DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI : STUDI KASUS DI DESA PALESANGGAR KECAMATAN PAGANTENAN KABUPATEN PAMEKASAN.
DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI
(Studi Kasus Di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan)
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Filsafat Politik Islam
Oleh : ACH. KHOLIL NIM : E04212012
JURUSAN FILSAFAT POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
i
DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN USIA DINI (Studi Kasus di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan
Kabupaten Pamekasan) Oleh :
Ach. Kholil ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Undang-Undang Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan). Permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana dampak kebijakan
pemerintah berpengaruh terhadap pengimplementasian undang-undang
pernikahan usia dini yang tercakup dalam UU No 1 Tahun 1974 serta faktor-faktor yang mendorong dan menghambat terjadinya pernikahan usia dini.
Metode yang digunakan dalan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Jenis penelitian yang dilakukan adalah field research yaitu penelitian langsung yang dilakukan di desa Palesanggar. Data yang didapatkan penulis peroleh dari hasil observasi dan wawancara. Setelah melakukan observasi dan wawancara, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya perhatian lebih dari pemerintah mengenai UU No 1 Tahun 1974, dan faktor-faktor pendorong dan penghambat pernikahan dini di Desa Palesanggar adalah faktor ekonomi, pendidikan, diri sendiri, agama, orang tua dan adat istiadat.
Kesimpulan dan saran dari penelitian ini adalah bahwa pernikahan dini di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan terjadi karena kurangnya perhatian lebih dari pemerintah serta adanya faktor pendorong dan penghambat. Kemudian saran yang dapat diberikan adalah adanya peran pemerintah untuk memberikan penyuluhan mengenai syarat dan ketentuan pernikahan yang baik dan benar sesuai dengan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974.
Kata Kunci : Dampak Kebijakan Pemerintah, Pernikahan Dini, Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat.
(7)
DAFTAR ISI
SAMPUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI………...………. iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Penegasan Judul ... 7
1.6. Penelitian Terdahulu ... 12
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Publik ... 17
2.1.1. Pengertian kebijakan publik ... 17
2.1.2. Kebijakan publik sebagai analisis ... 20
2.1.3. Proses dalam pembuatan kebijakan publik ... 22
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan/kebijakan ... 28
2.2. Implementasi Kebijakan... 32
(8)
ii
2.2.2. Pengertian Implementasi Kebijakan ... 34
2.2.3. Faktor pendukung implementasi kebijakan publik ... 39
2.2.4. Faktor penghambat implementasi kebijakan publik ... 43
2.2.5. Model implementasi kebijakan publik ... 46
2.3. Pernikahan ... 49
2.3.1. Pengertian pernikahan ... 49
2.3.2. Syarat Pernikahan ... 54
2.3.3. Tujuan Pernikahan ... 59
2.3.4. Manfaat dan hikmah Pernikahan ... 64
2.3.5. Larangan dalam Pernikahan ... 67
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Jenis Penelitian ... 71
1.2. Lokasi Penelitian ... 73
1.3. Instrumen Penelitian ... 73
1.4. Teknik Penelitian Perposive ... 74
1.5. Teknik Pengumpulan Data ... 75
1.6. Keabsahan Data ... 79
1.7. Teknik Analisis Data ... 80
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 83
4.1.1. Desa Palesanggar ... 89
4.1.2. Sejarah Desa Palesanggar ... 90
4.1.3. Geografis Desa Palesanggar ... 91
4.1.4. Demografis Desa Palesanggar ... 91
4.1.5. Pendidikan ... 93
4.1.6. Keadaan Ekonomi ... 95
4.1.7. Kesehatan ... 96
4.1.8. Keadaan Sosial ... 98
(9)
4.2. Penyajian Data... 104 4.2.1 Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan
Pagantenan terhadap undang-undang
pernikahan usia dini ... 104 4.2.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar
Kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang
Pernikahan Usia Dini ... 114 4.2.3 Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kebijakan
Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang Pernikahan Usia Dini ... 125
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 142 4.3.1.Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan
Pagantenan Terhadap Undang-undang
Pernikahan Usia Dini ... 141 4.3.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Desa Palesanggar
Kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang
Pernikahan Usia Dini ... 148 4.3.3. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Kebijakan
Pemerintah Desa Palesanggar kecamatan Pagantenan Terhadap Undang-undang Pernikahan Usia Dini ... 157
4.4 Hasil Realisasi Matriks Temuan Penelitian ………...…... 168
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ... 173 5.2. Saran ... 175
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(10)
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pemetaan Hasil Penelitian Terdahulu ... 14
Tabel 2 Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan ... 27
Tabel 3 Daftar Kecamatan Kabupaten Pamekasan ... 87
Tabel 4 Daftar Desa Kecamatan Pagantenan ... 88
Tabel 5 Daftar Dusun/Kelurahan Desa Palesanggar ... 89
Tabel 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 92
Tabel 7 Tamatan Sekolah Masyarakat ... 93
Tabel 8 Tingkat Pendidikan Desa Palesanggar ... 94
Tabel 9 Mata Pencaharian dan Jumlahnya ... 95
Tabel 10 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Januari Tahun 2015 ... 107
Tabel 11 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Februari Tahun 2015 ... 107
Tabel 12 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Maret Tahun 2015 ... 108
Tabel 13 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan April Tahun 2015 ... 108
Tabel 14 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Mei Tahun 2015 ... 109
Tabel 15 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Juni Tahun 2015 ... 109
Tabel 16 Daftar laporan terjadinya usia pernikahan pada bulan Juli Tahun 2015 ... 110
Tabel 17 Daftar laporan terjadinya usia nikah bulan Agustus Tahun 2015 ... 110
(11)
Tabel 18 Daftar laporan terjadinya usia nikah
bulan September Tahun 2015 ... 111
Tabel 19 Daftar laporan terjadinya usia nikah
bulan Oktober Tahun 2015 ... 111
Tabel 20 Daftar laporan terjadinya usia nikah
bulan November Tahun 2015 ... 112
Tabel 21 Daftar laporan terjadinya usia nikah
bulan Desember Tahun 2015 ... 112
Tabel 22 Model terjadinya usia nikah (Laki-laki) tahun 2015 ... 113
Tabel 23 Model terjadinya usia nikah (Perempuan) tahun 2015 ……... 113
Tabel 24 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan Februari 2015 ... 119
Tabel 25 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan Maret 2015 ... 120
Tabel 26 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan April 2015 ... 120
Tabel 27 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan Mei 2015 ... 121
Tabel 28 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan Juni 2015 ... 122
Tabel 29 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan Juli 2015 ... 122
Tabel 30 Terjadinya Perceraian dalam Daftar Pengadilan Agama
Pamekasan Bulan Agustus 2015 ... 123
Tabel 31 Terjadinya Perceraian di Desa Palesangar Tahun 2015 ……... 124
(12)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan merupakan alat hukum administrasi dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur, dan teknik bekerja sama untuk menjalankan seluruh aktivitas
guna meraih tujuan yang diinginkan. Implementasi dapat dipahami sebagai
proses, output maupun sebagai hasil1.
