Landasan Teoretis KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

verba tindakan, kata longsor termasuk verba proses, dan kata mengantuk termasuk verba keadaan.

2.2 Landasan Teoretis

Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini digunakan teori struktural yang diambil dari buku Chaer yang berjudul Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Di samping itu, sebagai tambahan dipakai juga buku-buku dan tulisan-tulisan lain, terutama yang menguraikan struktur serta pembentukan verba seperti buku Alwi, dkk. yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Keraf dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia, dan Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia . Pemilihan teori ini berdasarkan alasan bahwa analisis kategori verba termasuk ke dalam analisis struktur internal bahasa dan penelitian ini bersifat deskriptif. Buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia oleh Chaer ini sangat lengkap dan lebih terperinci dalam mengklasifikasikan kategori verba sehingga buku ini dianggap sangat relevan dengan penelitian ini. Kategori Verba Berdasarkan analisis semantik selanjutnya, dan sejalan dengan Tampubolon 1979, 1988 a, 1988 b, kita dapat membedakan adanya dua belas tipe verba dasar dalam bahasa Indonesia. Kedua belas tipe dasar itu adalah: Universitas Sumatera Utara a. Tipe I adalah verba yang secara semantik menyatakan tindakan, perbuatan, atau aksi. Tampubolon dalam Chaer, 1994: 155 menyebutnya kata kerja aksi, tetapi di sini disebut verba tindakan. Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa sebuah nomina yang bercirikan makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut. Misalnya, kata makan dan baca pada kalimat ketika kami makan dia cuma baca koran saja . Contoh lain adalah mohon, jemput, mundur, usir, dan setor. Secara semantik verba tipe I ini pun sebenarnya dapat dibedakan lagi menjadi verba tindakan yang 1 pelakunya manusia, 2 pelakunya adalah manusia dan yang bukan manusia, dan 3 pelakunya bukan manusia. Leksem baca dan tulis adalah verba tindakan yang termasuk kelompok pelakunya manusia; makan dan minum adalah verba tindakan yang termasuk kelompok pelakunya manusia dan bukan manusia; sedangkan pagut dan patuk adalah verba tindakan yang pelakunya bukan manusia. Sebagai contoh perhatikan kalimat-kalimat berikut yang tidak terterima karena pelakunya secara semantis tidak cocok. Kucing itu membaca komik. Kakak memagut kaki ibu. b. Tipe II adalah verba yang menyatakan tindakan dan pengalaman. Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa nomina berciri makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebut oleh verba tersebut serta sekaligus dapat pula sebagai maujud yang mengalami secara kognitif, emosional, atau sensasional Universitas Sumatera Utara tindakan yang dinyatakan oleh verba tersebut. Misalnya, leksem me naksir dan men jawab pada kalimat berikut: 11 Dia menaksir harga mobil bekas itu. 12 Beliau menjawab pertanyaan para wartawan. Pada kalimat 8 dia adalah maujud yang melakukan tindakan itu dan juga sekaligus mengalaminya. Hal yang sama terjadi pula pada kalimat 9, beliau adalah pelaku dan yang mengalami tindakan itu. Maujud yang melakukan tindakan dan yang mengalami tidak harus selalu berupa maujud yang sama, melainkan dapat berupa dua maujud yang berbeda. Perhatikan contoh berikut 13 Pak lurah tanya persoalan itu kepada kami. Dalam kalimat 10 Pak lurah adalah pelaku, sedangkan yang mengalaminya adalah kami. Contoh lain verba tipe II ini adalah bilang, bicara, bujuk, ancam, dan kenal. c. Tipe III adalah verba yang menyatakan tindakan dan pemilikan benafaktif. Pelaku verba ini adalah maujud berupa nomina berciri makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut, sedangkan pemilik bisa juga ketidakpemilikan juga berupa nomina berciri makna bernyawa. Misalnya, kata beli dan bantu dalam kalimat berikut: 14 Dika beli mobil dari Pak Fuad. 15 Pemerintah bantu para petani. Universitas Sumatera Utara Dalam kedua kalimat itu Dika dan pemerintah adalah pelaku, sedangkan Pak Fuad dan para petani adalah pemiliknya Pak Fuad adalah yang tidak memiliki lagi dan para petani yang memperoleh pemilikan itu. Acapkali pemilik tidak direalisasikan dalam suatu kalimat. Misalnya pada kalimat berikut. 