, antroposfer, dan pedosfer. Objek formalnya menekankan pada sudut

pandang atau cara memandang dan cara berfikir terhadap suatu gejala di

permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun sosial, yaitu sudut pandang

keruangan (spasial) yang mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat

penting, sudut pandang kelingkungan (ekologikal) yang mempelajari mengenai

interaksi antar organism hidup dengan lingkungannya dan sudut pandang

kompleks wilayah (regional) yaitu kombinasi antara sudut pandang keruangan

dan kelingkungan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan keruangan. Analisis keruangan merupakan salah satu ciri geografi.

Pendekatan keruangan banyak berhubungan dengan unsur-unsur berikut ini yaitu:

1. Jarak absolute maupun jarak relatif

2. Site dan situasi yang erat hubungannya dengan sifat dan fungsi kota


(47)

31

3. Aksesibilitas yang erat kaitannya dengan topografi yang dimiliki suatu

wilayah termasuk penduduk yang bermukim didalamnya. Daerah yang

memiliki aksesibilitas yang tinggi akan mempunyai tingkat kemajuan yang

lebih pesat dibandingkan dengan daerah yang aksesibilitasnya rendah.

4. Pola atau pattern yaitu perulangan fenomena atau gejala tertentu didalam

lingkup geosfer.

5. Keterkaitan atau conectiveness merupakan besar kecilnya keterkaitan yang

menentukan hubungan fungsional antara beberapa tempat.

4.1Gambaran Umum Wilayah 4.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah

Secara geografis, Kabupaten Kudus terletak pada posisi 110o36’ dan 110o 50’ Bujur Timur serta 6o51’ dan 7o16’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten

Kudus yaitu 42.516 Ha dengan perincian luas per kecamatan dapat dilihat pada

Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Kudus

Kecamatan Luas (Ha) Persentase (%)

Kaliwungu 3,271 7,69

Kota 1,047 2,46

Jati 2,630 6,19

Undaan 7,177 16,88

Mejobo 3,677 8,65

Jekulo 8,292 19,50

Bae 2,332 5,48

Gebog 5,506 12,95

Dawe 8,584 20,19

Jumlah 425,16 100

Sumber: Kudus Dalam Angka, 2011

Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut ditunjukkan bahwa Kecamatan Dawe


(48)

32

Kabupaten Kudus dengan luas sebesar 8,584Ha sedangkan kecamatan dengan luas

terkecil berada di Kecamatan Kota dengan luas 1,047Ha. Keterkaitan luas wilayah

masing-masing kecamatan dengan perkembangan wilayah sangat terkait dengan

ketersediaan faktor penunjang yang bersifat tetap (statis) selain juga karena

pengaruh faktor yang terus berkembang (dinamis), seperti manusia. Wilayah

dengan luasan yang besar atau kecil akan mempengaruhi banyak sedikitnya

permintaan berbagai jenis fasilitas sarana sosial guna menunjang kebutuhan

sehari-hari sesuai jumlah penduduknya.

Kabupaten Kudus merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi

Jawa Tengah yang dilalui jalur nasional pantura yang menghubungkan antara

beberapa Kabupaten di daerah sekitarnya. Batas-batas wilayah di Kabupaten

Kudus dapat dilihat sebagai berikut:

Sebalah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Pati

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pati

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Demak

Pembagian masing-masing kecamatan menurut wilayah administratifnya di

Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten


(49)

(50)

34 4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi

4.1.2.1 Sarana Pendidikan

Peranan sarana pendidikan dalam menunjang perkembangan wilayah

berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Perananan sarana

pendidikan ini dilihat dari segi jumlah ketersediaan sarananya di wilayah tersebut.

Jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut:

Tabel 4.2 Sarana Pendidikan di Kabupaten Kudus

Kecamatan

TK SD SMP SMA SMK PT Jumlah

2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010

Kaliwungu 12 19 63 63 12 14 8 8 3 3 0 1 98 108

Kota 38 39 69 68 20 19 25 31 4 8 2 2 158 167

Jati 21 25 64 64 8 9 6 4 1 0 0 2 100 104

Undaan 14 17 57 55 9 10 3 5 0 2 0 0 83 89

Mejobo 12 15 55 57 7 9 6 7 1 2 0 1 81 91

Jekulo 23 26 76 76 11 12 6 9 0 3 0 0 116 126

Bae 21 23 51 50 8 8 6 7 0 1 2 2 88 91

Gebog 18 23 86 83 9 12 7 9 1 3 0 0 121 131

Dawe 19 25 88 86 15 19 5 10 1 3 0 0 128 143

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan Tabel 4.2 menggambarkan bahwa jumlah sarana pendidikan

yang terbanyak pada tahun 2005 dan 2010 berada di Kecamatan Kota dengan

jumlah 158 sarana bertambah menjadi 167 sarana pada tahun 2010 yang terdiri

atas TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Jumlah sarana pendidikan yang

terbanyak di Kecamatan Kota disebabkan karena jumlah dari berbagai sarana

pendidikan tersebut dijumlahkan secara kasar berdasarkan data yang diperoleh


(51)

