Penerapan Multimedia Berbasis Komputer Dalam Pembelajaran Membaca Nyaring Pada Anak Disleksia Di Lembaga Bimbingan Belajar Studia Center

(1)

DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR STUDIA CENTER

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Raras Oktaviany

NIM 109013000019

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENERAPAN MULTIMEDIA BERBASIS KOMPUTER DALAM

PEMBELAJARAN MEMBACA NYARING PADA ANAK DISLEKSIA

DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR STUDIA CENTER

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Raras Oktaviany NIM 109013000019

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi berjudul “Penerapan Multimedia Berbasis Komputer dalam Pembelajaran Membaca Nyaring pada Anak Disleksia di Lembaga Bimbingan Belajar Studia Center” disusun oleh Raras Oktaviany, NIM 109013000019 diajukan kepada FITK (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23 Sepetember 2013 di hadapan Dewan Penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, 23 September 2013 Panitia Ujian Munaqasyah


(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Raras Oktaviany

Tempat/Tgl.Lahir : Tangerang, 25 Oktober 1992

NIM : 109013000019

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Penerapan Multimedia Berbasis Komputer dalam

Pembelajaran Membaca Nyaring pada Anak Disleksia di

Lembaga Bimbingan Belajar Studia Center

Dosen Pembimbing : Nuryani, S.Pd, M.A.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.


(5)

i

Pembelajaran Membaca Nyaring pada Anak Disleksia di Lembaga Bimbingan

Belajar Studia Center. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing Nuryani, S.Pd, M.A.

Kata Kunci: Multimedia, Disleksia, Membaca Nyaring

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan multimedia berbasis komputer yang dalam hal ini menggunakan multimedia presentasi

microsoft PowerPoint 2010 dalam pembelajaran membaca nyaring pada anak

disleksia kelas 4 SD di lembaga bimbingan belajar Studia Center. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan subjek tunggal. Instrumen penelitian ini

adalah berupa slide-slide PowerPoint 2010, lembar asesmen informal, lembar

observasi, dan lembar analisis berbagai kekeliruan membaca. Teknik pengolahan data menggunakan teknik catat, teknik evaluasi, dan teknik analisis.

Dari hasil penelitian mendeskripsikan bahwa penerapan multimedia berbasis komputer dalam pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia di

lembaga bimbingan belajar Studia Center dilakukan dengan cara beberapa tahap.

Pengajaran dimulai dari tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Tahap awal berisi persiapan alat-alat pendukung multimedia, dialog ringan, duduk siap, berdoa, dan review pembelajaran sebelumnya. Tahap inti berisi pembelajaran sesuai dengan materi yang akan dipelajari hari itu. Tahap akhir berisi tes membaca sesuai dengan yang telah dipelajari hari itu dan terakhir berdoa untuk pulang. Dari hasil tes yang peneliti berikan pada anak disleksia tersebut, ternyata masih banyak kekeliruan serta kesulitan dalam membaca nyaring.


(6)

ii

Reading Loud Dyslexia in Children in Institutions Studia Tutoring Center. Education majors Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor Nuryani, S. Pd, M.A. Keywords: Multimedia, Dyslexia, Reading Loud

This study aims to describe the application of computer-based multimedia in amultimedia presentation using Microsoft PowerPoint 2010 on learning to read aloud to children in the 4th grade dyslexia tutoring agencies Studia Center. This research is a descriptive study with a single subject. This is a research instrument in the form of PowerPoint slides, 2010, informal assessment sheet, observation sheets, and sheet analysis of reading errors. Data processing techniques using the technique noted, evaluation techniques, and analysis techniques.

From the research, described the application of computer-based multimedia in learning to read aloud to children in the dyslexia tutoring agencies Studia Center done by several stages. Teaching starts from the initial stage, the core stage, and final stage. The early stages of preparation contains multimedia supporting tools, light dialogue, sat ready, pray, and review previous learning. Contains the core stage of learning according to the material to be learned that day. Final stage contains reading tests in accordance with the lessons learned and the last prayer of the day to go home. From the results of the tests that researchers give to the dyslexic child, there are still a lot of confusion and trouble-mistake in reading aloud.


(7)

iii

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, karena dengan karunia

dan rahmat-Nya skripsi dengan judul “Penerapan Multimedia Berbasi Komputer

dalam Pembelajaran Membaca Nyaring pada Anak Disleksia di Lembaga

Bimbingan Belajar Studia Center” ini dapat terselesaikan.

Banyak hambatan dan rintangan yang peneliti hadapi selama proses penyusunan skripsi ini. Berkat doa, usaha, dan perjuangan serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya segala hambatan dan rintangan dapat diatasi.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Nurlena Rifa‟i, MA, Ph. D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabarannya dalam membimbing mahasiswa, penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini;

3. Dra. Sahara, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang telah memberikan

ilmu dan pengarahan sampai selesai perkuliahan;

4. Nuryani S.Pd, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

pengarahan sampai selesainya skripsi ini;

5. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas bekal ilmu pengetahuan selama penulis menjalani perkuliahan;


(8)

iv

Studia Center yang telah membantu memudahkan peneliti melakukan penelitian di lembaga bimbingan belajar tersebut;

7. Muridku yang terpandai, yang peneliti jadikan sebagai subjek penelitian;

8. Ayahanda Mizwar Heriyanto dan Ibunda Farida, serta nenekku tercinta Hj.

Erly Nurhana, kakakku tercantik Biastyarani Mizda dan dedeku tersayang Fahmi Ragil Mahesya yang selalu mendoakan dan memberikan motivasinya kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini;

9. Keluarga tanteku Khodijah yang telah memberikan bantuan alat-alat

pendukung yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung;

10. Sahabat-sahabat seperjuangan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan sastra

Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Riana Puspita Sari, Ummul Kulsum dan Dewi Setiawati, dan teman-teman PBSI kelas A yang telah bersama-sama baik suka maupun duka selama kurang lebih empat tahun di perkuliahan, serta teman-teman angkatan 2009 yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu persatu yang selalu memberikan semangat serta motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini;

11. Septian Cahyo Putro yang telah memberikan banyak kenangan manis

selama perkuliahan;

12. Teman-teman anggota B-Line, Septiara Lianasari dan Rizka M Jannah

yang telah memberikan banyak kenangan indah dan pengalaman tak terlupakan; dan

13. Meizar Fatkhul Izza dan segenap keluarga besar POSTAR (Pojok Seni


(9)

v

serta hal-hal yang dapat memotivasi peneliti, selama peneliti menyelesaikan skripsi ini.

Untuk semua yang telah peneliti sebutkan di atas, hanya doa tulus yang dapat peneliti panjatkan kepada Allah SWT, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dari peneliti. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di negeri ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan khususnya bagi pembaca.

Jakarta, 7 September 2013


(10)

vi LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... .... iii

DAFTAR ISI ... .. vi

DAFTAR TABEL ... ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian...……... 6

BAB II : LANDASAN TEORI A. Konsep Penerapan Multimedia sebagai Media Pembelajaran………. ... 8

1. Pengertian Media Pembelajaran... ... 8

2. Hakikat Multimedia Pembelajaran... ... 9

a. Pengertian Multimedia Pembelajaran ... 9

b. Karakteristik Penggunaan Multimedia dalam Pembelajaran ... 11

c. Prinsip Desain Multimedia... 12

3. Hakikat Multimedia Berbasis Komputer ... 16

a. Pengertian Multimedia Berbasis Komputer ... 16

b. Manfaat Multimedia Berbasis Komputer dalam Pembelajaran ... 16

4. Microsoft PowerPoint... ... 17

a. Pengertian Microsoft PowerPoint ... 17


(11)

vii

B. Konsep Membaca Nyaring dan Pembelajaran

Membaca... ... 24

1. Konsep Membaca ... 24

a. Pengertian Membaca ... 24

b. Tahap-Tahap Membaca ... 25

2. Konsep Membaca Nyaring ... 27

a. Pengertian Membaca Nyaring ... 27

b. Aspek-Aspek dalam Membaca Nyaring ... 28

c. Keterampilan yang Harus dimiliki Saat Membaca Nyaring ... 28

d. Manfaat dan Keuntungan Membaca Nyaring ... 29

3. Konsep Pembelajaran Membaca ... 30

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 30

b. Karakteristik Pembelajaran Membaca ... 32

c. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca ... 33

C. Konsep Dasar Disleksia... ... 35

1. Pengertian Anak Disleksia ... 35

2. Faktor Penyebab Anak Disleksia ... 37

3. Kemampuan Membaca Anak Disleksia ... 38

D. Konsep Penerapan Multimedia Berbasis Komputer dalam Pembelajaran Membaca Nyaring pada Anak Disleksia ... 40

E. Penelitian yang Relevan... ... 40

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... ... 43

B. Subjek dan Objek Penelitian... ... 43

C. Metode Penelitian... ... 44

D. Sumber dan Korpus Data... ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data... ... 45

F. Teknik Pengolahan Data... ... 48


(12)

viii

B. Deskripsi Penerapan Multimedia Berbasis Komputer... 64

C. Hasil Penerapan Multimedia Berbasis Komputer... 87

BAB V : PENUTUP

A. Simpulan... ... 119 B. Saran... ... 119 DAFTAR PUSTAKA ... . 121 LAMPIRAN


(13)

