Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dari perkawinan adalah menjaga keturunan dengan perkawinan yang sah, anak-anak akan mengenal ibu, bapak dan nenek moyangnya. Mereka merasa tenang dan damai dalam masyarakat, sebab keturunan mereka jelas, dan masyarakatpun menemukan kedamaian, karena tidak ada dari anggota mereka mencurigakan nasabnya. Pada kelompok masyarakat yang rusak, yang disebabkan oleh dekadensi moral, free sex dan prilaku-prilaku yang menyimpang, anak-anak tidak mengetahui nasab keturunannya, akan merasa terhina. Tanpa perkawinan yang sah, tidak akan langgeng wujud manusia di muka bumi ini, sedangkan dengan perkawinan, manusia berkembang baik melalui lahirnya anak laki-laki dan perempuan. 1 Allah SWT menerangkan tujuan-tujuan perkawinan kepada manusia, dalam firman-Nya: ُ هَللاَو ُ َُلَعَج ُ ُ م كَل ُ ُ نِم ُ ُ م كِس ف نَأ ُ اًجاَو زَأ ُ َُلَعَجَو ُ ُ م كَل ُ ُ نِم ُ ُ م كِجاَو زَأ ُ َُيِنَب ُ Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu- cucu”. QS. An-Nahl: 72 Islam menyeru pengikutnya untuk melaksankan perkawinan yang sah apabila mereka telah mampu dan memenuhi persyaratannya, Islam 1 Syakir, Muhammad Fu’ad Perkawinan telarang ; penerjemah, Fauzan Jamal Alimin Cendikia Sentra Muslim, Jakarta 2002. h 11. 2 menghalangi tingginya mahar dalam perkawinan dan mengajak untuk memudahkan jalan menuju perkawinan, rasulullah saw bersabda: ُرصبللُ ضغاُ هنافُ جوزتيلفُ ةءابلاُ مكنمُ عاطتساُ نمُ بابشلاُ رشعماي نصحاو ءاجوُهلُهنافُموصلابُهيلعفُعطتسيُمُنمفُجرفلل . Artinya; Wahai kaum muda, barangsiapa telah sanggup baa’ah membiayai kehidupan, maka kawinlah, karena pandangan akan lebih terjaga dan faraj kemaluan akan lebih terbentengi, barangsiapa yang belum sanggup, maka berpuasalah karena puasa akan menjadi obat penahan bagi nafsu. HR.muttafaq „alaih 2 Perkawinan merubah status seseorang dari bujangan atau jandaduda menjadi berstatus kawin. Dalam demografi status perkawinan penduduk dapat dibedakan menjadi status belum pernah menikah, menikah, pisah atau cerai, janda atau duda. Di daerah dimana pemakaian KB rendah, rata-rata umur penduduk saat menikah pertama kali serta lamanya seseorang dalam status perkawinan akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas. Usia kawin dini menjadi perhatian penentu kebijakan serta perencana program karena beresiko tinggi terhadap kegagalan perkawinan. Kehamilan usia muda beresiko tidak siap mental untuk membina perkawinan dan menjadi orangtua yang bertanggung jawab. Konsep dan definisi perkawinan menurut undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 : 1. Perkawinan adalah suatu ikatan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Fath al-Bari, jilid ix, h. 106; dan Shahih Muslim, jilid v, h. 185. 3 2. Untuk laki-laki minimal sudah berusia 19 tahun, dan untuk perempuan harus sudah berusia minimal 16 tahun. 3. Jika menikah dibawah usia 21 tahun harus disertai ijin kedua atau salah satu orangtua atau yang ditunjuk sebagai wali. Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam undang-undang perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mancapai umur 19 sembalin belas tahun dan pihak perempuan sudah mencapai 16 enam belas tahun. 3 Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang secara fisik, psikis dan mental. Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan di atas umur sembilan belas tahun untuk wanita. Maraknya pernikahan dini yang dialami remaja puteri berusia di bawah usia 20 tahun ternyata masih menjadi fenomena di beberapa yang mulai 3 UU Perkawinan di www.depag.go.id 4 terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Tema pernikahan dini bukan suatu hal baru untuk diperbincangkan, dan beberapa resiko yang akan mereka hadapi. Pernikahan dini dikaitkan dengan waktu, yaitu sangat awal. Bagi orang-orang yang hidup abad 20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13- 16 tahun atau pria berusia 17-18 tahun adalah hal yang biasa. Tetapi bagi masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun atau pria sebelum 25 tahun dianggap tidak wajar. Hukum Islam secara umum meliputi 5 prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan hifdzul al nasl. Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya geneologi jalur keturunan akan semakin kabur. 4 Antara agama dan negara terdapat perbedaan pandangan dalam memaknai pernikahan dini. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum baligh. Terlepas dari semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat tertutup oleh tumpukan lembaran sejarah. Kini, isu tersebut kembali muncul ke permukaan. Hal ini tampak betapa dahsyatnya benturan 4 Ibrahim, al Bajuri Toha Putra, Semarang hlm 90 vol. 2. 5 ide yang terjadi antara para sarajana Islam klasik dalam merespons kasus tersebut. Sehingga dalam menyikapi pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah yang saat itu berusia 6 tahun, Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi Nabi SAW yang tidak bisa ditiru umatnya. Sebaliknya, mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini. Pemahaman ini merupakan hasil interprestasi dari QS. Al Thalaq: ayat 4. Disamping itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat. 5 Subtansi hukum Islam adalah menciptakan kemaslahatan sosial bagi manusia pada masa kini dan masa depan. Hukum Islam bersifat humanis dan selalu membawa rahmat bagi semesta alam. Apa yang pernah digaungkan Imam Syatiby dalam magnum opusnya ini harus senantiasa kita perhatikan. Hal ini bertujuan agar hukum Islam tetap selalu up to date, relevan dan mampu merespon dinamika perkembangan zaman. 6 Permasalahnya berikutnya adalah baik kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat. Pemerintah melarang pernikahan usia dini berdasarkan berbagai pertimbangan di atas. Begitu pula agama tidak membatasi usia pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang cukup dilematis. 5 Jalaludin Suyuthi, Jami’al Shaghir hal. 210 Darul Kutub Ilmiah, Beirut. 6 Imam Syatibi, al Muwafaqot hlm. 220 Daarul Kutub Ilmiah, Beirut. 6 Menyikapi masalah tersebut, Izzudin Ibn Abdussalam dalam bukunya Qowa’id al Ahkam, mengatakan jika terjadi dua kemaslahatan, maka kita dituntut untuk menakar mana maslahat yang lebih utama untuk dilaksanakan. 7 Kaedah tersebut ketika dikaitkan dengan pernikahan dini tentunya bersifat individual-relatif. Artinya ukuran kemaslahatan dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia “matang” mengandung nilai positif, maka hal adalah yang lebih utama. Usia kawin pertama UKP atau pernikahan dini gadis usia di bawah 17 tahun di jabar pada tahun 2006, mencapai 59,37 persen. Dari jumlah tersebut, Kabupaten Cianjur merupakan daerah tertinggi kaum perempuan yang menikah pada usia di bawah 15 tahun dengan persentase 30,95 persen. Kepala seksi Kasi Advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi KIE BKKBN Jawa Barat, S Teguh Santoso mengatakan, persentase pekawinan usia muda di Jabar merupakan angka tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data BKKBN Jabar pada periode 2006, Kabupaten Cianjur merupakan daerah tertinggi angka pernikahan dini di bawah usia 15 tahun. Dia menjelaskan, tingginya angka pernikahan dini pada kaum perempuan di Jabar ini, disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor ekonomi yang rendah mendorong anak perempuan menikah dini, di samping rendahnya 7 Izzudin Ibn Abdusslam, Qowa’id al Ahkam hlm. 90 vol. II Daarul Kutub Ilmiah, Beirut. 7 faktor pendidikan, dan opini masyarakat terhadap pasangan remaja untuk segera menikah. Menurutnya, fenomena pernikahan dini yang terjadi di Jabar tidak bisa dihilangkan. Sebab, keyakinan dan kepercayaan yang timbul di masyarakat sudah berlangsung lama. Tapi, salah satu upaya untuk menyikapi hal tersebut hanya dengan pengaturan kehamilan. Sebab tanpa ada pengaturan itu, akan berpengaruh pada laju pertumbuhan penduduk di Jabar. Pergaulan bebas mendorong terjadinya pernikahan dini. Agar keluarga atau orangtua perempuan tidak merasa malu apabila anaknya hamil tanpa suami dan keluarga atau orangtua laki-laki tidak dipersalahkan karena anaknya telah menghamili anak orang maka pernikahan usia dini dilaksanakan. Hal ini yang menimbulkan banyak permasalahan terutama pada masyarakat pedesaan, yang akhirnya anaknya berhenti sekolah, masih muda dibebani permasalah yang komplik, dan juga pandangan masyarakat yang negatif terhadap mereka yang melaksankan pernikahan dini. Berdasarkan latar belakang di atas penulis menyusun kajian skripsi dengan judul : “ Dampak sosial yang disebabkan oleh pernikahan usia dini “ Studi kasus di Desa Gunungsindur – Bogor.

B. Fokus dan Pembatasan Masalah