BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, terjadi peningkatan kasus DBD di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2007. Angka Incidence Rate IR per
100. 000 penduduk pada tahun 2003 sebesar 23,87; tahun 2004 sebesar 37,11; tahun 2005 sebesar 43,42; tahun 2006 sebesar 52,48; tahun 2007 sebesar 71,78.
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, angka kesakitan IR DBD di Sumatera Utara sampai tahun 2007 mengalami peningkatan yakni
sebesar 34,5100.000 penduduk. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 33,74100.000 penduduk, angka ini masih jauh dari target Indonesia Sehat
2010 yaitu 2100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2007, angka kesakitan IR tahun 2008 tidak menunjukkan penurunan yang signifikan sebaliknya angka
kematian CFR mengalami peningkatan yaitu 0,83 menjadi 1,13. Kota Medan adalah salah satu kabupaten kota di Sumatera Utara dengan angka kesakitan pada
tahun 2008 sebesar 88,35 100.000 penduduk. Pemanasan bumi secara bertahap diprediksikan meningkat yang akan
berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan nyamuk. Siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk yang sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban akan
semakin cepat sehingga jumlah populasi meningkat dengan cepat. Pemanasan global yang mencairkan sebagian besar es di kutub akan besar pengaruhnya dalam
menyediakan air sebagai tempat perindukan karena jentik nyamuk bersifat aquatik Setiono, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor utama penyakit DBD di daerah tropik. Di Asia, Ae. aegypti merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD
karena tempat perindukan berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia. Pada daerah yang penduduknya jarang, Ae. aegypti masih memiliki
kemampuan penularan yang tinggi karena kebiasaan nyamuk tersebut menghisap darah manusia berulang-ulang pada siang hari Chahaya, 2003.
Menurut Rui et al. 2003 dalam Kardinan 2007, menyatakan cara menghindari nyamuk yang paling baik adalah dengan pemakaian anti nyamuk
berbentuk lotion, cream, ataupun pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk. Hampir semua lotion anti nyamuk yang beredar di Indonesia berbahan aktif
DEET Diethyltoluamide yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dalam konsentrasi 10-15 Kardinan, 2007. DEET Diethyltoluamide mempunyai daya
repelan yang sangat bagus, tetapi dalam penggunaannya dapat menimbulkan reaksi hipersensitisasi dan iritasi Yuliani, 2005.
Penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric pada tahun 2003 menyatakan bahwa lotion yang mengandung 10 DEET hanya efektif dalam
waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung 24 DEET hanya dapat bertahan selama 5 jam. Di Indonesia, lotion anti nyamuk mengandung DEET 10-15 dan diklaim
para produsennya pada kemasan dapat bertahan selama 6-8 jam. Peraturan Pemerintah melalui Komisi Pestisida Departemen Pertanian mensyaratkan bahwa
suatu lotion anti nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit 90 dan mampu bertahan selama 6 jam Kardinan, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Selama 40 tahun terakhir, bahan kimia telah digunakan secara luas untuk mengontrol nyamuk dan serangga lainnya sebagai kepentingan kesehatan masyarakat.
Sebagai akibatnya, Ae.aegypti dan vektor dengue lainnya di beberapa negara telah menjadi resisten terhadap insektisida yang umum digunakan, termasuk temephos,
malathion, fenthion, permethrin, propoxur, dan fenitrothion WHO, 1999. Dampak negatif penggunaan insektisida kimia ini perlu dihindarkan. Salah satu alternatif yang
perlu dicoba adalah menggunakan insektisida nabati. Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam biodegradable sehingga tidak
mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang. Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga
berfungsi sebagai insektisida di antaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid, dan minyak atsiri Naria, 2005.
Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara 2007, beberapa tanaman yang dapat mengusir nyamuk yaitu zodia,
rosemary, selasih, kenikir, dan inggu. Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Irian Papua. Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan
minyak atsiri essential oil yang mengandung bahan aktif evodiamine dan rutaecarpine Kardinan, 2009. Tanaman yang mempunyai tinggi antara 50 cm
hingga 200 cm ini dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman Kardinan, 2004.
Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balittro dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun zodia
Universitas Sumatera Utara
ini mengandung linalool 46 dan a-pinene 13,26. Linalool ini sudah sangat dikenal sebagai pengusir repellent nyamuk Kardinan, 2004. Pada skrining
fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan adanya beberapa golongan senyawa yang memberikan hasil yang positif yaitu alkaloida, tannin, flavonoida,
steroidatriterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri Ernita, 2009. Penelitian sebelumnya menggunakan tumbuhan sebagai repellent telah
dilakukan oleh Hasibuan 2008. Dari hasil penelitian diketahui bahwa minyak atsiri serai wangi Cymbopogon nardus efektif digunakan sebagai repellent terhadap
nyamuk Ae. aegypti sebesar 100. Penelitian lain tentang repellent juga dilakukan oleh Darwis 2009. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun rosmery
Rosmarinus officinalis efektif digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti sebesar 5.
Penelitian lain yang menggunakan selasih sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti dilakukan oleh Kardinan 2007 untuk melihat rata-rata daya proteksi
terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 6 jam dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Pada konsentrasi 2,5 daya proteksi terhadap nyamuk 34,18, pada konsentrasi 5
rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk 39,67, konsentrasi 10 rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk 45, 75 dan pada konsentrasi 20 rata-rata daya
proteksinya 57,59. Penelitian mengenai ekstrak daun zodia Evodia suaveolens sebagai repellent
telah dilakukan sebelumnya oleh Ernita 2009. Penelitian tersebut dilakukan selama 2 jam terhadap 10 orang responden. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dengan
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi 3, ekstrak daun zodia efektif sebagai repellent selama 2 jam. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian
terhadap kemampuan ekstrak daun zodia Evodia suaveolens sebagai repellent nyamuk Aedes aegypti berdasarkan lama penggunaannya.
1.2. Perumusan Masalah