ix

Tabel 3.1 Format Tes Mengenal Huruf Secara Urut... 45

Tabel 3.2 Format Tes Mengenal Huruf Secara Acak... 46

Tabel 3.3 Format Tes Membedakan Huruf... 46

Tabel 3.4 Format Tes Membaca Suku Kata Menjadi Kata... 47

Tabel 3.5 Format Tes Membaca Vokal Rangkap... 48

Tabel 3.6 Format Tes Membaca Kata-Kata dengan Vokal Rangkap... 48

Tabel 3.7 Format Tes Membaca Gabungan Diftong (ng) dengan Vokal... 49

Tabel 3.8 Format Tes Membaca Gabungan Diftong (ny) dengan Vokal... 49

Tabel 3.9 Format Tes Membaca Kata-Kata yang Terdapat Diftong (ng) ... 50

Tabel 3.10 Format Tes Membaca Kata-Kata yang Terdapat Diftong (ny) ... 51

Tabel 3.11 Format Lembar Observasi... 51

Tabel 3.12 Daftar Cek Berbagai Kekeliruan Membaca Lisan Anak Disleksia... 52

Tabel 4.1 Daftar Program Belajar Studia Center... 55

Tabel 4.2 Hasil Tes Mengenal Huruf Secara Urut... 83

Tabel 4.3 Hasil Tes Mengenal Huruf Secara Acak... 83

Tabel 4.4 Hasil Tes Membedakan Huruf... 84

Tabel 4.5 Hasil Tes Membaca Suku Kata Menjadi Kata... 86

Tabel 4.6 Hasil Tes Membaca Vokal Rangkap... 89

Tabel 4.7 Hasil Tes Membaca Kata-Kata dengan Vokal Rangkap... 90

Tabel 4.8 Hasil Tes Membaca Gabungan Diftong (ng) dengan Vokal... 93

Tabel 4.9 Hasil Tes Membaca Gabungan Diftong (ny) dengan Vokal... 94


(14)

x Tabel 4.11Hasil Tes Membaca Kata-Kata yang

Terdapat Diftong (ny) ... 98 Tabel 4.12 Hasil Tes Membaca Kalimat... 100 Tabel 4.13 Hasil Daftar Cek Berbagai Kekeliruan Membaca


(15)

xi

Lampiran 1 : Slide Materi Membaca Alfabet

Lampiran 2 : Slide Materi Membedakan Huruf

Lampiran 3 : Slide Materi Membaca Suku Kata

Lampiran 4 : Slide Materi Membaca Vokal Rangkap

Lampiran 5 : Slide Materi Membaca Diftong (Ng)

Lampiran 6 : Slide Materi Membaca Diftong (Ny)

Lampiran 7 : Slide Materi Membaca Kalimat

Lampiran 8 : Slide Materi Membaca Wacana

Lampiran 9 : Lembar Uji Referensi


(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Membaca merupakan kebutuhan individu yang amat penting dan menduduki posisi sentral bagi kehidupan manusia di era globalisasi. Tanpa membaca manusia akan miskin informasi, pengetahuan, dan tertinggal dari berbagai kemajuan dan perubahan zaman.

Membaca merupakan proses ganda dan simultan yang mengandung dua proses dan merupakan perpaduan antara proses mental dan fisik. Selama kegiatan membaca berlangsung bukan artikulator saja yang terlibat, melainkan mental psikologis pun turut campur dalam menentukan kualitas dan hasil baca yang dilakukan individu.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 3 dikemukakan bahwa pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Berkaitan dengan hal itu, dalam kurikulum pendidikan dasar dikemukakan bahwa pendidikan yang diselenggarakan Sekolah Dasar

bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca-tulis dan berhitung”, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembanggannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SMP (Sekolah Menengah Pertama).


(17)

Membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh semua anak karena melalui membaca anak dapat belajar banyak tentang berbagai bidang studi. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran, karena mereka akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lainnya. Siswa tersebut juga akan lamban sekali dalam menyerap pelajaran. Akibatnya, kemajuan belajar juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca. Oleh karena itu, membaca merupakan keterampilan yang harus diajarkan sejak anak masuk SD (Sekolah Dasar) dan kesulitan belajar harus secepatnya diatasi.

Ketidakmampuan membaca pada anak sering digeneralisir sebagai kelemahan intelegensi. Padahal, bisa jadi ia mengalami disleksia. Disleksia atau gangguan berupa kesulitan membaca, pada dasarnya disebabkan kelainan neurologis. Gejalanya, kemampuan membaca si anak berada di bawah kemampuan yang semestinya dengan mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Gangguan ini bukanlah bentuk dari ketidakmampuan fisik seperti kesulitan visual, ia lebih mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut.

Pembinaan kemampuan membaca secara formal dilaksanakan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Menurut kurikulum berbasis kompetensi bahasa Indonesia 2004, standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia


(18)

khususnya membaca permulaan, siswa dituntut untuk mampu membaca huruf, suku kata dan kalimat.

Berbeda halnya dengan anak yang mengalami disleksia, pembelajaran membaca yang secara formal dilakukan di awal SD atau sebelum masuk SD dalam membaca huruf, suku kata, dan kalimat adalah hal yang ditakuti mereka. Secara karakteristik, anak disleksia kerap bingung membedakan antara arah kanan dan kiri sehingga hal itu akan memengaruhi mereka dalam membaca sehingga mereka cenderung tidak dapat membedakan huruf-huruf yang memiliki keserupaan bentuk seperti b, d dan p, atau E dan F, t dan j , m dan n, atau huruf-huruf yang serupa lainnya. Kesulitan mereka untuk mengingat dan membedakan huruf itulah yang membuat mereka mengalami kesulitan dalam membaca, sehingga pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8% anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau siswa tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal kata, penghilangan, penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentak-sentak, kesulitan memahami tema paragraf atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan; serta pola membaca yang tidak wajar pada anak.

Mengenal anak yang mengalami disleksia kadang terlupakan oleh guru-guru, terutama guru-guru yang mengajar di pendidikan awal sekolah dasar. Keterlambatan atau kesulitan anak dalam membaca atau menulis sering dianggap hal yang biasa pada awalnya, namun jika sudah tingkatnya di SD naik, hal tersebut yang akan membuat anak disleksia dianggap bodoh. Oleh


(19)

karena itu dalam pengajaran membaca awal, guru sebaiknya mengenali dan memahami siswa lebih dekat sehingga dapat terdeteksi siswa mana yang mengalami kesulitan dalam membaca atau anak-anak yang mengalami disleksia.

Sebelum penelitian ini peneliti mendeteksi bahwa ada anak yang menderita disleksia di salah satu tempat peneliti mengajar, yaitu di sebuah lembaga bimbingan belajar. Selama pembelajaran berlangsung anak tersebut mengalami kesulitan dalam membaca. Ia tidak dapat membaca kata-kata dengan benar. Padahal seharusnya di umur tiga belas tahun ia sudah dapat membaca dengan lancar.

Hasil diteksi peneliti yang lain juga menemukan bahwa anak tersebut sering mengalami kekeliruan ketika membaca terhadap huruh-huruf yang mirip. Seperti kata pipa, ia membacanya menjadi kata "papi"; kata qari, ia membacanya menjadi kata "gari". Ia pun sering membalik susunan huruf

vokal pada suku kata. Seperti kata rusa, ia membacanya menjadi kata "rasu"

dan hal yang lainnya, yang menjadi kriteria anak-anak yang mengalami kesulitan membaca atau yang disebut juga sebagai disleksia, peneliti temukan pada anak tersebut. Sehingga peneliti memilih anak tersebut menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini.

Pengajaran membaca yang dilakukan oleh peneliti pada anak disleksia kali ini menggunakan multimedia berbasis komputer dalam bentuk multimedia

presentasi menggunakan perangkat lunak PowerPoint. Menggunakan

multimedia presentasi tersebut merupakan pilihan yang digunakan peneliti karena anak yang mengalami disleksia biasanya terganggu pada proses


(20)

visualnya, dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office PowerPoint 2010 menjadi pilihan peneliti karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya memiliki animasi-animasi dan fitur-fitur yang menarik yang mudah diterapkan oleh peneliti serta memiliki kemampuan dalam

menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik

dan sound menjadi satu kesatuan penyajian yang terintegrasi sehingga anak yang mengalami disleksia diharapkan akan memberikan perhatian penuh terhadap tiap-tiap huruf dalam kata atau kalimat dan tidak takut lagi melihat huruf-huruf yang berderet.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti melakukan

penelitian deskripsi kualitatif di lembaga bimbingan belajar Studia Center

dengan subjek tunggal untuk mendeskripsikan pembelajaran membaca nyaring anak disleksia di lembaga tersebut dengan penerapan multimedia berbasis komputer dalam bentuk multimedia presentasi menggunakan

perangkat lunak PowerPoint, dengan tujuan agar anak tersebut dapat

membaca dengan lancar dan tidak mengalami ketertukaran huruf.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, identifikasi masalahnya adalah:

1. Pembelajaran membaca nyaring dengan memanfaatkan multimedia

berbasis komputer dalam bentuk multimedia presentasi menggunakan

perangkat lunak PowerPoint, dapat dilakukan terhadap anak disleksia.

2. Masih banyak guru di bimbingan belajar ataupun di sekolah-sekolah yang

belum dapat mengoperasionalkan multimedia berbasis komputer terhadap anak disleksia dalam pembelajaran membaca nyaring.