35 4.1.2.2 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan selain hanya berfungsi untuk memberikan pelayanan

kesehatan penduduk tetapi juga berfungsi untuk mengendalikan

perkembangan/pertambahan penduduk. Ketersediaan sarana kesehatan merupakan

salah satu aspek dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayah

tersebut. Ketersediaan sarana kesehatan dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Sarana Kesehatan di Kabupaten Kudus

Kecamatan

RS Puskesmas Pustu Pusling Balai

Pengobatan Apotek Jumlah

2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010

Kaliwungu 1 1 5 5 3 3 2 2 0 1 2 4 13 16

Kota 1 2 6 6 4 3 3 3 8 10 25 27 47 51

Jati 2 2 4 6 4 4 2 2 1 3 4 15 17 32

Undaan 0 0 4 7 3 4 2 2 1 2 1 2 11 17

Mejobo 0 0 5 7 4 4 2 2 1 2 0 6 12 21

Jekulo 0 1 5 11 8 8 2 2 1 0 2 5 18 27

Bae 0 0 4 5 4 3 1 2 1 1 1 6 11 17

Gebog 0 0 5 9 6 6 2 2 1 1 0 2 14 20

Dawe 0 0 5 10 6 7 2 2 0 1 1 2 14 22

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan Tabel 4.3 menggambarkan bahwa jumlah sarana kesehatan

yang terbanyak pada tahun 2005 dan 2010 berada di Kecamatan Kota dengan

jumlah 47 sarana bertambah menjadi 51 sarana pada tahun 2010 yang terdiri atas

Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Balai

Pengobatan, dan Apotek. Jumlah sarana kesehatan yang ada di setiap kecamatan

tersebut sudah tersebar merata dan tercukupi dengan dominasi yang terbanyak

adalah Puskesmas dan Apotek. Kecamatan dengan jumlah sarana kesehatan yang

tertinggi berada di Kecamatan Kota dengan total sarana pada tahun 2005 adalah


(52)

36 4.1.2.3 Sarana Peribadatan

Peranan sarana peribadatan dalam menunjang perkembangan wilayah

berfungsi sebagai peningkatan kualitas moral dan budi pekerti penduduk. Suatu

wilayah yang baik salah satunya dicapai dengan peningkatan kualitas kehidupan

beragama dengan tersedianya sarana peribadatan yang memadai. Jumlah sarana

peribadatan di Kabupaten Kudus terlihat pada Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Sarana Peribadatan di Kabupaten Kudus

Kecamatan

Mushola Masjid Gereja Pura Wihara Klenteng Jumlah

2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010

Kaliwungu 136 136 61 73 1 1 0 0 0 0 0 0 198 210

Kota 127 132 98 115 13 13 0 0 1 0 1 1 240 261

Jati 169 169 42 56 2 2 1 0 4 2 2 2 220 231

Undaan 203 262 33 36 2 2 0 0 3 3 0 0 241 303

Mejobo 159 160 31 40 0 0 0 0 0 0 0 0 190 200

Jekulo 281 281 65 76 5 7 0 0 1 1 0 0 352 365

Bae 122 122 47 66 1 1 0 0 0 0 0 0 170 189

Gebog 167 167 84 93 1 0 0 0 2 2 0 0 254 262

Dawe 306 340 77 104 2 2 0 0 1 2 0 0 386 448

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan Tabel 4.4 terlihat bahwa ketersediaan sarana peribadatan

yang ada di Kabupaten Kudus berada pada jumlah yang relatif sama pada tiap-tiap

kecamatan, hal itu berarti total sarana yang ada menunjukkan adanya

keseimbangan karena hampir di setiap kecamatan sarana peribadatannya sudah

mencukupi dengan jumlah sarana peribadatan yang meliputi mushola, masjid,

gereja, pura, wihara, dan klenteng. Jumlah sarana peribadatan yang terbanyak


(53)

1

perekonomian guna menunjang perkembangan wilayah. Kegiatan ekonomi dapat

berjalan dengan baik apabila didukung dengan sarana ekonomi yang memadai, jumlah

sarana ekonomi yang ada di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Sarana Ekonomi di Kabupaten Kudus