16 Dika beli mobil baru. Contoh lain adalah minta, beri, pinjam, sewa, terima, dan bayar. d. Tipe IV adalah verba yang menyatakan tindakan dan lokasi tempat. Artinya tindakan yang dinyatakan oleh verba itu sekaligus “menyarankan” adanya lokasi baik tempat asal, tempat berada, maupun tempat tujuan. Pelaku tindakan berupa nomina berciri makna bernyawa yang dapat mengalami tindakan itu sendiri maupun tidak sedangkan lokasi berupa frase preposisional. Misalnya, kata pergi pada kalimat berikut. 17 Nita pergi ke pasar. Meskipun kehadiran frase ke pasar pada kalimat tersebut opsional, tetapi verba pergi itu sendiri jelas menyarankan keharusan hadirnya frase tersebut. Contoh lain adalah kembali, datang, masuk, pulang, terjun, lari, pindah, dan taruh. e. Tipe V adalah verba yang menyatakan proses. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina umum yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi. Misalnya, kata layu dan pecah pada kalimat berikut: 18 Daun tembakau itu layu. 19 Kaca jendela rumah itu pecah. Universitas Sumatera Utara Layu dan pecah pada kedua kalimat itu termasuk verba proses sebab, seperti sudah disebutkan di muka, dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?”. Contoh lain adalah longsor, jadi, bangkit, bubar, dan habis. Ada tiga persoalan mengenai verba tipe V ini dan juga verba proses lainnya, tipe VI, tipe VII, dan tipe VIII. Ketiga persoalan itu adalah: 1 Proses perubahan yang terjadi pada suatu maujud dapat berlangsung dalam waktu singkat, tetapi dapat juga dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, ada verba proses yang dapat diberi keterangan”sedang” seperti pada sedang tumbuh, sedang terbit, dan sedang turun, tetapi ada pula yang tidak dapat diberi keterangan “sedang” seperti sedang pecah, sedang hancur, dan sedang luka. 2 Sebenarnya suatu proses atau perubahan bukan hanya terjadi pada verba proses saja, tetapi ternyata juga pada verba tindakan, sebab suatu tindakan akan menyebabkan terjadinya suatu proses. Oleh karena itu, perlu dipertanyakan: apa bedanya verba proses dengan verba tindakan itu? Pada verba proses subjek mengalami perubahan sesuai dengan pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?”; sedangkan pada verba tindakan subjek itu melakukan suatu aksi, suatu tindakan, atau suatu perubahan, sesuai dengan pertanyaan “Apa yang dilakukan subjek?” 3 Seringkali kita juga sukar untuk membedakan verba proses dengan verba keadaan verba tipe IX, X, XI, XII. Misalnya verba layu pada kalimat di atas, jika diuji dengan pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?” maka Universitas Sumatera Utara jawabannya adalah subjek itu layu. Jadi, jelas layu di situ adalah verba proses, tetapi kalau diuji dengan pertanyaan “Bagaimana keadaan subjek?” maka jawabannya adalah subjek itu layu. Jelas, di sini layu adalah verba keadaan f. Tipe VI adalah verba yang menyatakan proses-pengalaman. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina bernyawa yang mengalami suatu proses perubahan yang dinyatakan oleh verba tersebut. Misalnya, kata bosan dan cemas pada kalimat itu: 20 Rupanya kamu sudah bosan padaku. 21 Ibu cemas akan keselamatan anak-anak itu. Pada kedua kalimat di atas bosan dan cemas adalah verba proses pengalaman sedangkan kau dan ibu adalah maujud yang mengalami proses itu. Contoh lain adalah bimbang, waswas, ingat, sadar, tahan, harap, ragu, sangsi, maklum, dan kagum. g. Tipe VII adalah verba yang menyatakan proses pemilikan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan verba tipe VII ini berupa nomina yang mengalami suatu proses atau kejadian memperoleh atau kehilangan kerugian. Misalnya, kata menang dan kalah pada kalimat berikut: 22 PSSI menang 2-0 atas Singapura. 