(21)

3. Masih banyak bimbingan belajar dan sekolah yang belum memanfaatkan mutimedia berbasis komputer, mengingat harga perangkatnya yang relatif mahal.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi di atas, maka peneliti membatasi masalah pada: Penerapan multimedia berbasis komputer dalam bentuk multimedia

presentasi menggunakan perangkat lunak Microsoft Office PowerPoint 2010

dalam pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia kelas IV (subjek

tunggal) di lembaga bimbingan belajar Studia Center.

D. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan multimedia berbasis komputer dalam bentuk

multimedia presentasi menggunakan perangkat lunak PowerPoint dalam

pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia di lembaga bimbingan

belajar Studia Center?

E. Tujuan Penelitian

Untuk mendeskripsikan cara penerapan multimedia berbasis komputer dalam bentuk multimedia presentasi menggunakan perangkat lunak

PowerPoint dalam pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia di

lembaga bimbingan belajar Studia Center.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak:


(22)

 Agar dapat lebih kreatif dalam memberi pembelajaran membaca dengan menggunakan media pembelajaran.

 Agar dapat mengenal lebih jauh murid-murid yang mengalami

disleksia.

2) Bagi anak disleksia

Agar dapat mengasah dan melatih kemampuannya dalam membaca dengan menggunakan multimedia berbasis komputer.

3) Bagi orang tua

Agar dapat memberikan pendidikan di rumah dengan atraktif menggunakan multimedia berbasis komputer sehingga anak lebih senang dan lebih terlatih misalnya untuk mengingat kembali huruf-huruf, urutan-urutan atau yang lainnya.

4) Bagi peneliti

Agar dapat menambah wawasan peneliti untuk menggunakan multimedia berbasis komputer dalam proses pembelajaran membaca pada anak disleksia.


(23)

8

A. Konsep Penerapan Multimedia sebagai Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Media dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah

berarti „tengah‟, „perantara‟, atau pengantar. Media merupakan pengantar

pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely mendefinisikan media, yaitu bahan atau peristiwa-peristiwa yang dipakai untuk menimbulkan kegiatan belajar mengajar agar lebih efektif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Gagne dan Briggs menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pembelajaran. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang

dapat merangsang siswa untuk belajar.1

1


(24)

2. Hakikat Multimedia Pembelajaran

a. Pengertian Multimedia Pembelajaran

Secara singkat akan peneliti berikan pemaparan mengenai multimedia yang jauh beberapa puluhan tahun yang lalu ternyata telah

„diramalkan‟ oleh seorang ahli bernama Guntram Vogt dalam suatu majalah industri dari tahun 1971 menggambarkan bahwa hari depan media massa kita sebagai berikut:

Sebagai titik pusat tempat tinggal di masa mendatang akan terdapat

yang disebut “ruang komunikasi” dengan kotak komunikasinya.

Komponen-komponen pesawat multimedia itu akan terdiri atas:

1) Perangkat televisi (beberapa layar gambar dilengkapi dengan telepon

kepala; berbagai program TV dapat sekaligus didengarkan oleh beberapa orang; televisi warna dalam tiga dimensi, dan lain-lain.

2) Kaset audiovisual;

3) Telepon-televisi;

4) Terminal komputer;

5) Mesin perekam suara;

6) Meja baca dengan penerangan khusus (misalnya untuk melihat slide)2

Memang benar ternyata apa yang „diramalkan‟ oleh Guntram Vogt

bahwa di zaman yang sekarang ini akan terdapat banyak media yang seperti itu, bahkan sekarang lebih canggih dengan memanfaatkan berbagai media yang dalam satu kesatuan atau bisa juga disebut sebagai multimedia.

Berbagai pemahaman tentang multimedia terus berkembang seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi baik

untuk aspek software maupun hardware yang mendukungnya. Menurut

2 Kurt Franz dan Bernhard Meier,

Membina Minat Baca, (Bandung: CV Remadja Karya, 1986), hlm. 175.


(25)

sudut pandang ahli media, sebelum berkembangnya dunia Teknologi Informasi, bahwa multimedia dipandang sebagai suatu pemanfaatan

“banyak” media yang digunakan dalam suatu proses interaksi

penyampaian pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan, salah satunya dalam konteks pembelajaran antara guru dan peserta didik.

Seiring dengan perkembangan dunia TI, pemaknaan

“multimedia” ini semakin bergeser pada aspek pengintegrasian sistem dan jaringan serta prosedur komunikasi dalam sebuah perangkat khusus,

seperti komputer, laptop, atau notebook.

Dalam salah satu buku referensi Multimedia in the Classroom,

dijabarkan bahwa multimedia is the combination of the following

elements: text, color, graphics, animations, audio, dan video. Menurut Rosch multimedia dipandang sebagai suatu kombinasi antara komputer dan video. Mc. Cormik juga menyatakan bahwa multimedia merupakan sebuah kombinasi tiga elemen yaitu, suara, gambar, dan teks. Sedangkan Robin dan Linda menyebutkan multimedia sebagai alat yang dapat

menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang

mengombinasikan teks, grafik, animasi, audio, dan video. Dalam konteks komunikasi pembelajaran, Hofsteder menyebutkan bahwa multimedia dapat dipandang sebagai suatu pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi)

dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai untuk

melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi.3

3


(26)

Sehingga dapat dikatakan bahwa multimedia dalam suatu konteks tersebut adalah multibahasa, yakni bahasa yang mudah dipahami oleh indra pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan lain sebagainya; atau dalam bahasa lain multimedia pembelajaran adalah media yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran berlangsung.

Pembelajaran diartikan sebagai proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana siswa belajar. Belajar dalam pengertian aktivitas mental siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan.

Dari uraian di atas, apabila kedua konsep tersebut digabungkan maka multimedia pembelajaran dapat diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan yang belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan terkendali.

b. Karakteristik Penggunaan Multimedia dalam Pembelajaran

1) Content Representation

2) Full Color and High Resolution

3) Melalui media elektronik

4) Tipe-tipe pembelajaran yang bervariasi

5) Respons Pembelajaran dan Penguatan

6) Mengembangkan prinsip Self Evaluation

7) Dapat digunakan secara klasikal atau individual4

4


(27)

c. Prinsip Desain Multimedia

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Richard E. Mayer menunjukkan bahwa anak didik kita memiliki potensi belajar yang berbeda-beda. Menurut Mayer ada 12 prinsip desain multimedia

pembelajaran yang dapat diterapkan di pembelajaran.5

1) Prinsip Multimedia

Seseorang belajar akan lebih baik dengan menggunakan gambar dan kata daripada sekedar kata-kata saja. Karena dinamakan multimedia, berarti wajib mampu mengombinasikan berbagai media (teks, gambar, grafik, audio/narasi, video, animasi, simulasi, dll) menjadi satu kesatuan yang harmonis.

2) Prinsip Kesinambungan Spasial

Seseorang belajar akan lebih baik ketika kata dan gambar disandingkan berdekatan dibandingkan apabila disandingkan berjauhan atau terpisah. Oleh karena itu, ketika ada gambar, animasi, video, atau yang lainnya, yang dilengkapi dengan teks, maka teks tersebut harus merupakan satu kesatuan dari gambar tersebut, jangan menjadi sesuatu yang terpisah.

3) Prinsip Kesinambungan Waktu

Seseorang belajar akan lebih baik ketika kata dan gambar disajikan secara simultan dibandingkan apabila disajikan bergantian atau setelahnya. Ketika Anda ingin memunculkan suatu gambar dan atau animasi atau yang lain beserta teks, sebaiknya

5

Novi Ariyaniasparagus, Prinsip-Prinsip Multimedia Pembelajaran, (http://novi-ariyaniasparagus.blogspot.com/2013/02/).


(28)

munculkan secara bersamaan alias simultan. Jangan satu-satu, sebab akan memberikan kesan terpisah atau tidak terkait satu sama lain.

4) Prinsip Koherensi

Seseorang belajar akan lebih baik ketika kata-kata, gambar, suara, video, animasi yang tidak perlu dan tidak relevan tidak digunakan. Banyak sekali pengembang media mencantumkan

sesuatu yang tidak perlu. Mungkin maksudnya untuk

mempercantik tampilan, memperindah suasana, atau menarik perhatian mata. Akan tetapi, menurut Mayer, hal ini sebaiknya dihindari. Cantumkan saja apa yang perlu dan relevan dengan apa yang disajikan.

5) Prinsip Modalitas Belajar

Seseorang belajar akan lebih baik dengan menggunakan animasi atau video ditambah narasi daripada sudah ada narasi ditambah pula dengan teks yang panjang. Hal ini sangat mengganggu pembelajaran.

6) Prinsip Redudansi

Sama dengan prinsip di atas. Jangan redudansi, kalau sudah diwakili oleh narasi dan gambar/animasi, janganlah tumpang tindih pula dengan teks yang panjang.


(29)

Seseorang belajar akan lebih baik dengan menggunakan teks atau kata-kata yang bersifat komunikatif daripada kalimat yang lebih bersifat formal.

