Analisis Efisiensi Pemasaran Anggrek Potong Vanda douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN ANGGREK POTONG
Vanda douglas DI DESA RAWAKALONG, KECAMATAN
GUNUNG SINDUR, KABUPATEN BOGOR

RESTI YANUAR AKHIR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi
Pemasaran Anggrek Potong Vanda douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan
Gunung Sindur, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Resti Yanuar Akhir
NIM H34100011

ABSTRAK
RESTI YANUAR AKHIR. Analisis Efisiensi Pemasaran Anggrek Potong Vanda
douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.
Anggrek Vanda douglas merupakan anggrek tanah yang memiliki prospek
bisnis yang cukup baik di Bogor. Harga Anggrek Vanda douglas yang cenderung
fluktuatif dan marjin pemasaran yang cukup besar menyebabkan nilai farmer’s
share relatif kecil. Penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran anggrek
potong Vanda douglas yang dilaksanakan di Desa Rawakalong bertujuan untuk
mengidentifikasi sistem pemasaran yang efisien dari segi efisiensi operasional
pemasaran. Pendekatan analisis pemasaran yang digunakan adalah analisis
kualitatif dan kuantitif. Penentuan responden petani dipilih secara purposive

sampling sebanyak 20 orang dan responden lembaga pemasaran menggunakan
metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4
saluran pemasaran yang terbentuk dengan saluran, lembaga, fungsi, dan perilaku
pasar yang berbeda di setiap salurannya. Berdasarkan analisis efisiensi
operasional pemasaran yakni perhitungan marjin pemasaran, farmer’s share, dan
rasio keuntungan terhadap biaya memperlihatkan bahwa saluran IV (petani
pedagang besar konsumen) merupakan saluran yang relatif lebih efisien.
Kata kunci: Anggrek Vanda douglas, efisiensi, farmer’s share, efisien

ABSTRACT
RESTI YANUAR AKHIR. Marketing Efficiency Analysis of Cut Orchid Vanda
douglas in Rawakalong Village, Gunung Sindur Subdistrict, Bogor Regency.
Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.
Vanda douglas Orchid has a good business prospect in Bogor, but its
farmer’s share is relatively low. The aim of this study that is conducted in
Rawakalong Village is to identify the efficiency of marketing system. This
research used both qualitative and quantitative marketing analysis. The method
used to select the respondents was purposive sampling with total result 20 people.
The method used to select the marketing institutions was snowball sampling. The
result showed that there were 4 marketing channels formed with different

channels, institutions, functions, and market conduct. Three parameters that were
used on the marketing operational efficiency analysis were the sum of marketing
margin, farmer’s share and benefit-cost ratio which showed that channel IV
(farmers wholesaler consumers) was relatively more efficient.
Keywords: Vanda douglas Orchid, efficiency, farmer’s share, efficient

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN ANGGREK POTONG
Vanda douglas DI DESA RAWAKALONG, KECAMATAN
GUNUNG SINDUR, KABUPATEN BOGOR

RESTI YANUAR AKHIR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala limpahan rahmat, karunia, dan izin-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Tema penelitian yang diambil penulis sejak Bulan Februari 2014 ini
adalah tentang tataniaga dengan judul yaitu Analisis Efisiensi Pemasaran Anggrek
Potong Vanda douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur,
Kabupaten Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Juniar
Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas perhatian, bantuan, dan
bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Bapak Dr Amzul, SP, MA selaku dosen penguji utama dan Ibu
Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Edi Rantau selaku
ketua Gapoktan Bersatu Desa Rawakalong yang telah membantu selama
penelitian dan pengumpulan data, Bapak Bodri dan Ibu Nengsih yang telah
memberikan tempat tinggal sementara selama proses pengumpulan data skripsi,

petani Anggrek Vanda douglas, para pedagang dan florist serta kantor Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yang juga telah membantu proses
pencarian data sekunder skripsi. Kemudian tak lupa penghargaan penulis
sampaikan kepada dosen pembimbing akademik Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP,
M.Abuss dan dosen-dosen Departemen Agribisnis IPB atas bimbingan, ilmu, dan
didikannya selama perkuliahan. Selanjutnya ungkapan terima kasih yang tulus
penulis sampaikan kepada umi, abi, kakak kandung dan kakak ipar, saudara
kembar serta seluruh keluarga besar atas segala perhatian dan doanya. Terakhir
penulis sampaikan terima kasih dan semangat atas dukungan, doa, dan kerja sama
dari rekan-rekan seperjuangan Agribisnis 47 IPB, rekan-rekan lorong 3 Asrama
Putri Gedung A3 TPB IPB, rekan-rekan kelas B.01 TPB IPB, BEM FEM IPB
2012 khususnya Departemen Kajian Strategis, dan BEM KM IPB 2013 khususnya
Biro IPB Social Political Centre (ISPC) IPB.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Resti Yanuar Akhir

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Penelitian tentang Pemasaran
Kajian Penelitian Analisis Fungsi-fungsi Pemasaran
Kajian Penelitian Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran
Kajian Penelitian Analisis Perilaku Pasar
Kajian Penelitian Analisis Keragaan Pasar
Keterkaitan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data Responden
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional Penelitian
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Wilayah dan Penduduk
Karakteristik Petani Responden
Karakteristik Lembaga Pemasaran Responden
Gambaran Umum Pascapanen Anggrek Vanda douglas
di Desa Rawakalong
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Lembaga Pemasaran
Analisis Saluran Pemasaran
Analisis Fungsi Pemasaran
Analisis Perilaku Pasar
Analisis Keragaan Pasar
Efisiensi Pemasaran
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
x
x
1
1
4
7
7
7
7
7
8
9
9
10
10

11
11
19
21
21
21
21
22
25
26
26
29
31
33
34
35
35
41
46
48

54
55
55
56
57
59

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan volume dan nilai ekspor tanaman hias Indonesia
tahun 2012
2 Perkembangan produksi anggrek menurut beberapa provinsi
di Indonesia periode 2010-2012
3 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman anggrek di
Jawa Barat periode 2009-2012
4 Perkembangan produksi anggrek di Kabupaten Bogor periode
2009-2012