Kecamatan

Pasar Toko

Kelontong

Warung

Makan Koperasi Bank Industri Jumlah

2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010 2005 2010

Kaliwungu 3 3 573 820 312 785 22 41 6 6 25 38 941 1693

Kota 5 4 1115 1175 465 788 144 164 22 21 37 47 1788 2199

Jati 3 3 1143 1230 873 952 39 50 18 17 23 25 2099 2277

Undaan 4 4 784 1107 178 229 25 33 4 4 13 8 1008 1385

Mejobo 4 3 516 617 342 465 11 19 16 8 3 8 892 1120

Jekulo 2 2 496 976 315 660 23 31 24 24 11 9 871 1702

Bae 0 1 636 850 427 431 21 37 4 12 14 16 1102 1347

Gebog 3 2 410 916 296 444 10 22 11 2 32 25 762 1411

Dawe 2 1 786 1083 642 502 12 22 11 11 3 3 1456 1622

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan tabel diatas, jumlah sarana ekonomi yang berada di Kabupaten

Kudus berada pada jumlah yang relatif sama pada tiap-tiap kecamatan, yang terbagi

antara lain pasar, toko kelontong, warung makan, koperasi, bank, dan industri. Jumlah

sarana ekonomi yang terbanyak didominasi oleh toko kelontong dan warung makan.

Kecamatan dengan jumlah sarana ekonomi yang tertinggi berada di Kecamatan Jati

dengan total sarana pada tahun 2005 adalah sebesar 2099 sarana naik menjadi 2277


(54)

38 4.1.3.1 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan

wilayah, karena dari tahun ke tahun pertambahan penduduk semakin meningkat

sehingga permintaan akan ketersediaan jumlah fasilitas sarana sosial ekonominya pun

juga akan bertambah pula.

4.1.3.2 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas

wilayah, dimana daerah dengan luas wilayah yang mencukupi walaupun memiliki

jumlah penduduk yang banyak, tingkat kepadatannya cenderung akan lebih rendah.

Oleh karena itu, kepadatan penduduk juga mempunyai pengaruh dalam tingkat

perkembangan wilayah.

Tabel 4.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Kudus Kecamatan Jumlah Kepadatan Penduduk

2005 2010 2005 2010

Kaliwungu 86.523 90.219 2.648 2.758

Kota 91.630 91.489 8.752 8.738

Jati 90.640 97.291 3.448 3.699

Undaan 66.625 68.994 928 961

Mejobo 65.583 69.080 1.784 1.879

Jekulo 93.280 97.888 1.125 1.181

Bae 59.931 61.966 2.570 2.657

Gebog 89.447 93.491 1.623 1.698

Dawe 92.580 94.188 1.079 1.097

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa perkembangan jumlah penduduk dan

kepadatannya di Kabupaten Kudus pada tahun 2005 dan 2010 menunjukkan bahwa

Kecamatan dengan jumlah penduduk yang tertinggi berada di Kecamatan Jekulo,


(55)

39 4.1.4.1 Luas Wilayah

Luas wilayah dalam hubungannya dengan perkembangan wilayah sangat

berkaitan dengan ketersediaan lahan yang masuk dan berkembangnya daerah

pertumbuhan yang baru, sebagaimana diketahui bahwa luas wilayah bersifat tetap

(statis), sedangkan manusia dan segala macam kegiatannya senantiasa berkembang dan

melakukan mobilitas (dinamis). Luas wilayah Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel

4.1. pada halaman 31.

4.1.4.2 Jarak Ke Ibukota Kabupaten (dalam km)

Jarak masing-masing tiap kecamatan dengan Ibukota Kabupaten akan

mempengaruhi tingkat perkembangan di setiap wilayah, dimana jarak yang paling dekat

dengan Ibukota Kabupaten pastinya akan lebih mudah mendapat pengaruh kekotaan dan

mempengaruhi tingkat ketersediaan jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi di wilayah

tersebut. Pembagian jarak masing-masing tiap kecamatan dengan Ibukota Kabupaten

dapat dilihat pada Grafik 4.1 berikut:

Grafik 4.1 Jarak Ke Ibukota Kabupaten (dalam km)

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2011

Berdasarkan Grafik 4.1 terlihat bahwa kecamatan yang memiliki jarak paling

dekat dengan Ibukota Kabupaten adalah Kecamatan Kota yaitu sepanjang 2km, hal

0 2 4 6 8 10 12 14 Kal iw u n gu Ko ta Jat i

Undaan Me

jo b o Jekul o B ae Ge bog D a w e

Jarak Ke Ibukota Kabupaten (dalam km)


(56)

40

dengan Ibukota Kabupaten adalah Kecamatan Undaan yaitu sepanjang 13km.