8) Prinsip Interaktivitas

Seseorang belajar akan lebih baik ketika ia dapat mengendalikan sendiri apa yang sedang dipelajarinya (manipulatif: simulasi, game, branching). Sebenarnya, orang belajar itu tidak selalu linier alias urut satu persatu. Dalam kenyataannya lebih banyak loncat dari satu hal ke hal lain. Oleh karena itu, multimedia

pembelajaran harus memungkinkan user/pengguna dapat

mengendalikan penggunaan daripada media itu sendiri. Dengan kata lain, lebih manipulatif (dalam arti dapat dikendalikan sendiri

oleh user) akan lebih baik. Simulasi, branching, game, navigasi

yang konsisten dan jelas, bahasa yang komunikatif, dan lain-lain akan memungkinkan tingkat interaktivitas makin tinggi.

9) Prinsip Sinyal (cue, highlight, ..)

Seseorang belajar akan lebih baik ketika kata-kata, diikuti

dengan cue (isyarat), highlight (menyoroti pokok-pokok),

penekanan yang relevan terhadap apa yang disajikan. Kita bisa memanfaatkan warna, animasi dan lain-lain untuk menunjukkan

penekanan, highlight atau pusat perhatian (focus of interest).

Karena itu kombinasi penggunaan media yang relevan sangat penting sebagai isyarat atau kata keterangan yang memperkenalkan sesuatu.


(30)

10)Prinsip Perbedaan Individu

Sembilan prinsip tersebut berpengaruh kuat bagi mereka yang memiliki modalitas visual tinggi, kurang berpengaruh bagi yang sebaliknya. Kombinasi teks dan narasi ditambah daya visual berpengaruh kuat bagi mereka yang memiliki modalitas auditori tinggi, kurang berpengaruh bagi yang sebaliknya. Kombinasi teks, visual dan simulasi berpengaruh kuat bagi mereka yang memiliki modalitas kinestetik tinggi, kurang berpengaruh bagi yang sebaliknya.

11)Prinsip Praktik

Interaksi adalah hal terbaik untuk belajar, kerja praktik dalam memecahkan masalah dapat meningkatkan cara belajar dan pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari.

12)Pengandaian

Menjelaskan materi dengan audio akan meningkatkan belajar. Siswa belajar lebih baik dengan animasi dan narasi, daripada hanya animasi dan teks pada layar.

Kesimpulannya penggunaan multimedia (kombinasi antara teks, gambar, grafik, audio/narasi, animasi, simulasi, video) secara efektif dapat digunakan untuk mengakomodir perbedaan modalitas belajar.


(31)

3. Hakikat Multimedia Berbasis Komputer

a. Pengertian Multimedia Berbasis komputer

Kemajuan komputer untuk secara cepat berinteraksi dengan individu, menyimpan, dan memproses sejumlah besar informasi, dan bergabung dengan media lain untuk menampilkan serangkaian besar stimulasi audio visual, menjadikan komputer media yang dominan dalam bidang pembelajaran.

Komputer adalah alat elektronik yang termasuk kategori multimedia. Komputer bisa dikatakan sebagai sumber belajar yang menyediakan berbagai macam bentuk media yang memungkinkan peserta didik membuat desain dan merekayasa suatu konsep dan ilmu pengetahuan, tidak hanya sebagai sarana komputasi (menggunakan teknik

komputer) dan pengolahan kata saja.6

Dapat disimpulkan bahwa multimedia berbasis komputer adalah media yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan perangkat komputer.

b. Manfaat Multimedia Berbasis Komputer dalam Pembelajaran

Menurut Hannafin dan Peck dalam Hamzah dan Nina Lamatenggo potensi media komputer yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran antara lain:

1) Memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta didik

dengan materi pembelajaran. 6 Yudhi Munadi,

Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press), hlm. 148-149.


(32)

2) Proses belajar dapat berlangsung secara individual sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik.

3) Mampu menampilkan unsur audio visual untuk meningkatkan

minat belajar.

4) Dapat memberikan umpan balik terhadap respons peserta

didikdengan segera.

5) Mampu menciptakan proses belajar scara berkesinambungan.7

Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoretis digunakan dalam pembelajaran klasikal, baik untuk kelompok kecil maupun besar. Pemanfaatan multimedia dalam presentasi ini biasanya menggunakan perangkat lunak yang paling tersohor, yakni

PowerPoint yang dikembangkan oleh Microsoft Inc. Pemanfaatan

PowerPoint atau perangkat lunak lainnya dalam presentasi menyebabkan kegiatan presentasi menjadi sangat mudah, dinamis, dan sangat menarik. 4. MicrosoftPowerPoint

a. Pengertian Microsoft PowerPoint

Microsoft PowerPoint adalah sebuah program komputer untuk

presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam paket

aplikasi MicrosoftOffice. Aplikasi ini sangat banyak digunakan, kalangan

perkantoran, para pendidik, siswa, dan trainer. Dimulai pada

versi Microsoft Office System 2003, Microsoft mengganti nama dari

sebelumnya Microsoft PowerPoint saja menjadi Microsoft Office

PowerPoint. Versi terbaru dari PowerPoint adalah versi 12 (Microsoft

7 Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo,

Teknologi Komunikasi dan Informasi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 136—137.


(33)

Office PowerPoint 2007), yang tergabung ke dalam paket Microsoft Office System 2007. Lebih terbaru kini hadir MicrosoftOfficePowerPoint

2010. Pengertian umum dari Microsoft PowerPoint 2010 merupakan

program aplikasi untuk presentasi. Untuk membuat presentasi diawali

dengan membuat kerangka atau outline, kemudian menyiapkan slide yang

baik dengan tampilan yang menarik.

b. Fungsi MicrosoftPowerPoint

Fungsi dari Microsoft PowerPoint atau program presentasi adalah

untuk pengajar atau pembicara seminar yang biasanya membahas materi

untuk dipresentasikan. Microsoft PowerPoint dapat juga digunakan untuk

membantu merancang dan menyajikan presentasi. Presentasi yang dibuat

dapat berisi tampilan teks maupun grafis yang terbagi dalam slide.8

c. Tahap-tahap Membuat Presentasi

Ada beberapa tahap yang harus dipersiapkan di dalam pembuatan presentasi yaitu :

1) Tahap Persiapan

Penggunaan presentasi diawali dengan membuat perencanaan terlebih dahulu apa yang akan dipresentasikan atau materi yang akan

dibahas untuk pembuatan slide. Adapun tahap ini meliputi :

 Memilih tema atau konsep-konsep yang akan dipelajari

 Mempersiapkan bahan pendukung misalnya dengan gambar, film,

sound, dan animasi. 8

Abdu Rahman , Pemanfaatan Aplikasi Microsoft PowerPoint dalam Pembelajaran (http://rahmanpai.blogspot.com/2012/05/pemanfaatan-aplikasi-microsoft.html).


(34)

2) Tahap Pelaksanaan

Membuka aplikasi Microsoft PowerPoint pada komputer, pada

menu start kemudian membuat slide (luncuran) yang akan ditampilkan

untuk membantu di dalam menyampaikan materi pembelajaran

tertentu. Hal yang perlu diperhatikan di dalam pembuatan slide:

 Pertama pembuatan slide harus runtut dalam penyampaian materi

supaya pembelajaran tidak terkesan kembali ke materi awal.

 Kedua penggunaan background hendaknya pemilihan warna atau

gambar yang tepat. Agar tulisan atau hal yang akan dijelaskan lebih terlihat.

 Ketiga bahan pendukung seperti sound dan animasi supaya

diperhatikan sesuai dengan materi agar terlihat serasi dan indah.

3) Tahap akhir

Untuk melihat hasil pembuatan menggunakan slide show yang

merupakan tampilan seluruh halaman atau full screen presentasi.

Dalam tampilan ini semua efek dan komponen animasi dimainkan.

Jadi tampilan pada slide show merupakan tampilan akhir presentasi.9

d. Keunggulan Microsoft PowerPoint 2010

1) Membawa lebih banyak energi dan dampak visual presentasi.

9


(35)

Hemat waktu dan uang dengan menerapkan efek foto yang canggih tanpa menggunakan tambahan software photo-editing program. Mengubah foto Anda menjadi menarik, bersemangat visual dengan menggunakan gambar yang baru dan fitur pengeditan yang lebih baik seperti saturasi warna dan suhu, kecerahan dan kontras, dan alat potong gambar yang maju, bersama dengan filter artistik seperti kabur, kuas, dan cat air.

2) Menambah pengalaman video pribadi.

Mengedit file video langsung dalam PowerPoint 2010. Mudah

memangkas video untuk hanya menampilkan bagian-bagian yang


(36)

atau memicu animasi untuk memulai secara otomatis ketika mencapai orang yang ditandai. Dapat juga mengatur video yang akan memudar kedalam dan keluar pada interval tertentu dan menerapkan berbagai gaya dan efek video-seperti refleksi, bevels, dan 3-D putaran-untuk membantu pengguna dengan cepat menangkap perhatian audiens.

3) Menyiarkan secara langsung presentasi

Tayangkan secara langsung presentasi PowerPoint 2010 Anda

dengan mengirimkan URL sehingga orang dapat melihat presentasi

Anda di Web. Audiens Anda melihat slide dalam kesetiaan tinggi,

bahkan jika mereka belum menginstal PowerPoint. Anda juga dapat

mengubah presentasi Anda ke dalam sebuah video berkualitas tinggi dengan narasi untuk berbagi dengan siapa saja melalui e-mail, melalui Web, atau di DVD.

