73
Tahap satu : menentukan fungsi HP
Pada tahap ini melibatkan pemodelan beberapa variabel karakteristik yang diduga mempengaruh permintaan suatu barang dan jasa. Misalnya saja pendirian bangunan di suatu
tepi pantai, permintaanya P akan dipengaruhi oleh beberapa variabel karakteristik seperti, kualitas lingkungan Q, tingkat kebisingan N banyak pengunjung pada saat hari liburan,
misalnya, dan tingkat kemudahan akses A accessibility seperti jarak dan sebagainya. Jika variabel-variabel ini sudah teridentifikasi, maka teknik regresi sederhana bisa dilakukan untuk
mengestimasi fungsi permintaan tersebut. Sebagai contoh, model di atas dapat ditulis dalam persamaan:
P
h
= fQ
j
,N
k
, A
l
Dari persamaan ini akan kita peroleh, fungsi permintaan implisit terhadap kualitas lingkungan. Dengan menurunkan fungsi di atas terhadap variabel Q, akan diperoleh:
dP
h
dQ
j
= fQ
j
,N
k
, A
j
Fungsi ini bisa juga kita sebut sebagai fungsi permintaan terbalik inverse demand curve bagi kualitas lingkungan.
Tahap kedua : Menentukan fungsi permintaan dari variabel lingkungan yang ingin diketahui
Tahap kedua dari HP ini adalah menentukan fungsi permintaan dari kualitas lingkungan berdasarkan informasi yang diperoleh pada tahap pertama. Penentuan fungsi permintaan ini
akan dipengaruhi oleh informasi mengenai sisi penawaran supply pasar.
Masalah-masalah di dalam menghitung HP
Ada beberapa masalah yang harus dicermati dalam melakukan HP. Masalah ini kebanyakan terkait dengan digunakannya metode regresi sederhana untuk menghitung tingkat permintaan.
Di dalam menggunakan regresi beberapa masalah yang mungkin timbul adalah: • Variabel yang tidak termasuk di dalam regresi omitted variables. Di dalam memilih variabel
bebas ada kemungkinan variabel yang semestinya mempengaruhi fungsi permintaan, tidak dimasukkan kedalam model sehingga akan menghasilkan misalnya nilai R
2
yang kecil dan menghasilkan koefisien yang bias.
• Multi kolinieritas. Beberapa variabel bebas yang dipilih di dalam model kemungkinan saling terkait satu sama lain sehingga menimbulkan kolinieritas. Timbulnya kolinieritas ini bisa
saja menghasilkan tanda yang salah untuk koefisien peubah bebas. • Pemilihan fungsi. Dalam memilih fungsi HP, kita juga harus hati-hati, misalnya apakah
tepat jika fungsi tersebut dimodelkan secara linear bukan dengan non-linear ?. Kesalahan memilih fungsi ini juga akan menghasilkan interpretasi yang keliru.
Teknik Pengukuran Langsung direct method
Berbeda dengan pendekatan tidak langsung, pada pendekatan pengukuran secara langsung, nilai ekonomi sumberdaya dan lingkungan dapat diperoleh langsung dengan menanyakan
kepada individu atau masyarakat mengenai keinginan membayar mereka willingness to pay terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Teknik yang paling umum
digunakan dalam pendekatan langsung ini adalah melalui contingent valuation method atau CVM.
a. Contingent Valuation Method
Pendekatan CVM pertama kali dikenalkan oleh Davis 1963 dalam penelitian mengenai perilaku perburuan hunters di Miami. Pendekatan ini sendiri baru populer sekitar pertengahan
74
1970-an ketika Pemerintah Amerika Serikat mengadopsi pendekatan ini untuk studi-studi sumberdaya alam. Pendekatan ini disebut “ contingent”tergantung kondisi karena pada
prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung dari hipotesis yang dibangun. Kondisi ini misalnya saja, seberapa besar biaya yang harus ditanggung, bagaimana pembayarannya
dsb. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama yaitu dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua adalah dengan melalui
teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak dilakukan melalui simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat sedikit.
Pendekatan CVM pada hakekatnya bertujuan untuk mengetahui pertama, keinginan membayar willingness to pay atau WTP dari sekelompok masyarakat, misalnya saja terhadap perbaikan
kualitas lingkungan air, udara dsb dan yang kedua adalah keinginan menerima willingness to accept atau WTA dari kerusakan suatu lingkungan perairan. Di dalam operasionalnya
untuk melakukan pendekatan CVM dilakukan lima tahapan kegiatan atau proses. Tahapan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tahap satu : membuat hipotesis pasar
Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi. Misalnya saja bahwa pemerintah
ingin memperbaiki kondisi pantai yang sudah tercemar. Dalam hal ini kita bisa membuat suatu kuesioner yang berisi informasi lengkap mengenai bagaimana kondisi pantai yang
bagus misalnya saja dengan menunjukkan foto pantai yang tercemar dan tidak tercemar, bagaimana pemerintah akan memperoleh dana apakah dengan pajak, pembayaran langsung,
dsb. Kuesioner ini bisa terlebih dahulu diuji pada kelompok kecil untuk mengetahui reaksi dari proyek yang akan dilakukan sebelum proyek tersebut betul-betul dilaksanakan.
Tahap kedua : Mendapatkan nilai lelang bids
Tahap berikutnya di dalam melakukan CVM adalah memperoleh nilai lelang. Ini dilakukan dengan melakukan survey baik melalui survey langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon
maupun lewat surat. Dari ketiga cara tersebut di atas survey langsung akan memperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari survey ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan
membayar WTP dari responden terhadap suatu proyek misalnya perbaikan lingkungan. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik:
• Pertanyaan berstruktur. Ini dilakukan dengan membuat kuesioner yang berstruktur sehingga
akan diperoleh nilai WTP yang maksimum • Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter
rupiah yang ingin dibayar untuk suatu proyek perbaikan lingkungan. • Model referendum. Responden diberikan suatu nilai rupiah, kemudian kepada mereka diberi
pertanyaan setuju atau tidak.
Tahap ketiga : Menghitung rataan WTP dan WTA
Setelah survey dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan dari WTP dan WTA dari setiap individu. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang bid yang diperoleh pada tahap
dua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai “mean” rataan dan nilai “median” nilai tengah. Pada tahap ini harus diperhatikan kemungkinan timbulnya “outlier” nilai yang sangat
jauh menyimpang dari rata-rata. Jadi misalnya, dari 100 responden, 99 responden hanya memberikan nilai maksimum lelang untuk WTP sebesar Rp 1 juta, sementara responden ke
100, misalnya memberikan nilai maksimum WTP sebesar Rp 10 juta. Maka didalam perhitungan statistika, nilai ini disebut sebagai outlier dan biasanya tidak dimasukkan kedalam perhitungan.
Perlu juga diperhatikan bahwa perhitungan nilai rataan WTP dan WTA lebih mudah dilakukan untuk survey yang menggunakan pertanyaan yang berstruktur daripada pertanyaan yang model
referendum Ya atau Tidak.