4.1.4.3 Panjang Jalan

Dalam menunjang kelancaran transportasi dan kemudahan aksesibilitas

diperlukan adanya prasarana jalan yang memadai dan dalam kondisi yang baik, yaitu

panjang jalan. Semakin banyak jalan yang menghubungkan antar daerah maka akan

semakin berkembang daerah tersebut.

Grafik 4.2 Panjang Jalan di Kabupaten Kudus (dalam km)

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan Grafik 4.2 terlihat bahwa Kecamatan Dawe menempati urutan

pertama dengan panjang jalan seluas 91,8 km pada tahun 2005 menjadi 118.700 km

pada tahun 2010. Panjang jalan pada tiap-tiap kecamatan yang saling berjauhan tersebut

dihubungkan dengan akses jalan guna menunjang kelancaran transportasi dan

kemudahan aksesibilitas. Panjang jalan dalam kondisi yang baik nantinya akan sangat

mempengaruhi dalam perkembangan wilayahnya pula.

59,1

42,45

32,1 46,832 43,318 75,4

40,6 51,8

91,8 61,75

67,03 49,6

66,55 57,1

78,15

45,6

76,7

118,7 Tahun 2005 Tahun 2010


(57)

41

Perkembangan wilayah pada penelitian ini yaitu menghitung berbagai indeks

jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi, kependudukan dan aksesibilitas wilayah yang

ada di Kabupaten Kudus. Indeks jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi meliputi sarana

pendidikan, kesehatan, peribadatan dan ekonomi. Indeks kependudukan meliputi jumlah

dan kepadatan penduduk, serta indeks aksesibilitas wilayah meliputi luas wilayah, jarak

ke Ibukota Kabupaten dan panjang jalan. Perhitungan berbagai indeks tersebut dihitung

menggunakan rumus:

Cara Scalling:

. 100

Keterangan:

X : Nilai dari variabel

Xmin : Nilai terendah dari variabel

Xmax : Nilai tertinggi dari variabel

Setelah itu hasil dari scalling indeks tersebut akan dikompositkan/dijumlahkan,

dan hasil penjumlahan tersebut dibuat klasifikasi kelas (tinggi, sedang, rendah).

Semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka tingkat perkembangan wilayahnya pun akan

semakin tinggi pula.

Keterangan Klasifikasi kelas : Rendah = 0 – 33,3

Sedang = 33,4 – 67,3 Tinggi = 67,3 – 100


(58)

4.2.1.1 Indeks Jumlah Fasilitas Sarana Sosial Ekonomi

Indeks jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi terdiri atas berbagai jenis

sarana sosial ekonomi yang meliputi sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan,

serta sarana ekonomi. Berbagai indeks jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi

tersebut nantinya akan dilihat bagaimana perkembangannya di tahun 2005 dan

2010.

Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan pada penelitian ini meliputi jumlah fasilitas TK, SD, SMP,

SMA, SMK dan Perguruan Tinggi di Kabupaten Kudus. Jumlah fasilitas sarana

pendidikan tersebut digunakan untuk mengetahui ketersediaan fasilitasnya

terhadap wilayah tersebut dan melihat seberapa besar perkembangannya selama 5

tahun.

Tabel 4.7 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Pendidikan di Kabupaten Kudus

Kecamatan

Sarana Pendidikan Tahun 2005 Sarana Pendidikan Tahun 2010 Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 98 22,07 Rendah 108 24,35 Rendah

Kota 158 100 Tinggi 167 100 Tinggi

Jati 100 24,67 Rendah 104 19,23 Rendah

Undaan 83 2,59 Rendah 89 0 Rendah

Mejobo 81 0 Rendah 91 2,56 Rendah

Jekulo 116 45,45 Sedang 126 47,43 Rendah

Bae 88 9,09 Rendah 91 2,56 Rendah

Gebog 121 51,94 Sedang 131 53,84 Sedang Dawe 128 61,03 Sedang 143 69,23 Tinggi

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan tabel tersebut diperoleh informasi bahwa total sarana


(59)

43

dengan jumlah 167 sarana, sedangkan yang terendah berada di Kecamatan

Undaan dengan total sarana 89 sarana. Dari perhitungan indeks pendidikan

tersebut jumlah sarana yang sedikit tidak berarti mengindikasikan kualitas

pendidikannya rendah, namun perlu dilihat juga pelayanan sarana pendidikan

tersebut terhadap jumlah penduduk yang ada.

Sarana Kesehatan

Sarana Kesehatan pada penelitian ini meliputi jumlah fasilitas Rumah

Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Balai

Pengobatan, dan Apotek di Kabupaten Kudus. Berbagai jumlah fasilitas

sarana kesehatan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting untuk

mngendalikan perkembangan dan pertumbuhan penduduk selain hanya

penting untuk pelayanan kesehatan penduduknya saja.

Tabel 4.8 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Kesehatan di Kabupaten Kudus

Kecamatan

Sarana Kesehatan Tahun 2005 Sarana Kesehatan Tahun 2010 Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 13 5,55 Rendah 16 0 Rendah

Kota 47 100 Tinggi 51 100 Tinggi

Jati 17 16,66 Rendah 32 45,71 Sedang

Undaan 11 0 Rendah 17 2,85 Rendah

Mejobo 12 2,77 Rendah 21 14,28 Rendah Jekulo 18 19,44 Rendah 27 31,42 Rendah

Bae 11 0 Rendah 17 2,85 Rendah

Gebog 14 8,33 Rendah 20 11,42 Rendah

Dawe 14 8,33 Rendah 22 17,14 Rendah

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Total sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Kudus sudah cukup

memadai, hal itu terlihat pada Tabel 4.8 yang menunjukkan bahwa total


(60)

44

kesehatannya, sehingga diharapkan masing-masing sarana kesehatan yang

ada di setiap kecamatan tersebut dapat memberikan pelayanan yang optimal

terhadap jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut.

Sarana Peribadatan

Sarana Peribadatan pada penelitian ini meliputi Masjid, Mushola,

Gereja, Pura, Wihara, dan Klenteng di Kabupaten Kudus. Hampir setiap jenis

sarana peribadatan yang ada tersebut tersebar merata menurut keyakinan dan

kepercayaan masing-masing umat beragamanya di setiap Kecamatan.

Tabel 4.9 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Peribadatan di Kabupaten Kudus

Kecamatan

Sarana Peribadatan Tahun 2005 Sarana Peribadatan Tahun 2010 Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 198 12,96 Rendah 210 8,10 Rendah Kota 240 32,40 Rendah 261 27,79 Rendah Jati 220 23,14 Rendah 231 16,21 Rendah Undaan 241 32,87 Rendah 303 44,01 Sedang Mejobo 190 9,25 Rendah 200 4,24 Rendah Jekulo 352 84,25 Tinggi 365 67,95 Tinggi

Bae 170 0 Rendah 189 0 Rendah

Gebog 254 38,88 Rendah 262 28,18 Rendah

Dawe 386 100 Tinggi 448 100 Tinggi

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Ketersediaan sarana peribadatan yang ada di Kabupaten Kudus

berada pada jumlah yang relatif sama pada tiap-tiap Kecamatan, hal itu

berarti total sarana yang ada menunjukkan adanya keseimbangan karena

hampir di setiap Kecamatan sarana peribadatannya sudah mencukupi dengan

jumlah penduduknya sehingga nantinya setiap umat beragama dapat


(61)

45 Sarana Ekonomi

Sarana Ekonomi pada penelitian ini meliputi Pasar, Toko Kelontong,

Warung Makan, Koperasi, Bank, dan Industri di Kabupaten Kudus. Berbagai

sarana ekonomi yang ada tersebut berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari penduduk dan menunjang perkembangan wilayah dalam segi

perekonomiannya.

Tabel 4.10 Perhitungan Indeks Fasilitas Sarana Ekonomi di Kabupaten Kudus

Kecamatan

Sarana Ekonomi Tahun 2005 Sarana Ekonomi Tahun 2010 Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Total

Sarana Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 941 13,38 Rendah 1693 49,52 Sedang Kota 1788 76,73 Rendah 2199 93,25 Tinggi Jati 2099 100 Rendah 2277 100 Tinggi Undaan 1008 18,39 Rendah 1385 22,90 Rendah Mejobo 892 9,72 Rendah 1120 0 Rendah Jekulo 871 8,15 Tinggi 1702 50,30 Sedang Bae 1102 25,43 Rendah 1347 19,61 Rendah Gebog 762 0 Rendah 1411 25,15 Rendah Dawe 1456 51,90 Tinggi 1622 43,38 Sedang