Dalam kebijakan perlu adanya implementasi. Tanpa implementasi maka
kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar merupakan rencana indah yang tidak
akan terwujud. Proses untuk melaksanakan kebijakan pemerintah perlu
mendapatkan perhatian yang seksama karena banyak hambatan dalam
pelaksanaannya. Proses kebijakan merupakan proses dinamis, banyak faktor yang
mempengaruhinya. Kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan
memperoleh legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan birokrasi
untuk bertindak, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses implementasi
kebijakan menyangkut prilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan program, yang akan mempengaruhi dampak baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Oleh karena itu diperlukan adanya
sistem kerja yang baik agar kebijakan itu dapat dilaksanakan sesuai harapan.
1Nur Rahmawati, “Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Mengurangi Angka
Pengangguran” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Filsafat Politik Islam UIN Sunan Ampel, 2012), 1.
(13)
2
Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak mematuhi suatu kebijakan
publik, yaitu : pertama, adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hukum,
dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik
yang bersifat kurang mengikat individu-individu. Kedua, karena masyarakat
mempunyai gagasan atau pemikiran yang bertentangan dengan peraturan hukum
dan keinginan pemerintah. Ketiga, adanya keinginan untuk mencari keuntungan
dengan cepat diantaranya masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak
dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum. Keempat, adanya
ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin
saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidak patuhan
orang pada kebijakan publik. Kelima, apabila suatu kebijakan bertentangan
dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat2.
Dari berbagai kebijakan terdapat undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang
pernikahan. Dalam bab I pasal 1 disebutkan bahwa; pernikahan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang Maha Esa3.
Pernikahan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan,
bahwa pernikahan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh
2Artikel pendidikan dan pembelajaran untuk guru, “Faktor Penghambat Implementasi
Kebijakan”,
http://pembelajaran-pendidikan.blogspot.co.id/2012/05/faktor-penghambat-implementasi-kebijakan.html (Minggu 27 Maret 2016, 03.33)
3Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan (t.k.:
(14)
3
berakhir begitu saja. Dengan sebuah pernikahan seseorang akan memperoleh
keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial.
Pernikahan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak
memandang pada profesi, agama, suku, bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa
atau di kota. Dan batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat
penting. Hal ini disebabkan karena dalam pernikahan menghendaki kematangan
psikologis. Usia pernikahan yang terlalu muda dapat mengakibatkan
meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung
jawab dalam kehidupan berumah tangga. Pernikahan yang sukses sering ditandai
dengan kesiapan memikul tanggung-jawab. Dengan memutuskan untuk menikah,
mereka siap menanggung segala beban yang timbul akibat adanya pernikahan,
baik menyangkut pemberian nafkah, pendidikan anak, maupun yang berkaitan
dengan perlindungan, pendidikan, serta pergaulan yang baik.
Faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini, seperti yang dijelaskan
dalam penelitian yang dilakukan Plan International dalam rilis yang diterima
Liputan6.com di Jakarta, Kamis (12/11/2015) membuktikan kuatnya tradisi dan
cara pandang masyarakat, terutama di pedesaan, masih menjadi pendorong bagi
sebagian anak perempuan dalam pernikahan dini. Penelitian ini menunjukkan
pernikahan anak, termasuk yang berusia 12-14 tahun, masih terjadi karena adanya
dorongan dari sebagian masyarakat, orangtua, atau bahkan anak yang
bersangkutan. Hasil penelitian menyimpulkan, penyebab utama pernikahan usia
dini adalah rendahnya akses pendidikan, kesempatan di bidang ekonomi, serta
(15)
4
perempuan. Selain itu tingkat kemiskinan juga turut menentukan situasi
pernikahan anak4.
Selain faktor di atas, proses berlangsungnya pernikahan usia dini juga
dimudahkan dengan pemalsuan identitas, seperti Akte dan KTP. Tidak sedikit
masyarakat menambah umur demi terlaksananya pernikahan, padahal dalam
undang-undang sudah ada tentang peraturan mengenai permohonan dispensasi
nikah kepada pengadilan agama bagi mereka yang belum memenuhi syarat batas
usia, seperti yang sudah dijelaskan dalam undang-undang no 1 Tahun 1974 pasal 7 no 2, “dalam penyimpangan batas usia pernikahan dini, pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua
pihak pria atau pihak wanita”5. Tetapi mereka lebih memilih untuk menambah
umur (memalsukan umur) sendiri. Masyarakat lebih mengedepankan untuk
menambah usia/memalsukan umur bagi calon pengantin dengan cara melewati
seorang mudin (penghulu).
Seperti yang terjadi di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan
Kabupaten Pamekasan, banyak remaja menikah dibawah umur. Rata-rata berumur
dibawah 16 tahun untuk perempuan. Dan berumur 19 tahun untuk pria. Hal itu
bersebrangan dengan undang-undang negara kita yang telah mengatur tentang
batas usia pernikahan. Dalam undang-undang pernikahan pasal 7 ayat 1
4Liputan6, “Ini Penyebab Maraknya Pernikahan Dini”,
http://news.liputan6.com/read/2363627/ini-penyebab-maraknya-pernikahan-dini (Senin 11 April 2016, 15.36)
5Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahan dan Administrasi Kependudukan (t.k.:
(16)
5
disebutkan bahwa, “pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19
tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun”6.
Dari pernikahan usia dini akhirnya banyak dampak yang timbul. Selain
dampak positif, banyak dampak negatif, yaitu kurangnya persiapan, beradaptasi
dengan kehidupan yang baru, dan emosional tidak stabil. Hal itu sangat
memerlukan kematangan mental untuk seseorang yang akan malalui suatu
pernikahan. Kurangnya persiapan secara matang dalam finansial, mengingat
sangat krusialnya masalah ini, maka kesiapan secara finansial juga merupakan
persiapan utama yang harus dipersiapkan. Terlebih untuk pernikahan usia dini
yang tidak direncanakan, banyak sekali kasus-kasus perceraian yang membawa
ketidakharmonisan dalam berumah tangga. Dan hal itu muncul karena
ketidaksiapan finansial.
