berasal dari bahasa Yunani yaitu
ethos
dan
ethikos, ethos
yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang
baik.
Ethikos
berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang
baik. Kata “etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata etik
berarti kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Adapun kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan santun dan lain
sebagainya dalam
masyarakat beradaban
dalam memelihara
hubungan baik sesama manusia.
3
Etika adalah kebiasaan yang baik
dalam masyarakat,
yang kemudian mengendap menjadi norma-
norma atau kaidah atau dengan kata lain yang menjadi normatif dalam
perikehidupan manusia.
4
. Sedangkan pengertian birokrasi
jika dalam praktik dijabarkan sebagai PNS.
Apabila dikaitkan dengan fungsi pemerintahan
dan pembangunan,
birokrasi berkenaan
dengan kelembagaan,
3
Abd Haris, Pengantar Etika Islam. Sidoarjo: Al-Afkar, 2007, 3.
4
Fathoni, Naimah. Konsep Etika Birokrasi Pemerintah
.2009. Jakarta: Medik. Hlm. 31
aparat dan system serta prosedur dalam kegiatan yang dilaksanakan.
5
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
.
Proses pengumpulan data primer dilakukan
melalui
forum group
discussion
yang melibatkan
masyarakat sebagai pengguna layanan birokrasi, media dan perguruan tinggi.
Data skunder diperoleh dari Dokumen Laporan pemerintahan. Analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas,
sehingga datanya
jenuh. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis meliputi
data reduction
,
data display
serta
conclusion drawing verification
.
6
2. Faktor
Buruknya Kinerja
Birokrasi
Seperti disebutkan
diatas bahwa buruknya kinerja birokrasi
lebih disebabkan
oleh faktor
manajemen rekrutmen kepegawaian itu sendiri. Selama ini rekrutmen
kerap tidak diawali dengan proses
5
Dwidyanto, Agus. 2004 Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia
. Yogyakarta : GADJAH
6
Miles, Mathew B., and A. Michael Huberman. 1984. Qualitative data Analysis: A
Source book of New Members . Beverly
Hills,CA: SAGE. hal 133
perencanaan dan
pengawasan. Idealnya rekrutmen itu dilakukan
berdasarkan kebutuhan pegawai akibat kekurangan pegawai yang dialami
organisasi. Kekurangan pegawai bisa saja terjadi karena ada pegawai yang
pensiun, meninggal, berhenti bekerja, penambahan organisasi baru ataupun
pencarian tenaga pegawai berdasarkan keahlian khusus akibat ada kebijakan
baru. Membludaknya jumlah pegawai diberbagai daerah merupakan suatu
pertanda bahwa
manajemen perencanaan
perekrutan tidak
dilakukan dengan baik. Permasalahan membludaknya jumlah pegawai inilah
sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan
moratorium penerimaan
CPNS sampai waktu yang belum ditentukan.
Banyak peristiwa penangkapan pegawai
daerah yang
sedang berkeliaran di mall, restoran, warung
kopi hingga diberbagai penginapan pada saat jam kantor. Sebagian dari
mereka mengakui bahwa mereka mengalami kejenuhan di kantor akibat
tidak ada lagi pekerjaan yang hendak dikerjakan. Analisis jabatan dalam
organsasi publik sangatlah penting, karena dapat diketahui kebutuhan
pegawai dari apek jumlah maupun kehalian. Menurut Sofyandi
7
analisis jabatan
job analysis
merupakan suatu proses yang sistematik untuk
mengetahui mengenai isi dari suatu jabatan
job content
yang meliputi tugas-tugas,
pekerjaan-pekerjaan, tanggung jawab, kewenangan, dan
kondisi kerja, dan mengenai syarat- syarat kualifikasi yang dibutuhkan
job requirements
seperti pendidikan, keahlian, kemampuan, pengalaman
kerja, dan lain-lain, agar seseorang dapat menjalankan tugas-tugas dalam
suatu jabatan dengan baik. Rekrutmen tetap dilakukan meski jumlah pegawai
masih tersedia dan kerap tidak memperhatikan
kebutuhannya. Akhirnya jumlah pegawai membludak
dan dipenuhi oleh pegawai-pegawai adminsitrastif.
