Tata Cara Pengadaan Tanah.

dapat berjalan dengan lancar yang pada akhirnya pembangunan juga akan terlaksana dengan baik.

3. Tata Cara Pengadaan Tanah.

Untuk memperoleh tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, instansi pemerintah yang memerlukan tanah menyusun proposal rencana pembangunan paling lambat 1 satu tahun sebelumnya yang berisi uraian: 77 a. maksud dan tujuan pembangunan, b. letak dan lokasi pembangunan, c. luasan tanah yang diperlukan, d. sumber pendanaan, e. analisis kelayakan lingkungan perencanaan pembangunan, termasuk dampak pembangunan berikut upaya pencegahan dan pengendaliannya. Recana pembangunan tersebut tidak diperlukan untuk pembangunan fasilitas keselamatan umum dan penanganan bencana yang bersifat mendesak. 78 Selanjutnya pasal 4 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 menyatakan ”Berdasarkan proposal rencana pembangunan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Setelah menerima permohonan penetapan lokasi sebagaimana disebutkan pada pasal 4 di atas, BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta melakukan pengkajian kesesuai rencana pembangunan dari aspek : a. tata ruang, b. penatagunaan tanah, 77 Pasal 2 Peraturan Ka. BPN RI. No. 3 Tahun 2007. 78 Pasal 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara c. sosial ekonomi, d. lingkungan, e. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah. Pelaksanaan pengkajian kesesuaian rencana pembangunan, didasarkan atas rekomendasi instansi terkait dan Kantor Pertanahan KabupatenKota, demikian disebutkan dalan pasal 5 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Berdasarkan rekomendasi tersebut, BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan keputusan penetapan lokasi. Keputusan penetapan lokasi ini kemudian disampaikan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah yang tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota dan instansi terkait. Keputusan ini berlaku juga sebagai izin perolehan tanah bagi instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Demikian disebutkan oleh pasal 5 ayat 4 dan 5. Keputusan penetapan lokasi yang berlaku juga sebagai izin perolehan tanah sebagaimana tersebut di atas diberikan untuk jangka waktu 1 satu tahun untuk luas tanah sampai dengan 25 ha, 2 dua tahun untuk luas tanah sampai dengan 50 ha, dan 3 tiga tahun untuk luas tanah lebih dari 50 ha. 79 Selanjutnya disebutkan oleh pasal 6 ayat 2 bahwa perpanjangan penetapan lokasi hanya diberikan satu kali dengan persyaratan perolehan tanah telah mencapai 75. Keputusan penetapan lokasi ini wajib dipublikasikan 14 empat belas hari setelah diterimanya keputusan tersebut kepada masyarakat dengan cara langsung dan tidak langsung dengan menggunakan media cetak, media elektronik, atau media lainnya. 80 79 Pasal 6 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 80 Pasal 8 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Pihak ketiga yang bermaksud memperoleh tanah di lokasi pembangunan untuk kepentingan umum tersebut wajib memperoleh izin tertulis dari BupatiWalikotaGubernur DKI, kecuali karena perolehan tanah karena pewarisan, putusan hakim yang telah memperoleh hukum tetap atau karena perintah undang- undang. 81 Seterusnya dalam pasal 11 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 disebutkan “Permohonan penetapan lokasi yang lokasinya terletak di dua kabupatenkota atau lebih dalam satu provinsi ditujukan kepada Gubernur, permohonan penetapan lokasi yang lokasinya terletak di dua provinsi atau lebih ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia”. Selanjutnya dilakukan pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Kota dengan keputusan BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta. Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota paling banyak 9 sembilan orang dengan susunan sebagai berikut : 82 a. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap anggota. b. Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap anggota. c. Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota, dan d. Kepala DinasKantorBadan di KabupatenKota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota. Adapun tugas Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota menurut pasal 14 ayat 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 adalah : a. memberi penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat; 81 Pasal 9 dan 10 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 82 Pasal 14 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara b. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; c. mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; d. mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c; e. menerima hasil penilaian harga tanah, danatau bangunan, danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggung jawab menilai bangunan danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; f. mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk danatau besarnya ganti rugi; g. menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan; h. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik; i. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak; j. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan KabupatenKota k. menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan. Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, terletak di 2 dua kabupatenkota atau lebih dalam dalam 1 satu provinsi, maka dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Provinsi dengan keputusan Gubernur. 83 Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Provinsi, paling banyak 9 sembilan orang dengan susunan sebagai berikut : 84 a. Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap anggota; b. Pejabat daerah di Provinsi yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap anggota; c. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota; d. Kepala DinasKantorBadan di Provinsi yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota. 83 Pasal 15 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 84 Pasal 15 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Adapun yang menjadi tugas Panitia Pengadaan Tanah Provinsi sebagaimana dijelaskan oleh pasal 15 ayat 3 adalah sebagai berikut : a. memberikan pengarahan, petunjuk dan pembinaan bagi pelaksanaan pengadaan tanah di kabupatenkota; b. mengkoordinasikan dan memaduserasikan pelaksanaan pengadaan tanah di kabupatenkota; c. memberikan pertimbangan kepada Gubernur untuk pengambilan keputusan penyelesaian bentuk danatau besarnya ganti rugi yang diajukan oleh Bupatiwalikota; d. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengadaan tanah di kabupatenkota. Dalam hal tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan terletak di 2 dua provinsi atau lebih, dibentuk Panitia Pengadaan Tanah Nasional dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. 85 Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Nasional, paling banyak 9 sembilan orang dengan susunan sebagai betikut : 86 a. Sekretaris Jenderal pada Departemen Dalam Negeri sebagai Ketua merangkap anggota; b. Pejabat eselon I pada Departemen Pekerjaan Umum sebagai Wakil Ketua merangkap anggota; c. Pejabat eselon I pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap anggota; d. Direktur JenderalAsisten MenteriDeputi pada instansi yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah sebagai Anggota; e. Gubernur yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai Anggota; dan f. BupatiWalikota yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk setingkat eselon II sebagai Anggota. Mengenai tugas Panitia Pengadaan Tanah Nasional dijelaskan oleh pasal 16 ayat 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 sebagai berikut : 85 Pasal 16 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 86 Pasal 16 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara a. memberi pengarahan, petunjuk dan pembinaan bagi pelaksanaan pengadaan tanah di provinsi danatau di kabupatenkota; b. mengkoordinasikan dan memaduserasikan pelaksanaan pengadaan tanah di provinsi danatau di kabupatenkota; c. menentukan danatau menetapkan Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota untuk melaksanakan tugas pengadaan tanah di kabupatenkota masing-masing; d. memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI untuk pengambilan keputusan penyelesaian bentuk danatau besarnya ganti rugi yang diajukan oleh BupatiWalikota atau Gubernur; e. melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pengadaan tanah di provinsi danatau di kabupatenkota. Langkah selanjutnya adalah penyuluhan yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota bersama-sama dengan instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk menjelaskan manfaat, maksud dan tujuan pembangunan kepada masyarakat serta dalam rangka memperoleh kesediaan dari para pemilik. Hasil dari penyuluhan dimaksud, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu : a. diterima oleh masyarakat, maka kegiatan pengadaan tanah ditindaklanjuti, b. tidak diterima masyarakat, maka dilakukan penyuluhan ulang, demikian dijelaskan oleh pasal 19 ayat 3. Hasil penyuluhan ulang ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu : 87 a. Tetap ditolak oleh 75 persen pemegang hak atas tanah. Jika lokasi dapat dipindahkan , dicari alternatif lain. b. Tetap ditolak oleh pemegang hak atas tanah, dan lokasi tidak dapat dipindahkan, maka Panitia Pengadaan Tanah mengusulkan kepada BupatiWalikotaGubernur DKI untuk menggunakan acara pencabutan hak atas tanah menurut UU No. 20 Tahun 1961. Jika rencana pembangunan diterima oleh masyarakat, maka dilakukan identifikasi