Berdasarkan uraian di atas, undang-undang kebijakan pemerintah dalam
pembatasan pernikahan usia dini perlu kita cermati kembali sejauh mana
kebijakan itu berpengaruh, faktor apa saja yang menjadi pendukung dan
penghambat, bagaimana pemerintah membackup undang-undang tersebut pada
implementasinya. maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Kebijakan Pemerintah Tentang Undang-undang Pernikahan Usia Dini,
Studi Kasus di Desa Palesanggar Kecamatan Pagantenan Kabupaten Pamekasan”.
6Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan (t.k.:
(17)
6
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap undang-undang pernikahan
usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan?
2. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat kebijakan pemerintah
terhadap undang-undang pernikahan usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan
Pagantenan, Kabupaten Pamekasan?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap undang-undang
pernikahan usia dini di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten
Pamekasan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam kebijakan
pemerintah terhadap undang-undang pernikahan usia dini di Desa Palesanggar,
Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan.
1.4.Manfaat Penelitian
Sedangkan secara keseluruhan manfaat dari penulisan proposal ini adalah7 :
1. Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan
perpolitikan, khusunya mengenai wacana kebijakan publik tentang
uandang-undang pernikahan usia dini.
7Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta:
(18)
7
2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pemerintah
dalam memjalankan kebijakan publik tentang undang-undang pernikahan usia
dini.
1.5.Penegasan Judul
Agar tidak terjadi kesalah fahaman dalam memahami judul dalam karya
ilmiah ini dan untuk memperjelas interpretasi atau pemberian kesan, pendapat
atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan proposal skripsi yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Tentang Undang-undang Pernikahan Usia Dini (Studi Kasus di Desa Palesanggar, Kecamatan Pagantenan, Kabupaten Pamekasan)”, maka akan dijelaskan istilah-istilah yang terangkai pada judul dan konteks
bahasannya.
Definisi kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan
sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran8.
Definisi kebijakan menurut para ahli :
Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino, mendefinisikan
“kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
(19)
8
Anderson, kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk
memecahkan suatu masalah.
Heclo, kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja dilaksanakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah.
Eulau, kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan yang
bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan melaksanakan
kebijakan.
Seumpamanya sebuah rumah, kebijakan publik dapat kita ibaratkan
sebagai sebuah bangunan rumah indah yang sangat besar dan halaman yang amat
luas, memiliki begitu banyak kamar, dan dengan banyak pintu yang senantiasa
terbuka lebar bagi siapapun.9
Definisi pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem yang
menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik suatu negara atau bagian-bagiannya; sekelompok orang yang secara
bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan.
pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan
menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.
Menurut H Muhammad Rohidin Pranadjaja, “Pemerintah berasal dari kata
perintah, yang berarti perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu,
sesuatu yang harus dilakukan. Pemerintah adalah orang, badan atau aparat yang
mengeluarkan atau memberi perintah”.
9Solichin Abdul Wahhab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan
(20)
9
Menurut Wilson, “Pemerintah adalah kekuatan pengorganisasian, tidak
selalu dikaitkan dengan organisasi angkatan bersenjata, tapi dua atau sekelompok
orang dari berbagai kelompok masyarakat yang diselenggarakan oleh sebuah
organisasi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dengan mereka, dengan hal-hal
yang memberikan perhatian urusan publik publik”.
Apter, Pemerintah yang merupakan anggota yang paling umum memiliki
tanggung jawab khusus untuk memelihara sistem yang mencakup rentang
tersebut, itu adalah bagian dan monopoli praktis kekuasaan koersif.10
Definisi Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif
atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut
sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan
sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan
(dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau
untuk membatasi sesuatu.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif
(misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas
di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah)
sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak11.
10Aris Kurniawan, “11 Pengertian Pemerintah Menurut Para Ahli”, http://www.gurupendidikan.com/11-pengertian-pemerintah-menurut-para-ahli/ (Sabtu 26 Maret 2016, 11.21)
11Wikipedia, “Legislasi”, https://id.wikipedia.org/wiki/Legislasi (Rabu 25 Mei 2016,
(21)
10
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama
pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang
memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator
(pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki
kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan
hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh
hukum perundang-undangan.
Menurut UU No. 10 tahun 2004 yang dimaksud dengan UU adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan
bersama Presiden. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai peraturan–peraturan
tertulis yang dibuat oleh pelengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap
orang selaku wagar negara12.
Undang-undang mempunyai kekuatan mengikat sejak diundangkannya
didalam lembaran Negara. Ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam lembaran
Negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Kekuatan berlakunya
undang-undang menyangkut berlakunya undang-undang secara operasional.
Definisi pernikahan adalah hidup bersama untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Bersama
antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu.Pasal 1 no. 1 Tahun 197413, Tentang Pernikahan berbunyi :
12LuxmanDialektika, “Pengertian Undang-Undang”, https://matakedip1315.
wordpress.com/2014/02/06/pengertian-undang-undang/ (Rabu 25 Mei 2016, 11.04)
13Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan
(22)
11
“Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”14.
Pernikahan yang dalam istilah agama disebut “Nikah” ialah melakukan
suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan
wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk
mewujudkan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman
(mawaddah wa rahmah) dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah SWT15.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap
melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dalam pernikahan.
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk-makhluk lainnya, yang hidup
bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara bebas
atau tidak ada aturan.
Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, Allah
memberikan tuntutan yang sesuai dengan martabat manusia. Bentuk pernikahan
ini memberi jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan
dengan baik dan menjaga harga diri agar ia tidak laksana rumput yang dapat di
makan oleh binatang ternak manapun dengan seenaknya16.
14Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan
(t.k.: Permata Pres 2015), 2.
15Soemiyati, Hukum Pernikahan Islam dan Undang-undang Pernikahan (Yogyakarta :
Liberty Yogyakarta, 1989), 9.
(23)
12
Definisi penikahan usia dini adalah pernikahan di bawah usia nikah, perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri, yang dilakukan di bawah
batas minimal yang digunakan untuk nikah17.
Pernikahan usia dini secara umum, merupakan instituisi agung untuk
mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga.
Pernikahan usia dini tentunya tidak sebatas pengertian secara umum saja, tapi juga
ada pengertian lain, pengertian pernikahan usia dini adalah sebuah nama yang
lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi
alternatif.
1.6.Penelitian Terdahulu
Siti Fatimah, 2009. Tentang, “Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan usia dini dan
Dampaknya di Desa Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali”.
Jurusan Pendidikan Luar sekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Semarang18.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang
mendorong terjadinya pernikahan usia dini dan bagaimanakah dampak dari
adanya pernikahan usia dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan faktor-faktor pendorong pernikahan usia dini dan untuk
mengetahui dampak dari adanya pernikahan usia dini. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
17Tim Permata Press, Undang-undang Pernikahana dan Administrasi Kependudukan
(t.k.: Permata Pres 2015), 7.