4) Buat presentasi berkualitas tinggi dengan pemandangan grafis

Pengguna tidak perlu menjadi seorang ahli desain untuk menciptakan grafis yang tampak profesional. Gunakan tambahan puluhan SmartArt ® layout untuk menciptakan berbagai jenis grafis


(37)

seperti bagan organisasi, daftar, dan gambar diagram. Mengubah kata ke visualisasi yang lebih mengesankan untuk menggambarkan ide-ide Anda. Buat diagram semudah mengetik sebuah daftar bullet atau mengkonversi teks dan gambar untuk diagram hanya dalam beberapa klik.

5) Memikat audiens Anda dengan transisi baru dan peningkatan

animasi

PowerPoint 2010 memiliki penawaran baru, transisi slide yang dinamis dan animasi efek yang terlihat seperti grafik yang Anda lihat di TV. Mudah diakses, dilihat, diterapkan, disesuaikan, dan untuk mengganti animasi. Dapat juga menggunakan pointer animasi baru untuk dengan mudah menyalin animasi dari satu objek yang lain.

6) Mengatur dan mencetak slide Anda lebih efektif

Mengatur dan menavigasi melalui slide menggunakan bagian

slide. Membagi presentasi ke dalam slide yang logis secara kelompok-kelompok, mengubah nama bagian untuk membantu Anda mengelola

konten seperti untuk menetapkan slide ke penulis tertentu atau dengan

mudah mencetak hanya satu bagian dari slide.


(38)

PowerPoint 2010 menyederhanakan bagaimana Anda mengakses fitur. Sehingga membuat pekerjaan bisa lebih cepat selesai.

8) Bekerja pada beberapa presentasi dan beberapa monitor.

PowerPoint 2010 memberi Anda jendela yang benar-benar terpisah untuk setiap presentasi yang Anda buka. Jadi, Anda dapat

melihat dan mengedit beberapa presentasi secara mandiri, sisi-by-sisi,

atau bahkan pada monitor yang terpisah.10

10 Tom Pun,

Manfaat dan Keunggulan PowerPoint 2010, (http://ilmuPowerPoint.blogspot.com/2011/02/).


(39)

B. Konsep Membaca Nyaring dan Pembelajaran Membaca

1. Konsep Membaca

a. Pengertian Membaca

Membaca merupakan suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan, tetapi ternyata tidak mudah untuk menjelaskan hakikat membaca. Membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan sejumlah kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns dkk dalam Farida Rahim, proses membaca terdiri atas sembilan aspek, yaitu sensori, preseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran,

asosiasi, sikap, dan gagasan.11

Pendapat ahli di atas sejalan dengan Soedarso dalam Mulyono Abdurrahman yang berpendapat bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakan

mata dan pikiran.12

Hodson dalam Departemen Pendidikan Nasional

mengemukakan “membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta

digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Dalam hal ini, membaca selain

sebagai suatu proses, juga bertujuan.”13

11

Farida Rahim, Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 12.

12

Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis, dan Remesdiasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 158.

13 Departemen Pendidikan Nasional,

Pembelajaran Membaca, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), hlm. 4.


(40)

Departemen Pendidikan Nasional menuliskan bahwa membaca ialah proses pengolahan bacaan secara kritis, kreatif yang dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu. Definisi ini sesuai dengan membaca pada tingkat

lanjut, yakni membaca kritis dan membaca kreatif.14

Selanjutnya, Anderson dalam Departemen Pendidikan

Nasional berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.

Hal ini sesuai dengan membaca pada level rendah.15

Berdasarkan beberapa definisi tentang membaca menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman.

b. Tahap-Tahap Membaca

Dalam kegiatan membaca terdapat beberapa tahap membaca, yaitu:16

Tahap I

Membaca bahan yang telah dipelajari, mengucapkannya dengan baik atau bahan yang mungkin telah diingat. Bahan-bahan tersebut mungkin berupa percakapan, nyanyian, serangkaian kalimat 14

Ibid.

15

Ibid.

16


(41)

tindakan ataupun cerita sederhana mengenai hal-hal yang telah dipahami.

Dalam tahap ini, perlu ada bimbingan untuk mengembangkan atau meningkatkan responsi-responsi visual yang otomatis terhadap gambaran-gambaran huruf yang akan dilihat pada gambaran cetakan. Selain itu, harus benar-benar memahami bahwa kata-kata tertulis itu mewakili atau menggambarkan bunyi-bunyi.

Tahap II

Menyusun kata-kata serta struktur-struktur dari bahasa asing yang telah diketahui menjadi bahan dialog atau paragraf yang beraneka ragam. Pada tahap ini perlu dibimbing dalam membaca bahan yang baru disusun.

Tahap III

Membaca bahan yang berisi sejumlah kata dan struktur yang masih asing atau belum biasa. Pada tahap ini pembaca acapkali teks-teks tata bahasa berisi paragraf-paragraf atau pilihan-pilihan yang sesuai untuk bacaan.

Tahap IV

Pada tahap ini, beberapa spesialis dalam bidang membaca menganjurkan penggunaan teks-teks sastra yang telah disederhanakan atau majalah-majalah sebagai bahan bacaan.

Tahap V

Pada tahap ini seluruh dunia buku terbuka, dalam pengertian bahan bacaan tidak dibatasi.


(42)

2. Konsep Membaca Nyaring

a. Pengertian Membaca Nyaring

Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami

informasi, pikiran, dan perasaan seorang pengarang.17

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rothlein dan Meinbach menunjukkan bahwa membaca nyaring dapat meningkatkan keterampilan berbahasa lainnya, membantu perkembangan anak mencintai buku, dan membaca ceritera sepanjang hidupnya. Anak-anak cenderung meniru dan mengikuti jejak orang dewasa. Pendapat yang mirip disampaikan oleh Cox, membaca nyaring untuk anak-anak yang dilakukan setiap hari merupakan sesuatu yang penting untuk mengajar mereka menyimak, berbicara, atau menulis. Pembacaan ceritera yang dilakukan oleh orang tua akan membawa anak dalam perkembangan bahasa yang baik, melalui perkembangan kosa kata, semangat membaca, dan sukses dalam belajar membaca permulaan.

Anak yang sering dibacakan ceritera akan menolak jika didongengi.18

Keterampilan membaca nyaring seharusnya telah mantap diberikan di sekolah dasar kelas IV. Jadi, di kelas III dan kelas IV kegiatan membaca harus difokuskan pada membaca nyaring. Pada waktu kelas V anak sudah membaca intensif atau membaca dalam

17

Henry Guntur Tarigan, Membaca sebagai Suatu Ketereampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 2008), hlm. 23.

18

Supardi, BAB 5 Membaca Nyaring, (http://supardi-uncen.blogspot.com/2010/01/bab-5-membaca-nyaring.html, 2010)


(43)

hati. Hanya sekali-kali saja kegiatan membaca ini dilakukan, tetapi dengan penekanan tambahan, misalnya dengan perasaan. Kegagalan pencapaian kompetensi membaca nyaring di kelas III dan kelas IV akan mengakibatkan kegagalan kompetensi membaca dalam hati di kelas V dan VI dan tentunya kelas selanjutnya sampai di perguruan tinggi.

b. Aspek-Aspek dalam Membaca Nyaring

Menurut Kamidjan dalam Departemen Pendidikan Nasional ada lima aspek dalam membaca nyaring, yaitu:

1) Membaca dengan pikiran dan perasaan pengarang;

2) Memerlukan keterampilan menafsirkan lambang-lambang grafis;

3) Memerlukan kecepatan pandangan mata;

4) Memerlukan keterampilan membaca, terutama mengelompokkan

kata secara tepat; dan

5) Memerlukan pemahaman makna secara tepat.19

c. Keterampilan yang Harus dimiliki Saat Membaca Nyaring

Dalam membaca nyaring, pembaca memerlukan beberapa keterampilan, antara lain:

1) Penggunaan ucapan yang tepat;

2) Pemenggalan frasa yang tepat;

3) Penggunaan intonasi, nada, dan tekanan yang tepat;

4) Penguasaan tanda baca dengan baik;

5) Penggunaan suara yang jelas;

19


(44)

6) Penggunaan ekspresi yang tepat;

7) Pengaturan kecepatan membaca;

8) Pengaturan ketepatan pernapasan;

9) Pemahaman bacaan; dan

10)Pemilikan rasa percaya diri.

d. Manfaat dan Keuntungan Membaca Nyaring

Gruber menyampaikan manfaat membaca nyaring untuk anak seperti disampaikan di bawah ini.

1) Memberikan contoh proses membaca secara positif.

2) Mengekspos siswa untuk memperkaya kosakata.

3) Memberi siswa informasi baru.

4) Mengenalkan kepada siswa berbagai aliran sastra.

5) Memberi siswa kesempatan menyimak dan menggunakan daya

imajinasinya.20

Beberapa keuntungan yang dapat dipetik dari kegiatan membaca nyaring yang dilakukan oleh siswa seperti diuraikan di

bawah ini.21

1) Membaca nyaring memberikan guru suatu cara yang tepat dan

valid dalam mengevaluasi kemajuan kemampuan keterampilan membaca dalam intonasi, tekanan kata, pemenggalan kata, pemenggalan frasa, dan untuk menemukan kebutuhan pengajaran yang spesifik

20

Rahim, Op. Cit., hlm. 125.