dan inventarisasi tanah yang meliputi : a. kegiatan penunjukan batas, b. pengukuran bidang tanah danatau bangunan, c. pemetaan bidang tanah danatau bangunan dan keliling batas bidang tanah, d. penetapan batas-batas bidang tanah danatau bangunan, 87 Pasal 19 ayat 4 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara e. pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah, f. pendataan status tanah danatau bangunan, g. pendataan penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan dan atau tanaman, h. pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan danatau tanaman, dan i. lainnya yang dianggab perlu, sebagaimana dijelaskan oleh pasal 20 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi berkenaan dengan pengukuran bidang tanah danatau bangunan dan pemetaan bidang tanah danatau bangunan dan keliling batas bidang tanah, dituangkan dalam bentuk peta bidang tanah, demikian disebutkan oleh pasal 23 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Sedangkan hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi terkait dengan penetapan batas-batas bidang tanah danatau bangunan, pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah, pendataan status tanah atau bangunan, pendataan penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan danatau tanaman, pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah danatau bangunan danatau tanaman, dan lain-lain yang dianggab perlu, dituangkan dalam bentuk daftar yang memuat : 88 a. nama pemegang hak atas tanah; b. status tanah dan dokumennya; c. luas tanah; d. pemilikan danatau penguasaan tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda lain yang berkaitan dengan tanah; e. penggunaan dan pemanfaatan tanah; f. pembebanan hak atas tanah; g. dan keterangan lainnya. Peta bidang tanah dan daftar sebagaimana tersebut di atas diumumkan selama 7 tujuh hari di Kantor DesaKelurahan, Kantor Pertanahan KabupatenKota melalui website selama 7 tujuh hari, danatau melalui mass media dalam dua kali penerbitan 88 Pasal 23 ayat 2 Perturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara guna memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Selanjutnya jika terdapat keberatan, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota meneliti dan menilai keberatan tersebut, dan apabila : a. keberatannya dapat dipertanggungjawabkan, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melakukan perubahan atau koreksi sebagaimana mestinya, b. keberatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melanjutkan proses pengadaan tanah, demikian dijelaskan oleh pasal 23 ayat 4 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Jika keberatan mengenai sengketa kepemilikan, danatau penguasaanpenggunaan atas tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota mengupayakan penyelesaian melalui musyawarah. 89 Jika musyawarah tidak menghasilkan penyelesaian, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota menyarankan kepada para pihak untuk menyelesaikan melalui lembaga peradilan, dan mencatat sengketa atau perkara tersebut dalam peta Bidang Tanah dan Daftar. Setelah sengketa atau perkara tersebut dicatat, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melanjutkan proses pengadaan tanah. 90 Langkah seterusnya adalah penunjukan Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah. Penilaian harga tanah dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah. Jika di KabupatenKota belum ada Lembaga Penilai Harga Tanah, penilaian dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah yang keanggotaannya terdiri dari : 91 a. unsur instansi yang membidangi bangunan danatau tanaman; 89 Pasal 23 ayat 5 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 90 Pasal 23 ayat 6 dan 7 Perturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 91 Pasal 26 ayat 2 Perturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara b. unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi pertanahan nasional; c. unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan; d. ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah; e. akademisi yang mampu menilai harga tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah sebagaimana tersebut di atas menurut pasal 26 ayat 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007, apabila diperlukan dapat ditambah unsur Lembaga Swadaya Masyarakat. Tim Penilai Harga Tanah ini dibentuk oleh BupatiWalikotaGubernur DKI. Penilaian harga tanah yang dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah didasarkan kepada NJOP atau nilai nyata dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman kepada hal-hal berikut : 92 a. lokasi dan letak tanah; b. status tanah; c. peruntukan tanah; d. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada; e. sarana dan prasana yang tersedia; f. faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah. Penilaian harga bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain dilakukan oleh instansi terkait. Hasil penilaian diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk digunakan sebagai dasar musyawarah. Proses selanjutnya dilakukan musyawarah, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik tanah untuk bermusyawarah mengenai rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut, dan bentuk danatau besarnya ganti rugi. 93 Musyawarah dipimpin oleh 92 Pasal 28 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 93 Pasal 31 ayat 1 Peraturan Ka. BPN NO. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Ketua Pengadaan Tanah KabupatenKota dan jika ketua berhalangan, maka musyawarah dipimpin oleh wakil ketua. 94 Kesepakatan di dalam musyawarah dianggab telah tercapai bila 75 persen luas tanah telah diperoleh atau 75 persen pemilik telah meyetujui bentuk dan besarnya ganti rugi. Jika musyawarah tidak mencapai 75 persen, maka dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu : 95 a. Jika lokasi dapat dipindahkan, Panitia Pengadaan Tanah mengusulkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk memindahkan lokasi. b. Jika lokasi tersebut tidak dapat dipindahkan, maka kegiatan pengadaan tanah tetap dilanjutkan. Jika 25 persen dari pemilik tanah belum sepakat mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atau 25 persen luas tanah belum diperoleh, maka Panitia Pengadaan Tanah melakukan musyawarah kembali dalam jangka waktu 120 hari kalender. Jika jangka waktu selama 120 hari telah terlampaui, maka bagi yang telah sepakat mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, ganti rugi diserahkan dengan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita Acara Penawaran Penyerahan Ganti Rugi. 96 Bagi yang menolak, maka ganti rugi dititipkan oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah ke Pengadilan Negeri setempat berdasarkan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi, demikian dijelaskan oleh pasal 37 ayat 4 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Seterusnya bagi pemilik tanah yang berkebaratan terhadap keputusan penetapan bentuk danatau besarnya ganti rugi yang diterbitkan oleh Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota, dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasannya kepada 94 Pasal 32 ayat 2 dan 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 95 Pasal 35 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 96 Pasal 37 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara BupatiWalikota atau Gubernur atau Mendagri dalam waktu paling lama 14 empat belas hari. Putusan penyelesaian atas keberatan tersebut diberikan dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari. 97 BupatiWalikotaGubernurMendagri memberikan putusan dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari yang mengukuhkan atau mengubah bentuk danatau besarnya ganti rugi. Sebelum memberikan putusan, BupatiWalikotaGubernurMendagri dapat meminta pertimbangan atau pendapatkeinginan dari : a. pemilik yang mengajukan keberatan atau kuasanya, b. Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota, c. instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Bila pemilik tanah tetap berkeberatan dan lokasi pembangunan tersebut tidak dapat dipindahkan, maka BupatiWalikota atau Gubernur atau Mendagri mengajukan usul pencabutan hak atas tanah berdarakan UU No. 20 Tahun 1961. 98 Langkah selanjutnya ialah pembayaran ganti rugi. Yang berhak atas ganti rugi sesuai dengan pasal 43 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 adalah : a. pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, b. nazhir bagi tanah wakaf. Ganti rugi diberikan dalam bentuk : 99 a. Uang, danatau b. Tanah pengganti, danatau c. Pemukiman kembali, danatau d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 97 Pasal 41 ayat 1 dan 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 98 Pasal 42 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 99 Pasal 13 Perpres RI. No. 65 Tahun 2006. Universitas Sumatera Utara Tatkala ganti rugi dalam bentuk uang diterima oleh yang berhak, maka yang berhak membuat suatu pernyataan pelepasan atau penyerahan hak, diikuti dengan pembuatan Berita Acara Pembayaran Ganti Rugi dan Pelepasan Hak Atas Tanah atau Penyerahan Tanah oleh Panitia Pengadaan Tanah. 100 Dalam hal ganti rugi dalam bentuk selain uang, maka apabila yang berhak atas ganti rugi telah menandatangani kesepakatan, seterusnya dilanjutkan dengan penandatanganan surat pernyataan pelepasanpenyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah danatau bangunan danatau tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal tanah wakaf yang diperlukan untuk pembangunan dimaksud, maka pelepasan atau penyerahan untuk kepentingan instansi yang memerlukan tanah baru dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Pejabat atau Lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang wakaf. 