18Siti Fatimah, “Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini dan Dampaknya di Desa
Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Pendidikan Luar sekolah UNS, 2009), VII.
(24)
13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pendorong pernikahan
usia dini di Desa Sarimulya adalah faktor ekonomi, pendidikan, orang tua dan
adat istiadat. Pernikahan usia dini juga mempunyai dampak bagi pasangan suami
isteri yakni sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau
mengalah, masalah anak dan suami yang tidak bekerja, dan dampak bagi orang
tua masing-masing adalah apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara
tidak langsung membuat hubungan orang tua masing-masing menjadi tidak
harmonis, sedangkan dampak positifnya adalah akan mengurangi beban ekonomi
orang tua, mengindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik dan anak akan
belajar bagaimana cara menjalani kehidupan berkeluarga19.
Zulkifli Ahmad, 2011, tentang, “Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini. Studi
Kasus di Desa Gunung Sindur Bogor”. Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.20.
Pernikahan usia dini cenderung terjadi dalam kehidupan masyarakat
desa, yang telah berlangsung sejak dulu dan masih bertahan sampai sekarang.
Bagi masyarakat sekarang pernikahan usia dini terjadi tidak hanya karena faktor
ekonomi semata, tetapi ada faktor yang terbawa oleh zaman yaitu pergaulan bebas
yang berakibat terjadinya hamil di luar nikah. Faktor ini yang banyak terjadi di
desa Gunung Sindur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman masyarakat desa Gunung Sindur dalam memahami pernikahan usia
19Siti Fatimah, “Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Usia Dini dan Dampaknya di Desa
Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Pendidikan Luar sekolah UNS, 2009), VII.
20Zulkifli Ahmad, “Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini. Studi Kasus di Desa Gunung
Sindur Bogor” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
(25)
14
dini, selain itu penulis juga ingin mengetahui faktor penyebab pernikahan usia
dini dikalangan anak muda desa Gunung Sindur.
Terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pernikahan usia dini
disebabkan mereka hanyalah lulusan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama, sehingga sumber daya intelektualnya minim sekali. Faktor penyebabnya
yaitu; ekonomi, hamil diluar nikah dan takut maksiat. Namun yang paling
dominan adalah faktor ekonomi. Dalam pemenuhan kebutuhan mereka ada yang
bekerja sebagai buruh muat pasir dan ada juga untuk perempuan sebagai buruh
garment, yang juga dapat membantu perekonomian masyarakat Gunung Sindur
dan sekitarnya.
Dari hasil penelitian terdahulu di atas, yang relevan dengan penelitian ini,
secara garis besar dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1
Pemetaan Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti/T ahun
Topik Hasil
1 Siti
Fatimah (2009)
Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan usia dini dan Dampaknya di Desa Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali
Faktor-faktor pendorong pernikahan dini di Desa Sarimulya adalah faktor ekonomi, pendidikan, orang tua dan adat istiadat. Pernikahan dini juga mempunyai dampak bagi pasangan suami isteri yakni sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau mengalah, masalah anak dan suami yang tidak bekerja, dan dampak bagi orang tua masing-masing
(26)
15
adalah apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara tidak langsung membuat hubungan orang tua
masing-masing menjadi tidak harmonis,
sedangkan dampak positifnya adalah akan mengurangi beban ekonomi orang tua, mengindarkan anak dari perbuatan yang tidak baik dan anak akan belajar bagaimana cara menjalani kehidupan berkeluarga.
2 Zulkifli
Ahmad (2011)
Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini. Studi Kasus di Desa Gunung Sindur Bogor.
Sangat terbatasnya pengetahuan
masyarakat tentang pernikahan usia dini disebabkan mereka hanyalah lulusan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama, sehingga sumber daya
intelektualnya minim sekali. Faktor penyebab pernikahan usia dini di desa Gunungsindur terjadi dari beberapa faktor yaitu; ekonomi, MBA dan takut maksiat. Namun yang paling dominan
adalah faktor ekonomi. Dalam
pemenuhan kebutuhan mereka ada yang bekerja sebagai buruh muat pasir dan ada juga untuk perempuan sebagai buruh garment, yang juga dapat membantu perekonomian masyarakat Gunungsindur dan sekitarnya.
Perbedaan penelitian terdahulu Siti Fatimah di atas terletak pada
bagaimana mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan dampak. faktor
pernikahan usia dini adalah ekonomi, pendidikan, orang tua dan adat istiadat.
(27)
16
sering terjadi pertengkaran karena masing-masing tidak ada yang mau mengalah,
dan dampak bagi orang tua apabila terjadi pertengkaran pada anak maka secara
tidak langsung membuat hubungan orang tua menjadi tidak harmonis.
Zulkifli Ahmad, adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
masyarakat desa Gunung Sindur dalam memahami dan mengetahui faktor
penyebab pernikahan usia dini dikalangan anak muda, dampak apa yang mereka
rasakan serta usaha-usaha apa yang mereka lakukan untuk tetap bertahan hidup
dan berumah tangga.
Sedangkan yang akan di teliti selanjutnya adalah kebijakan publik
tentang pernikahan usia dini. Yakni latar belakang munculnya pernikahan usia
dini, bagaimana pemerintah menggiring atau membackup undang-undang tersebut
terhadap pengimplementasiannya dan faktor apa saja yang menghambat serta
mendukung, dan sejauh mana kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap
(28)
17 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Publik
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
William N. Dunn merumuskan kebijakan publik sebagai berikut :
Kebijaksanaan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai
dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung
tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya1.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan
publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu
suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan
berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi
sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan
didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan
sanksi2.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.
Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya
secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan
bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi
1Wiliiam N. Dunn,Kebijakan Publik dan Pengambilan Keputusan (Yogyakarta : tp,
1993), 5.
2Dwijowijoto, Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi
(29)
18
kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh
para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan
menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah
menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan
Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus
ditaati.
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan
apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang
holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi
warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan
yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada
yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan3.
Thomas R. Dye menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah apa saja
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, apabila
pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan
kebijakan negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan
semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Di samping
itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah juga termausk
kebijakan negara4.
3Thomas R. Dye, Understanding Public Policy (New Jersey: Englewood, 1992), 2-4
(30)
19
Hal ini disebabkan “sesuatu yang tidak dilakukan” oleh pemerintah akan
mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan”
oleh pemerintah5.
Seumpamanya sebuah rumah, kebijakan publik itu dapat kita
ibaratkan sebagai sebuah bangunan rumah indah yang sangat besar dan
halaman yang amat luas, memiliki begitu banyak kamar, dan dengan banyak
pintu yang senantiasa terbuka lebar bagi siapapun6.
