BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teknologi Informasi dan Sistem Informasi 2.1.1 Teknologi Informasi

(1)

6   

LANDASAN TEORI

2.1 Teknologi Informasi dan Sistem Informasi

2.1.1 Teknologi Informasi

Menurut Salleh (1999, P1) ada lima komponen sistem informasi yaitu hardware,

programs, data, procedures, dan people. Hubungan kelima komponen sistem informasi

tersebut dapat dilihat pada gambar-1 berikut :


(2)

Sedangkan menurut Information Technology Association of America (ITAA) (Url : www.wikipedia.com), teknologi informasi adalah "the study, design, development, implementation, support or management of computer-based information systems, particularly software applications and computer hardware." Menurut pengertian ini juga mengatakan bahwa teknologi informasi berkaitan dengan penggunaan computer elektronik dan perangkat lunak untuk mengubah, menyimpan, melindungi, memproses, mengirimkan, serta mengamankan informasi yang didapat.

Pada saat ini, penggunaan istilah teknologi informasi telah berkembang untuk

mengartikan banyak instilah pada computer dan teknologi. Pengertian dari teknologu informasi menjadi sangat besar, dan memasuki pada banyak area. Para professional di bidang TI melakukan banyak variasi tugas mulai dari intall aplikasi sampai mendesain jaringan computer dan database informasi yang sangat rumit. Beberapa pekerjaan yang dilakukan oleh para professional TI bisa termasuk manajemen data, jaringan, hardware engineering, perangkat keras computer, database, desain perangkat lunak, serta manajemen dan administrasi semua system yang ada.

2.1.2 Sistem Informasi

Penggunaan kata Sistem Informasi mempunyai pengertian yang berbeda :

Pada keamanan computer, system informasi bisa digambarkan dengan tiga objek (Aceituno, 2004) :

o Structure :

ƒ Repositories, yang menahan data secara permanen atau


(3)

ƒ Interfaces, yang menukar informasi dengan dunia non-digital seperti keyboards, speaker, scanner, printer, dsb..

o Channels, yang menghubungkan repositories, seperti buses, kabel, wireless, dsb.

Sedangkan pandangan yang paling umum mengenai Sistem informasi adalah, sebuah prose sederhana yang mempunyai rangkaian Input – Proses – Output.

2.2 Peran IT Dalam Proses Bisnis

Kemajuan teknologi informasi yang pesat telah menjadikan teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama dalam format perusahaan baru sebagai

hasil (Richardus Eko Indrajit, 2000). Perkembangan teknologi informasi seperti local

area network, wide area network, multimedia, data warehouse, intranet, dan internet telah membuat perusahaan mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang berkaitan dengan strategi pelaksanaan bisnis.

Ada empat cara improvisasi yang dapat dilakukan terhadap proses-proses dalam perusahaan yang ditawarkan oleh teknologi informasi (Peppard, 1995) yaitu:

1. Eliminate

Menghilangkan proses-proses yang dianggap tidak perlu lagi dilakukan jika sistem komputer diimplementasikan, misalnya karena alasan efisiensi. Proses-proses seperti pengecekan secara manual terhadap kalkulasi-kalkulasi rumit yang tidak perlu lagi dilakukan setelah program berbasis spreadsheet dikembangkan merupakan salah satu contoh dari kemudahan yang ditawarkan teknologi informasi. Demikian pula dalam hal proses


(4)

pembuatan laporan-laporan beragam, baik yang bersifat periodik maupun ad hoc yang biasanya memakan waktu berjam-jam jika harus dikerjakan secara manual, akan hilang dengan sendirinya karena diinstalasinya suatu laporan generator berbasis komputer.

2. Simplified

Penyederhanaan proses-proses tertentu atau pengurangan rantai proses untuk tujuan pelaksanaan aktifitas yang lebih cepat dan murah. Kasus klasik yang paling sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan simplifikasi terhadap formulir-formulir yang biasa dipergunakan untuk tujuan kontrol internal perusahaan (karena berdasarkan filosofi lama yang mengatakan bahwa semakin banyak SDM yang terlibat dalam melakukan kontrol terhadap suatu proses, akan semakin baik karena memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi). Fasilitas komunikasi e-mail dan workflow yang ditawarkan pada konsep intranet merupakan salah satu alternatif yang paling efisien dan efektif untuk mempersingkat prosedur pengajuan dan persetujuan kredit di bank. Apalagi jika teknologi tersebut dilengkapi oleh sistem keamanan komputer yang canggih.

3. Integrate

Adalah berupa kemungkinan diintegrasikannya beberapa proses yang biasanya ditangani oleh beberapa karyawan dari berbagai divisi yang terpisah menjadi sebuah proses yang lebih sederhana. Dengan diimplementasikannya jaringan komputer berskala WAN, proses pengecekan barang di gudang yang biasanya harus melalui prosedur pada bagian logistik dapat dilakukan pula oleh seorang salesman sehingga dapat


(5)

mencegah terjadinya overcommitted atau shortage terhadap pesanan pelanggan.

4. Automate

Adalah mengubah hal-hal yang biasanya dilakukan secara manual menjadi aktivitas mengunakan komputer.

Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan secara penuh menggunakan keempat cara diatas, karena pada akhirnya faktor manusialah yang menjadi faktor penentu keberhasilan proses implementasi system informasi, dimana kegagalan terbesar

diakibatkan oleh fenomena “people don’t like to change”

2.3 Kegunaan Informasi

Menurut Romney & Steinbart (1999,p15) ada enam karakteristik agar informasi yang dihasilkan oleh system informasi menjadi lebih berguna dan berarti sehingga dapa memberikan kepuasan bagi penerima informasi, yaitu :

• Relevan

Informasi harus relevan yaitu mengurangi ketidakpastian, meningkatkan kemampuan para pengambil keputusan untuk membuat prediksi, atau konfirmasi atau perbaikan terutama pada apa yang telah diharapkan.

• Reliable

Informasi bersifar reliable artinya bebas dari kesalahan, bias dan secara akurat menggambarkan kegiatan atau event dari organisasi


(6)

Informasi harus lengkap artinya tidak dapat menghulangkan aspek-aspek penting atas kegiatan atau event yang sedang diukur

• Timely

Informasi tersedua tepat waktu yang berguna untuk pengambilan keputusan

• Understandable

Informasi harus dapat dimengerti, informasi juga harus berguna untuk pemakainya

• Verifiable

Isi dari informasi harus dapat memberikan persepsi yang sama bagi para pengguna informasi

Kegunaan informasi menurut Alter (1999, p132) terdiri dari :

• Information Quality : informasi yang baik berdasarkan pada akurasi, ketepatan,

kelengkapan, tepat waktu dan personal atau organisasi yang membuat informasi tersebut.

• Information Accessibility : Kemudahan dalam mendapatkan dan memanipulasi

informasi

• Information Presentation : Kesimpulan dan format yang dipresentasikan

kepada pemakai.

• Penggunaan informasi yang dihasilkan oleh system informasi harus sesuai

dengan kebutuhan pengguna, sehingga menimbulkan kepuasan bagi penerima informasi.


(7)

2.4 Kualitas Informasi

Informasi merupakan hal yang sangat penting dalam organisasi. Tanpa informasi maka akan menghambat kemajuan perusahaan. Kualitas informasi dihasilkan dari suatu system informasi yang berpengaruh penting pada persepsi pengguna system informasi mengenai kegunaan atau fungsi serta kemudahan dalam memakai system informasi tersebut. Menurut Webber (1999, p897) ukuran kualitas informasi dapat dilihat pada :

a. Authentivity, informasi itu harus otentik

b. Accuracy, Berati informasi itu harus benar, tidak ada kesalahan dan tidak

menyesatkan

c. Completeness, Informasi itu harus lengkap.

d. Uniqeness (No Redundancy), artinya informasi itu tidak dijelaskan secara

berulang-ulang

e. Timeliness, artinya informasi itu tidak boleh terlambat diterima oleh penerima.

f. Relevance, informasi itu harus bermanfaat bagi pemakainya.

g. Comperhensibility, Informasi itu harus meliputi banyak hal disegala bidang

secara lengkap

h. Precision, artinya informasi harus tepat memenuhi sasaran sesuai dengan

kebutuhan.

i. Conciseness, informasi itu harus ringkas dan padat isinya

j. Informativeness, berarti informasi harus bersifat informatuf artinya jelas, tidak

mengambang.

Kualitas dari informasi adalah pengukuran terhadap kualitas informasi berpusat pada hasil keluaran yang dihasilkan oleh suatu system dan nilai, serta bagaimana penilaian pengguna informasi terhadap fungsi atau tingkat kepentingan relative dari


(8)

informasi tersebut. Pada umumnya, sebagian besar cara pengukuran diatas berhubungan dengan persepsi atau cara pandang sesorang atau kelompok.