101 Pada saat pembuatan surat pernyataan pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah, yang berhak atas ganti rugi wajib menyerahkan dokumen asli kepada Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota berupa : a. sertifikat hak atas tanah danatau dokumen asli pemilikan dan pengusaan tanah; b. akta-akta perbuatan hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan; c. akta-akta lainnya yang berhubungan dengan tanah yang bersangkutan; 100 Pasal 49 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 101 Pasal 50 ayat 2 dan 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara d. surat pernyataan yang diketahui oleh Kepala DesaLurah setempat atau setingkat dengan itu yang menyatakan bahwa tanah tersebut pada huruf a benar kepunyaan yang bersangkutan. Seterusnya Panitia Pengadaan Tanah melakukan pemberkasan dokumen pengadaan tanah untuk setiap bidang tanah, yang terdiri dari : 102 a. Proposal rencana pembangunan; b. Keputusan penetapan lokasi; c. Peta bidang tanah, Daftar pemilikan tanah, dan Daftar pemilikan bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; d. Pengumuman peta bidang tanah, daftar pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan Daftar pemilikan bangunan danatau tanaman danatau benda lain yang berkaitan dengan tanah; e. Keputusan bentuk danatau besarnya ganti rugi dan Daftar nominatif pembayaran ganti rugi; f. Surat undangan musyawarah; g. Berita acara hasil pelaksanaan musyawarah lokasi pembangunan; h. Bukti pembayaran dan penerimaan ganti rugi; i. Bukti penitipan uang ganti rugi di pengadilan negeri; j. Surat pelepasanpenyerahan hak atas tanah; k. Berita acara pembayaran ganti rugi; l. Surat-surat pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; m. Dokumen lain yang terkait. Selanjutnya instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan hak atas tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. 103 Pelaksanaan pembangunan fisik atas lokasi yang telah diperoleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dimulai setelah pelepasanpenyerahan hak atas tanah danatau penyerahan bangunan, danatau penyerahan tanaman, atau telah dititipkannya ganti rugi ke Pengadilan Negeri setempat. Dalam hal ganti rugi kepada yang berhak atas ganti rugi dititipkan ke Pengadilan Negeri, maka BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta menerbitkan 102 Pasal 63 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 103 Pasal 66 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara keputusan untuk melaksanakan pembangunan fisik, demikian dijelaskan oleh pasal 67 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Pengertian Dan Dasar Hukum Ganti Rugi. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Demikian disebutkan oleh pasal 6 UUPA. Atas dasar pasal 6 inilah jika negara atau pemerintah memerlukan tanah demi pembangunan untuk kepentingan umum, maka pemegang hak atas tanah harus merelakan tanah yang dipunyainya untuk diambil oleh negara, namun dalam hal ini masyarakat atau pemegang hak atas tanah tidak boleh dirugikan, mereka harus mendapat ganti rugi. Salah satu masalah yang paling krusial dan selalu menimbulkan konflik di dalam pelaksanaan pengadaan tanah adalah yang berkenaan dengan aspek ganti rugi. Istilah ini sudah mulai dipersoalkan karena dapat mengandung konotasi yang negatif, yaitu suatu penggantian yang mengakibatkan orang menjadi rugi. Pasal 1 angka 11 Perpres RI. No. 36 Tahun 2005 menyebutkan “Ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian bersifat fisik danatau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah”. Jika dicermati makna ganti rugi sebagaimana disebutkan pada pasal 1 angka 11 di atas, bahwa penggantian terhadap kerugian yang dialami pemilik tanah bersifat fisik dan non fisik. Terhadap pengganti kerugian yang bersifat non fisik, Perpres pengadaan tanah ini tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang apa saja kerugian yang bersifat non fisik tersebut. Untuk mendapatkan pengertian yang sama, sebaiknya Perpres pengadaan Universitas Sumatera Utara tanah ini perlu menjabarkan lebih lanjut tentang kerugian yang bersifat non fisik dimaksud serta bagaimana bentuk ganti ruginya. Salah satu prinsip dasar dari perolehan tanah yang universal yaitu “No private property shall be taken for publik use with out just and fair compensation”. 