5 Sebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa
Rawakalong tahun 2011
6 Sebaran tingkat pendidikan penduduk Desa Rawakalong
tahun 2011
7 Sebaran jumlah penduduk Desa Rawakalong berdasarkan jenis
mata pencaharian tahun 2011
8 Sebaran petani responden berdasarkan usia tahun 2014
9 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan tahun
2014
10 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman bertani
Anggrek Vanda douglas tahun 2014
11 Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan di Desa
Rawakalong tahun 2014
12 Sebaran lembaga pemasaran responden (pedagang pengumpul,
pedagang besar, pedagang pengecer, dan florist) berdasarkan
kelompok usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman dalam
berdagang Anggrek Vanda douglas tahun 2014
13 Sebaran petani responden dan volume penjualan anggrek potong
Vanda douglas di setiap saluran pemasaran anggrek di Desa
Rawakalong pada musim panen Bulan Januari-Maret 2014
14 Biaya pemasaran Anggrek Vanda douglas pada saluran I
15 Biaya pemasaran Anggrek Vanda douglas pada saluran II
16 Biaya pemasaran Anggrek Vanda douglas pada saluran III
17 Biaya pemasaran Anggrek Vanda douglas pada saluran IV
18 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani dan
lembaga-lembaga pemasaran di Desa Rawakalong
19 Marjin pemasaran anggrek potong Vanda douglas di Desa
Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor
20 Farmer’s share pada setiap saluran pemasaran anggrek potong
Vanda douglas di Desa Rawakalong
21 Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga
pemasaran anggrek potong Vanda douglas di Desa Rawakalong
22 Nilai efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran
Anggrek Vanda douglas di Desa Rawakalong

1
3
3
5
27
27
28
29
30
30
31

32
37
38
39
40
41
42
50
52
53
54

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan harga dan volume rata-rata Anggrek Vanda
Douglas di Pasar Rawabelong periode Januari 2009-Agustus
2013 (diolah)
2 Kurva pembentukan marjin pemasaran
3 Skema kerangka pemikiran operasional
4 Proses pemetikan bunga
5 Proses pengikatan bunga
6 Skema pola saluran pemasaran Anggrek Vanda douglas
di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat

6
17
20
33
34

36

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data karakteristik petani responden anggrek potong Vanda
douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur,
Kabupaten Bogor tahun 2014
2 Data karakteristik lembaga pemasaran Anggrek Vanda
Douglas yang terlibat tahun 2014
3 Dokumentasi penelitian aktivitas pemasaran Anggrek Vanda
douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur,
Kabupaten Bogor

59
60

61

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan
nasional sehingga sektor pertanian sangat berpengaruh dalam struktur
perekonomian Indonesia. Adapun peran strategis sektor pertanian nasional adalah:
1) pemasok bahan makanan pokok penduduk; 2) pemasok bahan industri; 3)
penyedia lapangan kerja terbesar bagi penduduk; 4) pencipta nilai tambah atau
Produk Domestik Bruto (PDB); 5) sumber penghasil devisa negara; dan 6) salah
satu alternatif pemecahan kemiskinan penduduk pedesaan. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
2013 turun sebesar 5.78% dibandingkan tahun 2012 mencapai 6.23%. Struktur
Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha tahun 2011 sampai 2013
didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing memberikan kontribusi sebesar
23.69%, 14.43%, dan 14.33%. Data tersebut membuktikan bahwa sektor pertanian
masih sangat diperhitungkan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Salah satu sektor pertanian yang menopang pembangunan perekonomian
nasional adalah sektor hortikultura. Florikultur atau tanaman hias merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek bisnis yang cerah untuk
dikembangkan di pasar domestik maupun pasar internasional. Perkembangan
produksi tanaman hias mengalami peningkatan terutama pada tanaman hias
anggrek. Hal ini dilihat dari permintaan anggrek yang cenderung terus meningkat
terutama di pasar ekspor Asia, Eropa, dan Amerika. Pasar Uni Eropa
mengkonsumsi lebih dari 50% produk tanaman hias dunia karena sebagian besar
penduduknya mempunyai tingkat konsumsi bunga potong per kapita yang tinggi.
Perkembangan volume dan nilai ekspor tanaman hias pada Tabel 1
menunjukkan bahwa tanaman anggrek pada tahun 2012 memiliki volume ekspor
terbesar yaitu 57.61 ton dan diikuti oleh tanaman krisan sebesar 50.92 ton.
Artinya, anggrek merupakan komoditas yang memiliki potensi dan daya saing
tinggi dalam perdagangan internasional.

Tabel 1 Perkembangan volume dan nilai ekspor tanaman hias Indonesia tahun
2012
Komoditi
Anggrek
Krisan
Mawar
Anyelir
Tanaman Hias
lainnya

57.61
50.92
43.27
-

668 956
1 031 511
528 027
0

Harga
(US$/Ton)
11 611.80
20 257.48
12 203.07
-

6 341.24

16 584 580

2 615.35

Volume (Ton)

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2013)

Nilai (US$)

2

Usaha budidaya bunga potong anggrek di Indonesia mempunyai prospek
bisnis yang cukup baik secara komersial. Anggrek sendiri memiliki kegunaan
untuk berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, hiasan dan dekorasi
ruangan, ucapan selamat dan ungkapan belasungkawa. Negara yang menjadi
tujuan ekspor anggrek potong Indonesia adalah Hongkong, Singapura, Amerika
Serikat, Jepang, Taiwan, dan Belanda (Balithi 2010). Permintaan ekspor anggrek
ke Jepang mengalami peningkatan setiap tahun dan pada tahun 2010 naik sebesar
30%. Pertumbuhan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang
hanya tumbuh 15% 1.
Tanaman anggrek potong memiliki nilai estetika tinggi karena berbunga
indah dengan aneka ragam dan keunikan serta warna yang menarik. Tanaman
anggrek dalam taksonominya digolongkan dalam famili Ochidaceae yang
merupakan famili yang sangat besar dan tersebar di seluruh dunia kecuali daerah
kering dan dingin. Sebagian besar ditemukan di daerah basah beriklim tropis
dengan ketinggian 0-3500 m di atas permukaan laut (Kartikaningrum 2010).
Selera konsumen terhadap kualitas bunga potong anggrek juga
berkembang terutama dalam hal warna, ukuran, susunan, bentuk, dan daya tahan
bunga. Perkembangan selera tersebut sangat dipengaruhi oleh grower (pembesar
bibit anggrek) dan trend pasar di luar negeri. Berkaitan dengan selera konsumen
anggrek potong maka menurut penelitian dari Hartanta (2005) tentang analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli bunga potong
anggrek, yaitu: 1) faktor pertama terdiri dari variabel sumber daya konsumen,
kepribadian, warna dan tingkat kesegaran; 2) faktor kedua terdiri dari variabel
keluarga, harga dan jumlah kuntum; 3) faktor ketiga terdiri dari variabel jenis
bunga potong anggrek. Dari hasil penelitiannya ini maka variabel-variabel yang
paling mempengaruhi konsumen dalam membeli bunga potong anggrek secara
berurutan adalah: 1) variabel jenis bunga potong anggrek; 2) variabel kepribadian;
3) variabel warna; 4) jumlah kuntum; 5) variabel keluarga; 6) variabel harga; 7)
tingkat kesegaran; dan 8) variabel sumber daya konsumen.
Melihat perkembangan produksi komoditi anggrek maka di Indonesia
jenis anggrek yang umumnya berpotensi menjadi incaran pasar lokal dan
internasional adalah jenis Dendrobium (34%), Oncidium var. Golden Shower
(26%), Cattleya (20%), Vanda (17%) dan anggrek lainnya sebesar (3%) (Dithorti
2008). Konsumen pasar dalam negeri untuk anggrek adalah florist (45%), hotel
(20%), gedung pertemuan dan katering (20%), perkantoran (10%), dan sisanya
pembeli perorangan (5%) (Mardiasa 2007). Usaha budidaya anggrek potong pada
umumnya dilakukan oleh pengusaha bermodal besar sedangkan para petani
tradisional lebih membudidayakan anggrek pot dan anggrek tanah seperti
Aranthera, Oncidium, dan Vanda yang modalnya lebih rendah (Solvia 2010).
Wilayah di Indonesia dengan produksi anggrek tertinggi berada di Provinsi
Jawa Barat yang mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya dengan
pertumbuhan tahun 2011 sampai 2012 sebesar 86.65%. Posisi kedua pada tahun
yang sama berada di Provinsi Jawa Tengah sebesar 53.21%. Namun penurunan
produksi anggrek terbesar berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar -87.44% diikuti
oleh Sumatera Barat sebesar -58.05%. Salah satu sebab produksi anggrek di
1