Menurut Bailey dan Pearson (1980) terdapat sembilan karakteristik kualitas informasi, adalah sebagai berikut :

a. Accuracy (ketepatan) - berhubungan dengan nilai atau angka – informasi harus

akurat

b. Precision (berhubungan dengan goal atau objectif yang telah di tentukan

sebelumnya) – informasi harus tepat sasaran.

c. Nilai mata uang atau ukuran-ukuran financial – Informasi tidak harus mahal

d. Ketepatan waktu dari dihasilkannya keluaran atau output – Informasi yang

dihasilkan harus tepat waktu

e. Tingkat keandalan dari informasi tersebut – Informasi harus bias diandalkan

f. Kelengkapan dari informasi tersebut – Informasi harus lengkap

g. Ringkas - Informasi haru ringkas tapi padat

h. Bentuk dari informasi tersebut.

i. Tingkat relevansi dari informasi tersebut

Hal tersebut menjadi perhatian dalam riset terhadap pengguna informasi

2.5 User Information Satisfaction (UIS)

Secara umum, tujuan dari pengembangan system informasi adalah memberikan kontribusi efektif bagi perusahaan, menuju produktivitas yang tinggi, layanan pelanggan yang semakin baik, kualitas dari kehidupan bekerja pengguna. Menurut Webber (1999, p893) UIS lebih sering digunakan untuk mengukur keefektifan dan efisiensi dan system informasi dalam melakukan penelitian system informasi


(9)

Efektif berhubungan dengan “doing the right thing:. Sedangkan efisiensi menekankan pada “doing the right way”. Efektivitas mewakili pandangan eksternal tentang apakah suatu produk yang telah dibuat sesuai dengan kenginginan pelanggan. Efisiensi menekankan pada pandangan internal mengenai penggunaan suatu sumber daya pada system kerja yang memproduksi suatu output/produk (alter, 1999, P52)

a. Model pada efisiensi Sistem Informasi

ada dua alas an dilaukkan efisiensi dalam system informasi, yang terdiri dari :

1. Untuk mengevaluasi megnenai system operasional yang berjalan, untuk

menentukan performance dari system yang perlu ditingkatkan/

2. Untuk menentukan alternative system yang akan dibeli, disewa, atau

dikembangkan

b. Model pada efektivitas system informasi


(10)

Gambar 2.2 Information System Efectiveness Model

(Sumber : Webber 1999, p894)

Bila dilihat dari model tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa model menunjukkan suatu set hubungan hipotesa antara factor-faktor yang memiliki pengaruh pada efektivitas system informasi. Factor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :


(11)

Merupakan kualits dari system. Lebih menekankan pada komponen dari hardware dan software dari system informasi yang dapat mempengaruhi persepsi pengguna atas kegunaan dan kemudahan penggunaan dari system tersebut

• Information Quality

Qualitas informasi yang dihasilkan oleh sisfo tersebut

• Perceived Usefulness

Kegunaan dari system tersebut yang dapat menunjang pekerjaan pengguna sehingga dapat meningkatkan performance di organisasi.

• Computer Self-efficacy

Kemampuan sesorang dalam mempergunakan computer.

• Easy of Use

Kemudahan dalam menggunakan system, apabila pemakai bersikap negative terhadap sustem yang digunakan, maka system tersebut tidak akan terpakai.

• Use

Pengguna dapat mengetahui kegunaan dari system dan kemudahann dalam penggunaannya.

• Organization Impact

Apabila pengguna memperoleh pengaruh positif terhadap system, maka secara tidak langsung dapat memberikan nilai positif bagi perusahaan.

• Individual Impact

Pengaruh dari system informasi pada pengguna dapat ditunjukkan dengan beberapa cara. Ada dua hal yang berpengaruh :


(12)

a. User task accomplishment, pencapaian tugas-tugas yang dikerjakan oleh pengguna.

b. User Quality of working life, kualitas pengguna dalam kehidupan

bekerjanya.

• User Satisfaction

Definisi dari Remenyi, Money dan Twite (1995, p119) kepuasan pemakai secara umum dipercaya sebagai hasil dari perbandingan antara harapan (atau kebutuhan) pemakai terhadap system informasi dengan kinerja sisfo yang dilihat pada sejumlah aspek dari system informasi.

Secara spesifik, dikatakan bahwa pandangan keseluruhan terhadap fungsi-fungsi system informasi dipengaruhi oleh besar dan arahan kesenjangan antara harapan dan kinerja. Kesenjangan positif/negative terjadi pada saat kinerja melebihi/dibawah harapan. Kesenjangan positif telah disia-siakan, sementara kesenjagan negarif yang besar mengidentifikasikan suatu kebutuhan akan peningkatan kinerja.

Kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanannya. Pada dasarnya, dalam meilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, seorang pelanggan akan mencari perusahyaan yang menjual produk atau jasa tersebut. Lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat. Disinal peran system informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu kunci kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan maupun berlangsung bersingguan dengan pelanggan. Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses yang efisien, efektif terkontrol dengan baik sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang andal (Indrajit, 2000, pp13-14)


(13)

Menurut L.Arunachalam dalam open internet jurnalnya yang berjudul “Theoritical Framework to measure the user satisfaction in internet banking” (2006) Konsep user satisfaction sudah digunakan sejak awal tahun 1980 (Bailey & Pearson, 1983; Ives, Olson, & Baroudi, 1983) dan untuk end user computer satisfactions sudah dipelajari sejak tahun 1980 (Bailey & Pearson, 1983; J. Chin, Diehl, & Norman, 1988; Ives et al., 1983; Rivard & Huff, 1988; Rushinek & Rushinek, 1986). Bailey et al. (1983) menyatakan bahwa ada beberapa factor yang mempengaruhi kepuasan pengguna dan itu besa dilihat sebagai sikap yang dua dimensi. User satisfaction bias dilihat sebagai penjumlahan dari berbagai persaan pengguna dan sikap terhadap beberapa factor yang berpengaruh pada sistuasi yang digunakan (Bailey et al., 1983).

Akhir-akhir ini, telah berkembang keingintahuan kepada User Experience (Hiltunen et al., 2002; Lindgaard & Dudek, 2003; Wilson & Sasse, 2004), yang bisa dilihat sebagai konsep yang lebih besar daripada sekedar user satisfaction. User experience telah menjadi sesuatu yang sangat penting pada factor e-business karena end user seringkali membayar produk dan jasa yang paling banyak, yang dapat di indikasikan bahwa karakteristik produk seperti Usability, Usefulness, Appeal, dan Value of Money haruslah sesuai dengan ekspektasi user terhadap suatu produk. (Wilson & Sasse, 2004). Dari persepektif ini, mengukur user experience sangatlah perlu untuk berbagai produk dan jasa teknologi (Wilson & Sasse, 2004).

Lindgaard & Dudek (2003) menyatakan bahwa user experience mengandung beberapa rasa “kepuasan”. Mereka mendefinisikan bahwa “kepuasan” user adalah sebuah kumpulan subjectif dari pengalaman yang saling berinteraksi. Akhir-akhir ini, Tractinsky, Katz, & Ikar (2000) menunjukkan bahwa estetika dan anggapan pengguna berkaitan kuat satu dengan yang lainnya. Mereka menyatakan bahwa "kecantikan" atau "banding" adalah terkait dengan persepsi kegunaan, dan akibatnya apa yang


(14)

dianggap indah juga dianggap bermanfaat. Namun, Lindgaard & Dudek (2003) menyatakan bahwa usaha mereka untuk konsumen situs web (B2C) mendapat nilai tinggi tetapi dianggap rendah dari nilai kegunaan dibanding pengguna yang dihasilkannya sangat tinggi kepuasan, tetapi dianggap rendah nilai kegunaan, menunjukkan bahwa apa yang dianggap perlu indah tidak juga dapat dirasakan bermanfaat.

Lindgaard & Dudek (2003) menekankan bahwa estetika, emosi, harapan, dan kegunaan likeability semua mempengaruhi pengalaman interaktif, tetapi mereka tergantung pada situasi saat ini. Selain itu, mereka menyatakan bahwa kegunaan adalah faktor penting dalam mengalami situs interaktif B2C, tetapi tidak dikenal adalah interaksi pengguna dengan situs B2C apakah kegunaan atau didorong kepuasan. Mereka menyarankan hasil yang web designer harus memperhatikan baik visual banding dan kegunaan. Bailey dkk., (1983) melaporkan bahwa HCI kebutuhan penelitian yang jelas definisi kepuasan pengguna, termasuk yang lengkap dan valid mengatur faktor dan instrumen yang mengukur fenomena ini. Lindgaard & Dudek (2003) menambahkan bahwa HCI peneliti harus merumuskan yang jelas pengalaman pengguna gagasan, dimana hubungan antara kepuasan, banding, dan dirasakan kegunaan sebenarnya akan ditentukan. Kepuasan pengguna dan kegunaan pengukuran berikutnya akan jelas.

Secara umum, antarmuka pengguna dapat dievaluasi dengan berbagai cara (Chin J. dkk., 1988). Selain itu, ia telah menyatakan bahwa setiap komponen dari kegunaan seperti efektifitas, efisiensi dan kepuasan dapat diperiksa dengan menggunakan salah satu tujuan atau langkah-langkah subyektif (Nielsen, 1993; ISO 9241-11, 1998). Pengguna kepuasan terutama yang telah diperiksa dengan ukuran-ukuran subyektif seperti beberapa item-pengguna kuesioner (Chin J. dkk., 1988;


(15)

Lewis, 2002; Lindgaard & Dudek, 2003). Selain itu, subjek kepuasan, yang diukur dalam tes pengguna, juga telah digunakan sebagai indikator kepuasan pengguna, namun dengan hasil yang kontradiktif (Catatan & Swan, 2003). Baru-baru ini, pendekatan lain seperti tujuan pengukuran dari pengalaman pengguna telah diperkenalkan (Sasse & Wilson, 2004).

Wilson & Sasse (2004) menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus tujuan fisiologis, langkah-langkah seperti kulit yang dpt menyalurkan arus listrik, detak jantung berdebar-debar dan volume darah dapat mengungkapkan pengguna 'tanggapan terhadap produk yang mereka tidak menyadari baik, atau tidak dapat di ingatan penilaian subyektif setelah sesi tes . Namun, ada beberapa masalah dalam menggunakan fisiologis langkah-langkah untuk menganalisa kepuasan pengguna dan pengalaman pengguna. Misalnya, analisis data dan belajar untuk menggunakan peralatan yang memakan waktu lama, peralatan dan finansial dan sensor mahal (Sasse & Wilson, 2004). Selain itu, interpretasi pengguna, proses mental dan pengalaman yang berisi masalah sulit, bahkan di tempat studi yang jelas dan menimbulkan efek hubungan telah diturunkan (Ward & Marsden, 2004). Karena ini masalah fisiologis, penelitian ini terkonsentrasi pada memeriksa bagaimana pengalaman pengguna internet perbankan dapat dievaluasi dengan menggunakan langkah-langkah subyektif. Banyak penelitian telah terkonsentrasi pada pengembangan alat untuk mengukur kepuasan pengguna (Chin J. dkk., 1988; Rivard 1988), kepuasan pengguna informasi (W. Chin & Lee, 2000; Ives dkk., 1983) dan kegunaan ( Lin, Choong, & Salvendy, 1997). Secara umum, pengukuran kepuasan pengguna telah digunakan skala likert atau skala diferensial dengan baik.

Menurut jurnal yang ditulis oleh Chun-Hoon Park, Young-Gul Kim “The


(16)

Shopping Site Commitments” (2006). Information Satisfaction merujuk pada kepuasaan atau ketidakpuasan dengan keseluruhan menghadapi layanan informasi (Crosby & Stephens, 1987), yang berarti navigasi melalui halaman Web dan isi dalam konteks sebuah layanan online. Hal ini berbeda dari keseluruhan kepuasan yang merujuk kepada konsumen secara keseluruhan evaluasi dari sebuah organisasi berdasarkan semua mendapatkan pengalaman dan dengan organisasi yang khusus (Jones & Suh, 2000). Information satisfaction juga dapat diartikan sebagai konsepsualisasi informasi kepuasan emosional sebagai reaksi atas pengalaman yang diberikan oleh keseluruhan informasi layanan (Westbrook, 1983).

Kualitas informasi dan kualitas antarmuka pengguna yang diyakini mempengaruhi kepuasan pengguna informasi (DeLone & Hani, 2004; Wang & Kuat, 1996). Informasi yang disediakan oleh toko online yang dibagi ke dalam informasi produk dan layanan informasi. Informasi produk termasuk produk atribut informasi, rekomendasi konsumen, laporan evaluasi, dan sebagainya. Layanan informasi yang paling toko online termasuk memberikan informasi keanggotaan, FAQ, pemesanan dan pemberian informasi, promosi, dan sebagainya.

Untuk mengevaluasi informasi produk dan layanan, kami mengadopsi enam komponen informasi kualitas dari penelitian kepuasan pengguna informasi. Mereka adalah relevansi, kebaruan, kecukupan, playfulness, konsistensi, dan understandability (DeLone & Hani, 2004; Moon & Kim, 2001; Wang & Kuat, 1996). Informasi yang disampaikan oleh toko online harus mendukung layanan pelanggan produk dan pencarian. Informasi tersebut harus berguna dan relevan untuk Memprediksikan kualitas dan utilitas dari sebuah produk atau layanan (Wolfinbarger & Gilly, 2001). Untuk memuaskan konsumen, informasi tersebut harus up-to-date dalam presentasi produk dan layanan, mencukupi untuk membantu konsumen membuat pilihan, yang


(17)

konsisten dalam mewakili format dan konten, dan mudah untuk dipahami (McKinney dkk., 2002; Wang & Kuat, 1996; Zhang dkk., 2000). Kenikmatan, hiburan, dan humor adalah faktor penting untuk membentuk konsumen revisiting intensi ke situs Web (Childers dkk., 2001; Koufaris, 2002; Moon & Kim, 2001; O'Cass & Fenech, 2003). Oleh karena itu, playfulness merupakan faktor penting dalam Web berbasis presentasi informasi.

User interface adalah kualitas yang berkaitan dengan sistem tata letak, navigasi urutan, dan kenyamanan untuk mencari produk atau informasi atau hanya untuk mencari (Hong dkk., 2004; McKinney dkk., 2002; Molla & Licker, 2001; Szymanski & Hise, 2000). Karena sebuah transaksi pembelian dapat adversely dipengaruhi oleh masyarakat miskin toko online desain, adalah penting untuk memahami efek dari berbagai organisasi dan tata letak, browsing, dan fitur navigasi pada konsumen perilaku intensi (Hong dkk., 2004; Kehilangan & Spiller, 1998). Toko online memudahkan navigasi konsumen dengan menyediakan fitur-fitur seperti fungsi pencarian, petunjuk navigasi, dan peta situs. Jadi dalam penelitian ini, kami dikembangkan item yang sesuai untuk kemudahan navigasi dan kenyamanan untuk mencari dan memesan produk sebagai user interface kualitas tindakan.

Satu lagi faktor penting yang mempengaruhi kepuasan informasi di Web adalah keamanan lingkungan. Konsumen adalah bersangkutan tentang keamanan pembayaran online, kehandalan, dan kebijakan privasi dari toko online (Gefen, 2000). Jadi keamanan merupakan faktor penting dalam mendapatkan dan mempertahankan konsumen sebagai pengguna layanan belanja online. Pada dasarnya, keamanan e-commerce dapat dibagi menjadi keprihatinan tentang otentikasi pengguna dan keprihatinan tentang keamanan data dan transaksi (Elliot & Fowell, 2000; Gauzente, 2004; Liu dkk., 2004; Szymanski & Hise, 2000). Menurut penelitian sebelumnya,


(18)

seperti persepsi risiko keamanan menurun, kepuasan dengan layanan informasi dari toko online diharapkan meningkat.

Instrumen UIS telah berhasil digunakan untuk mengukur kepuasan di lingkungan IS . UIS adalah yang paling banyak digunakan adalah kepuasan dalam instrumen. "Hasil menyarankan potensi manfaat dalam mengukur kepuasan pengguna dalam lingkungan yang tradisional, dimana internal departemen TI dalam suatu organisasi dan menyediakan layanan memonitor semua". Dukungan bahkan telah ditemukan untuk UIS instrumen yang di outsourcing, di mana telah ditemukan baik yang handal dan ukuran yang berlaku adalah kepuasan. Singkat perkembangan sejarah instrumen berikut.