104 Dalam pengadaan tanah dianut asas keadilan, yang bermakna bahwa kepada masyarakat yang tanahnya dibebaskan wajib diberikan ganti rugi yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya, setidak-tidaknya sama dengan keadaan sebelum tanah mereka dibebaskan, dengan memperhitungkan kerugian terhadap kerugian fisik maupun non fisik. Asas keadilan tersebut jelas sekali menyatakan bahwa ganti rugi tersebut harus dapat memulihkan keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah dimaksud dan ganti rugi itu haruslah memperhitungkan kerugian tidak hanya fisik seperti, hilangnya tanah, bangunan, tanaman, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tanah, tetapi juga kerugian yang sifatnya non fisik, misalnya, hilangnya pekerjaan, atau pun lahan berusaha, dan lain-lain. Kondisi ekonomi masyarakat yang terkena pembebasan sulit akan pulih jika tidak ada bidang usaha. Karena usaha atau pekerjaanlah yang membuat mereka mampu meneruskan roda perekonomian keluarga. Oleh karenanya ganti rugi yang bersifat non fisik ini tidak boleh diabaikan begitu saja, perlu pengaturan dan penjelasan lebih lanjut oleh pembuat kebijakan. Ganti kerugian di dalam pengadaan tanah diberikan untuk : a. hak atas tanah, b. bangunan, c. tanaman, d. benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. 105 Ganti rugi yang disebut di atas sebagaimana diatur dalam pasal 12 Perpres RI No. 36 Tahun 2005 ternyata tidak memunculkan kembali ganti rugi yang bersifat non fisik, 104 Adrian Sutedi. Op cit. Hal : 227. 105 Pasal 12 Perpres RI No. 36 Tahun 2005. Universitas Sumatera Utara ganti rugi ini hanya disebut dalan Pasal 1 angka 11 Perpres RI No. 36 Tahun 2005 yang memuat tentang rumusan ganti rugi. Seharusnya ganti rugi yang bersifat non fisik tersebut ditegaskan kembali pada pasal 12 Perpres RI No.36 Tahun 2005, karena pasal ini berbicara tentang ganti kerugian yang diberikan dalam pengadaan tanah. Sehingga terkesan pasal 12 Perpres RI. No 36 Tahun 2005 ini tidak sinkron dengan pasal 1 angka 11 Perpres RI No. 36 Tahun 2005 tersebut. Yang dimaksudkan dengan hak atas tanah menurut Perpres RI No. 36 Tahun 2005 yaitu sebagaimana disebut di dalam pasal 1 angka 8 adalah “Hak atas sebidang tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria”. Sedangkan apa yang diartikan dengan bangunan, ada berapa jenis bangunan, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Pada kasus-kasus tertentu didalam pengadaan tanah, ganti rugi hanya diberikan terhadap bangunan, pagar dan tanaman, sedangkan tanah tidak diberikan ganti rugi. Sebagai contoh terjadi pada pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lingkar luar outer ring road pada pengembangan kota Medan yang termasuk dalam kelurahan Sempakata Kec. Medan Selayang. Pada contoh ini merupakan pelebaran jalan dari damija daerah milik jalan 14 meter menjadi 33 meter, sehingga yang diberikan ganti rugi untuk bangunan, pagar dan tanaman, sedangkan tanah tidak diberikan ganti rugi. 106 Hal ini ditegaskan juga oleh mantan Wakil Walikota Medan, Ir. Maulana Pohan, bahwa pelepasan tanah jl. Ngumban Surbakti Medan sama dengan jl. Flamboyan dan Setia Budi Medan, tidak ada ganti rugi tanah, hanya ganti rugi bangunan dan tanaman. 107 Sebetulnya 106 Lihat Penelitian Ulam Raya Hutagalung. Pengaruh Pembangunan Jalan Lingkar Luar OuterRing Road Pada Pengembangan Kota Medan. Studi Kasus : Jalan Ngmban Surbakti. Tesis. PPS PWD, USU, Medan, 2003. Hal : 54. 107 Waspada, 07 Maret 2006. Universitas Sumatera Utara keadaan ini menyalahi aturan yang ada, karena tidak ada disebutkan dalam peraturan pengadaan tanah bahwa tanah tidak diberikan ganti rugi, justru hak atas tanah merupakan hal utama yang harus diberikan ganti ruginya. Mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana disebutkan pada pasal 12 Perpres RI No. 36 Tahun 2005 yang sudah disebutkan secara limitatif, kiranya perlu dipikirkan untuk memberikan ganti rugi misalnya yang berupa bantuan ongkos kepindahan ke lokasi baru, biaya pemasangan instalasi listrik, air bersih di tempat yang baru kepada bekas pemegang hak atas tanah, karena hal ini dapat membantu mengurangi beban pengeluaran masyarakat yang tanahnya sudah diambil untuk pembangunan demi kepentingan umum tersebut. Juga perlu menjadi perhatian bagi pembuat kebijakan untuk memikirkan dan mengatur tentang akibat pengambilan tanah sebagian sehingga tanah yang tersisa mungkin tidak dapat dimanfaatkan lagi atau kalau mau dijual menjadi sulit. Selanjutnya ganti rugi yang diterima oleh pemilik tanah tersebut harus dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh AP. Parlindungan, bahwa “Orang yang dicabut haknya itu tidak berada dalam keadaan lebih miskin ataupun menjadi lebih miskin setelah pencabutan hak tersebut, atau pun akan menjadi miskin kelak karena uang pembayaran ganti rugi itu telah habis dikomsumsi. Minimal ia harus dalam situasi ekonomi yang sekurang-kurangnya sama seperti sebelum dicabut haknya”. 108 108 AP. Parlindungan. Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi Perbandingan. Cet. 1. Bandung : Mandar Maju. 1993. Hal : 5. Universitas Sumatera Utara

B. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah.