Choice of Law Dalam Praktek

BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 9 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 Jika dilakukan perbuatan bersangkutan di tempat tertentu, maka pilihan tempat ini tidak dengan sengaja dipilih dengan maksud untuk melakukan penyelundupan. Rabel mengemukakan “ the place should not be intentionaly selected for the purpose of evasion ” , dalam berbagai sistem hukum tertentu disyaratkan bahw a pemilihan hanya dapat dilakukan mengenai hukum yang benar-benar mempunyai hubungan nyata dengan peristiw a hukum yang bersangkutan. Pemilihan hanya terhadap hukum yang ada hubungan tertentu dengan kontrak bersangkutan. Persyaratan di atas merupakan usaha untuk menghindari kemungkinan pilihan hukum berubah menjadi penyelundupan hukum. Dalam hubungan ini dapat ditunjuk pada perkara-perkara riba, yang seringkali terjadi pada Yurispudensi USA tentang perbedaan “ rate” bunga dan syarat-syaratnya di berbagai negara bagian, mengakibatkan terjadinya penyelundupan hukum dengan jalan pilihan-hukum. Dalam hal ini Hakim berpendirian bahw a pilihan hukum hanya dapat diterima, jika hukum yang dipilih merupakan hukum domisili sebenarnya para pihak dan kontrak ditutup, sekaligus st ipulat e t hat t heir cont ract shall be governed by t he cont ract , provided t hat t he st ipulat ion express t he bonaf ide int ent ion of t he part ies. But a cont ract w ill not be enf orced in England, w het her law f ul by t he law w hich t he part ies int ended t o be applicable or not , 1 if it or t he enf orcement of it is opposed in English int erest s of st at e, or t o t he police of t he English law , or t he moral rules upheld by English law…” dianggap dibuat, dan dilaksanakan dan dilakukannya pembayaran. 19

3. Choice of Law Dalam Praktek

Perbankan Secara empiris putusan hakim Indonesia yang berkaitan dengan choice of law dalam perkembangannya jarang ditemukan, disebabkan perkara- perkara yang diajukan ke pengadilan Indonesia pada umumnya kurang dipermasalahkan pilihan hukum oleh para pihak, demikian pula terdapat sebagaian besar hukum Indonesia yang mengatur pembatasan pilihan hukum, yang berdampak kepastian hukum. Kenyataan dapat disimak sejak dahulu, bahw a dalam praktik choice of law terdapat pembatasan pemberian hak terhadap para pihak. Sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam kasus “ Tijdschrift van het Recht” , diputuskan hakim Indonesia berkaitan dengan sistem choice of law , atau rectskeuze yaitu Arrest dari Hoogerechtshof tahun 1935, tentang penggunaan w esel yang telah diendosir kepada order dari 19 Sudargo Gautama, op. cit hal 123. Niboyet yang dikutip oleh Sudargo Gautama menegaskan bahwa penunjukan kepada hukum intern negera bersangkutan yang dapat diterima. Jika diakui adanya kewenangan untuk memilih hukum disatu pihak, maka tidaklah pada tempatnya bahwa hukum yang dipilih ini kemudian kembali menunjuk kepada hukum lain sebagai hukum yang akan memecahkan sengketa yang bersangkutan. Jika demikian halnya, maka ini akan merupakan suatu kontradiksi dengan pikiran mengenai otonomi. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 10 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 dan diserahkan kepada Barclay’s Bank Limited. Kasus Zecha v. Samuel Jones Co Export Ltd, Pedagang Lois Zecha yang bertempat tinggal di Sukabumi dan pedagang dengan merek dagang “ Soekaboemische Snelpersdrukkerij ” telah digugat oleh perusahaan Inggris Samuel Jones Co Export Ltd, berkedudukan di London, untuk membayar 12 w esel yang telah ditarik oleh perusahaan George M an Co Limited di London pada ordernya sendiri atas tergugat Zecha, w esel-w esel tersebut telah diaksep oleh George M an Co Limited, sebagian dari w esel-w esel ini telah diendosir kepada order dan diserahkan kepada Barclay’s Bank Limited, yang kemudian diedarkan kepada pihak lain, dan setelah jatuh tempo pihak Zecha tidak bersedia membayar. 