Fajar A. 2010. Tahun ini Permintaan Anggrek Dari Jepang Naik 30%. [internet].
[diunduh 2014 Februari 17]. Tersedia dari http://industri.kontan.co.id/

3

Jakarta menurun karena kelangkaan lahan yang disertai harga jual lahan yang
tinggi dan banyaknya konversi lahan menjadi bangunan-bangunan perkantoran.
Hal ini mengakibatkan petani anggrek di Jakarta lebih banyak berinvestasi di luar
Jakarta seperti di Tangerang, Bogor, dan Bekasi 2. Berikut adalah perkembangan
produksi anggrek menurut beberapa provinsi di Indonesia periode 2010 sampai
2012 pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan produksi anggrek menurut beberapa provinsi di Indonesia
periode 2010-2012
Provinsi
Sumatera Utara
Sumatera Barat
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Sulawesi Utara

Tahun (Tangkai)
2010
531 431
106 988
1 305 565
2 412 619
452 886
3 430 362
1 009 599
296 409

2011
862 964
76 737
1 683 623
4 085 935
3 673 559
50 335
358 844
205 117

2012a
705 923
32 192
211 438
7 626 316
5 628 179
64 995
764 824
215 714

Pertumbuhan
2011-2012
(%)
-18.20
-58.05
-87.44
86.65
53.21
29.12
1.13
5.17

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012);
a
angka sementara

Sentra produksi anggrek potong nasional menyebar di wilayah Pulau
Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dengan Jawa Barat sebagai sentra produksi
anggrek terbesar di Indonesia dan DKI Jakarta sebagai pusat penjualan terbesar
tepatnya di Pasar Rawabelong, Jakarta Barat. Provinsi Jawa Barat sebagai sentra
produksi anggrek terbesar karena berbagai faktor yang mendukung
pengembangan usahatani anggrek seperti iklim, lahan yang subur, banyaknya
lembaga penelitian dan lokasi yang strategis terutama dalam hal penjualan ke
berbagai tempat terutama di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Depok.

Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman anggrek di Jawa Barat
periode 2009-2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Luas Panen (m2)
291 111
263 706
255 890
256 636

Produksi
(Tangkai)
5 582 076
2 412 619
4 085 935
7 626 316

Produktivitas
(Tangkai/m2)
17.33
7.73
11.73
21.81

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)
2

Anggrek Produk Unggulan Old City Agro Fest. 2011. [internet]. [diunduh 2014 Maret
5]. Tersedia dari http://www.antarasumbar.com/berita/nasional/d/0/173253

4

Berdasarkan informasi dari Tabel 3 memperlihatkan bahwa produktivitas
anggrek di Jawa Barat pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 7.73
tangkai/m2 dan mengalami peningkatan sebesar 21.81 tangkai/ m2 pada tahun
2012. Jenis anggrek yang paling banyak dibudidayakan di Jawa Barat adalah
jenis Dendrobium, Phaleonopsis, dan Vanda yang juga jenis anggrek paling
banyak dicari oleh para pedagang, perangkai bunga, dan para pecinta bunga
(lovers). Hal ini disebabkan bentuk bunga yang cantik serta mudah
dibudidayakan. Namun dari ketiga jenis anggrek ini maka yang paling mudah
dalam hal pembudidayaan adalah jenis anggrek Vanda, karena anggrek Vanda
sangat produktif ditanam di daerah rendah sampai ketinggian 200 m di atas
permukaan laut, kemampuan berbunga lebih cepat, dan ditanam dengan bantuan
langsung cahaya matahari serta tidak membutuhkan naungan (Sarwono 2002).
Anggrek Vanda jarang digunakan sebagai rangkaian bunga karena tangkainya
yang kaku, tetapi anggrek Vanda banyak digunakan sebagai garnis pada makanan
dan minuman, papan ungkapan suka dan duka cita, penghias rumah dan bahkan
ruang pesta (Ditjen PPHP 2005).
Sifat bunga potong anggrek Vanda adalah daya tahan bunga lebih dari dua
minggu jika masih melekat pada tanaman tetapi ketahanan bunga hanya satu
minggu apabila digunakan sebagai bunga potong (Balqis 2013). Tanaman anggrek
termasuk dalam karakteristik sifat hortikultura yaitu memiliki volume penjualan
yang besar, cepat rusak atau layu, mempunyai kualitas yang beranekaragam
sehingga dalam jangka waktu yang relatif singkat dapat terjadi penurunan nilai
atau harga yang sangat drastis, bahkan terdapat kecenderungan untuk tidak laku
dijual.