Penelitian Battery dan Pearson

Instrument UIS asli dikembangkan pada tahun 1983. Penulis memulai dengan review dari 22 komputer dan studi kepuasan pengguna. Mereka mengumpulkan daftar 36 faktor yang berbeda. Setelah kompilasi dari 36 faktor, tiga pengolah data profesional diminta untuk meninjau daftar. Profesional yang menyarankan dua faktor tambahan akan ditambahkan. Selanjutnya, juga dilakukan wawancara dengan 32 manajer menengah di delapan organisasi. Para manajer diminta untuk berpikir tentang hubungan dengan masa lalu dan saat ini tentang produk computer dan layanan. Wawancara direkam dan kemudian dianalisa untuk menentukan faktor yang disebutkan dalam wawancara. Faktor dari setiap responden telah dihantar kepada mereka dan mereka diminta untuk membuat peringkat pentingnya masing-masing. Sebanyak 13 faktor yang disebutkan tidak termasuk dalam daftar 38 faktor. Dari jumlah tersebut 13, satu disebutkan empat kali dan itu ditambahkan ke dalam daftar untuk total 39 faktor.


(19)

Langkah tersebut untuk mengembangkan suatu instrumen yang diukur pengguna terhadap reaksi faktor yang sudah diambil. Penulis memutuskan untuk mengukur faktor menggunakan skala dua dimensi yang digunakan teknik diferensial untuk mengukur makna konsep. Teknik menggunakan adjectives untuk menjelaskan bagaimana seorang responden merasa tentang konsep. Sebanyak empat pasangan kata sifat bipolar yang digunakan untuk setiap item (dan satu puas / tdk puas pasangan ditambahkan untuk kemudian berlaku pengujian), dengan tujuh poin skala likert menggunakan pengajaran qualifiers berikut: sangat, cukup, sedikit, tidak / sama, sedikit , Cukup, dan sangat ekstrim.


(20)

Tabel 2.1 Major Research at UIS

 

Sumber : www.proquest.com (2007)

Ajektiva tanggapan pasangan yang telah ditetapkan nilai-nilai-3, -2, -1, 0, 1, 2, dan 3 untuk masing-masing suku dua pasangan respon, dengan -3 yang berlabuh di "sangat" sisi negatif dari skala. Jenis kepuasan kemudian dihitung dengan rata-rata empat ajektiva nilai per item. Summing individu objek yang menjadi nilai keseluruhan skor untuk kepuasan pengguna.

Analisis berbeda digunakan dalam pengujian kehandalan untuk memperkirakan pengukuran kesalahan. Total tentangnya adalah terdiri dari komponen pasangan karena perbedaan, perbedaan antara masing-masing subjek, dan pengukuran kesalahan. Kehandalan untuk instrumen dihitung untuk setiap faktor, dengan 32 lebih


(21)

besar dari 39 koefisien ,90. Koefisien rata-rata adalah ,93, sehingga hanya sedikit berbeda dari respons terjadi karena kesalahan pengukuran. Kemapanan adalah instrumen sehingga didukung.

Konten, input, dan dibagi validitas tes tersebut dilakukan. Konten berlaku jika dikaji semua aspek atribut yang diukur. Bailey dan Pearson komentar bahwa metodologi yang digunakan untuk mendapatkan dan memodifikasi daftar faktor menyarankan konten berlaku. Selain itu, produk saat koefisien korelasi dihitung untuk setiap kombinasi kata sifat pasangan. Skala yang bermaksud untuk mengukur atribut yang sama harus positif. Siswa t-distribusi yang digunakan untuk menguji signifikan koefisien yang dihasilkan. Semua kecuali 1 dari 234 koefisien adalah signifikan pada tingkat 0,05.

Input berlaku adalah kemampuan sebuah alat untuk memprediksi di luar perbatasan dari penelitian saat ini. Input berlaku biasanya dengan administrasi yang sama, didirikan instrumen instrumen dan membandingkan hasil. Para peneliti kesulitan mencari suatu instrumen yang diuji konsep serupa. Dalam ketiadaan, responden diminta untuk menilai kepuasan mereka keseluruhan. Korelasi antara keseluruhan kepuasan dan instrumen hasil adalah 0,79, yang "tinggi mempertimbangkan fakta bahwa self-penilaian skor hanya dapat mengambil salah satu dari tujuh nilai" Hasil tes ini menunjukkan instrumen tidak memprediksi sendiri dinilai kepuasan.

Pembangunan menggunakan diuji berlaku adalah self-peringkat dinilai dari faktor. Dalam rangka penelitian ini, faktor kepuasan seperti yang ditunjukkan oleh responden akan menjadi faktor penting dalam instrumen juga untuk mencapai dibagi berlaku. Peringkat Spearman yang Koefisien Korelasi dihitung di 0,743. Daftar faktor dan mereka pentingnya peringkat bertepatan dengan masa lalu adalah kepuasan penelitian, oleh karena itu memberikan dukungan untuk menggagas berlaku.


(22)

The Bailey dan Pearson (1983) UIS instrumen kepuasan membuat kontribusi signifikan bagi literature kepuasan. Sumbangan pertama adalah definisi kepuasan pengguna komputer. Sumbangan kedua adalah pembangunan yang handal dan kepuasan instrumen yang berlaku.

Penelitian Ives, Olson, dan Baroudi

Ives, Olson, dan Baroudi (1983) mengevaluasi 39 item Bailey Pearson-instrumen dengan sampel 800 manajer produksi di organisasi manufaktur US. Surat pertama meliputi Instrumen Bailey-Pearson. Surat kedua yang digunakan adalah dari empat item mengukur kepuasan.

Empat tujuan yang ditetapkan oleh Ives dkk termasuk:

1. Menguji teori Bailey -Pearson termasuk hasil validitas instrumen

2. memperkuat keabsahan lebih lanjut melalui pengujian instrumen

3. mengurangi keseluruhan panjang instrumen sambil mempertahankan

kehandalan dan struktur skala yang ada

4. mengembangkan "bentuk singkat" yang merupakan ukuran global kepuasan

Masing-masing dari 39 item untuk dianalisa keandalan, konten berlaku, input berlaku, dan bangunan yang berlaku. Sehubungan dengan kehandalan, Cronbach's alpha digunakan pada antar-item dan nilai keseluruhan. Individu kehandalan nilai berkisar dari 0,82 ke 0,97. Keseluruhan instrumen mengukur kehandalan dari 0,97 dihitung juga. Hasil yang serupa dengan yang dilaporkan oleh Bailey dan Pearson (1980).


(23)

Semua korelasi antar-item yang positif dan signifikan pada tingkat 0,001. Korelasi antara 39 dan empat item-item instrumen menunjukkan signifikan pada tingkat 0,001. Korelasi yang terbatas hanya memberikan dukungan untuk konten berlaku dengan sendirinya. Ketika mempertimbangkan korelasi dan metodologi yang Bailey dan Pearson digunakan dalam pengembangan 39 faktor, dukungan yang kuat untuk konten berlaku disediakan.

Untuk tes untuk input berlaku, Ives dkk mengambil keseluruhan nilai dari empat-instrumen dan item tersebut berkorelasi terhadap keseluruhan nilai yang diperoleh dari Bailey dan Pearson instrumen. 0,55 korelasi yang telah diperoleh, yang signifikan pada tingkat 0,001. Similar results oleh Bailey dan Pearson menunjukkan input validitas instrumen.

Pembangunan berlaku telah diuji dengan menggunakan analisis faktor dan nilai korelasi. Faktor analisis yang disediakan di 22 item memuat lebih besar dari 0.50. Faktor-faktor termasuk EDP (pengolahan data elektronik) dan staf layanan, informasi produk, dukungan vendor, informasi produk, dan pengetahuan atau keterlibatan. Meskipun tidak memperoleh faktor loadings disediakan, faktor analisis mendukung keberadaan skala struktur yang logis. Kedua ini dibagi validitas tes berkorelasi total nilai barang dan nilai. Semua 39 korelasi yang signifikan pada tingkat 0,001. Dengan demikian, kedua tes memberikan dukungan positif untuk menggagas berlaku.

Setelah pengujian untuk kehandalan dan validitas dari 39-item instrumen, Ives dkk. berikutnya berusaha untuk meningkatkan kualitas instrumen. Pendekatan yang pertama adalah untuk peringkat item oleh kehandalan, konten validitas, dan validitas konsepsi nilai. Sepuluh item dengan nilai terendah dalam setiap kategori yang diuji. Sebanyak enam entri telah dihapus. Dukungan dari Bailey dan Pearson (1980) telah


(24)

digunakan dalam proses penghapusan dengan mempertimbangkan pentingnya peringkat diajukan oleh manajer menengah.

Jumlah total item telah dievaluasi dan langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk melengkapi alat dari 20-30 menit diperlukan dari formulir panjang. Inter-item korelasi yang dihitung dengan menggunakan empat kata sifat pasangan untuk setiap item. Kedua nilai terendah dari pasangan yang jatuh setiap item. Setelah mengeluarkan item, korelasi yang lagi dihitung menggunakan data yang ada tanggapan yang diperoleh dari sebelumnya. Dukungan diberikan untuk direvisi instrumen direvisi berdasarkan nilai validitas dan kehandalan.