20 M enurut pertimbangan Hooggerechtshof para pihak saat melakukan perbuatan-perbuatan tersebut adalah agar hukum Indonesia yang diberlakukan. Para pihak telah memilih hukum 20 Sudargo Gautama, op.cit 211. Sebagai alasan dikemukakan bahwa tuntutan berdasar wesel- wesel ini tidak beralasan, justru pihak Zecha yang mempunyai gugatan penggantian kerugian setelah wanprestasi oleh pihak Mann Co, berdasarkan jual beli mesin, karena mesin tersebut rusak dan tidak dapat dipergunakan, berakibat telah ditarik wesel-wesel tersebut. Pihak Jones sudah mengetahui lebih dahulu sebelum mengambil alih wesel-wesel tersebut. Pengambilalihan wesel-wesel oleh Jones ini juga semata-mata merupakan suatu perbuatan pura- pura schijnhandeling karena sebenarnya cessie- cessie bersangkutan hanya dilakukan supaya lebih mudah pihak Mann Co dapat memperoleh jumlah yang dituntutnya. Indonesia sebagai sistem hukum yang bersangkutan yang harus dipergunakan. 21 Walaupun dari kasus ini ternyata bahw a cessie bersangkutan telah dilakukan di London, dihadapan Notaris Jhon Dalton Venn, yang berpraktik di kota itu. Hooggerechtshof beranggapan bahw a hukum Indonesia yang berlaku. Dalam hal ini terlihat bahw a Hooggerechtshof tidak mempertimbangkan lex loci contractus sebagai yang menentukan, dan kemampuan para pihak yang lebih diutamakan pada tempat dimana akta dibuat. Dengan mempergunakan hukum Indonesia, Hooggerchtshof berpendirian bahw a akta-akta cessie yang dibuat mempunyai titel yang sah karena ternyata cessie dan peralihan hak yang bersangkutan telah terjadi dengan pembayaran oleh pihak Jones kepada Barclay’s Bank dari jumlah yang ditagih oleh Jones dari Zecha, dan cessie semacam ini dianggap berlaku menurut ketentuan-ketentuan hukum Indonesia. Peranan ketertiban umum dalam penentuan choice of law diefektifkan dalam memutuskan 21 Pertimbangan Hooggerechtshof untuk mengetahui apakah yang merupakan kehendak para pihak saat membuat perjanjian itu, berbunyi sebagai berikut: “ de grief den hove gegrond voorkomt , Immers en het f eit dat de akt en in de Nederlandsche t aal zijn gest eld en ook den inhound van de akt en erop w ijzen, dat zow el de cedens als de cessionaries de t oepasselijkheid van het Nederlansch-indisch recht voor oogen st ond” . BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 11 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 kasus-kasus oleh pengadilan dan M ahkamah Agung di negara-negara di dunia, misalnya di Amerika Serikat. Dalam perkara First National Bank vs Banco Pere El Commercio Exiterior de Cuba, 22 tahun 1983, M ahkamah Agung Amerika Serikat, telah menggunakan pilihan hukum dan ketertiban umum dalam menentukan kasus nasionalisasi property yang dilakukan Cuba bertentangan dengan ketertiban umum, yaitu tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dan situasi yang terjadi. Putusan M ahkamah Agung mengijinkan “ Citibank’s set off, advancing both equitable principles and United States public policy” . Pengadilan di Amerika Serikat menghormati pilihan hukum para pihak dalam kontrak internasional, namun mempergunakan konsep ketertiban umum public policy sebagai suatu alat yang mengizinkan forum pengadilan untuk mengabaikan penerapan hukum asing yang tidak sesuai. David Cliffort mengatakan bahw a pembenaran klasik penggunaan konsep public policy terhadap pilihan hukum, yaitu penerapan dalam tradisi kesejahteraan umum. 23 22 Yansen Dermawan Latief, Disertasi, Pilihan Hukum dan Pilihan Forum Dalam Kont rak Int ernasiona l, Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Program Pascasarjana, Jakarta 2002, 67- 72. 23 David Cliffort, “Transnational Public Policy as a Factor in Choice of Law Analisis”, New York Law School of Journal of International and Comparative Law; 1984, 5 No. 2 3, P 367. Pembatasan terhadap pilihan hukum para pihak diatur dalam Pasal 187 2 b The Restatement second, yang menentukan pengadilan mengikuti hukum para pihak, kecuali bertentangan dengan kebijaksanaan mendasar dari negara yang mempunyai hubungan lebih erat dengan pilihan hukum yang telah dilakukan. 24 Klausula pilihan hukum memang secara esensi memberikan para pihak kecakapan untuk mengeluarkan suatu peraturan “ illegalit y” atas kontrak dan mengesampingkan hukum, namun the restatement juga menentukan pembatasan-pembatasan. The Restatement’s “ fundamental policy” dan “ materially greater interest test” adalah suatu versi modifikasi dari pendekatan analisis kepentingan interest analisis. 25 24 Ari Dobnert, “Litigation for Sale “University of Pennsylvania Law Review. V. 144:1529. Ia mengemukakan bahwa application of the law of chosen state would be contrary to a fundamental policy of state which has a materially greater interest than the chosen state in the determination of the particular issue and which, under the rule of 188, would be the state of applicable law in the absence of an effective choice of law by the parties. 25 Joint venture antara warga negara Cuba dan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat telah menanamkan modal di Cuba. Dalam pelaksanaannya beberapa bank, termasuk Citibank telah membuka cabang di Cuba untuk melancarkan usahanya termasuk dana investasi, namun demikian, akibat politik, hubungan Cuba dan Amerika Serikat semakin sulit saat itu. Amerika Serikat melakukan ketentuan melarang impor gula dari Cuba. Untuk menanggulangi persoalan bisnis, pemerintah Cuba mengeluarkan peraturan menasionalisasi seluruh propert y dari penduduk Amerika Serikat di Cuba. Cuba mengatakan bahwa Banco National mempunyai suatu “ legal personalit y and w as a separat e juridical ent it y. Banco Nat ional capable of suing and being sued” . Bank hanya bertanggung jawab BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 12 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 Indonesia menganut kedua asas tersebut, baik asas kebebasan berkontrak maupun ketertiban umum, atas dasar Pasal 1337 KUHPerdata, bahw a suatu sebab terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, demikian pula Pasal 25 AB, bahw a perbuatan atau perjanjian tidak boleh menghilangkan kekuatan peraturan hukum, ketentuan umum atau kesusilaan. Pasal 17 AB mengatur tentang barang tidak bergerak berlaku hukum nasional di tempat barang itu terletak sesuai dengan asas lex rei sitae. Bagi tanah yang dijadikan jaminan harus didaftarkan pada kantor pertanahan, dalam perjanjian antara kreditur asing dan debitur Indonesia. 26 Demikian pula ketentuan UU Kepailitan menentukan penyelesaian kepailitan berdasarkan hukum Indonesia, dan bukan pilihan hukum para pihak. Ketentuan UU Kepailitan mengabaikan pilihan hukum para terhadap modal dan aset, dan bukan merupakan tanggung jawab pemerintah Cuba atas utang Banco National. Revolusi Cuba mengakibatkan perubahan ekonomi, sosial dan politik, “ t here w as a st udied ef f ort t o preserve a cont inued corporat e exist ence, w hile reorganizing t he Cent ral Bank t o conf orm it t o t he new order” . Dengan demikian terjadi perubahan signifikan. Pert ama , seluruh Banco National dimiliki dan dikontrol oleh pemerintah Cuba. Kedua , nasionalisasi secara khusus terhadap property beberapa bank Amerika Serikat, termasuk Citibank. Dalam sengketa, Citibank dimenangkan atas dasar ketertiban umum. 26 St Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, Asas-asas Ketentuan Pokok dan Masalah Perbankan. Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan untuk lahirnya hak tanggungan, dan untuk mengikatnya pada pihak ketiga, Bandung, Penerbit Alumni, Hal 36-44. pihak dalam kontrak bisnis internasional, dan menerapkan hukum Indonesia dalam penyelesaian sengketa insolvensi, dan penundaan pembayaran utang melalui kew enangan khusus, berupa yurisdiksi substantif yang efektif, berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahw a pelaksanaan choice of law dalam conflict of law memberikan hak kepada para pihak untuk menentukan hukum yang berlaku bagi bisnisnya. Hakim negara-negara di dunia menghormati pilihan hukum para pihak. Namun demikian ada pembatasannya, melalui penerapan asas ketertiban umum, misalnya berdasarkan UU nasional pelaksanaan kontrak, misalnya di Indonesia UU Kepailitan yang menentukan berlakunya hukum nasional dalam penyelesaian conflict of law . Apabila hukum yang dipilih tidak mempunyai hubungan yang substantif dengan transaksi dan tidak memiliki alasan yang cukup bagi pilihan hukum para pihak, maka hakim akan menentukan hukum manakah yang berlaku. Hukum negara hakim yang mengadili dapat menjadi dasar penyelesaiannya apabila hukum yang dipilih para pihak tidak dapat diterapkan dalam sengketa yang terjadi. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 13 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 DAFTAR PUSTAKA Cliffort, David. Transnational Public Policy as a Factor in Choice of Law . Harvard University Press, 1979. School of Journal of International and comparative Law , 1984, 5 No. 2 3, P. 367. Dobnert, Ari. Litigation for Sale. University of Pennsylvania Law Review . V. 144: 1529. Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional. Jilid II Bagian 4. Buku ke 5. Bandung: Alumni, 1992. Kolew ijn, RD. Rechtskeuse Een Nederlandsch Indische Rechtspiegelvoorge houden aan het International Privaatrecht. Nederland, M arthijn Nijhof, 1969. LJ, De Winter. Dw ingen Recht bij Internationale Overeenkomsten. Leiden, University of Leiden, M arthijn Nijhof, Nederland, 1964. Schnitzer, dalam Handelingen Nederlandse Juristenvereeniging. M arthijn Nijhof, Nederland, 1999. Scholten, Paul. Verzamelde Opstellen over intergentiele Privaatrecht Rechtsgeleer de Opstellen Aangeboden aan . Bandung, 1955. Sjahdeini, St Remy. Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan dan Pokok dan M asalah Perbankan. Bandung: Alumni, 1999. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Pustaka Djembatan, 1982. Szaszy Schnitzer. Private International Law in European People’s Democraties. Leiden, Leiden Universiteit, 1964. Triebel, Volker. The Choice of Law Commercial Relations, A German Perspective, International and Comparative Law Quarterly , Vol 37, October 1988. Yansen Demaw an Latief. Disertasi, Pilihan Hukum dan Pilihan Forum Dalam Kontrak Internasional . Jakarta: Fakultas Hukum Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 2002. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 14 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1 Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2 Transaksi w arehouse receipt telah banyak dilakukan baik di negara maju seperti Amerika dan Kanada maupun di negara berkembang seperti Philipina, India, Ukraine, Brazil, Zambia serta di negara dengan perekonomian dalam transisi transition country seperti Poland. Transaksi w arehouse receipt ini melibatkan depositor producer, farmer group, trader, exporter, processor or individual dan w arehouse operator collateral manager . Depositor yang menyimpan komoditi pada w arehouse akan menerima w arehouse receipt dari w arehouse operator . Warehouse receipt adalah dokumen yang membuktikan komoditi tertentu dengan jumlah, kualitas dan grade tertentu telah disimpan oleh depositor pada sebuah w arehouse. Dalam implementasi transaksi w arehouse receipt dilibatkan juga lembaga lain seperti perusahaan asuransi kerugian, perusahaan penjamin perusahaan asuransi dan surety company , perusahaan kliring komoditi dan perbankan. Dalam tulisan ini fokus pembahasan adalah berkenaan dengan keterkaitan perbankan dalam transaksi w arehouse receipt. W arehouse Receipt sebagai Dasar Pembiayaan Perbankan Warehouse receipt dapat digunakan sebagai dokumen yang berfungsi sebagai collateral untuk mendapatkan pembiayaan modal kerja dari perbankan financing bank yang besarnya tergantung pada penilaian financing bank atas w arehouse receipt tersebut. Kepercayaan financing bank terhadap w arehouse receipt sudah pasti sangat ditentukan oleh reputasi w arehouse operator yang menerbitkan w arehouse receipt itu. Dalam upaya mengoptimalkan kepercayaan financing bank terhadap w arehouse receipt adalah sangat w ajar jika w arehouse receipt tersebut mendapatkan penjaminan dari lembaga penjamin yang selain perusahaan asuransi dan surety company dapat juga dilakukan oleh perbankan dengan menerbitkan jaminan bank. 1 Paper disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang tanggal 15 November 2005 di Hotel Sangrila Jakarta. 2 Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 15 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 Jaminan bank ini dapat berupa Standby Letter of Credit yang tunduk pada ketentuan International Standby Practices 1998 ISP98 atau Demand Guarantee yang tunduk pada ketentuan Uniform Rules of Demand Guarantees URDG atau Bank Garansi yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pada Pasal 1820-1850 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dalam hal ini, jaminan bank merupakan dokumen yang menjamin kebenaran isi dari sebuah w arehouse receipt . Pengajuan penerbitan jaminan bank kepada bank dilakukan oleh w arehouse operator yang menerbitkannya. Jaminan bank itu akan menjamin kew ajiban dari w arehouse operator yakni memastikan bahw a jumlah, kualitas dan grade komoditi yang dinyatakan dalam w arehouse receipt yang diterbitkannya adalah benar. Dengan adanya jaminan dari bank penjamin guarantor, maka seharusnya tidak ada lagi keraguan bagi financing bank atas w arehouse receipt yang dijadikan sebagai collateral dalam kerangka mendapatkan pembiayaan dari bank dimaksud. Sehingga, w arehouse receipt financing pun terw ujud dengan nilai yang maksimal. Pembiayaan maksimal adalah pembiayaan yang diharapkan oleh depositor yang telah menyimpan komoditinya pada w arehouse tertentu. Apabila dalam pelaksanaannya depositor sebagai peminjam tidak dapat mengembalikan modal kerja yang diperolehnya dari financing bank sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian kredit, maka financing bank berhak mencairkan w arehouse receipt yang dijadikan sebagai collateral oleh depositor. Jika pada saat w arehouse receipt dicairkan ternyata komoditi yang dinyatakan dalam w arehouse receipt tersebut tidak ada atau tidak benar, maka financing bank akan mencairkan jaminan bank kepada guarantor . Atas pencairan ini, guarantor akan membayar ganti rugi yang besarnya sesuai dengan kerugian yang dialami financing bank . Selain jaminan bank umum untuk menjamin kebenaran substansi sebuah w arehouse receipt, financing bank dapat juga meminta agar w arehouse operator memohon kepada salah satu bank untuk menerbitkan jaminan bank tersendiri Standby Letter of Credit, Demand Guarantee atau Bank Garansi untuk menjamin kepastian delivery of goods yang juga merupakan kew ajiban w arehouse operator . Jaminan bank ini diterbitkan juga untuk financing bank . Ketika depositor tidak dapat mengembalikan modal kerja yang diperolehnya dari financing bank sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit, maka selain mencairkan jaminan bank yang menjamin kebenaran isi w