Perumusan Masalah
Salah satu wilayah di Jawa Barat yang termasuk wilayah sentra produksi
anggrek adalah di Kabupaten Bogor. Menurut data dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor, tahun 2012 tercatat luas panen tanaman anggrek di
Kabupaten Bogor adalah 106 271 m2. Pemerintah Kabupaten Bogor juga
menjadikan anggrek sebagai komoditas unggulan daerah. Hal tesebut didasarkan
pada Peraturan Bupati Nomor 84 Tahun 2009 tentang Revitalisasi Pertanian dan
Pembangunan Pedesaan dan Peraturan Bupati Nomor 62 Tahun 2010 tentang
Peningkatan Daya Saing Produk Kabupaten Bogor serta Hasil-Hasil Kajian
Pengembangan Komoditas Unggulan Kecamatan Oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor.
Perkembangan produksi anggrek di Kabupaten Bogor pada Tabel 4
menjelaskan bahwa produksi anggrek di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 juga
mengalami peningkatan secara siginifikan yaitu 31.41% dari tahun 2011.
Kabupaten Bogor terkenal memiliki bermacam jenis anggrek yang indah, salah
satunya yaitu anggrek Vanda douglas. Anggrek Vanda douglas merupakan
anggrek hasil persilangan Vanda hookeriana dengan Vanda teres. Anggrek Vanda
dan turunannya relatif mudah disilangkan secara interspesifik maupun
intergenerik (Lee et al 1996).

5

Tabel 4 Perkembangan produksi anggrek di Kabupaten Bogor periode 20092012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Produksi (Tangkai)
2 664 636
1 443 824
3 464 148
4 552 450

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012)

Di wilayah Kabupaten Bogor yang menjadi sentra produksi anggrek
terbesar terdapat di Kecamatan Gunung Sindur dengan menambah luas tanam
sebesar 9100 m2 (Distanhut 2012) dan produksi anggrek Vanda douglas di
Kecamatan Gunung Sindur terpusat di Desa Rawakalong. Permintaan terbesar
anggrek Vanda douglas banyak dari Jakarta terutama komoditasnya 80% dijual ke
Pasar Rawabelong dan sisanya dijual ke florist-florist di sekitar daerah Jakarta dan
Bogor.
Petani-petani Anggrek Vanda douglas di Desa Rawakalong yang
tergabung dalam Kelompok Tani Sugih Mukti dan Kelompok Tani Maju sering
mengalami beberapa kendala dalam hal memasarkan atau menjual produk anggrek
Vanda douglas diantaranya: 1) Mekanisme pembentukan harga bersifat tertutup
dan berjalan sepihak sebagai akibat ketidakseimbangan kekuatan tawar menawar
antara pelaku, hal ini mengakibatkan nilai jual bunga dari petani anggrek masih
ditentukan oleh pedagang besar di Pasar Rawabelong sehingga posisi tawar
(bargaining position) petani juga rendah menyebabkan petani hanya sebagai
pihak penerima harga (price taker); 2) Informasi bersifat asimetris disebabkan
kurangnya informasi harga yang dimiliki petani anggrek mengenai perkembangan
harga dan situasi pasar; 3) Rendahnya posisi tawar petani juga memicu perbedaan
harga yang diterima petani (produsen) dengan harga yang dibayar oleh konsumen
(marjin pemasaran).
Anggrek Vanda douglas yang dihasilkan oleh petani di Desa Rawakalong
melalui beberapa lembaga pemasaran yang terlibat seperti produksi anggrek
dikumpulkan oleh anggota kelompok tani sendiri (pedagang pengumpul),
pedagang besar, pedagang pengecer, florist, dan konsumen akhir. Berdasarkan
informasi yang diperoleh, harga bunga di tingkat petani kisaran Rp20 000 hingga
Rp100 000 per ikat. Adapun untuk satu ikatnya sebanyak 100 tangkai bunga.
Sementara harga rata-rata bunga anggrek Vanda douglas di Pasar Rawabelong
berkisar antara Rp51 000 hingga Rp 90 000 dengan volume ikat yang berbedabeda. Berikut perkembangan harga rata-rata anggrek Vanda douglas periode
Januari 2009 sampai Agustus 2013 (Gambar 1).

6

Sumber: Pusat Promosi dan Pemasaran Hortikultura Pasar Rawabelong (2013)

Gambar 1 Perkembangan harga rata-rata Anggrek Vanda douglas di Pasar
Rawabelong periode Januari 2009-Agustus 2013 (diolah)

Pada Gambar 1 memperlihatkan harga rata-rata anggrek potong Vanda
douglas pada tingkat konsumen di Pasar Rawabelong, Jakarta Barat cenderung
berfluktuatif pada periode Januari 2009 hingga Agustus 2013. Pada tahun 2012
terjadi peningkatan harga rata-rata anggrek Vanda douglas yang sangat tinggi
sebesar Rp89 149.13 dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai Rp50
631.41.
Dari informasi tersebut maka terdapat perbedaan harga antara harga yang
diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen (marjin pemasaran). Marjin
pemasaran yang semakin besar pada umumnya akan menyebabkan persentase
bagian harga yang diterima petani semakin kecil. Berdasarkan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Fikri (2013) marjin pemasaran yang tinggi
disebabkan oleh faktor biaya (risiko) pemasaran yang tinggi seperti infrastruktur
transportasi yang tidak mendukung (jalan rusak) dan tata cara penentuan harga
yang tidak adil dan terbuka serta ikatan kerjasama yang berlandaskan hutang
memaksa petani hanya menjual produknya kepada satu orang pedagang.
Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan alternatif saluran pemasaran
yang lebih efisien. Alternatif saluran pemasaran diperoleh dengan menganalisis
marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya, lembaga
dan fungsi pemasaran, serta perilaku pasar sehingga dapat dirumuskan dalam
penelitian efisiensi pemasaran ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana sistem pemasaran anggrek potong Vanda douglas di Desa
Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor ?
2.
Apakah sistem pemasaran anggrek potong Vanda douglas di Desa
Rawakalong sudah efisien ?

7

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1.
Menganalisis dan mengidentifikasi sistem pemasaran anggrek potong
Vanda douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung Sindur,
Kabupaten Bogor.
2.
Menganalisis efisiensi pemasaran anggrek potong Vanda douglas di Desa
Rawakalong.

Manfaat Penelitian

1.

2.

3.