23 Dia kalah 2 juta rupiah. Menang dan kalah adalah verba proses benafaktif sedangkan PSSI dan dia adalah maujud yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh verba tersebut. Contoh lain adalah dapat dan berlaba. Universitas Sumatera Utara h. Tipe VIII adalah verba yang menyatakan proses-lokasi. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang mengalami suatu proses perubahan tempat lokasi. Misalnya, kata tiba dan terbit pada kalimat berikut: 24 Pesawat itu baru tiba dari Surabaya. 25 Matahari terbit di ufuk timur. Tiba dan terbit pada kalimat tersebut adalah verba proses lokatif sedangkan kata pesawat dan matahari adalah maujud yang mengalami proses perubahan lokasi itu. Contoh lain adalah timbul, terbenam, tenggelam, muncul, jatuh, hanyut, turun, dan naik. i. Tipe IX adalah verba yang menyatakan keadaan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina umum yang berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatkan oleh verba tersebut. Misalnya, kata cerah dan kering pada kalimat berikut: 26 Wajah mereka selalu cerah. 27 Sawah-sawah di situ mulai kering. Cerah dan kering pada kedua kalimat di atas adalah verba keadaan sedangkan kata wajah mereka dan sawah-sawah adalah maujud yang berada dalam keadaan itu. Kadang-kadang memang agak sulit untuk membedakan verba keadaan dengan kategori adjektifa. Oleh karena itu, banyak orang yang menyatukan kedua kategori ini ke dalam kelas yang sama. Namun, ada juga yang dapat membedakan antara keduanya dengan mengajukan alat uji berupa: kalau adjektifa dapat diimbuhkan prefiks ter- sedangkan verba keadaan tidak dapat Moehono 1998, dalam Chaer, Universitas Sumatera Utara 1994: 160. Keterandalan alat uji ini pun masih perlu dipersoalkan sebab kalau prefiks ter- berfungsi dan bernosi sama dengan leksem paling, maka contoh yang diberikan tersuka hingga saat ini belum terterima, tetapi bentuk paling suka bisa diterima. Contoh lain adalah rusak, lekas, diam, gemetar, sengsara, setia. j. Tipe X adalah verba yang menyatakan keadaan pengalaman. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang berada dalam keadaan kognisi, emosi, atau sensasi. Misalnya, kata takut dan tahu pada kalimat berikut: 28 Dia memang takut kepada orang itu. 29 Kami tahu hidup di kota memang sukar. Takut dan tahu pada kalimat di atas adalah verba keadaan pengalaman. Pada kalimat pertama subjek dia yang mengalami keadaan yang disebutkan oleh predikat takut sedangkan pada kalimat kedua kami adalah subjek yang mengalami keadaan itu. Contoh lain adalah gugup, iri, jengkel, malu, berani, mual, dan setuju. k. Tipe XI adalah verba yang menyatakan keadaan-pemilikan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang menyatakan memiliki, memperoleh, atau kehilangan sesuatu. Misalnya, kata punya pada kalimat berikut. 30 Ia sudah punya istri. 31 Dia ada uang lima juta. Punya dan ada pada kedua kalimat di atas adalah verba keadaan pemilikan sedangkan ia dan dia adalah subjek yang berada dalam keadaan memiliki. Menurut Tampubolon 1979, dalam Chaer, 1994: 161 verba dasar yang menyatakan keadaan Universitas Sumatera Utara pemilikan hanya kedua kata itu saja, tetapi yang bukan verba dasar cukup banyak seperti berhasil, kehilangan, beruntung, berwarna, memiliki, memperoleh, dan bertubuh. l. Tipe XII adalah verba yang menyatakan keadaan-lokasi. Subjek pada kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang berada dalam suatu tempat atau lokasi. Misalnya, kata diam dan hadir dalam kalimat berikut: 32 Petani itu diam di gubuk itu. 33 Pak Menteri hadir di sana. Diam dan hadir adalah verba yang menyatakan keadaan lokatif. Petani itu dan Pak Menteri adalah subjek yang berada di tempat yang disebutkan pada unsur keterangan. Verba dasar tipe ini memang jarang, tetapi verba yang bukan dasar cukup banyak seperti mengalir, berganti, berhenti, berserakan, bermimpi, dan menanjak. Keseluruhan tipe kategori verba di atas digunakan untuk menganalisis kalimat-kalimat yang tertulis dalam kolom Singkat Ekonomi harian Analisa.

2.3 Tinjauan Pustaka