Untuk kembali penurunan jumlah waktu yang diperlukan untuk melengkapi instrumen, dan untuk menyediakan secara ukuran adalah kepuasan, sebuah "bentuk singkat" instrumen telah dibangun. Langkah pertama adalah untuk menghapus item yang terkandung yang "tidak diingini psychometric karakteristik" Selanjutnya, mereka hanya item yang memuat faktor sedikitnya skor 0,50 dianggap. Ketiga, yang tersisa hanya item yang dibangun dengan dua kata sifat pasangan sisa dari proses sebelumnya penghapusan. Hasil singkat bentuk instrumen diikuti oleh 13 item dan kemudian diuji secara empiris. Total kepuasan jangka pendek dari formulir item berkorelasi terhadap item yang tidak termasuk dalam bentuk singkat, sehingga dalam korelasi dari 0,90 (signifikan pada tingkat 0,001). Pendek formulir total juga berhubungan dengan empat-item mengukur kepuasan, memberikan korelasi dari 0,54 (signifikan pada tingkat 0,001). Korelasi dari nilai 0,90 dan 0,54 memberikan bukti pendek bahwa menyediakan formulir yang memadai keterwakilan asli Bailey dan instrument Pearson (1980).


(25)

Sebagai hasil dari analisis faktor dilakukan selama singkat-bentuk pembangunan, tiga faktor yang ditemukan. Setiap faktor yang dijelaskan di bawah ini.

1. Staf EDP dan Jasa. Faktor ini adalah responden sendiri dilaporkan penilaian

dari sikap dan respon dari staf EDP serta kualitas hubungan mereka dengan staf EDP.

2. Informasi Produk. Faktor ini adalah responden sendiri dilaporkan penilaian

kualitas output yang diberikan oleh sistem informasi.

3. Pengetahuan dan keterlibatan. Faktor ini adalah responden sendiri dilaporkan

penilaian kualitas pelatihan yang diberikan, mereka pemahaman tentang sistem, dan partisipasi mereka dalam pembangunan.

User Information Satisfaction menurut Omar dan Lascu (1993). adalah operationalized sebagai rangkuman dari bobot penilaian kinerja di seluruh sistem informasi atribut, di mana bobot kinerja dihitung dengan mengalikan atribut kinerja dengan dinormalkan pentingnya berat, sebagai berikut: UIS = SUM (* PENTINGNYA KINERJA). Omar dan Lascu (1993) menunjukkan bahwa operationalizing UIS sebagai mengukur bobot daripada perbedaan skor yang dihasilkan item yang berhubungan dengan global yang lebih tinggi kepuasan pertanyaan. Selain kinerja dan pentingnya item, kuesioner yang terdapat demografis dan pekerjaan yang berhubungan dengan pertanyaan, serta global kepuasan pertanyaan, menanyakan mata pelajaran untuk menilai pada skala tujuh titik mereka keseluruhan kepuasan dengan komputer berbasis sistem dalam organisasi mereka.


(26)

2.6 Pengukuran kepuasan pengguna

Banyak penelitian yang dilakukan untuk menemukan cara mengukur tingkat

kepuasan pengguna. Seperti Delone dan Mclean (1992) melakukan pengkajian terhadap berbagai factor untuk mengukur keberhasilan sebuah system informasi. Mereka menemukan saling keterkaitan diantara ke enam factor yaitu : kualitas informasi, kualitas system, penggunaan, kepuasan pengguna, pengaruh pada individual serta pengaruh organisasi seperti pada gamabr 2.2 berikut ini :

Gambar 2.3 DeLone and McLeans’s Model of IS Success

(Sumber : DeLone and Mclean, 1992. p87)

Seddon dan Kiew (1996) mencoba menggambarkan ulang model DeLone dan Mclean tersebut dalam suatu path model (gambar 2.4) yang menunjukkan hubungan yang lebih jelas. Setelah melakukan pengujian sebagian terhadap model tersebut mereka menyetujui adanya pengaruh dari Information Quality, System Quality, dan Usefullness terhadap kepuasan pengguna. Model yang digunakan Seddon dan Kiew adalah seperti terlihat dalam gambar 2.4 berikut ini :


(27)

Gambar 2.4, Model Kepuasan Seddon & Kiew

(Sumber : Seddon & Kiew, 1996)

Menurut Seddon & Kiew (1996), Jika factor usefulness digunakan untuk mengukur kepuasan, maka perlu diperhatikan factor tingkat kepentingan dari system bagi pengguna. Factor information quality berhubungan dengan hal-hal seperti timeliness, accuracy, relevance, dan format dari informasi yang disajikan oleh sebuah system informasi. System quality meliputi hal-hal seperti ada tidakya bugs dalam system, konsistensi dari user interface, response rate pada system interaktif, dokumentasi dan terkadang dari source code serta maintanibility daru source code tersebut (Seddon & Kiew, 1996, P4)


(28)

Menurut Remenyi, Money dan Twite (1995, p119-121) ada dua pendekatan yang dipergunakan untuk mengukur kesenjangan kepuasan pemakai sisfo yang terdiri dari :

A. The Kim Model

Merumuskan kepuasan pengguna dipengaruhi oleh kesenjangan antara harapan penggunaan sebelum implementasi dan pengalaman pengguna dalam menggunakan system, serta dipengaruhi oleh berbagai factor dalam organisasi.

B. The Miller-Doyle Approach

Mencoba merumuskan kepuasan pengguna dengan berusaha mengidentifikasi kebutuhan pengguna melalui derajat kepentingan yang ditentukan pengguna pada berbagai factor dari system informasi dengan menggunakan kuesioner. Selain itu model tersebut juga menilai kemampuan dan kinerja system informasi dari mata penggunanya.

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan Miller-Doyle. Dimana kusioner dibagi menjadi 4 bagian (Remenyi, Twite, Money, 1995, p124) dimana bagian I berisi pertanyaan mengenai informasi karyawan seperti jenis kelamin dan jabatan. Bagian II berisi 31 pertanyaan mengenai berapa baik kinerja yang selama ini di dapat dengan skala pengukuran 1 = sangat tidak setuju dan 5 = sangat setuju. Bagian III berisi seberapa besar harapan pemakai pada system yang ditawarkan dengan skala 1 = sangat tidak puas dan 5 = sangat puas. Dan bagian akhir, yaitu bagian IV berisi 5 pertanyaan yang mengukur kepuasan karyawan terhadap system informasi secara keseluruhan.


(29)

2.7 Sistem Perkoperasian

2.7.1 Pengertian koperasi

Menurut pandangan DR. Wirjono Prodjodikoro, SH, Koperasi adalah bersifat suatu kerjasama antara orang-orang yang termasuk golongan kurang mampu, yang ingin bersama untuk meringankan beban hidup atau beban kerja. (R.T Sutantya R.Hadikusua, S.H dan Dr. Sumantoro, hal 127 ).

Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya.

Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:

a. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;

b. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota

koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.

Pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang


(30)

diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi,

misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

2.7.2 Sejarah dan Gerakan Koperasi

Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786 -1865) – dengan mendirikan toko koperasi di BrightonU, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan

publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan

saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.

Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara leinnya. Di Jerman, juga besdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi pertanian.

Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang


(31)

khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :

• Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi

• Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa

• Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral

• Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda

Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :

• Hanya membayar 3 gulden untuk materai

• Bisa menggunakan bahasa daerah

• Hukum dagang sesuai daerah masing-masing

• Perizinan bisa didaerah setempat

Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun

1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai.

Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.

Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.


(32)

2.7.3 Fungsi dan Peran Koperasi

Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:

• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;

• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan

manusia dan masyarakat

• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan

perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya

• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional,

yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

2.7.4 Prinsip Koperasi

Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu:

• Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka

• Pengelolaan dilakukan secara demokratis

• Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan

besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi)


(33)

• Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal

• Kemandirian

• Pendidikan perkoprasian

• kerjasama antar koperasi

2.7.5 Jenis-jenis koperasi

Menurut UU No.25 tahun 1992, Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya.

• Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi Simpan Pinjam Adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman

• Koperasi Konsumen

Koperasi Konsumen Adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi

• Koperasi Produsen

Koperasi Produsen Adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.


(34)

Koperasi Pemasaran Koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya

• Koperasi Jasa

Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.

2.7.6 Sumber modal koperasi

Menurut UU No.25 tahun 1992 , Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain,

untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.

Modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut:

• Simpanan Pokok

Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.

• Simpanan Wajib

Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan


(35)

wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.

• Dana Cadangan

Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.