4.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
Bagi peneliti, sebagai wadah dalam proses pembelajaran dan melatih
berpikir kritis dan analitis dalam mengembangkan ilmu-ilmu terapan
agribisnis yang sudah dipelajari selama kuliah di Institut Pertanian Bogor.
Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan menjadi kemudahan dalam
menggali sumber informasi dalam pemasaran sehingga dapat
meningkatkan motivasi petani untuk mengembangkan usahanya.
Bagi pemerintah dan stakeholder, sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan, strategi pengembangan, dan pemasaran agribisnis
anggrek di Bogor.
Bagi pembaca, sebagai bahan informasi dan pembanding untuk
melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis efisiensi pemasaran
anggrek potong Vanda douglas di Desa Rawakalong, Kecamatan Gunung
Sindur, Kabupaten Bogor. Komoditas yang diteliti adalah anggrek tanah jenis
Vanda douglas dengan mengkaji sistem pemasaran dengan melihat saluran,
lembaga, dan fungsi pemasaran, perilaku pasar, dan keragaan pasar dengan
analisis indikator marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya dari segi efisiensi operasional anggrek potong Vanda douglas.

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Penelitian tentang Pemasaran
Kajian penelitian terdahulu terkait pemasaran di bidang hortikultura sudah
banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Namun hanya beberapa yang
melakukan penelitian terkait pemasaran tanaman hias bunga potong. Dengan

8

demikian penelitian ini diambil dari beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai
referensi dan pembanding dari penelitian sebelumnya sehingga akan dirumuskan
tentang sistem pemasaran yang efisien melalui berbagai pendekatan analisis
seperti menganalisis fungsi-fungsi pemasaran, lembaga dan saluran pemasaran,
perilaku, dan keragaan pasar. Keragaan pasar menggunakan 3 indikator analisis
antara lain marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap
biaya. Penelitian ini diambil dari beberapa penelitian terdahulu seperti dari skripsi
dan jurnal ilmiah.
Beberapa hasil kajian penelitian terdahulu tentang pemasaran bunga
potong yang dapat dijadikan sumber referensi antara lain: penelitian oleh Estefan
(2011) yang menganalisis usahatani dan pemasaran bunga potong Anggrek
Dendrobium di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor; selanjutnya
penelitian oleh Maulana (2003) mengenai analisis pendapatan usahatani dan
pemasaran bunga Gerbera di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat; penelitian dari
Trisnoherlambang (2001) yang menganalisis kelayakan investasi dan sistem
tataniaga bunga potong Krisan di PT Kebun Ciputri Molek, Desa Ciputri, Cianjur,
Jawa Barat; dan penelitian Puspitasari et al. (2012) terkait pemasaran dan marjin
pemasaran Anggrek Vanda douglas di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
Hasil penelitian di atas terbagi menjadi beberapa rangkuman yaitu kajian analisis
fungsi-fungsi pemasaran, lembaga dan saluran pemasaran, perilaku, dan keragaan
pasar, serta efisiensi pemasaran.

Kajian Penelitian Analisis Fungsi-Fungsi Pemasaran
Pendekatan fungsi pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002) terdiri dari
tiga fungsi yakni fungsi pertukaran (proses pembelian dan penjualan), fungsi fisik
(pengolahan, pengangkutan, transportasi, dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas
(pembiayaan, informasi harga, sortasi, grading, dan manajemen risiko). Penelitian
yang dilakukan oleh Estefan (2011) bahwa petani Anggrek Dendrobium hanya
melakukan fungsi pertukaran sedangkan lembaga pemasaran yang lain seperti
pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul luar daerah, pedagang besar,
dan floris melakukan semua fungsi pemasaran. Pada fungsi fisik yang dilakukan
oleh pedagang besar hanya melakukan kegiatan penyimpanan produk. Sedangkan
fungsi fasilitas dilakukan oleh lembaga pemasaran selanjutnya (semua pedagang)
berupa penanggulangan risiko, pembiayaan dan informasi pasar. Pedagang
pengumpul lokal Anggrek Dendrobium melakukan fungsi fasilitas dengan
menambahkan kegiatan sortasi. Kerjasama yang terjadi diantara lembaga
pemasaran adalah antara pedagang pengumpul dengan petani serta pedagang
pengumpul dengan pedagang besar.
Petani sebagai lembaga pemasaran pertama lebih banyak melakukan
fungsi pertukaran berupa proses penjualan hasil panennya kepada lembaga
pemasaran berikutnya (Maulana 2003; Trisnoherlambang 2001). Fungsi fisik
yang dilakukan oleh lembaga pemasaran cenderung lebih banyak seperti
melakukan fungsi pengangkutan, pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan.
Fungsi fasilitas seperti pembiayaan, informasi harga, sortasi, dan penanggulangan
risiko banyak dilakukan oleh lembaga pemasaran lain tetapi kadang-kadang juga
dilakukan oleh petani.

9

Kajian Penelitian Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran
Menurut Asmarantaka (2012) lembaga pemasaran adalah berbagai
organisasi bisnis yang melaksanakan atau mengembangkan aktivitas bisnis
(fungsi-fungsi pemasaran). Metode yang umum digunakan untuk mengidentifikasi
pola saluran dari lembaga pemasaran adalah metode snowball sampling yaitu
metode yang menggunakan pendekatan alur pemasaran mulai dari petani hingga
konsumen akhir sesuai dengan informasi yang didapatkan dari lembaga
pemasaran yang melaksanakan fungsi pemasaran.
Identifikasi saluran pemasaran komoditi bunga potong dari penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa jumlah saluran pemasaran setiap komoditasnya
bervariasi mulai dari dua saluran (Puspitasari et al. 2012; Trisnoherlambang
2001), empat saluran (Maulana 2003), dan enam saluran (Estefan 2011) dengan
petani responden berjumlah 2 hingga 20 orang. Beberapa kasus tertentu dengan
jumlah saluran lebih dari empat biasanya memiliki lima atau lebih lembaga
pemasaran yang terlibat dengan kegiatan pemasarannya lebih kompleks (Estefan
2011). Banyaknya jumlah saluran pemasaran umumnya dipengaruhi oleh lembaga
pemasaran yang terlibat, jangkauan pasar yang luas, jarak distribusi komoditi
yang dipasarkan dari produsen hingga konsumen (Fikri 2013).