Demikian pula yang pernah disodorkan oleh Wilson yang
merumuskan kebijakn publik sebagai berikut: “tindakan-tindakan,
tujuan-tujuan, dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai permasalahan
tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil)
untuk diimplementasikan, dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh
mereka mengenai apa yang telah terjadi atau tidak terjadi”7.
Kebikan publik sebagai berikut : serangkaian keputusan yang saling
berkaitan yang diambil oleh seorang aktor, berkenaan dengan tujuan yang
telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi.
Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada adalam batas-batas
kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.
5Thomas R. Dye, Understanding Public Policy (New Jersey: Englewood, 1992), 2-4
6 Solichin Abdul Wahhab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan
Model-model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta : PT Bumi Aksara 13220) hlm : 11 7Ibid., 13
(31)
20
Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria, telah mendefinisikan
kebijkan publik sebagai suatu tindakan bersansi yang mengarah pada suatu
tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar
warga masyarakat8.
Pakar Prancis, Lemieux merumuskan kebikan publik sebagai
produk aktivis-aktivis yang dimaksudnkan untuk memecahkan
masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh
aktor-aktor politik yang hubungannya tersetruktur. Keseluruhan proses
aktivis itu berlangsung sepanjang waktu9.
2.1.2 Kebijakan Publik Sebagai Analisis
William N. Dunn menjelaskan Analisis kebijakan publik adalah
suatu disiplin ilmu sosial, terapan, yang menggunakan berbagai macam
metodologi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan
mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan, yang
digunakan dalam lingkungan politik tertentu, untuk memecahkan
masalah-masalah kebijakan10. Jadi analisis kebijakan publik lebih merupakan
nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi
tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi
publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif
kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya
8Solichin Abdul Wahhab, M.A. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan
Model-model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta : PT Bumi Aksara 13220), 15 9Ibid., 15
10Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia, Analisis Kebijakan Publik
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III (Jakarta - LAN – 2008), 41.
(32)
21
berdasarkan tujuan kebijakan. Analisis kebijakan publik bertujuan
memberikan rekomendasi untuk membantu para pembuat kebijakan dalam
upaya memecahkan masalah-masalah publik.
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat
dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik
tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan
sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata
sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang
baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya
kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi
kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih
berkualitas.
Dunn membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik,
yaitu11:
1. Analisis kebijakan prospektif. yaitu berupa produksi dan transformasi
informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan.
Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan
informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi
kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa
kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam
pengambilan keputusan kebijakan.
11William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada
(33)
22
2. Analisis kebijakan retrospektif, adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe
analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini
yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada
masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe
analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.
3. Analisis kebijakan yang terintegrasi, merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian
pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan
kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya
mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan
retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus
menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat12.
Dalam arti luas, analisis kebijakan publik adalah suatu bentuk
penelitian terapan untuk memahami secara mendalam berbagai
permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan yang lebih baik13.
2.1.3 Proses dalam Pembuatan Kebijakan Publik
Dalam proses pembuatan kebijakan publik pemerintah memerlukan
model dalam menyusun suatu kebijakan, dengan adanya model tersebut
pembuatan kebijakan publik dapat dilakukan untuk mengambil suatu
12William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2000), 118
13Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia, Analisis Kebijakan Publik
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III (Jakarta - LAN – 2008), 41.
(34)
23
keputusan atau pendapat dari berbagai pihak. Model ini juga dapat
membantu pekerjaan pemerintah dalam memahami kebijakan publik yang
kompleks, sehingga mempermudah tugas pemerintah dalam mengupayakan
dalam memahami bagaimana proses perumusan atau proses implementasi
kebijakan publik itu14.
1. Ada beberapa model yang dipergunakan dalam pembuatan kebijakan
publik, yaitu : Model Elit, yaitu pembentukan kebijakan publik hanya
berada pada sebagian kelompok orang-orang tertentu yang sedang
berkuasa.
2. Model Kelompok, yaitu model yang merupakan interaksi antar kelompok
dan merupakan fakta sentral dari politik serta pembuatan kebijakan
publik.
3. Model Kelembagaan, yaitu lembaga pemerintah. Yang masuk dalam
lembaga-lembaga pemerintah eksekutif (presiden, menteri-menteri, dan
departemennya), lembaga legislative (parlemen), lembaga yudikatif,
pemerintah daerah dan lain-lain.
4. Model Proses, yaitu rangkaian kegiatan politik mulai dari identifikasi
masalah, perumusan usul, pengesahan kebijaksanaan, pelaksaan, dan
evaluasinya.
14Andrew Susilo, “Proses Dalam Pembuatan Kebijakan Publik”,
http://www.semangatanaknegeri.com/2014/06/proses-dalam-pembuatan-kebijakan-publik.html (Rabu 25 Mei 2016, 20.19)
(35)
24
5. Model Rasialisme yaitu, untuk mencapai tujuan secara efisiensi, dengan
demikian dalam model ini segala sesuatu dirancang dengan tetap, untuk
meningkatkan hasil bersihnya.
6. Model Inkrimentalisme yaitu, berpatokan pada kegiatan masa lalu,
dengan sedikit perubahan.
Dengan memperhatikan model-model di atas, membantu pemerintah
untuk lebih mudah mengetahui tujuan daripada kebijakan yang harus
diambil, sehingga Pemerintah dan anggota Dewan dapat memutuskan hasil
yang lebih baik. Dengan demikian kebijakan yang telah diambil dapat
ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan publik dan
meningkatkan publik itu sendiri.
Disamping model yang digunakan dalam proses pembuatan
kebijakan publik maka pemerintah juga harus mengetahui tahap-tahap yang
harus dilakukan dalam pembuatan kebijakan publik agar suatu kebijakan
dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang dimunculkan
sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa tahap penting.
Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya
melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah
keputusan. Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut yaitu15:
1. Penyusunan agenda. Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan,
pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan
memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk
15Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action
(36)
25
dibahas16. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan
dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi.
Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda
untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus
pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau
mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang
dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi
masing-masing17. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan
agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang
memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga
pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.
2. Formulasi kebijakan. Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda
kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap
formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan
masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak
dijadikan fokus pembahasan18.
3. Adopsi kebijakan. Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada
akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk
digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering
disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu
16Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action
Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), 50-52.
17Winarno, Kebijakan Publik: Teori Dan Proses (Yogyakarta : Media Pressindo,
1947), 33. 18Ibid., 34
(37)
26
kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi19. Masalah yang telah
dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan
berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.
4. Implementasi kebijakan. Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang
telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu
kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan
yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan.
Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah
tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka
mengupayakan keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka
kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi
sedini mungkin.