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan tabel diatas, jumlah sarana ekonomi yang tertinggi

berada di Kecamatan Jati dengan total sarana 2277 yang terbagi antara lain

pasar, toko kelontong, warung makan, koperasi, bank, industri. Sedangkan

jumlah sarana ekonomi yang terendah berada di Kecamatan Mejobo dengan

total sarana 1120 sarana ekonomi saja. Hal tersebut terkait dengan jumlah

penduduk dan tingkat kebutuhan serta daya konsumsi penduduk di wilayah

tersebut, selain itu sarana ekonomi juga merupakan faktor yang sangat penting

dalam memudahkan kegiatan perekonomian guna menunjang percepatan


(62)

46 4.2.1.2 Indeks Kependudukan Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Kudus sudah pasti bertambah dari

tahun ke tahun, hal ini dipengaruhi oleh faktor alami seperti kelahiran dan

kematian maupun faktor non alami seperti migrasi masuk maupun keluar

yang menjadi penyebab bertambah banyaknya jumlah penduduk. Perhitungan

indeks jumlah penduduk di tahun 2005 dan 2010 dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.11 Perhitungan Indeks Jumlah Penduduk di Kabupaten Kudus

Kecamatan Tahun 2005 Tahun 2010

Jumlah Indeks Klasifikasi Jumlah Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 941 13,38 Rendah 90.219 78,65 Tinggi Kota 1788 76,73 Rendah 91.489 82,18 Tinggi Jati 2099 100 Rendah 97.291 98,33 Tinggi Undaan 1008 18,39 Rendah 68.994 19,56 Rendah Mejobo 892 9,72 Rendah 69.080 19,80 Rendah Jekulo 871 8,15 Tinggi 97.888 100 Tinggi Bae 1102 25,43 Rendah 61.966 0 Rendah Gebog 762 0 Rendah 93.491 87,75 Tinggi Dawe 1456 51,90 Tinggi 94.188 89,69 Tinggi

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan perhitungan indeks jumlah penduduk di Kabupaten

Kudus tersebut diperoleh informasi bahwa sekitar 97.800 jiwa bertempat

tinggal di Kecamatan Jekulo pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2005

jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Jati dengan jumlah 2099

jiwa.


(63)

47 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk sangat terkait dengan luas wilayah dan jumlah

penduduk serta antara daerah yang satu dengan daerah yang lain tentunya

tidak mempunyai tingkat kepadatan yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.12 Perhitungan Indeks Kepadatan Penduduk di Kabupaten Kudus

Kecamatan Tahun 2005 Tahun 2010

Jumlah Indeks Klasifikasi Jumlah Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 2.648 21,98 Rendah 2.758 23,10 Rendah Kota 8.752 100 Tinggi 8.738 100 Tinggi Jati 3.448 32,20 Rendah 3.699 35,20 Sedang

Undaan 928 0 Rendah 961 0 Rendah

Mejobo 1.784 10,94 Rendah 1.879 11,80 Rendah Jekulo 1.125 2,51 Rendah 1.181 2,82 Rendah Bae 2.570 20,98 Rendah 2.657 21,80 Rendah Gebog 1.623 8,90 Rendah 1.698 9,47 Rendah Dawe 1.079 1,92 Tinggi 1.097 1,74 Rendah

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi berada di Kecamatan

Kota, sedangkan yang paling rendah berada di Kecamatan Undaan., hal

tersebut disebabkan karena luas Kecamataan Kota jauh lebih kecil

dibandingkan dengan Kecamataan Undaan, namun jumlah penduduknya

justru sebaliknya lebh banyak di Kecamatan Kota daripada di Kecamatan


(64)

48 4.2.1.3 Indeks Aksesibilitas Wilayah Luas Wilayah

Perhitungan indeks luas wilayah di Kabupaten Kudus dalam

hubungannya dengan perkembangan wilayah akan berbanding terbalik

dengan klasifikasinya, hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Perhitungan Indeks Luas Wilayah di Kabupaten Kudus Kecamatan Luas (km2) Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 32,71 70,49 Tinggi

Kota 10,47 100 Tinggi

Jati 26,30 78,99 Tinggi

Undaan 71,77 18,66 Rendah

Mejobo 36,77 65,10 Sedang

Jekulo 82,92 3,87 Rendah

Bae 23,32 82,95 Tinggi

Gebog 55,06 40,83 Sedang

Dawe 85,84 0 Rendah

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Luas wilayah dalam hubungannya dengan perkembangan wilayah

sangat berkaitan dengan ketersediaan lahan yang masuk dan berkembangnya

daerah pertumbuhan yang baru, sebagaimana diketahui bahwa luas wilayah

bersifat tetap (statis), sedangkan manusia dan segala macam kegiatannya

senantiasa berkembang dan melakukan mobilitas (dinamis).Oleh karena itu,

Kecamatan dengan luas wilayah yang kecil akan mudah disisipi dengan

berbagai penunjang perkembangan wilayah seperti ketersediaan sarana sosial

ekonomi. Kecamatan dengan luas wilayah terkecil berada di Kecamataan

Kota, sehingga akan lebih mudah disisipi berbagai penunjang perkembangan

wilayah seperti jumlah sarana sosial ekonomi dan juga dari aspek penduduk


(65)