• Hibah

Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.

adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:

‐ Anggota dan calon anggota

‐ Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian

kerjasama antarkoperasi

‐ Bank dan lembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan

ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku

‐ Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku


(36)

2.8 Internet Based Services

2.8.1 Internet

Definisi Internet menurut Allan Afuah dan Christoper L.Tucci dalam buku “internet Business Model and Strategies (2003)” adalah sebagai berikut :

the internet is a low cost standart with fast interactivity that exhibit network externalities, moderate time, has a universal reach, acts as distribution channels and reduce information asymetrics between transacting parties

Secara tradisional pertukaran informasi menggunakan telepon dan fax dengan mempergunakan infrastruktur komunikasi. Namun pada saat ini internet telah mengambil alih cara pengiriman data. Dengan mempergunakan internet melalui jaringan telekomunikasi elektronik pengiriman data dapat dilakukan tanpa memikirkan jarak dan waktu. Proses pertukaran data tidak saja hanya dapat dilakukan melalui jaringan lokal tetapi dengan itnernet proses pertukaran data dapat dilaksanakan dengan cepat walaupun jarak berjauhan.

2.8.2 Electronic Data Interchange

Pengiriman data atau yang dikenal Electronic Data Interchange (EDI) merupakan salah satu pilihan untuk melaksanakan komunikasi elektronik. Menurut Seann, James dalam “Expanding the reach of electronic commerce : the internet EDI alternative (2000)”, definisi dari EDI adalah :


(37)

is a computer to computer communication method wherby trading partners in two or more organizations exchange business transaction. the transcation consist of documents in structure formats that can be processed by the recepient’s application software”.

Dengan mempergunakan EDI maka cara berkomunikasi dalam suatu proses dapat dirubah dari tradisional (berbentuk kertas) menjadi komunikasi elektronik. Komunikasi EDI dibantu dengan bantuan jaringan private melalui third party yang menyediakan jasa layanan Value Added Network (VAN). Melalui third party VAN keamanan jaringan private terjamin dan biasanya third party bersangkutan juga menyediakan perangkat lunak yang mendukung EDI.

2.8.3 Value Added Network

Definisi Value Added Network (VAN) menurut Van Wright Martin, Carol Brown, dan De Hayes dalam buku “Managing Information Technology (2002)” adalah sebagai berikut :

is a data only, private, non-regulated telecommunication network. Some VAN serve a limited audience, while others are available to any organizations that wishes to buy the networking services”.

VAN merupakan salah satu bagian dari Wide Are Network, yang merupakan suatu jaringan yang tidak dibatasi oleh ruang atau waktu dan transfer data tetap dapat dilaksanakan. Dengan demikian misalnya suatu perusahaan memiliki beberapa counter


(38)

di tiga propinsi di Indonesia, maka melalui VAN data tetap dapat dikumpulkan secara serentak dari tempat yang terjauh sekalipun.

2.9 Gambaran Umum KPWN

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan lembaga usaha berbentuk koperasi yang didirikan pada tahun 1989, dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai Departemen Kehutanan (DEPHUT) khususnya di bidang perumahaan dan kendaraan roda dua. Sampai saat ini, jumlah debitur telah mencapai sekitar 15.000 orang atau kurang lebih 36% pegawai negeri sipil DEPHUT telah menikmati fasilitas dari KPWN. Kebijakan penghentian pembangunan rumah dinas di tengah pesatnya pembangunan ekonomi dan terus bertambahnya jumlah pegawai memang menjadi masalah tersendiri. Padahal, rumah adalah kebutuhan primer yang paling sulit dipenuhi oleh PNS dibandingkan kebutuhan lainnya, sandang dan pangan. Itu sebabnya tak jarang terdengar kasus-kasus menyedihkan yang menima PNS yang telah purna tugas tapi tidak bisa memiliki rumah.

Departemen kehutanan sendiri sedikit beruntung karena ada Yayasan Sarana Wana Jaya (SWJ). Yayasan yang di dirikan mantan menteri kehutanan DR Suedjarwo ini berusaha membantu meringankan beban dengan menyediakan rumah bagi karyawan kehutanan. Departemen Kehutanan. Dari sini, mereka mengikat kerjasama dengan Bank BTN untuk membangun perumahan melalui kredit konstruksi.Tahun 1986, yayasan SWJ juga membantu perumahan karyawan Dephut di Kompleks perumahan Selakopi, Bogor. Berbeda dengan perumahan Cileduk Jakarta, dimana


(39)

membangun rumah. Dengan demikian, perkankian kredit pun dilakukan antara karyawan Departemen Kehutanan dengan yayasan SWJ.

Selain di JABOTABEK, aktivitas bantuan pembangunan perumahan dilakukan yayasan SWJ di sejumlah daerah. Aktivitas itu antara lain tercatat di Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya dan Timor-Timur. Namun kemampuan yayasan ini memang terbatas, sehingga sebagian besar karyawan di daerah lain belum dapat memiliki rumah tinggal. Apalagi yayasan SWJ juga tidak hanya berfokus pada pengadaan rumah, melainkan memiliki kegiatan lain juga yang harus dipikirkan.

Kondisi ini yang dilihat dan ditangkap dengan empati oleh Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap saat itu. Sebagai pimpinan, dia merasakan masih ada yang kurang. PNS sebagai “Prajurit Lapangan” ternyata masih jauh dari kesejahteraan. Tolak ukur paling sederhana adalah soal kepemilikan rumah yang jadi kebutuhan primer, terutama untuk golongan I dan II.

Bahkan, untuk petugas penyuluh yang harus aktif menjadi juru penerang ke pelosok, ternyata banyak yang tidak memiliki sarana dasar transportasi. Jangankan obil, sepeda motor pun banyak yang tidak punya. Padahal, dari tangan mereka seluruh kebijakan di pusat harus bisa sampai dan terwujud dalam praktik di lapangan.

Dalam konteks itu, Hasjrul Harahap juga melihat konsep rumah dinas punya kelemahan, terutama kerelaan para penghuninya. Sebagai rumah dinas, yang terkait dengan jabatan, harusnya fasilitas itu dimiliki bergulir. Namun dalam praktik selama ini, ternyata sulit untuk mengeluarkan karyawan yang sudah terlanjur menempati rumah tersebut kendati sudah pensiun atau bukan lagi PNS.

Keperihatinan Hasjrul Harahap ini kemudian disampaikan dalam sebuah kesempatan makan siang yang biasa dilakukan bersama pejabat eselon I Departemen Kehutanan di lantai IV samping ruang kerjanya. Intinya, bagaimana membantu


(40)

memberikan kesejahteraan bagi golongan I dan II PNS Departemen Kehutanan untuk memiliki fasilitas dasar perumahan dan sepeda motor.

Asumsi dasarnya, bagaimana PNS golongan I dan II sebagai ujung tombak di lapangan bisa bekerja dengan tenang dan cepat tiba di kantr jika tidak punya rumah dan kendaraan? Kondisi ini bisa berpengaruh lebih lanjut ke kinerja karyawan. Untuk membeli rumah, juga bukan perkara mudah. Jangankan untuk mencicil, untuk membayar uang muka saja mereka sudah tidak sanggup mengingat kecilnya pendapatan dari gaji mereka.

Berangkat dari “diskusi makan siang” itulah kemudian lahir gagasan membentuk lembaga yang bisa memberi bantuan kredit perumahan golongan I dan II. Gagasan ini terinspirasi ketika Hasjrul Harahap diundang menyaksikan peresmian rumah sederhana bagi prajurit ABRI yang dibangun oleh koperasi mereka. Pemikiran sederhananya, jika ABRI mampu, mengapa Departemen Kehutanan tidak ?

Apalagi Departemen Kehutanan memiliki Dana Reboisasi (DR). Setidaknya, karena ini untuk kesejahteraan pegawai, bisa saja lembaga yang akan dibentuk itu memperoleh pinjaman yang diambil dari bunganya DR untuk modal pengembangannya ke depan.

Gagasan itulah yang kemudian dicoba dibahas lebih mendalam dan serius. Pada hari Rabu, tanggal 14 Januari 1989 di VIP room lantai 4 Gedung Manggala Wanabakti akhirnya digelar rapat yang dipimpin oleh Staff Ahli Menteri (SAM), Ir Triyono.

Rapat dihadiri langsung oleh Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap dan pejabat eselon I dan II. Dalam kesempatan itu, Hasjrul memberi pengarahan tentang peluang memberi pinjaman pembelian rumah dan sepeda motor yang dananya dari “cucunya” DR demi kesejahteraan pegawai golongan I dan II. Istilah “cucu” DR muncul karena


(41)

yang dipinjam adalah penerimaan bunga dari bunga jasa giro DR yang disimpan di perbankan nasional.