Kajian Penelitian Perilaku Pasar
Perilaku pasar (market conduct) adalah seperangkat strategi dalam
pemilihan yang ditempuh oleh penjual dan pembeli dalam rangka mencapai
tujuan. Perilaku pasar dapat diamati dengan melakukan aktivitas kerjasama antar
lembaga pemasaran meliputi aktivitas pembelian dan penjualan, sistem penetapan
harga, sistem pembayaran, dan kerjasama usaha baik bersifat lisan (asas
kepercayaan) maupun tertulis (kontrak kerjasama). Pada aktivitas pembelian dan
penjualan, umumnya petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul
secara langsung di lahan petani (Maulana 2003). Namun ada juga yang
menggunakan sistem langganan antara petani dengan pedagang pengumpul
maupun pedagang pengumpul dengan pedagang besar sehingga masing-masing
lembaga pemasaran sudah memiliki akses untuk membeli dan menjual produknya
ke lembaga pemasaran berikutnya ((Estefan 2011).
Cara penetapan harga dan pembayaran juga berbeda-beda. Petani dengan
pedagang pengumpul melakukan proses tawar menawar harga hingga mencapai
harga yang disepakati bersama (Estefan 2011). Penentuan harga di tingkat
lembaga pemasaran selanjutnya juga melalui proses tawar menawar meskipun
lembaga pemasaran yang lebih tinggi sangat dominan dalam menentukan harga
karena lebih mengetahui informasi pasar (Maulana 2003). Penentuan harga di
tingkat petani dan lembaga pemasaran memiliki kecenderungan mengikuti
mekanisme pasar. Harga tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan daya beli
konsumen (Trisnoherlambang 2001).
Kerjasama antar lembaga pemasaran sangat penting dalam menjalani
aktivitas pemasaran yang terjadi mulai dari tingkat petani sampai pedagang
pengecer. Proses penentuan harga antar pedagang pengumpul dengan pedagang

10

besar lebih banyak dipengaruhi adanya kerjasama dalam bentuk persekongkolan
harga karena adanya sistem langganan (Maulana 2003).

Kajian Penelitian Keragaan Pasar
Keragaan pasar (market performance) dalam penelitian ini diukur melalui
marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Keragaan
pasar juga mempengaruhi kinerja pasar yang dapat diidentifikasi melalui
penggunaan teknologi dalam pemasaran, volume penjualan, efisiensi penggunaan
sumber daya, penghematan biaya, dan peningkatan jumlah barang yang
dipasarkan sehingga mencapai keuntungan maksimum (Estefan 2011).
Dari hasil penelitian terdahulu didapatkan bahwa penelitian Estefan (2011)
yang meneliti tentang pemasaran Anggrek Dendrobium didapatkan hasil bahwa
saluran 1 merupakan saluran yang relatif cukup efisien dengan nilai marjin
pemasaran terkecil sebesar Rp500 per tangkai dengan total biaya pemasaran
terkecil sebesar Rp42.71 per tangkai. Rasio keuntungan terhadap biaya terbesar
didapat pada saluran 1 sebesar 10.71, farmer’s share tertinggi yakni 77.27% dan
volume penjualan terbesar yakni 83.9%.
Berdasarkan penelitian dari Maulana (2003) didapatkan bahwa pola
saluran 1 (petanipedagang pengumpulpedagang besarkonsumen)
merupakan saluran yang relatif paling efisien karena memberikan keuntungan
yang lebih besar untuk lembaga pemasaran yang terlibat. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Trisnoherlambang (2001) memperlihatkan bahwa marjin
keuntungan pedagang perantara bunga Krisan saluran 2 sama dengan marjin
keuntungan total sebesar 73.60%. Hal tersebut disebabkan pada saluran 2 hanya
terdapat satu lembaga pemasaran. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada
saluran 1 dan 2 masing-masing sebesar 9.99 dan 14.87. Hal tersebut terjadi karena
saluran 1 memiliki rantai pemasaran yang lebih panjang daripada saluran 2.
Kemudian pada penelitian Puspitasari et al. (2012) menjelaskan bahwa
saluran 1 terbukti lebih efisien karena memberikan marjin dan keuntungan yang
lebih besar terhadap petani anggrek Vanda douglas dengan nilai efisiensi
pemasaran pada saluran 1 lebih rendah yaitu 0.06 dari pada saluran 2 sebesar
0.153. Hal ini dipengaruhi oleh adanya biaya yang dikeluarkan dan nilai penjualan
dari Anggrek Vanda douglas tersebut.

Keterkaitan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu menjadi referensi dan acuan untuk
melakukan penelitian saat ini terutama terkait dengan efisiensi pemasaran karena
penelitian tentang pemasaran sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Hal ini berguna untuk mengetahui perbedaan dan persamaan penelitian sekarang
dengan penelitian terdahulu sehingga dengan ini dapat mengolah dan
memperdalam analisis penelitian dari penelitian sebelumnya. Ada beberapa
penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian sekarang
terutama pada metode penelitian dan pendekatan alat analisis yang digunakan.
Pada umumnya metode penelitian dalam menentukan petani responden dilakukan

11

secara sengaja (purposive) sedangkan metode untuk menentukan responden
lembaga pemasaran lainnya menggunakan metode snowball sampling. Alat
analisis yang digunakan terdiri dari analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif berupa analisis fungsi, saluran dan lembaga pemasaran, serta
perilaku pasar. Analisis kuantitatifnya yakni menghitung marjin pemasaran,
farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Adanya perbedaan
penelitian sekarang dibanding penelitian terdahulu terutama terletak pada
komoditas pertanian yang diteliti, lokasi dan waktu penelitian.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini didasari oleh kerangka teoritis mengenai konsep sistem
pemasaran meliputi konsep saluran dan lembaga pemasaran; konsep fungsi
pemasaran; konsep perilaku dan keragaan pasar serta konsep efisiensi pemasaran
yang terdiri dari struktur biaya dan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio
keuntungan terhadap biaya.
Konsep Pemasaran
Pengertian pemasaran dalam perspetif makro adalah kegiatan yang
mengalirkan produk dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir.
Dalam kegiatan menyalurkan produk dari petani hingga konsumen, terdapat
kegiatan produktif yang bertujuan menciptakan nilai tambah produk dari segi
bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan. Beberapa ahli mengidentifikasi
pemasaran sebagai proses keseluruhan aktivitas bisnis yang mengkoordinasikan
aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen dan pengguna jasa. Menurut
Hanafiah dan Saefuddin (2006) kegiatan pemasaran yang produktif berkaitan
dengan penciptaan nilai tambah suatu produk baik jasa atau barang.
Pengertian pemasaran dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek ekonomi
dan aspek manajemen (Asmarantaka 2012). Dari aspek ekonomi bahwa
pemasaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi
pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. Fungsi-fungsi ini
merupakan aktivitas produktif dalam mengalirnya produk atau jasa dari petani
hingga konsumen akhir. Schaffner et al. (1998) dalam Asmarantaka (2012)
mendefinisikan pemasaran dari aspek manajemen bahwa perusahaan dalam proses
perencanaan, penetapan harga, promosi, dan distribusi produk dan jasa yang
bertujuan untuk memuaskan konsumen individu maupun organisasi. Salah satu
strategi perusahaan dalam manajemen pemasaran adalah strategi bauran
pemasaran (marketing mix) yang terdiri atas product, price, place, dan promotion
mix (Kotler 2002).
Menurut Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012) pemasaran produk
agribisnis menganalisis semua aktivitas bisnis yang terjadi dalam komoditi
pertanian atau agribisnis setelah produk tersebut lepas dari petani produsen primer
hingga ke tangan konsumen akhir. Rangkaian fungsi-fungsi pemasaran pertanian