arehouse receipt, f inancing bank juga akan mencairkan jaminan bank yang BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 16 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 menjamin delivery of goods. Artinya, dua jaminan bank dicairkan sekaligus untuk melindungi kepentingan financing bank . Namun, dalam pelaksanaannya dapat saja diterbitkan hanya satu jaminan bank yang menjamin baik isi w arehouse receipt maupun kepastian delivery of goods. Sudah barang tentu, jaminan bank terhadap isi w arehouse receipt dan atau delivery of goods tersebut dapat sangat diperlukan oleh financing bank sebelum ada Undang-Undang yang mengatur hal- hal mengenai w arehouse receipt. Bila telah ada pengaturan w arehouse receipt dalam Undang- Undang, maka terhadap penggunaan w arehouse receipt pada dasarnya tidak perlu lagi di- cover dengan jaminan bank atau jaminan lembaga keuangan lainnya karena status hukum dan tanggung jaw ab hukum atas w arehouse receipt termasuk tanggung jaw ab hukum berkenaan dengan delivery of goods telah menjadi jelas. Ketiadaan jaminan bank dalam kerangka w arehouse receipt financing ini merupakan penghematan ongkos bagi perekonomian. Warehouse Receipt dalam Green Clause Letter of Credit Dalam transaksi perdagangan internasional adakalanya seller dan buyer sepakat untuk menerbitkan green clause Letter of Credit untuk membiayai barang yang diperjualbelikan. Tentu, green clause Letter of Credit yang dinamakan green clause Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri dapat juga digunakan dalam perdagangan domestik di Indonesia. Green clause Letter of Credit yang merupakan jenis khusus dari Letter of Credit tidak diatur dalam Uniform Customs and Practice for Documentary Credits UCP yang berlaku namun dikenal dalam praktik Letter of Credit . Demikian juga green clause Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri tidak diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 56PBI2003 Tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri PBI SKBDN. Sebagaimana halnya dengan red clause Letter of Credit , pada green clause Letter of Credit ini, issuing bank atas permintaan buyer melakukan pembayaran di muka pre-shipment finance kepada seller atas komoditi yang telah disepakati untuk diperjualbelikan antara seller dan buyer . Dengan pola pembayaran di muka ini, tentu buyer dapat mengalami risiko commercial risk berupa gagalnya seller melakukan delivery of goods yang harga barangnya telah dibayar di muka. Untuk mengurangi risiko risk mitigation bagi buyer, maka pembayaran di muka tersebut perlu di-cover dengan penyerahan w arehouse receipt oleh seller. Dalam hal ini pembayaran uang muka baru akan dilakukan oleh buyer melalui issuing bank setelah seller BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 17 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 menyetujui penerbitan w arehouse receipt sebagai cover atas uang muka yang akan diterimanya. Pembayaran Letter of Credit yang demikian ini dinamakan green clause Letter of Credit . Transaksi green clause Letter of Credit , dengan demikian merupakan secured transaction yang berbeda dengan red clause Letter of Credit yang merupakan unsecured transaction karena pre-shipment finance yang diberikan issuing bank tidak di-cover dengan w arehouse receipt atau dokumen sejenisnya. Pada red clause Letter of Credit potensi terjadinya risiko pada buyer menjadi besar. W arehouse Receipt sebagai Dokumen Transaksi Letter of Credit Pada umumnya w arehouse receipt tidak dipersyaratkan sebagai salah satu dokumen yang menjadi dasar pembayaran Letter of Credit baik dalam perdagangan internasional maupun perdagangan domestik di Indonesia. Dalam upaya mencegah atau paling tidak mengurangi kemungkinan terjadinya penipuan fraud atau ekspor fiktif