Kemudian promosi
yang dilakukan kerap juga tidak didasarkan pada keahlian, pengalaman
maupun pendidikan dari seseorang tertentu
untuk jabatan
tertentu. Penyebabnya hanya karena ada unsur
kedekatan emosional antara pejabat yang diangkat dengan pejabat yang
mengangkat. Kedua fenomena ini
7
Herman Sofyandi, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia
, Edisi Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
kebanyakan ditimbulkan dari efek pemilukada dan korupsi.
Selanjutnya permasalahan
manajemen kepegawaian disebabkan oleh ketidaktepatan pegawai antara
pendididikan dan keahlian dengan penempatan tugas. Salah satu sebab
kurangnya profesionalisme pegawai daerah
disebabkan tidak
adanya korelasi antara pendidikan yang ia
sandang dengan pekerjaan yang ia kerjakan. Profesor Djadja Saefullah
2008:12 mengatakan
dalam pengertian
umum profesionalisme
berisi pemahaman
bahwa setiap
jabatan dalam lembaga birokrasi harus diisi
oleh orang-orang
yang mempunyai
pendidikan dan
kemampuan sesuai dengan jabatan yang bersangkutan. Dilihat dari teori
manajemen kepegawaian
atau sekarang lebih populer dengan teori
managemen sumber daya manusia, untuk
memperoleh tenaga-tenaga
profesional harus dimulai dari sistem pemilihan dan penempatan yang tepat.
Ketepatan ini tidak hanya bergantung pada
job spesification
yang melekat pada orang yang akan dipilih tetapi
lebih dahulu pada
job deskription
yang sudah ditentuan lebih dahulu. Dengan
kata lain, bukan mencari tempat yang sesuai dengan orang yang sudah
tersedia, tetapi sebaliknya, mencari orang yang sesuai dengan pekerjaan
yang sudah ditentukan. Lembaga birokrasi bisa diisi dengan tenaga-
tenaga dari mana saja asal sesuai dengan tugas-tugas yang ada dalam
lembaga yang bersangkutan. Kemudian promosi pegawai
pada jabatan-jabatan strategis yang tidak lagi memperhatikan Daftar Urut
Kepangkatan, pengalaman
kerja, pendidikan dan keahlian serta faktor
senioritas. Semuanya
hanya didasarkan pada faktor
like and dislike
dari atasan yang mengangkatnya. Akibatnya pegawai yang diangkat
tanpa proses yang normal tersebut akhirnya lebih cenderung loyal pada
atasannya ketimbang memperhatikan pelayanan
kepada masyarakat.
Menurut Dwiyanto dan Kusumasari, 2001 bahwa dalam birokrasi di
Indonesia pegawai adalah dalam rangka melayani pimpinan. Loyalitas
kepada pimpinan sangat tinggi karena menentukan dalam kenaikan jabatan.
Sedangkan pelayanan
kepada masyarakat menjadi terbengkalai dan
dinomorduakan. Kedua,
faktor kultural,
yaitu adanya
ikatan kekerabatan
untuk mendahulukan
lingkungan terdekat. terdapat beberapa faktor utama penyebab diskriminasi
dalam pelayanan publik. Lemahnya pengawasan juga
menjadi sebab
buruknya kinerja
birokrasi. Lembaga pengawas kinerja birokrasi didaerah tidak optimal dari
segi kelembagaan. Lembaga pengawas dalam hal ini Inspektorat Daerah
merupakan bagian dari SKPD. Ada semangat korps yang terbangun antara
sesama SKPD yang dengan demikian sangalah
sulit untuk
melakukan pengawasan.
Kemudian karakter birokrat yang masih terpola pada kebiasaan
lama yakni pegawai harus dihormati dan dilayani. Pegawai Negeri Sipil
selalu terikat dengan ststus sosial. Sebagian orang menganggap bahwa
menjadi PNS
adalah untuk
meningktakan status sosial yang daripadanya harus selalu dihormati
oleh orang lain dan kerap merasa terhina jika harus melayani orang lain
terutama kalangan orang miskin. Oleh karena status sosial inilah sehingga
banyak yang harus merelakan menjual sawah atau kebun hanya karena ingin
mendambakan menjadi PNS.
3. Korupsi Birokrasi