12

merupakan aktivitas bisnis dan merupakan kegiatan yang produktif untuk
meningkatkan nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility), waktu (time
utility), dan kepemilikan (possession utility) (Asmarantaka 2012). Ada banyak
tahapan yang terjadi dalam pemasaran agribisnis seperti pembelian, pengumpulan,
penyimpanan, pengepakan, pergudangan, komunikasi, advertensi, keuangan,
transportasi, grading, sortasi, pengolahan, conditioning, pengemasan, penjualan,
retailing, penanggungan risiko, asuransi, standardisasi, peraturan, pemeriksaan,
dan kumpulan informasi. Jadi pengertian pemasaran produk agribisnis dapat
ditinjau dari perspektif makro (antar kelembagaan dalam sistem pemasaran dan
analisis ekonomi) maupun perspektif mikro (analisis manajemen dalam satu
lembaga atau perusahaan).
Tujuan pemasaran produk agribisnis adalah untuk memenuhi keinginan
konsumen sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuknya agar menciptakan
kepuasan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan preferensi
(kepuasan) konsumen menurut Kohls dan Uhl (2002) antara lain: 1) nilai fungsi
dari produk (primer atau sekunder), nilai physiological dari pangan, kandungan
gizi untuk kesehatan dan ketahanan hidup; 2) nilai sosiopsikologis pangan-serat,
status, agama, estetika, dan gaya hidup; 3) nilai ekonomi pangan-serat (harga); 4)
ketersediaan produk; dan 5) pengetahuan konsumen dan informasi produk
pangan-serat.
Pemasaran menjadi bagian dari subsistem dalam agribisnis sehingga
fungsi dan peranannya mempengaruhi pertumbuhan dan pengembangan sektor
pertanian melalui peningkatan keuntungan (pendapatan petani, pengolah, pabrik,
lembaga pemasaran, dan kepuasan konsumen), peningkatan pangsa pasar dan
tanggung jawab sosial melalui strategi kompetitif. Analisis sistem pemasaran dari
perspektif makro dapat dilakukan melalui pendekatan pemasaran (Kohls dan Uhl
2002) antara lain:
1. Pendekatan fungsi (The Functional Approach)
Pendekatan fungsi merupakan pendekatan studi pemasaran dari aktivitasaktivitas bisnis yang terjadi atau perlakuan yanga ada pada proses dalam
sistem pemasaran yang akan meningkatkan kebutuhan konsumen (kepuasan).
2. Pendekatan kelembagaan (The Institutional Approach)
Pendekatan ini menekankan pada peran dari pelaku-pelaku bisnis yang
terlibat selama proses pemasaran berlangsung.
3. Pendekatan Sistem Perilaku (The Behavioural-Systems Approach)
Pendekatan ini dilakukan secara kontinu untuk mengetahui efisiensi dari
seluruh subsistem yang ada dalam sistem pemasaran. Pendekatan ini juga
melihat keseluruhan dimensi dari interaksi antara lembaga-lembaga
pemasaran yang saling melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam sistem
pemasaran. Ada empat pendekatan sistem perilaku menurut Kohls dan Uhl
(2002) terdiri dari input-output system, power system, communications
system, dan the behavioral system for adapting to internal-external change.
Konsep Fungsi-Fungsi Pemasaran
Lembaga-lembaga pemasaran dalam proses pemasaran bertujuan untuk
meningkatkan atau menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen
dalam melakukan fungsi pemasarannya. Pendekatan fungsional memiliki manfaat
dalam mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis

13

biaya-biaya pemasaran dan memahami perbedaan biaya antar lembaga-lembaga
serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Ada tiga
karakteristik pendekatan fungsi pemasaran (Kohls dan Uhl 2002) yaitu:
1) Dampak dari pelaksanaan fungsi tidak hanya terhadap biaya pemasaran tetapi
juga pada nilai produk. Dalam mengevaluasi fungsi pemasaran harus
memperhitngkan dan mempertimbangkan antara biaya dan manfaat (benefit).
2) Adanya kemungkinan dalam mengurangi atau mengeliminasi pedagang
perantara (eliminate the middleman) tetapi tidak mengeliminasi fungsi-fungsi
pemasaran.
3) Fungsi pemasaran dapat dilakukan oleh perusahaan, individu, kelompok,
maupun organisasi yang ditujukan pada berbagai tahapan atau tempat dalam
sistem pemasaran guna menciptakan nilai tambah produk agribisnis.
Berdasarkan karakteristik nomor 3 bahwa fungsi pemasaran harus
dilakukan oleh setiap pelaku bisnis yang terlibat dalam proses pemasaran
berlangsung. Kohls dan Uhl (2002) mengidentifikasi fungsi-fungsi pemasaran
menjadi tiga fungsi utama, diantaranya:
1. Fungsi pertukaran (Exchange Functions) merupakan aktivitas yang
berkaitan dengan perpindahan hak kepemilikan produk atau jasa secara
hukum yang terdiri dari:
a. Pembelian (Buying/ Assembling) yaitu kegiatan dalam pencarian produk
atau jasa yang digunakan sebagai bahan baku atau mengalihkan
kepemilikan dari penjual kepada pembeli.
b. Penjualan (Selling) yaitu kegiatan pemasaran yang mengalihkan barang
kepada pembeli dengan harga yang telah ditetapkan.
2. Fungsi fisik (Physical Functions) merupakan aktivitas yang membantu
menyelesaikan permasalahan dari pemasaran dan memberikan nilai tambah
terhadap produk yang digunakan. Fungsi ini terdiri dari:
a. Penyimpanan (Storage) yaitu kegiatan menjamin adanya ketersediaan
bahan baku sepanjang waktu yang diperlukan dengan cara menjaga agar
kondisi produk tetap baik sampai waktu penjualan tiba. Mekanisme
penyimpanan adalah implementasi dari fungsi pemasaran yaitu kegunaan
waktu (utility of time).
b. Pengangkutan (Transportation) yaitu kegiatan pemindahan produk dari
tempat produksi ke tempat konsumen karena adanya jarak antara produsen
dengan konsumen.
c. Pengolahan (Processing) yaitu kegiatan dalam mengubah bentuk produk
primer menjadi produk dengan nilai tambah yang tinggi bagi konsumen.
3. Fungsi fasilitas (Facilitating Function) merupakan serangkaian kegiatan yang
memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik, terdiri atas:
a. Standardisasi (Standarization) yaitu fungsi yang menggunakan suatu
standar yang dikembangkan terhadap suatu produk agar menjadi seragam
dalam hal kualitas dan kuantitas.
b. Pembiayaan (Financing) yaitu fungsi yang menyangkut kegiatan
penyediaan dana untuk membiayai proses produksi dan pemasaran.
c. Informasi pasar (Market Intelligence) yaitu fungsi yang menyangkut
sebagai upaya menyebarluaskan informasi mengenai harga, persediaan,
kuota, embargo dan sebagainya yang dapat mempengaruhi proses
perencanaan, produksi maupun pemasaran.