49

Jarak Ke Ibukota Kabupaten (dalam km)

Jarak masing-masing tiap kecamatan dengan Ibukota Kabupaten akan

mempengaruhi tingkat perkembangan di setiap wilayah, dimana jarak yang

paling dekat dengan Ibukota Kabupaten pastinya akan lebih mudah

mendapat pengaruh kekotaan dan mempengaruhi tingkat ketersediaan jumlah

fasilitas sarana sosial ekonomi di wilayah tersebut.

Tabel 4.14 Perhitungan Indeks Jarak Ke Ibukota Kabupaten Kudus (dalam km)

Kecamatan Jarak Ke Ibukota

Kabupaten (km) Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 6 63,63 Sedang

Kota 2 100 Tinggi

Jati 4 81,81 Tinggi

Undaan 13 0 Rendah

Mejobo 7 54,54 Sedang

Jekulo 10 27,27 Rendah

Bae 5 72,72 Tinggi

Gebog 10 27,27 Rendah

Dawe 9 36,36 Sedang

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa Kecamatan

Kota memiliki nilai indeks paling tinggi karena lokasinya yang berada

paling dekat dengan Ibukota Kabupaten, dimana secara administratif

Ibukota Kabupaten Kudus memang berada di Kecamatan Kota, sedangkan

Kecamatan yang memiliki nilai indeks terkecil adalah Kecamatan Undaan


(66)

50 Panjang Jalan

Dalam menunjang kelancaran transportasi dan kemudahan

aksesibilitas diperlukan adanya prasarana jalan yang memadai dan dalam

kondisi yang baik, yaitu panjang jalan. Semakin banyak jalan yang

menghubungkan antar daerah maka akan semakin berkembang daerah

tersebut.

Tabel 4.15 Perhitungan Indeks Panjang Jalan di Kabupaten Kudus (dalam km)

Kecamatan

Panjang Jalan Tahun 2005 Panjang Jalan Tahun 2010 Jumlah

(km) Indeks Klasifikasi

Jumlah

(km) Indeks Klasifikasi

Kaliwungu 59.100 45,22 Rendah 61.750 22,09 Rendah Kota 42.450 17,33 Tinggi 67.030 29,31 Rendah Jati 32.100 0 Rendah 49.600 5,47 Rendah Undaan 46.832 24,67 Rendah 66.550 28,65 Rendah Mejobo 43.318 18,79 Rendah 57.100 15,73 Rendah Jekulo 75.400 72,52 Rendah 78.150 44,52 Sedang Bae 40.600 14,23 Rendah 45.600 0 Rendah Gebog 51.800 32,99 Rendah 76.700 42,54 Sedang Dawe 91.800 100 Tinggi 118.700 100 Tinggi

Sumber: Kudus Dalam Angka, Tahun 2006 dan 2011

Berdasarkan perhitungan indeks panjang jalan di Kabupaten Kudus,

Kecamatan Dawe menempati urutan pertama dengan panjang jalan seluas

118.700 km, hal ini juga dipengaruhi karena Kecamatan Dawe merupakan

Kecamatan yang memiliki luas paling besar di Kabupaten Kudus, sehingga

faktor luas wilayah menjadi faktor penyebab utamanya, dimana

masing-masing Kecamatan yang saling berjauhan tersebut dihubungkan dengan


(67)

51

4.2.1.4 Indeks Perkembangan Wilayah di Kabupaten Kudus

Indeks perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus ini meliputi

indeks jumlah fasilitas sarana sosial ekonomi, indeks kependudukan dan

indeks aksesibilitas wilayah, dimana semua indeks tersebut telah

dikompositkan/dijumlahkan, dan hasil penjumlahan tersebut dibuat

klasifikasi kelas (tinggi, sedang, rendah). Hal tersebut dapat dilihat pada

Tabel 4.16 dan 4.17 pada Lampiran 1 dan 2.