5. Evaluasi kebijakan. Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan
akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan
kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah
meraih hasil yang diinginkan20.
Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari
kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan
19Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action
Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), 53
20Winarno, Kebijakan Publik: Teori Dan Proses (Yogyakarta : Media Pressindo,
(38)
27
terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah
atau dihilangkan sama sekali21.
Tabel 2
Tahap-tahap dalam Proses Pembuatan Kebijakan22
FASE KARAKTERISTIK
Penyusunan Agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Formulasi Kebijakan
Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.
Adopsi Kebijakan
Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesnsus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.
Evaluasi Kebijakan
Unit-unit pemeriksanaan dan akuntansi dalam
pemerintahan menentukan apakah badan-badan
eksekutif. Legislatif, dan peradilan memenuhi
persyaratan undang-undang dalam pembuatan
kebijakan dan pencapaian tujuan.
21Robert B. Denhardt dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action
Orientation, (Boston: Wadsworth, 2009), 55
22William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada
(39)
28
3.1.4. Faktor yang Mempengaruhi dalam Pembuatan Keputusan/Kebijakan
Pembuatan keputusan/kebiajakan bukanlah merupakan pekerjaan
yang mudah dan sederhana. Setiap administrator dituntut memiliki
keahlian/kemampuan, tanggung jawab, dan kemauan sehingga ia dapat
membuat kebijakan dengan segala resikonya, baik yang diharapkan
(intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).
Berikut ini akan dijelaskan pendapat Nigro and Nigro mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan/kebijakan serta
beberapa kesalahan umum dalam pembuatan keputusan/kebijakan23.
Menurut M. Ismail, dalam buku ajar yang berjudul “Analisis
Kebijakan Publik”, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pembuatan kebijakan itu adalah sebagai berikut24 :
a. Adanya pengaruh tekanan dari luar
Seringkali administrator harus membuat keputusan karena ada
tekanan-tekanan dari luar. Walaupun ada pendekatan pembuatan dengan nama “rational comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian “rasional” semata, tetapi proses dan prosedur pembuatan keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia
nyata. Sehingga ada tekanan-tekanan dari luar itu ikut berpengaruh
terhadap proses pembuatan keputusannya.
23M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah
2013), 13 24Ibid.,
(40)
29
b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme)
Kebiasaan lama organisasi (Nigro menyubutnya dengan istilah “sunk
costs”) seperti kebiasaan investasi modal , sumber-sumber dan waktu sekali dipergunakan untuk membiayai program-program tertentu.
Cendrung akan selalu diikuti kebiasaan itu oleh para administrator –
kendatipun misalnya keputusan-keputusan yang berkenaan dengan ituu
rela dikritik sebagai salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama itu akan
terus diikuti lebih-lebih kalau suatu kebijakan yang telah ada dipandang
memuaskan. Kebiasaan – kebiasaan lama tersebut seringkali diwarisi
oleh para administrator yang baru dan mereka sering segan secara
terang-terangan mengkritik atau menyalahkan kebiasaan-kebiasaan
lama yang telah berlaku atau dijalankan oleh para pendahulunya.
Apalagi para administrator baru itu ingin segera menduduki jabatan
karirnya25.
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.
Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan
banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Seperti misalnya dalam
proses penerimaan/pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor
sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar.
Lingkungan sosial dan para pembuat keputusan juga berpengaruh
terhadap pembuat keputusan. Seperti contoh mengenai masalah
25M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah
(41)
30
pertikaian kerja, pihak-pihak yang bertikai kurang menaruh respek pada
upaya penyelesaian oleh orang dalam, tetapi keputusan-keputusan yang
diambil oleh pihak-pihak yang dianggap dari luar dapat memuaskan
mereka. Seringkalai juga pembuatan keputusan dilakukan dengan
mempertimbangkan pengalaman-pengalaman darimorang lain yang
sebelumnya berada diluar bidang pemerintahan.
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Pengalaman latihan dan pengalaman (ssejarah) pekerjaan yang
terdahulu berpengaruh pada pembuatan keputusan. Seperti misalya
orang sering membuat keputusan untuk tidak melimpahkan sebagian
dari wewenang dan tanggung jawab kepada oranf lain karena khawatir
kalau wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan itu
disalahgunakan26.
Disamping itu adanya faktor-faktor tersebut di atas, Gerald E.
Caiden (dalam Islamy, 1984:27) menyebut adanya beberapa faktor yang
menyebabkan sulitnya membuat kebijakan, yaitu : sulitnya memperoleh
informasi yang cukup, bukti-bukti sulit disimpulkan ; adanya pelbagai
macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi pilihan tindakan yang
bermacam-macam pula ; dampak kebijakan sulit dikenali ; umpan balik
keputusan bersifat sporadis ; proses perumusan kebijakan tidak dimengerti
dengan benar dan sebagainya.
26M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah
(42)
31
Selain itu, James E Anderson melihat adanya beberapa macam
nilai yang melandasi tingkah laku pembuat keputusan dalam membuat
keputusan, yaitu : (1) nilai-nilai politis (political values) –
keputusan-keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai politik atau
kelompok kepentingan tertentu ; (2) nilai-nilai organisasi (organization
values) – keputusan-keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai yang dianut
organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi (santions) ang dapat
dipengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya ;
(3) nilai-nilai pribadi (personal values) – seringkali pula keputusan dibuat
atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh priabadi pembuat keputusan
untuk mempertahankan status quo, reputasi, kekayaan, dan sebagainya ;
(4) nilai-nilai kebijakan (policy values) – keputusan dibuat atas dasar
persepsi pembuat kebijakan tentang kepentingan publik atau pembuatan
kebijakan yang secara moral dapat dipertanggung jawabkan, dan (5)
nilai-nilai ideologi (ideological values) – nilai ideologi seperti misalnya
nasionalisme dapat menjadi landasan pembuatan kebijakan seerti misalnya
kebijakan dalam dan luar negeri27.
Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalm peoses pembatan
keputusan. Nigro dan Nigro nebtubutkan adanya 7 (tujuh) macam
kesalahan umum itu, yaitu :
27M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah
(43)
32
a. Cara berpikir yang sempit (cognitive nearsinghtedness).
b. Adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu
(assuption that future will repeat past).
c. Terlampau menyerdehanakan sesuatu (over simplifivation).
d. Terlampau menggantungkan pada pengalaman satu oang
(overreliance on one’s own experience).
e. Keputusan-keputusan yang dilandasi oleh prakonsepsi pembuat
keputusan (preconceived nations).
f. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan (unwillingness
to experiment).
g. Keenganan untuk membuat keputusan (reluctance to decide)28.