14

d. Penanggungan risiko (Risk Bearing) yaitu fungsi yang digunakan untuk
menghitung tingkat kemungkinan kehilangan atau kerugian selama proses
pemasaran agribisnis berlangsung. Risiko-risiko tersebut terjadi terutama
pada produk pertanian yang bersifat bulky, voluminous dan perishable;
lalu risiko karena fluktuasi harga bagi komoditi yang bersifat musiman.
Penanggulangan risiko dapat dilakukan melalui kontrak pembelian dan
penjualan serta melalui mekanisme hedging pada future market.
Konsep Saluran dan Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran merupakan berbagai organisasi atau kelompok bisnis
yang melakukan dan mengembangkan kegiatan bisnis dengan mengalirkan produk
dari produsen ke tangan konsumen. Hanafiah dan Saefudin (2006) mendefinisikan
bahwa lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan
atau fungsi pemasaran yang mengalirkan barang dari produsen sampai ke
konsumen akhir. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen,
pedagang perantara dan lembaga penyedia jasa.
Pengelompokkan lembaga pemasaran berdasarkan fungsi dapat
dikelompokkan menjadi tiga:
1) Lembaga fisik pemasaran yaitu lembaga pemasaran yang menjalankan fungsi
fisik seperti transportasi produk dari produsen ke konsumen.
2) Lembaga perantara pemasaran yaitu lembaga yang melakukan fungsi
pertukaran.
3) Lembaga fasilitas pemasaran yaitu lembaga yang menjalankan fungsi fasilitas
seperti bank, koperasi, Lembaga Perkreditan Desa.
Dalam aktivitas pemasaran bahwa setiap lembaga pemasaran saling
membutuhkan satu sama lain dalam melakukan proses pemasaran produk. Kohls
dan Uhl (2002), mengklasifikasikan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat
dalam proses pemasaran yaitu:
1. Pedagang perantara (Merchant of Middlemen) merupakan lembaga pemasaran
yang melakukan penanganan berbagai fungsi pemasaran dalam aktivitas
pembelian dan penjualan dari produsen ke konsumen.
a. Pedagang pengumpul (Assembler) yaitu pihak yang mengumpulkan dan
membeli produk dari produsen (petani) dalam volume yang besar untuk
mendapatkan marjin pemasaran kemudian menjual kembali kepada
lembaga pemasaran berikutnya.
b. Pedagang grosir (Wholeseller) yaitu pihak yang menjual produk dari
pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer, pedagang grosir lain,
dan industri terkait, tetapi tidak menjual produknya kepada konsumen
akhir.
c. Pedagang pengecer (Retailers) yaitu pihak yang membeli produk dari
pedagang grosir untuk langsung dijual kembali kepada konsumen akhir.
2. Agen perantara (Agent of Middlemen) merupakan lembaga pemasaran
memperoleh pendapatan berupa fee dan komisi dari proses jual-beli. Agen
perantara ini hanya mewakili pelanggan atau klien dalam melakukan
penanganan produk atau jasa dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka
tangani.

15

a.

Komisioner (Commission Men) yaitu pihak yang menyalurkan produk
untuk memperoleh komisi. Komisioner memiliki kekuasaan relatif lebih
luas dalam mengontrol dan menetapkan harga produk yang akan dijual.
b. Broker
(Brokers) yaitu pihak yang menyalurkan produk untuk
memperoleh komisi dengan kekuasaan yang relatif terbatas (tanpa
memiliki hak mengontrol produk secara langsung).
3. Spekulator (Speculative Middlemen) merupakan lembaga pemasaran yang
melakukan jual-beli produk untuk memperoleh keuntungan dengan
memanfaatkan pergerakan harga di pasar. Biasanya spekulator bekerja dalam
jangka pendek dengan memanfaatkan fluktasi harga dan minimum penanganan
produk.
4. Pengolah dan pabrikan (Processor and Manufacturers) yaitu lembaga
pemasaran yang melakukan aktivitasnya mengubah bentuk fisik produk primer
menjadi produk setengah jadi dan produk akhir untuk memperoleh marjin
pemasaran berupa nilai tambah produk.
5. Organisasi Pendukung (Facilitative Organizations) yaitu lembaga pemasaran
yang membantu memperlancar aktivitas pemasaran, misalnya pemerintah
berupaya menciptakan kebijakan serta peraturan yang terkait dengan aktivitas
pemasaran dan perdagangan, keterlibatan asosiasi eksportir dan importir ,
intelijen pasar, dan penangglaungan risiko.
Saluran pemasaran adalah sekumpulan pelaku-pelaku bisnis yang
melakukan aktivitas bisnis untuk menyalurkan produk dari petani (produsen)
kepada konsumen akhir. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), panjang saluran
pemasaran tergantung pada:
1) Jarak antara produsen dan konsumen
Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka semakin panjang
saluran tataniaganya.
2) Skala produksi
Semakin besar skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena
memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya.
3) Cepat tidaknya produk yang mengalami kerusakan
Produk hortikultura yang bersifat mudah rusak akan mengakibatkan saluran
pemasaran pendek karena harus segera diterima konsumen.
4) Posisi keuangan pengusaha
Pedagang dengan posisi keuangan yang kuat cenderung dapat melakukan
lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.
Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat
diketahui jalur mana yang lebih efisien dari