Berdasarkan Tabel 4.16 dan 4.17 terlihat bahwa perkembangan

wilayah di Kabupaten Kudus pada tahun 2005 dan 2010 yang memiliki total

indeks komposit tertinggi yaitu di Kecamatan Kota, hal ini dikarenakan

Kecamatan Kota merupakan Ibukota Kabupaten Kudus sehingga jumlah

fasilitas sarana sosial ekonomi yang ada sudah pasti terkonsentrasi di pusat

kota. Selain itu, aktivitas perekonomian di sektor industri dan

perdagangannya pun banyak berada di Kecamatan Kota seperti industri PT.

Rokok Djarum, PR Nojorono, Mall Matahari, Ramayana, Pasar Kliwon

yang menjadikan daerah ini memiliki kontribusi besar di sektor industri dan

perdagangan, sehingga daerah ini akan semakin dipadati penduduk yang

menuntut lebih banyak lagi fasilitas sarana sosial dan ekonominya.

Kecamatan yang memiliki total indeks komposit terendah berada di

Kecamatan Undaan, hal ini dikarenakan pada kecamatan tersebut letaknya

berada paling jauh dari Ibukota Kabupaten yaitu di wilayah paling selatan,

sehingga aksesibilitasnya menjadi sulit untuk dijangkau dan jumlah fasilitas


(68)

52

memadai. Wilayah yang kemampuannya sangat rendah seperti di Kecamatan

Undaan ini justru seharusnya membutuhkan tambahan jumlah fasilitas sarana

sosial ekonomi yang jauh lebih besar daripada wilayah yang mempunyai

kemampuan membangun sangat tinggi, namun pada kenyataannya jumlah

fasilitas sarana sosial ekonomi selalu terpenuhi di pusat kota saja.

Selain itu, di Kecamatan Undaan cenderung dikenal sebagai rural

area, karena memang sebagian besar adalah merupakan daerah perdesaan

dengan nilai tambah andalan dari sektor pertanian, sebaliknya dari sektor

industri sangat rendah. Apabila di Kecamatan ini dapat memacu

penduduknya untuk lebih meningkatkan sumber daya manusianya dan

menerapkan teknologi yang tepat di bidang pertanian dan penduduknya

mampu menanam tanaman yang diminati pasar regional, tentunya akan

mampu meningkatkan perkembangan di wilayah tersebut.

Penduduk di Kabupaten Kudus pada dasarnya lebih banyak yang

bermata pencaharian di sektor industri dan perdagangan, sehingga

perkembangan wilayah di Kabupaten ini sangat terkait erat dengan faktor

kegiatan sosial ekonomi dibandingkan sektor pertanian. Oleh karena itu, di

pusat kota lebih banyak dijumpai fasilitas sarana sosial ekonominya

dibandingkan rural area, karena dilihat dari segi aksesibilitas wilayahnya

pun yang mudah dijangkau dan jumlah penduduk lebih banyak mendiami

daerah pusat kota yang membuka banyak lapangan pekerjaan dengan upah


(69)

53

Berdasarkan Tabel 4.18 terlihat bahwa perhitungan indeks komposit

perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus pada tahun 2005 dan 2010

dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu klasifikasi tinggi, sedang dan

rendah yang dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.18 Perhitungan Indeks Komposit

Perkembangan Wilayah Kabupaten Kudus

Kecamatan Indeks Komposit Selisih Klasifikasi 2005 2010

Kaliwungu 268.66 339.93 71.27 Tinggi

Kota 703.19 732.53 29.34 Sedang

Jati 457.47 480.95 23.48 Sedang

Undaan 115.57 136.63 21.06 Sedang

Mejobo 180.83 188.05 7.22 Sedang

Jekulo 271.61 375.58 103.97 Tinggi

Bae 250.83 202.49 -48.34 Rendah

Gebog 209.14 326.45 117.31 Tinggi

Dawe 411.44 457.54 46.1 Sedang

Sumber: Analisis Data Sekunder, Tahun 2005 dan 2010 dan Lampiran 1 & 2

Keterangan:

-48,34 – 6,87 Rendah 6,88 – 62,09 Sedang 62,10 – 117, 31 Tinggi

Perkembangan wilayah di Kabupaten Kudus pada tahun 2005 dan

2010 yang mengalami kenaikan dengan nilai tertinggi berada di Kecamatan

Kaliwungu, Jekulo dan Gebog, hal ini disebabkan karena letak ke tiga

wilayah tersebut yang berada di pinggiran kota (urbanfringe). Kecamatan

Kaliwungu dan Gebog berada di paling barat dekat Kabupaten Jepara,


(1)

108


(2)

109


(3)

110


(4)

111


(5)

112


(6)

113