2.2. Implementasi Kebijakan 2.2.1 Pengertian Implementasi
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang
berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana
untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat
terhadap sesuatu, untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang
dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
28M. Ismail, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang Tuah
(44)
33
implementasisecara umum istilah implementasi dalam kamus besar
bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi
biasanya di kaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut
Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,aksi,tindakan
atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas,
tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan29.
Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk
mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,birokrasi yang efektif30.
Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi
tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan
kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program”31.
Dari pengertian-pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata
implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Berdasarkan
pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan implementasi adalah
suatu kegiatan yang terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan dilakukan
29Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum (Jakarta: Grasindo
2002), 70
30Guntur Setiawan, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan (Jakarta: Balai Pustaka
2004), 39
31
(45)
34
secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma-norma tertentu untuk
mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, impelementasi tidak berdiri
sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya yaitu kurikulum.
Implementasi kurikulum merupakan proses pelaksanaan ide,program atau
aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan
perubahan terhadap suatu pembelajaran dan memperoleh hasil yang
diharapkan.
Sementara itu menurut pendapat Van Mater dan Van Horen dalam
Winarno, proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
baik oleh individu- individu/pejabat-pejabat/kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan, grindle dalam abdul
Wahab, implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari
keseluruhan proses kebijakan. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang
penting, bahkan mungkin jau lebih penting dari pada pembuatan
kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana
bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan32.
2.2.2. Pengertian Implementasi Kebijakan
Pengertian implementasi apabila dikaitkan dengan kebijakan
adalah sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam
suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan
32
(46)
35
tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus
dilaksanakan atau dimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan
yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam
waktu tertentu33.
Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila
tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah
dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan
tersebut.
Untuk mengefektifkan kebijakan yang ditetapkan maka diperlukan
adanya sifat implementasi kebijakan. Sifat kebijakan di bedakan menjadi 2
(dua) bentuk yaitu:
1. Bersifat Self Executing yang berarti bahwa dengan dirumuskannya
dan disahkanya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan
terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu
negara terhadap kedaulatan negara lain.
2. Bersifat Non Self Executing bahwa suatu kebijakan publik perlu
diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan
pembuatan kebijakan tercapai.
Solichin Abdul Wahab dalam bukunya (Analisis Kebijakan Dari
Formulasi Ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik)
mendefinisikan implementasi kebijakan secara umum yaitu,
33Bambang Sunggono , Metodologi Penelitian Hukum (Yokyakarta : PT. Raja Grafindo
(47)
36
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”34.
Fungsi implementasi kebijakan menurut Abdul Wahab adalah
untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuantujuan atau
sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai suatu outcome (hasil).
Sayangnya, dalam khasanah pengetahuan yang kini dikenal dengan
sebutan ilmu kebijakan publik, harus diakui bahwa hanya baru pada dasar
terakhir ini saja para ilmuwan sosial, khususnya pada para ahli ilmu politik
menaruh perhatian yang besar terhadap masalah persoalan pelaksanaan
kebijakan atau menerimanya sebagai bagian integral dari studi proses
perumusan kebijakan35.
Proses untuk melakukan kebijakan perlu mendapatkan perhatian
yang seksama. Karena proses kebijakan merupakan proses dinamis,
banyak faktor yang mempengaruhinya. Kebijakan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah dan memperoleh legitimasi dari lembaga legislatif telah
memungkinkan birokrasi untuk bertindak. Pelaksanaan kebijakan
dirumuskan secara pendek untuk pelaksanaan. Berarti menyediakan sarana
untuk melaksanakan sesuatu, berarti menimbulkan dampak pada sesuatu.
Kalau pandangan ini diikuti, maka pelaksanaan kebijakan dapat dipandang
34Solichin Abdul Wahhab, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan
Model-model Implementasi Kebijakan Publik (Jakarta : PT Bumi Aksara 2015), 63. 35Ibid,. 64
(48)
37
sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan, biasanya dalam
bentuk undang-undang peraturan pemerintah, peraturan daerah, keputusan
peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden. Ada 4 (empat) aspek
penting dalam implementasi kebijakan, yaitu : siapa yang dilibatkan dalam
implementasi, hakekat proses administrasi, kepatuhan atas suatu kebijakan,
efek atau dampak implementasi36.
Implementasi kebijakan adalah proses pelaksanaan keputusan
kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah yang diarahkan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan tersebut.
Proses pelayanan kebijakan dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan telah
ditetapkan, terbentuknya program pelaksanaan. Anderson menyebutkan 4
(empat) aspek penting dalam implementasi, hakekat proses administrasi,
kepatuan atas suatu efek atau dampak implement37.
Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat
peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut.
Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, maupun Peraturan Daerah, menyiapkan
sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya
sarana dan prasarana,sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang
bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana
mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.
36M Irfan, Islamy, Policy Analysis : Seri monografi Kebijakan Publik (Malang :
Universitas Brawijaya, 2000
(49)
38
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang
ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram
atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan
tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang- undang atau Peraturan
Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas
atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik
yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden,
Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan Kepala Dinas, dll38.
Implementasi kebijakan dalam pemerintah yang luas, merupakan
alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan
teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna merahi
dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi dari sisilain merupakan
fenomena yang kompleks, munkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran
(out put) maupun sebagai hasil.
38Riant nugroho Dwijowijoto, Kebujakan Publik (Jakarta : PT. Gavamedia, 2004),
(50)
39
2.2.3 Faktor Pendukung dalam Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas,
merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi,
prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan39.
Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan
negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood
dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab , yaitu 40:
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak
akan mengalami gangguan atau kendala yang serius.
Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang
cukup memadai.
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu
hubungan kausalitas yang handal.
e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnnya.
f. Hubungan saling ketergantungan kecil.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
39Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo
2002), 102.
40Solichin Abdul Wahab, Evaluasi kebijakan Publik (FIA : UNIBRAW dan IKIP Malang
(51)
40
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna41.
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward yang
dikutip oleh Budi winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi
kebijakan, yaitu42 :
1) Komunikasi.
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan,
yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan.
Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah
transmisi. Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus
menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk
pelaksanaanya telah dikeluarkan.
Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah
kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak
hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi
tersebut harus jelas.
Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah
konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif,
maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas43.
41Solichin Abdul Wahab, Evaluasi kebijakan Publik (FIA : UNIBRAW dan IKIP Malang
1997), 71-78.
42Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo,
2002), 110
(52)
41
2) Sumber-sumber.
Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan
meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang
dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
3) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku.
Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai
konsekuensikonsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang
efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan
tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar
mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para
pembuat keputusan awal.
4) Struktur birokrasi.
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur
pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta44).
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter
dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung
implementasi kebijakan yaitu45:
(a) Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan. Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus
44Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo,
2002), 126-151.