dalam transaksi Letter of Credit, maka w arehouse receipt , seperti halnya invoice, bill of lading dan certificate of insurance , dapat dijadikan salah satu dokumen Letter of Credit. Kehadiran w arehouse receipt ini akan menambah keyakinan para pihak termasuk bank issuing bank dan nominated bank bahw a underlying transaction memang benar ada. Namun, w arehouse receipt perlu diterbitkan oleh w arehouse operator yang terpercaya. Di dalam UCP yang berlaku sekarang tidak terdapat pengaturan mengenai w arehouse receipt . Namun, ketiadaan pengaturan ini bukanlah merupakan suatu hambatan karena para pihak dalam transaksi Letter of Credit bebas menentukan dan mengatur dokumen yang menjadi dasar pembayaran Letter of Credit tersebut. Penentuan dan pengaturan dokumen yang demikian ini dilakukan sesuai dengan azas kebebasan berkontrak freedom of contract yang juga sejalan dengan UCP yang berlaku UCP 500. Sebagaimana halnya dengan UCP, w arehouse receipt juga tidak diatur secara eksplisit dalam PBI SKBDN. PBI SKBDN ini mengatur hal-hal berkenaan dengan Letter of Credit yang khusus berlaku di Indonesia yang disebut juga Letter of Credit Domestik atau Letter of Credit Antar Pulau. Namun, di dalam PBI SKBDN sebutan resminya adalah Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. PBI SKBDN juga pada prinsipnya memberi kebebasan kepada para pihak untuk menentukan dan mengatur sendiri dokumen yang menjadi syarat pembayaran Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. Oleh karena itu para pihak dapat saja menyepakati agar w arehouse receipt menjadi salah satu dokumen BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 18 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. W arehouse Receipt sebagai Dokumen Transaksi Non-Letter of Credit Selain penggunaan w arehouse receipt dalam transaksi Letter of Credit , dengan tujuan yang sama, yakni mencegah atau minimal mengurangi terjadinya penipuan atau ekspor fiktif, maka dalam transaksi non-Letter of Credit Advance Payment, Collection, Open Account dan Consignment ada baiknya juga w arehouse receipt disyaratkan sebagai salah satu dokumen yang menjadi dasar pembayaran baik dalam perdagangan internasional maupun perdagangan domestik. Tentu juga, dalam transaksi Letter of Credit, w arehouse receipt harus diterbitkan oleh w arehouse operator yang memiliki reputasi baik. Penutup Pengembangan transaksi w arehouse receipt perlu mendapat dukungan perbankan baik dari segi pembiayaan, penjaminan maupun penciptaan “ rasa aman” atas keberadaan underlying transaction dalam transaksi perdagangan internasional dan perdagangan domestik. Dukungan perbankan diperlukan bukan hanya pada saat sekarang ini kita belum memiliki Undang-Undang mengenai w arehouse receipt namun juga ketika kita telah memilikinya kelak. Negara kita tidak akan bisa terhindar dari perkembangan transaksi w arehouse receipt karena telah menjadi transaksi internasional yang melibatkan negara maju, negara berkembang dan negara dengan perekonomian dalam transisi. Lagi pula, turut serta dalam transaksi w arehouse receipt adalah suatu keuntungan bagi perekonomian kita. Namun, pelaksanaannya kiranya perlu dilakukan dengan prudent dalam konteks trade finance sesuai ketentuan perundang- undangan dibidang perbankan yang berlaku dan dibidang w arehouse receipt yang nantinya akan kita miliki seperti halnya negara-negara lain yang telah lebih dahulu memilikinya. BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN 19 Volum e 3 Nom or 3, Desem ber 2005 PERM ASALAHAN YURIDIS AKAN STATUS HAK KEPEM ILIKAN PEM EGANG UNIT PENYERTAAN KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF EFEK BERAGUN ASET ASSET-BACKED SECURITIES APABILA DIKAITKAN DENGAN KEPAILITAN. Oleh: Yunus Edw ard M anik, S.H., LL.M

A. LATAR BELAKANG