Dalam rapat ini berkembang berbagai hal. Namun, yang paling krusial adalah mencari bentuk badan hukum yang pas untuk menyalurkan bantuan pinjaman serta memperoleh permodalan. Rapat kemudian membahas satu persatu tawaran bentuk badan hukum, mulai dari yayasan, kopereasi sampai preseroan.

Ketika membahas badan hukum berbentuk yayasan, rapat menilai kurang pas karena sudah ada yayasan SWJ yang dipimpin oleh mantan Menteri Kehutanan Soedjarwo. Apalagi, yayasan SWJ sudah lebih dulu dibentuk dan telah membangun Gedung Manggala Wanabakti, bahkan juga sudah membangun perumahan bagi pejabat Departemen Kehutanan serta karyawan di banyak daerah.

Untuk menghindari tumpang tindih antara yayasan SWJ dengan lembaga baru yang digagas oleh Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, maka rapat menimbang perlu dibentuk badan hukum yang berbeda.

Di sisi lain, ketika membahas badan hukum berbentuk perseroan rapat mengakui akan sulit dipertanggungjawabkan. Alasannya, Departemen Kehutanan tidak boleh memiliki Perseroan Terbatas (PT). Itu sebabnya, rapat menolak jika badan hukum lembaga yang akan dibentuk adalah perseroan karena akan sulit dipertanggungjawabkan. Apalagi, lembaga itu akan mengusahakan perumahan dan motor, sehingga jauh dari kepentingan Departemen Kehutanan.

Itu sebabnya, peserta rapatpun lebih banyak memilih badan hukum koperasi seperti yang diinginkan oleh Hasjrul Harahap. Koperasi memang sedang menjadi tren sebagai bentuk ekonomi kerakyatan dan berkembang dimana-mana. Tak hanya di instansi pemerintah, bahkan di perusahaan dan pabrik-pabrik swastapun banyak yang mendirikan koperasi.


(42)

Salah satu yang paling menonjol saat itu, baik di instansi pemerintahan maupun swasta, adalah lahirnya koperasi karyawan (KOPKAR). Sebut saja Koperasi Karyawan Dephut (KOPKARHUT), Koperasi Pegawai Negeri Silva Lestari Kehutanan Sumatera Selatan, Koperasi Mitra Karsa badan Litbang Kehutanan Bogor, Koperasi Pegawai Negeri Bina Silva Sejahtera Kanwil Dephut Jawa Tengah, dan Koperasi Pegawai Kanwil Dephut Jabar Wana Mekar dan sebagainya.

Yang paling menarik, dengan berbadan hukum koperasi, banyak kemudahan untuk mendapatkan beragam fasilitas, apakah dari pemerintah atau perusahaan swasta. Bahkan, pemerintah pun sampai mengeluarkan kebijakan agar BUMN dan swasta besar menyisihkan minimal 5% dari keuntungannya untuk koperasi.

Jadi, tidak heran jika masyarakat berbondong-bondong membentuk koperasi. Apalagi, syarat mendirikan koperasi juga tidak sulit. Dengan 20 orang yang mempunyai tujuan samam, mereka boleh mendirikan badan hukum dari departemen koperasi. Contohnya, suatu desa yang terdiri dari petani jika mempunyai anggota 20 orang bisa membentuk Koperasi unit Desa (KUD). Begitu juga KANWIL Kehutanan Propinsi Jawa Tengah di Semarang. Dengan 20 Karyawannya lalu mendirikan koperasi primer.

Tidak heran dengan kemudahaan itu mengakibatkan dalam suatu instansi, hanya berbeda direktorat pun, muncul sejumlah koperasi primer. Ini juga terjadi di Departemen Kehutanan, banyak koperasi primer yang dilindungi Undang-Undang No.12/1967 tentang pokok-pokok koperasi.

Berdasarkan UU tersebut, koperasi terdiri dari koperasi primer, sekunder dan induk koperasi. Jika koperasi primer bisa dibentuk hanya oleh 20 orang dengan tujuan yang sama, maka koperasi sekunder adalah gabungan sejumlah koperasi primer yang


(43)

lazim disebut koperasi skunder. Yang membedakan kopearsi sekunder dan koperasi primer adalah cakupan wilayah kerja. Wilayah kerja koperasi sekunder minimal di tingkat kabupaten atau tingkat propinsi bahkan seluruh Indonesia.

Syarat untuk membentuk pusat koperasi (Koperasi Sekunder) minimal harus memilki 5 koperasi primer sebagai anggota, contoh koperasi sekunder adalah Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD), Pusat Koperasi Pedagang Pasar (PUSKOPPAS), Pusat Koperasi Pegawai Negeri (PKPN).

Sedangkan koperasi di tingkat nasional adalah induk koperasi. Syarat membentuk induk koperasi minimal harus mempunyai anggota tiga koperasi sekunder (pusat). Contoh induk koperasi Unit Desa (InKUD), Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN).

Setelah seluruh peserta rapat setuju dengan badan hukum koperasi, maka rapat pada hari rabu itu membuat keputusan penting dalam sejarah lahirnya Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara atau disingkat KPWN. Pemilihan nama ini didasarkan pada keinginan pimpinan Departemen Kehutanan untuk mensejahterakan karyawan dengan memiliki rumah.

Dari hasil pemufakatan, rapat tanggal 14 Januari 1989 itu juga memutuskan menunjuk tiga orang menjadi formatur untuk menyusun kepengurusan Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara. Selain menyusun kepengurusan, formatur bertugas menyiapkan Badan Hukum (BH), Anggaran Dasar (AD), dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sesuai dengan amanat UU Koperasi No.12/1967.


(1)

di tiga propinsi di Indonesia, maka melalui VAN data tetap dapat dikumpulkan secara serentak dari tempat yang terjauh sekalipun.

2.9 Gambaran Umum KPWN

Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan lembaga usaha berbentuk koperasi yang didirikan pada tahun 1989, dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai Departemen Kehutanan (DEPHUT) khususnya di bidang perumahaan dan kendaraan roda dua. Sampai saat ini, jumlah debitur telah mencapai sekitar 15.000 orang atau kurang lebih 36% pegawai negeri sipil DEPHUT telah menikmati fasilitas dari KPWN. Kebijakan penghentian pembangunan rumah dinas di tengah pesatnya pembangunan ekonomi dan terus bertambahnya jumlah pegawai memang menjadi masalah tersendiri. Padahal, rumah adalah kebutuhan primer yang paling sulit dipenuhi oleh PNS dibandingkan kebutuhan lainnya, sandang dan pangan. Itu sebabnya tak jarang terdengar kasus-kasus menyedihkan yang menima PNS yang telah purna tugas tapi tidak bisa memiliki rumah.

Departemen kehutanan sendiri sedikit beruntung karena ada Yayasan Sarana Wana Jaya (SWJ). Yayasan yang di dirikan mantan menteri kehutanan DR Suedjarwo ini berusaha membantu meringankan beban dengan menyediakan rumah bagi karyawan kehutanan. Departemen Kehutanan. Dari sini, mereka mengikat kerjasama dengan Bank BTN untuk membangun perumahan melalui kredit konstruksi.Tahun 1986, yayasan SWJ juga membantu perumahan karyawan Dephut di Kompleks perumahan Selakopi, Bogor. Berbeda dengan perumahan Cileduk Jakarta, dimana


(2)

membangun rumah. Dengan demikian, perkankian kredit pun dilakukan antara karyawan Departemen Kehutanan dengan yayasan SWJ.

Selain di JABOTABEK, aktivitas bantuan pembangunan perumahan dilakukan yayasan SWJ di sejumlah daerah. Aktivitas itu antara lain tercatat di Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya dan Timor-Timur. Namun kemampuan yayasan ini memang terbatas, sehingga sebagian besar karyawan di daerah lain belum dapat memiliki rumah tinggal. Apalagi yayasan SWJ juga tidak hanya berfokus pada pengadaan rumah, melainkan memiliki kegiatan lain juga yang harus dipikirkan.

Kondisi ini yang dilihat dan ditangkap dengan empati oleh Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap saat itu. Sebagai pimpinan, dia merasakan masih ada yang kurang. PNS sebagai “Prajurit Lapangan” ternyata masih jauh dari kesejahteraan. Tolak ukur paling sederhana adalah soal kepemilikan rumah yang jadi kebutuhan primer, terutama untuk golongan I dan II.

Bahkan, untuk petugas penyuluh yang harus aktif menjadi juru penerang ke pelosok, ternyata banyak yang tidak memiliki sarana dasar transportasi. Jangankan obil, sepeda motor pun banyak yang tidak punya. Padahal, dari tangan mereka seluruh kebijakan di pusat harus bisa sampai dan terwujud dalam praktik di lapangan.