21 Novi Resmini, Yayah Churiyah, dkk,

Membaca dan Menulis di SD Teori dan Pengajarannya,(Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 3.16


(45)

2) Membaca nyaring memberikan latihan berkomunikasi lisan untuk pembaca dan meningkatkan kemampuan menyimak untuk pendengarnya.

3) Membaca nyaring dipakai untuk latihan berdialog, memerankan

pelaku yang terdapat dalam ceritera.

4) Membaca nyaring adalah media guru dalam membimbing secara

bijak, dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri pada anak yang pemalu.

3. Konsep Pembelajaran Membaca

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono, belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: (1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar; (2) Respons si pembelajar; (3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan

respons tersebut.22

Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal

dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar.23

22 Dimyati dan Mudjiono,

Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 9.

23


(46)

Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar,

yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.24

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perilaku atau kegiatan yang kompleks dan relatif menetap tentang pola berpikir dengan proses pembentukan refleks bersyarat untuk mencapai tujuan belajar itu sendiri.

Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian latihan atau pengalaman terhadap seseorang atau sekelompok orang agar terjadi perubahan tingkah laku yang relatif tetap pada orang atau orang-orang itu. Pembelajaran ini dapat dilakukan pada suatu lembaga formal terstruktur maupun pada suatu lembaga formal terstruktur maupun pada suatu lembaga secara insidental. Apabila dilaksanakan pada lembaga formal terstruktur maka pembelajaran ini dapat disebut sebagai suatu proses pembiasaan

atau pelaziman yang dilakukan untuk memperoleh suatu pola tingkah

laku yang baru setelah mengikuti pembiasaan itu. Pembelajaran yang dilakukan secara insidental biasa disebut sebagai sebuah pelatihan yang juga dilakukan untuk memperoleh kualitasnya tidak sebesar pada

lembaga formal terstruktur.25

Pada hakekatnya pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut

24 Abdurrahman,

Op Cit., hlm. 19.

25


(47)

bersifat timbal balik. Proses transaksional juga terjadi antara siswa

dengan siswa.26

Pembelajaran merupakan keterpaduan antara dua proses, yaitu belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku berkat pengalaman dan latihan.

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang

mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu keterpaduan antara dua proses (belajar dan mengajar). Sedangkan pembelajaran yang efektif dapat dicapai manakala siswa memperoleh kemudahan untuk mempelajari sesuatu, dan efek kemudahan tersebut memiliki pengakuan dari mereka yang berkompeten, dalam menilai suatu proses pembelajaran.

b. Karakteristik Pembelajaran Membaca

Secara garis besar, terdapat dua karakteristik yang penting dalam pembelajaran membaca, yaitu:

1) Keterampilan yang bersifat mekanis dapat dianggap berada pada

urutan yang lebih rendah. Hal ini mencakup: (a) pengenalan

bentuk huruf; (b) pengenalan unsur-unsur linguistik

26 Asep Heri Hernawan, dkk,

Belajar dan pembelajaran Sekolah Dasar, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm. 3.


(48)

(fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain); (c) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis); (d) kecepatan membaca ke taraf lambat.

2) Keterampilan bersifat pemahaman yang dapat dianggap berada

pada urutan yang lebih tinggi. Hal ini mencakup: (a) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal); (b) memahami signifikansi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca); (c) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk); (d) kecepatan membaca

yang fleksibel, mudah disesuaikan dengan keadaan.27

c. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca

Jika ingin mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan bacaan, guru seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam pembelajaran membaca. Berikut ini dijelaskan berbagai kegiatan yang bisa dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca.

1) Kegiatan prabaca

Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca, guru mengarahkan perhatian pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan. Pengaktifan skemata siswa bisa dilakukan dengan berbagai cara,

27


(49)

misalnya dengan peninjauan awal, pedoman antisipasi, pemetaan

makna, menulis sebelum membaca, dan drama kreatif.28

2) Kegiatan Saat Baca

Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah

kegiatan saat baca (during reading). Beberapa strategi dan

kegiatan bisa digunakan dalam kegiatan saat baca untuk meningkatkan pemahaman siswa. Akhir-akhir ini perhatian banyak dicurahkan pada penggunaan strategi metakognitif siswa selama membaca.

Menurut Rubin dalam Farida Rahim menjelaskan bahwa secara literal (harfiah), metakognisi adalah kegiatan berpikir kritis, yang merujuk pada pengetahuan siswa tentang proses kognitif

mereka sendiri.29

3) Kegiatan Pasca Baca

Kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Strategi yang dapat digunakan pada tahap ini adalah belajar mengembangkan bahan bacaan pengajaran, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual.30

28

Rahim, Op Cit., hlm. 99.

29

Ibid, hlm. 102—103.

30


(50)

C. Konsep Dasar Disleksia

1. Pengertian Anak Disleksia

Ketika peneliti akan melakukan penelitian pada anak disleksia kegiatan yang peneliti lakukan pertama adalah melakukan diagnosis terhadap anak yang mengalami disleksia (kesulitan belajar membaca) di lembaga bimbingan

belajar Studia Center. Kegiatan diagnosis tersebut terdiri dari tiga langkah

yaitu:

a) Mengidentifikasi kesulitan belajar,

b) Menelaah atau menetapkan status siswa, dan

c) Memperkirakan penyebab kesulitan belajar31

Peneliti telah melakukan diagnosis tersebut jauh sebelum penelitian ini dimulai, karena peneliti merupakan tenaga pengajar di lembaga bimbingan belajar tersebut yang juga sering mengajar anak tersebut.

Disleksia (dyslexia) atau ketidakcakapan membaca adalah jenis lain

gangguan belajar. Semula istilah disleksia ini digunakan di dalam dunia medis, tetapi saat ini digunakan pada dunia pendidikan dalam mengidentifikasikan anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetensi

dengan temannya di sekolah.32

Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk")

dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal"). Disleksia berarti suatu kesulitan pada membaca. Sedangkan Hornsby menyatakan bahwa kata disleksia berarti kesulitan pada kata-kata atau bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa disleksia merupakan suatu kondisi atau bentuk kesulitan belajar membaca,

31 IG AK Wardani,

Psikologi Belajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), hlm. 6.14

32


(51)

kesulitan belajar membaca kata atau bahasa yang disebabkan oleh gangguan saraf pusat.

Terdapat beberapa pengertian disleksia yang dikemukakan para ahli seperti berikut.

a. Disleksia merujuk pada anak yang tidak dapat membaca sekalipun

penglihatan, pendengaran, inteligensinya normal, atau keterampilan usia bahasanya sesuai. Kesulitan belajar tersebut akibat faktor neurologis.

b. Disleksia sebagai kesulitan membaca berat pada anak yang berinteligensi

normal dan bermotivasi cukup, berlatar belakang budaya yang memadai dan berkesempatan memperoleh pendidikan serta tidak bermasalah emosional.

c. Disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari

komponen-komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukan perkembangan bahasa lambat dan hampir selalu bermasalah dalam menulis dan mengeja serta berkesulitan dalam mempelajari sistem representasional misalnya berkenaan dengan waktu, arah, dan masa.

d. Disleksia adalah bentuk kesulitan belajar membaca dan menulis terutama

belajar mengeja secara betul dan mengungkapkan pikiran secara tertulis dan ia telah pernah memanfaatkan sekolah normal serta tidak memperlihatkan keterbelakangan dalam mata pelajaran-mata pelajaran lainnya.

Jadi pengertian disleksia adalah suatu tipe atau bentuk kelainan membaca yang disebabkan oleh faktor-faktor neurologis, genetika, dan psikologis dasar, tetapi umumnya mereka ini cukup cerdas yang ditandai oleh


(52)

skor IQ rata-rata/ normal atau di atas rata-rata. Untuk penanganannya membutuhkan keterlibatan para ahli selain guru yang bersangkutan, seperti ahli pendidikan khusus dan psikolog, Wikipedia tahun 2007 menambahkan, anak disleksia memiliki kesulitan dalam mengasosiakan antara bentuk huruf dengan bunyinya dan mereka juga sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anak disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan belajar membaca yang disebabkan oleh faktor neurologis, genetika, dan psikologis dasar, serta sering menunjukkan kesulitan dalam mengasosiasikan antara bentuk huruf dan bunyinya dan mereka juga sering terbalik atau kebingungan terhadap huruf-huruf tertentu, tetapi mereka memiliki kecerdasan di atas rata-rata bahkan ada di atas rata-rata.

2. Faktor Penyebab Anak Disleksia

Penyebab utama disleksia adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain:

a. Faktor genetik

b. Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen.

c. Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk


(53)

d. Biokimia yang merusak otak (misalnya zat pewarna pada makanan), pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam), gizi yang tidak memadai.

e. Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan

anak (deprivasi lingkungan).

Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari

taraf yang ringan hingga taraf berat.33

3. Kemampuan Membaca Anak Disleksia

Kemampuan membaca erat kaitannya dengan kemampuan berbahasa,

sementara itu kemampuan berbahasa berhubungan dengan

intelegensi/kecerdasan. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa anak disleksia ini memiliki kecerdasan rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Meskipun cerdas dan bicaranya cukup lancar mereka mengalami kesulitan belajar membaca. Tingkat kemampuan membaca, menulis ekspresif dan mengejanya berada di bawah rata-rata teman seusianya.