(53)
42
diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau
mengalami kegagalan bila tujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
(b) Sumber-sumber Kebijakan. Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan
memperlancar implementasi yang efektif.
(c) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan
komunikasi antar para pelaksana.
(d) Karakteristik badan-badan pelaksana. Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi
yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi
kebijakan.
(e) Kondisi ekonomi, sosial dan politik. Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badanbadan pelaksana dalam pencapaian
implementasi kebijakan.
(f) Kecenderungan para pelaksana. Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi
keberhasilan pencapaian kebijakan46.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan
dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus
dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya.
46Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta : Media Pressindo,
(54)
43
Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono,
masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan publik
dikarenakan :
(1) Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan
badan-badan pemerintah.
(2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan.
(3) Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional,
dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan.
(4) Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan
itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi.
(5) Adanya sanksi-sanksi tertentu yaang akan dikenakan apabila tidak
melaksanakan suatu kebijakan47.
2.2.4 Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai
beberapa faktor penghambat, yaitu:
a. Isi kebijakan, Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih
samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup
terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program
kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena
kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan
dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat
47Bambang Sunggono, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik (Jakarta : Sinar Grafika,
(55)
44
juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti.
Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu
kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang
menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang
menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi, Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para
pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu
atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik.
Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan
komunikasi.
c. Dukungan, Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila
pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan
kebijakan tersebut48.
d. Pembagian Potensi, Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya
implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian
potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal
ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi
pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan
masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang
disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya
pembatasanpembatasan yang kurang jelas49.
48Bambang Sunggono, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik (Jakarta : Sinar Grafika, 1994),
149-153
(1)
175
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran-saran yang disampaikan sebagai
berikut :
1. Perlu adanya sosialisasi pemerintah Kementrian Urusan Agama tentang UU
No 1/1974 secara khusus pada semua masyarakat Madura di setiap desa agar
mereka mempunyai kesadaran hukum dan tidak terkungkung oleh hukum adat
yang masih di anut. Sosialisasi ini sebaiknya dilakukan oleh para pejabat
pemerintah desa maupun pejabat yang berwewenang.
2. Orang tua diberikan pemahaman tentang persepsi terhadap pernikahan dini
tidak selalu meringankan beban ekonomi orang tua.
3. Memberikan pemahaman tentang kebiasaan-kebiasaan yang kurang sesuai
dengan tujuan pernikahan.
4. Memberikan pemahaman agar pola pikir masyarakat yang masih tradisional
menjadi logis dan realistis terhadap pernikahan.
5. Dan menumbuhkan semangat pendidikan bagi generasi muda yang hal ini
harus dimulai oleh peranan orang tua sebagai orang yang terpenting dalam
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Wahhab Solichin, 2015, Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Penyusunan
Model-model Implementasi Kebijakan Publik, (Jakarta : PT Bumi Aksara )
Abdurrahman, 2012, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Kesehatan di
Kecamatan Bacan Tengah Kabupaten Halmahera Selatan, (SKRIPSI : Universitas Hasanuddin)
Ahmad Zulkifli, 2011, Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini. Studi Kasus di Desa
Gunung Sindur Bogor, (SKRIPSI : UIN Syarif Hidayatullah)
Aminuddin dan Slamet, 1999, Fiqih Munakahat I, (Bandung : CV Pustaka Setia,)
Winarno Budi, (2002), Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media
Pressindo,)
Rahmawati Nur, 2012, Implementasi Kebijakan Pemerintah Dalam Mengurangi
Angka Pengangguran, (Skripsi: UIN Sunan Ampel,)
Permata Press Tim, 2015, Undang-undang pernikahan dan Administrasi
kependudukan, kewarganegaraan, (Permata press)
(3)
Fatimah Siti, 2009, Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dan Dampaknya di
Desa Sarimulya Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, (SKRIPSI : UNS)
Soemiyati, 1989, Hukum Pernikahan Islam dan Undang-undang Pernikahan,
(Yogyakarta : Liberty Yogyakarta)
Sugiono, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : ALFABETA)
Widodo, 2004, Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi,
(Jakarta: Magna Script)
Moleong Lexy J 1993, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda
Karya,)
Husein Umar 1999, Metodologi Penelitian Aplikasi Dalam Pemasaran (Jakarta :
Gramedia)
Mathew B Miles 1992, Analisis data kualitatif : buku sumber tentang metode metode
baru buku sumber tentang metode metode baru (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia)
N. Dunn Wiliiam 1993, Kebijakan Publik dan Pengambilan Keputusan
(Yogyakarta : tp)
Riant Nugroho Dwijowijoto 2004, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan
(4)
R. Dye Thomas 1992, Understanding Public Policy (New Jersey: Englewood Cliffs)
Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2008, Analisis Kebijakan Publik
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III (Jakarta - LAN )
Janet V. Denhardt Robert B. Denhardt 2009, Public Administration: An Action
Orientation (Boston: Wadsworth)
Dyah Ratih Sulistyastuti dan Irwan Agus Purwanto 2012, Implementasi Kebijakan
Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia (Yokyakarta : Gava Media)
Akib Haedar 2010, Implementasi Kebijakan : Apa, Mengapa dan Bagaimana, Jurnal
Administrasi Kebijakan Publik Volume 1 Nomor 1 ( Makassar : Tp)
Sunggono Bambang 1994, Hukum Dan Kebijaksanaan Publik (Jakarta : Sinar
Grafika)
Sumaryadi I Nyoman 2005, Efektivitas Implementasi Kebijkan Otonomi Daerah
(Jakarta :
Citra Utama)
Rokhmin Dahuri dan Iwan Nugroho 2004, Pembangunan Wilayah Perspektif
(5)
Subarsono AG 2005, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi
(Yogjakarta : Pustaka Fajar)
Wahab Abdullah, Analisis Kebijakan dari Formula Keimplementasian Kebijakan
Negara (Jakarta : Bumi Aksara)
Maria Ulfa, Subadio 1987, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia (Yogyakarta :
UGM Press)
Dipuro Wigyo 1967, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat (Jakarta : Pradnya
Paramita)
M. Ismail 2013, Buku Ajar Analisis Kebijkan Publik (Surabaya : Universitas Hang
Tuah)
Internet
http://http://ebsoft.web.id
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/487/jbptunikompp-gdl-derrisepti-24335-2-babii_d-x.pdf.
(6)
https://id.wikipedia.org/wiki/Legislasi
https://matakedip1315.wordpress.com/2014/02/06/pengertian-undang-undang/
http://www.semangatanaknegeri.com/2014/06/proses-dalam-pembuatan-kebijakan-publik.html
http://digilib.uinsby.ac.id/10564/5/bab2.pdf