Dalam konteks itu, Hasjrul Harahap juga melihat konsep rumah dinas punya kelemahan, terutama kerelaan para penghuninya. Sebagai rumah dinas, yang terkait dengan jabatan, harusnya fasilitas itu dimiliki bergulir. Namun dalam praktik selama ini, ternyata sulit untuk mengeluarkan karyawan yang sudah terlanjur menempati rumah tersebut kendati sudah pensiun atau bukan lagi PNS.

Keperihatinan Hasjrul Harahap ini kemudian disampaikan dalam sebuah kesempatan makan siang yang biasa dilakukan bersama pejabat eselon I Departemen Kehutanan di lantai IV samping ruang kerjanya. Intinya, bagaimana membantu


(3)

memberikan kesejahteraan bagi golongan I dan II PNS Departemen Kehutanan untuk memiliki fasilitas dasar perumahan dan sepeda motor.

Asumsi dasarnya, bagaimana PNS golongan I dan II sebagai ujung tombak di lapangan bisa bekerja dengan tenang dan cepat tiba di kantr jika tidak punya rumah dan kendaraan? Kondisi ini bisa berpengaruh lebih lanjut ke kinerja karyawan. Untuk membeli rumah, juga bukan perkara mudah. Jangankan untuk mencicil, untuk membayar uang muka saja mereka sudah tidak sanggup mengingat kecilnya pendapatan dari gaji mereka.

Berangkat dari “diskusi makan siang” itulah kemudian lahir gagasan membentuk lembaga yang bisa memberi bantuan kredit perumahan golongan I dan II. Gagasan ini terinspirasi ketika Hasjrul Harahap diundang menyaksikan peresmian rumah sederhana bagi prajurit ABRI yang dibangun oleh koperasi mereka. Pemikiran sederhananya, jika ABRI mampu, mengapa Departemen Kehutanan tidak ?

Apalagi Departemen Kehutanan memiliki Dana Reboisasi (DR). Setidaknya, karena ini untuk kesejahteraan pegawai, bisa saja lembaga yang akan dibentuk itu memperoleh pinjaman yang diambil dari bunganya DR untuk modal pengembangannya ke depan.

Gagasan itulah yang kemudian dicoba dibahas lebih mendalam dan serius. Pada hari Rabu, tanggal 14 Januari 1989 di VIP room lantai 4 Gedung Manggala Wanabakti akhirnya digelar rapat yang dipimpin oleh Staff Ahli Menteri (SAM), Ir Triyono.

Rapat dihadiri langsung oleh Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap dan pejabat eselon I dan II. Dalam kesempatan itu, Hasjrul memberi pengarahan tentang peluang memberi pinjaman pembelian rumah dan sepeda motor yang dananya dari “cucunya” DR demi kesejahteraan pegawai golongan I dan II. Istilah “cucu” DR muncul karena


(4)

yang dipinjam adalah penerimaan bunga dari bunga jasa giro DR yang disimpan di perbankan nasional.

Dalam rapat ini berkembang berbagai hal. Namun, yang paling krusial adalah mencari bentuk badan hukum yang pas untuk menyalurkan bantuan pinjaman serta memperoleh permodalan. Rapat kemudian membahas satu persatu tawaran bentuk badan hukum, mulai dari yayasan, kopereasi sampai preseroan.

Ketika membahas badan hukum berbentuk yayasan, rapat menilai kurang pas karena sudah ada yayasan SWJ yang dipimpin oleh mantan Menteri Kehutanan Soedjarwo. Apalagi, yayasan SWJ sudah lebih dulu dibentuk dan telah membangun Gedung Manggala Wanabakti, bahkan juga sudah membangun perumahan bagi pejabat Departemen Kehutanan serta karyawan di banyak daerah.

Untuk menghindari tumpang tindih antara yayasan SWJ dengan lembaga baru yang digagas oleh Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, maka rapat menimbang perlu dibentuk badan hukum yang berbeda.

Di sisi lain, ketika membahas badan hukum berbentuk perseroan rapat mengakui akan sulit dipertanggungjawabkan. Alasannya, Departemen Kehutanan tidak boleh memiliki Perseroan Terbatas (PT). Itu sebabnya, rapat menolak jika badan hukum lembaga yang akan dibentuk adalah perseroan karena akan sulit dipertanggungjawabkan. Apalagi, lembaga itu akan mengusahakan perumahan dan motor, sehingga jauh dari kepentingan Departemen Kehutanan.

Itu sebabnya, peserta rapatpun lebih banyak memilih badan hukum koperasi seperti yang diinginkan oleh Hasjrul Harahap. Koperasi memang sedang menjadi tren sebagai bentuk ekonomi kerakyatan dan berkembang dimana-mana. Tak hanya di instansi pemerintah, bahkan di perusahaan dan pabrik-pabrik swastapun banyak yang mendirikan koperasi.


(5)

Salah satu yang paling menonjol saat itu, baik di instansi pemerintahan maupun swasta, adalah lahirnya koperasi karyawan (KOPKAR). Sebut saja Koperasi Karyawan Dephut (KOPKARHUT), Koperasi Pegawai Negeri Silva Lestari Kehutanan Sumatera Selatan, Koperasi Mitra Karsa badan Litbang Kehutanan Bogor, Koperasi Pegawai Negeri Bina Silva Sejahtera Kanwil Dephut Jawa Tengah, dan Koperasi Pegawai Kanwil Dephut Jabar Wana Mekar dan sebagainya.

Yang paling menarik, dengan berbadan hukum koperasi, banyak kemudahan untuk mendapatkan beragam fasilitas, apakah dari pemerintah atau perusahaan swasta. Bahkan, pemerintah pun sampai mengeluarkan kebijakan agar BUMN dan swasta besar menyisihkan minimal 5% dari keuntungannya untuk koperasi.

Jadi, tidak heran jika masyarakat berbondong-bondong membentuk koperasi. Apalagi, syarat mendirikan koperasi juga tidak sulit. Dengan 20 orang yang mempunyai tujuan samam, mereka boleh mendirikan badan hukum dari departemen koperasi. Contohnya, suatu desa yang terdiri dari petani jika mempunyai anggota 20 orang bisa membentuk Koperasi unit Desa (KUD). Begitu juga KANWIL Kehutanan Propinsi Jawa Tengah di Semarang. Dengan 20 Karyawannya lalu mendirikan koperasi primer.

Tidak heran dengan kemudahaan itu mengakibatkan dalam suatu instansi, hanya berbeda direktorat pun, muncul sejumlah koperasi primer. Ini juga terjadi di Departemen Kehutanan, banyak koperasi primer yang dilindungi Undang-Undang No.12/1967 tentang pokok-pokok koperasi.

Berdasarkan UU tersebut, koperasi terdiri dari koperasi primer, sekunder dan induk koperasi. Jika koperasi primer bisa dibentuk hanya oleh 20 orang dengan tujuan yang sama, maka koperasi sekunder adalah gabungan sejumlah koperasi primer yang


(6)

lazim disebut koperasi skunder. Yang membedakan kopearsi sekunder dan koperasi primer adalah cakupan wilayah kerja. Wilayah kerja koperasi sekunder minimal di tingkat kabupaten atau tingkat propinsi bahkan seluruh Indonesia.

Syarat untuk membentuk pusat koperasi (Koperasi Sekunder) minimal harus memilki 5 koperasi primer sebagai anggota, contoh koperasi sekunder adalah Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD), Pusat Koperasi Pedagang Pasar (PUSKOPPAS), Pusat Koperasi Pegawai Negeri (PKPN).

Sedangkan koperasi di tingkat nasional adalah induk koperasi. Syarat membentuk induk koperasi minimal harus mempunyai anggota tiga koperasi sekunder (pusat). Contoh induk koperasi Unit Desa (InKUD), Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN).

Setelah seluruh peserta rapat setuju dengan badan hukum koperasi, maka rapat pada hari rabu itu membuat keputusan penting dalam sejarah lahirnya Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara atau disingkat KPWN. Pemilihan nama ini didasarkan pada keinginan pimpinan Departemen Kehutanan untuk mensejahterakan karyawan dengan memiliki rumah.

Dari hasil pemufakatan, rapat tanggal 14 Januari 1989 itu juga memutuskan menunjuk tiga orang menjadi formatur untuk menyusun kepengurusan Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara. Selain menyusun kepengurusan, formatur bertugas menyiapkan Badan Hukum (BH), Anggaran Dasar (AD), dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sesuai dengan amanat UU Koperasi No.12/1967.