Gejala nomor satu bagi siswa disleksia adalah bahwa membaca itu sulit, dan siswa yang menderita disleksia entah menghindari atau berjuang keras untuk bisa membaca. Siswa yang menderita disleksia itu sering, tetapi tidak selalu, tidak mampu mengeja. Namun banyak pembaca baik yang

memiliki kemampuan rata-rata bahkan tidak mampu juga dalam mengeja.34

Lebih rincinya pada saat membaca mereka menunjukkan adanya tanda-tanda kesulitan membaca sebagai berikut:

33

Iim Imandala, Remedial Membaca dengan Metode Fernald bagi Anak Disleksia, (http://pendidikankhusus.wordpress.com/2009/05/19/remedial-membaca-dengan-metode-fernald-bagi-anak-disleksia/)

34


(54)

a. membaca lamban, turun naik intonasinya, dan kata-demi kata;

b. sering membalik huruf-huruf dan kata-kata, Contohnya b dengan d, p

dengan q, u dengan n, kuda dengan daku, palu dengan lupa, tali dengan ilat, papa dibaca dada;

c. pengubahan huruf pada kata, misalnya baju menjadi baja, batu menjadi

bata;

d. kacau terhadap kata-kata yang hanya sedikit berbeda susunannya,

misalnya: bau, buah, batu, buta;

e. sering menebak dan mengulangi kata-kata dan frasa,

f. menghilangkan sebagian huruf (omission);

g. menambah huruf (addition);

h. terbalik huruf (reversal);

i. tidak menguasai penggunaan tanda baca, misalnya tanda titik (.), tanda

koma (,), tanda tanya (?), tanda seru (!); dan

j. kesulitan dalam memahami isi bacaan.

Beberapa hal gangguan fungsi neurologis yang dapat menyebabkan gangguan fungsi inteligensia pada dasarnya dilakukan pengamatan pada gejala-gejala yang ditimbulkannya, menurut Aldenkamp dkk., dapat dibagi menjadi:

a. Gangguan pada tempo urutan unit bahasa, yaitu gangguan pada

pencandraan dan mengingat urutan huruf, suku kata, dan bunyian;

b. Gangguan pada diskriminasi auditif, yaitu pada membedakan bunyian;

c. Gangguan pada seleksi pencandraan/seleksi perhatian, yaitu membedskan


(55)

d. Gangguan pada visuo-spatial organisasi, misalnya kiri kanan, orientasi ruang;

e. Gangguan pada pengenalan melalui pancaindra taktil, yaitu pengenalan

figur melalui perabaan.35

D.Konsep Penerapan Multimedia Berbasis Komputer dalam Pembelajaran

Membaca Nyaring pada Anak Disleksia

Dari berbagai uraian tentang teori media, membaca, dan disleksia maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penerapan multimedia

berbasis komputer (PowerPoint 2010) dalam pembelajaran membaca nyaring

pada anak disleksia adalah tingkat pencapaian penggunaan multimedia berbasis komputer dalam pembelajaran membaca nyaring yang memberikan pengaruh efektif atau tidak efektifnya karena melibatkan unsur-unsur pancaindera sehingga keterlibatan tersebut mampu membangun suasana belajar yang kondusif.

E. Penelitian yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah menelusuri beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan ini. Dari beberapa contoh judul penelitian terdahulu memang memiliki keterkaitan dari segi masalah yaitu mencari tahu tentang hubungan dan pengaruh akan tetapi objek dan sasarannya yang berbeda. Seperti:

1. Skripsi Upaya Meningkatkan Belajar Anak Disleksia dengan Pendekatan

SAVI pada Bidang Studi PAI di SDN X; penelitian tersebut dilakukan untuk meningkatkan belajar anak disleksia dengan menggunakan

35


(56)

pendekatan SAVI, berbeda dengan penelitian yang saya lakukan yaitu penerapan multimedia berbasis komputer dalam pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia.

2. Kemampuan Baca-Tulis Siswa Disleksia oleh Rifa Hidayah Fakultas Psikologi, UIN Malang; penelitian tersebut membahas mengenai kemampuan membaca dan menulis siswa yang disleksia namun berbeda dengan penelitian yang saya lakukan karena saya hanya membahas pembelajaran membaca nyaring saja dengan menerapkan mutimedia berbasis komputer.

3. Bimbingan Belajar pada Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Membaca di Kelas Rendah oleh Budi Kusbiyantoro Pendidikan Guru Kelas Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan karena dalam penelitian yang dilakukan oleh Budi Kusbiyantoro hanya membahas faktor-faktor penyebab anak mengalami kesulitan membaca kemudian kesulitan-kesulitannya dan tentang cara bimbingan yang akan dilakukan oleh guru yang menangani anak-anak yang mengalami kesulitan membaca tidak seperti penelitian yang saya ambil yaitu yang lebih dikhususkan untuk pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia.

4. Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Anak Kesulitan Belajar Melalui Metode Suku Kata di SD 09 Kecamatan Pauh oleh Dwi Indri Oktafiani, Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang. Penelitian tersebut mengenai upaya untuk


(57)

meningkatkan kemampuan membaca permulaan yang dialami oleh anak yang mengalami kesulitan belajar dengan menggunakan metode suku kata, berbeda halnya dengan penelitian yang peneliti lakukan mengenai pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia dengan menerapkan multimedia berbasis komputer dalam pembelajaran membaca nyaring.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipaparkan di atas, belum ada yang membahas mengenai pembelajaran membaca nyaring dengan menggunakan multimedia berbasis komputer pada anak disleksia, maka peneliti memilih masalah tentang efektivitas pemanfaatan multimedia berbasis komputer dalam bentuk multimedia presentasi menggunakan perangkat lunak

Microsoft Office PowerPoint 2010 dalam pembelajaran membaca nyaring pada anak disleksia kelas IV (subjek tunggal) di lembaga bimbingan belajar


(58)

43 A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lembaga bimbingan belajar Studia

Center cabang Bintaro, tepatnya di jalan Dep.Sos Raya No. IB Bintaro Jakarta Selatan.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan peneliti yaitu terhitung mulai Januari 2013 sampai dengan Juli 2013.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu yang dijadikan bahan atau sasaran dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini subjeknya tunggal hanya ada satu orang siswa saja yang mengalami disleksia yang beridentitas X di

lembaga bimbingan belajar Studia Center. Jadi penelitian ini bersifat studi

kasus. Maksudnya, penelitian ini hanya untuk kasus satu orang anak disleksia

yang berada pada lembaga bimbingan belajar Studia Center saja, yang

peneliti terapkan multimedia berbasis komputer dalam pembelajaran membaca nyaringnya. Jadi belum tentu dapat diterapkan kepada anak-anak disleksia yang lain, yang berada di tempat yang berbeda.

Secara fisik siswa X sangat normal, dan memiliki anggota tubuh yang lengkap. Hanya saja memiliki hambatan dalam membaca dan menulis.


(59)

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah penerapan multimedia berbasis komputer pada anak disleksia di lembaga bimbingan

belajar Studia Center.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dimana bukti-bukti yang disajikan berupa keadaan, proses kejadian dalam bentuk perkataan. Sehingga analisisnya menggunakan analisis deskriptif. Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah. Masalah tersebut diteliti dengan menggambarkan keadaan sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak.

Penerapan metode kualitatif menggunakan data-data yang

dikumpulkan dapat berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, serta data atau fakta yang bersumber sebagai gejala-gejala yang terdapat dalam masalah yang terjadi di saat penelitian. Selain itu, semua yang dikumpulkan

berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.36

D. Sumber dan Korpus Data

Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan satu-satunya anak penderita

disleksia yang ada di lembaga bimbingan belajar Studia Center. Peneliti

melakukan survei jauh sebelum penelitian ini dimulai karena peneliti sendiri merupakan guru yang sudah lama sering mengajari anak tersebut ketika anak tersebut selalu datang untuk les ke tempat lembaga bimbingan belajar tersebut. Jadi peneliti sudah mengetahui bahwa anak tersebut menderita disleksia dalam

36

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 6.


(60)

keseharian peneliti ketika mengajarnya. Selanjutnya anak tersebut peneliti tetapkan untuk menjadi sumber penelitian ini.

Data merupakan keterangan yang benar dan nyata wujudnya. Data dalam penelitian ini tentu saja ujaran lisan anak penderita disleksia ketika melakukan aktivitas membaca nyaring.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data yang akan diteliti. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang melancarkan penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dan pengolahan data dengan beberapa teknik, di antaranya:

1. Wawancara

Wawancara dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual. Adakalanya juga wawancara dilakukan secara kelompok, kalau memang tujuannya untuk menghimpun data dari kelompok seperti wawancara dengan suatu keluarga, pengurus yayasan, dll.37

Sebagai informan dalam penelitian ini adalah kepala lembaga bimbingan belajar, pemilik lembaga bimbingan belajar, guru-guru yang juga mengangani anak tersebut selain peneliti sendiri, dan siswa yang menjadi subjek dari penelitian ini sendiri.

37 Nana Syaodih Sukmadinata,

Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 216.


(61)

Teknik ini digunakan peneliti untuk mengetahui tanggapan guru-guru di lembaga bimbingan tersebut terhadap satu siswa di lembaga tersebut yang mengalami disleksia, untuk mengetahui latar belakang siswa tersebut, dan sebagainya.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

kegiatan yang sedang berlangsung.38 Kegiatan penelitian ini berkenaan

dengan cara peneliti mengajar langsung siswa tersebut, siswa belajar, kepala lembaga bimbingan belajar yang sedang memberikan pengarahan. Observasi ini dilakukan secara partisipatif yaitu peneliti ikut serta dalam kegiatan yang sedang belangsung.

Teknik ini digunakan peneliti untuk mengetahui secara langsung gambaran utuh tentang proses pembelajaran membaca pada anak disleksia, bagaimana kemampuan belajar membaca nyaring anak disleksia, serta bagaimana efektivitas pemanfaatan multimedia berbasis komputer dalam pembelajaran membaca nyaring anak disleksia. Selain itu, teknik ini juga peneliti gunakan untuk memperoleh data tentang letak geografis tempat penelitian.

3. Studi dokumenter

Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen

38


(62)

tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.

Dokumen-dokumen tersebut kemudian diurutkan sesuai dengan sejarah kelahiran, kekuatan dan kesesuaian isinya dengan pengkajian. Isinya dianalisis, dibandingkan, dan disintesiskan (dipadukan) membentuk

satu hasil kajian yang sistematis, padu, dan utuh.39

Teknik ini peneliti gunakan untuk memperoleh informasi tentang hasil tes kemampuan membaca siswa yang mengalami disleksia tersebut, data diri siswa tersebut, serta data-data lainnya yang diperlukan oleh peneliti.

4. Teknik asesmen informal

Melalui asesmen informal peneliti dapat menyusun bentuk tes sesuai dengan karakteristik anak.

5. Teknik baca

Melalui teknik baca ini peneliti dapat mempelajari kendala dan perkembangan sang anak secara keseluruhan dengan melalui kegiatan membaca.

6. Teknik simak

Peneliti menyimak semua ujaran anak dalam hal ketika ia sedang membaca nyaring.

39


(63)

7. Teknik rekam

Guna menghindari kekeliruan saat mendokumentasikan seluruh aspek kegiatan membaca anak, yang dalam kasus ini berupa ujaran lisan, maka peneliti merekam aktivitas saat anak sedang membaca nyaring.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah mendapatkan data-data yang cukup, proses selanjutnya yang akan dilakukan adalah menganalisis data. Data yang pertama kali akan dianalisis adalah kemampuan membaca nyaring anak disleksia tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pada konsep dasar disleksia itu sendiri yang berarti kesulitan membaca. Bertitik tolak pada konsep dasar tersebut, maka peneliti harus melakukan analisis tentang bagaimana pola kesulitan membacanya, seperti apa bentuk kesulitannya, apa penyebabnya, dan tentu saja bagaimana hubungan dengan penerapan multimedia berbasis komputer dengan

menggunakan presentasi PowerPoint 2010 terhadap kegiatannya ketika

membaca nyaring.

Untuk menunjang proses analisis ini, peneliti melakukan tiga tahap/teknik yang mendasar, yaitu:

1. Teknik catat, peneliti akan mencatat hasil serangkaian tes yang telah

dijalankan.

2. Teknik evaluasi, seluruh catatan mengenai proses membaca nyaring si

anak yang telah selesai didokumentasikan kemudian akan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana kemampuan membaca anak disleksia tersebut.

3. Teknik analisis, peneliti akan mengkaji hasil evaluasi terhadap proses


(1)

(2)

(3)

(4)

Hasil Transkrip Wawancara dengan Kepala Lembaga Bimbingan Belajar Studia Center

1. T: Selamat siang, Bu. Maaf mengganggu waktu Ibu. Saya ingin sedikit mewawancarai Ibu mengenai salah satu anak yang beridentitas (dirahasiakan)Bu.

J: Ow iya Kak Raras boleh.

2. T: Bagaimana sikap si anak tersebut selama pelajaran di kelas berlangsung? J: Sikap anak tersebut kalau di dalam kelas biasa saja. Seperti anak-anak

pada umumnya. Terkadang serius, terkadang ingin juga santai.

3. T: Apakah anak tersebut memiliki antusias ketika diperintahkan untuk membaca?

J: Sepertinya tidak ya... karena ketika waktu itu Saya pernah memerintahkan untuk membaca suatu wacana pelajaran kewarganegaraan selalu menolak dan lebih memilih untuk menulis. Itu juga menulisnya harus mencontek buku paketnya maksudnya menyalin dan juga lebih sering meminta soal-soal penjumlahan matematika.

4. T: Apakah si anak mampu berkonsentrasi selama pelajaran berlangsung? J: Ya...namanya juga anak-anak yaa... palingan sekitar 30 menitan di awal

pelajaran saja konsennya. Selanjutnya dia sudah tidak terlalu fokus.

5. T: Apakah pernah menolak atau menunjukkan sikap tidak suka dengan berbagai alasan?

J: Iya pernah. Ya seperti yang telah saya ucapakan tadi kalau ia terkadang suka lebih memilih untuk mengerjakan soal-soal pilihan ganda yang hanya dengan cara menyilang saja jawabnya atau soal-soal penjumlahan matematika. Banyak saja alasannya seperti “ah... ga mau ah Bu... baca mah, mat aja ya.. Bu ... mat.” Atau banyaklah hal lainnya yang menjadi alasan. Tapi sering juga jika diperintahkan membaca ia mau membaca tanpa harus dipaksa-paksa.

6. T: Apa yang menjadi pelajaran favorit si anak jika sedang diperintahkan untuk menjawab soal?


(5)

7. T: Apakah menurut Ibu anak tersebut memiliki masalah penglihatan?

J: Belum tau juga saya tuh.... sepertinya kalau untuk minus gitu tidak. Karena waktu itu saya pernah mengajar menggunakan papan tulis dan menulis penjelasan-penjelasan di papan tulis. Anak tersebut juga antusias kok sepertinya.

8. T: Selama Ibu mengajar dia, kesulitan apa yang paling menghambat kegiatan pembelajaran di kelas?

J: Membaca sih ya kayanya. Karena misalnya jika di sebuah soal itu khususnya pelajaran bahasa Indonesia diperintahkan untuk menjwab soal tersebut dari bahan bacaan di atas , pasti ia tidak mau menjawabnya. Sehingga ia sering tertinggal teman-temannya yang lain. Sepertinya anak tersebut mengalami kesulitan dalam belajar membacanya.

9. T: Seperti yang menjadi penelitian Saya Bu, mengenai anak yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca atau yang disebut juga sebagai disleksia. Apakah Ibu pernah mendengar kasus itu sebelumnya Bu?

J: Ooww... iya iya Kak Raras, Saya pernah mendengar kasus disleksia itu. Anak tersebut memang salah satu contoh dari kasus-kasus anak yang disleksia. Ia memang sering kesulitan apalagi dihadapkan oleh-oleh huruf yang hampir mirip dan dia juga sering mengalami kekacauan pada kata-kata baik dalam membaca dan menulis.

10.T: Apakah Ibu sudah mencoba untuk berbicara kepada keluarganya Bu mengenai bahwa anaknya mengalami disleksia?

J: Iya, sudah. Saya sudah mencoba bilang ke orang tuanya bahwa anak tersebut mengalami disleksia. Sudah saya jelaskan juga apa itu disleksia. Tapi tidak ada respon yang lebih lanjut lagi dari orang tuanya.

11.T: Oww.. begitu Bu. Baik Bu. Terima kasih atas waktunya. J: Iya sama-sama Kak Raras.


(6)

BIODATA PENELITI

Peneliti yang bernama lengkap Raras Oktaviany merupakan putri dari Mizwar Heriyanto dan Farida kelahiran tanggal 25 Oktober 1992.

Peneliti yang biasa dipanggil Ayas oleh teman-temannya ini sangat memiliki ketertarikan tersendiri terhadap pendidikan anak-anak yang berkebutuhan khusus dan anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Seperti contohnya pada penelitian kali ini, peneliti mengambil fokus terhadap kemampuan membaca anak disleksia (kesulitan belajar membaca) dan Alhamdulillah penelitian tersebut dapat selesai dan berjalan dengan lancar.

Selain peduli di bidang pendidikan, peneliti juga sangat tertarik pada dunia fashion, karena sebagai pendidik peneliti juga harus memperhatikan penampilan. Salah satunya cara berpakaian yang indah, rapi dan syar’i serta tidak ketinggalan zaman.

Hobi menonton dan mendengarkan lagu-lagu dari negeri ginseng (Korea Selatan) membuat peneliti bercita-cita ingin melanjutkan studi atau sekedar travelling bersama sahabat-sahabat k-popers (sebutan untuk sesama pencinta lagu-lagu pop Korea) ke negara tersebut.

Bukan hanya sekedar suka dengan film-film Korea saja yang disukai peneliti. DVD Film-film Hollywood, Thailand, Jepang, India serta negara tercinta sendiri juga habis „dilahap‟ peneliti jika ada waktu senggang. Film-film tersebut yang paling peneliti suka adalah bergenre thriller, romantic, edukasi, dan komedi yang banyak menginspirasi peneliti dalam banyak hal. Terutama film yang menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian ini yaitu film India yang berjudul Taree Zameen Par yang disutradarai oleh Aamir Khan yang juga peduli terhadap dunia pendidikan. Hobi lain yang dimiliki peneliti adalah membaca (karena gaya belajar peneliti adalah visualis) dan berkegiatan seni terbukti sampai sekarang masih menjadi bagian dari POSTAR (Pojok Seni Tarbiyah) elemen tari tradisional.