Dasar Perhitungan Ganti Rugi.

Selanjutnya musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 31 ayat 1 huruf a, dianggab telah tercapai kesepakatan apabila paling sedikit 75 dari luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh, atau jumlah pemilik telah menyetujui bentuk danatau besarnya ganti rugi. 150 Dalam hal musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut jumlahnya kurang dari 75 , maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota mengusulkan kepada instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk memindahkan ke lokasi lain. 151 Jika lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksud dalam pasal 39, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota melanjutkan kegiatan pengadaan tanah. 152 Pasal 36 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 menjelaskan “Pemilik tanah yang belum bersepakat mengenai bentuk danatau besarnya ganti rugi, dan jumlahnya 25 dari jumlah pemilikluas tanah, Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan bentuk danatau besarnya ganti rugi”.

D. Dasar Perhitungan Ganti Rugi.

Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas: 153 a. Nilai Jual Objek Pajak NJOP atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan berdasarkan penilaian LembagaTim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia, 150 Pasal 34 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 151 Pasal 35 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 152 Pasal 35 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 153 Pasal 15 ayat 1 Perpres RI. No. 65 Tahun 2006. Universitas Sumatera Utara b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Kehadiran Lembaga PenilaiTim Penilai Harga Tanah di dalam Perpres pengadaan tanah yang baru ini dapat dikatakan merupakan langkah maju, sudah cukup lama disarankan oleh para ahli dibidang pertanahan karena pada peraturan tentang pengadaan tanah sebelumnya tidak dikenal lembaga seperti ini. Hanya saja LembagaTim Penilai Harga Tanah ini akan sangat membawa manfaat apabila didukung oleh insan- insan yang profesional, punya pengalaman kerja, serta didukung oleh kualifikasi pendidikan sehingga mampu melakukan penilaian terhadap nilai tanah dengan lebih akurat. Lembaga Penilai Harga Tanah menurut pasal 1 angka 3 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007, adalah “Lembaga profesional dan independen yang mempunyai keahlian dan kemampuan di bidang penilaian harga tanah”. Sedangkan yang dimaksud dengan Tim Penilai Harga Tanah berdasarkan pasal 1 angka 4 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 adalah “Tim yang dibentuk dengan keputusan BupatiWalikotaatau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menilai harga tanah, apabila di wilayah KabupatenKota yang bersangkutan atau sekitarnya tidak terdapat lembaga Penilai Harga Tanah”. Jika di suatu KabupatenKota atau disekitar KabupatenKota yang bersangkutan belum terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah, BupatiWalikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta membentuk Tim Penilai Harga Tanah. 154 154 Pasal 26 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Keanggotaan Tim Penilai Harga Tanah terdiri dari : a. Unsur instansi yang membidangi bangunan danatau tanaman, b. Unsur instansi Pemerintah Pusat yang membidangi pertanahan nasional, c. Unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan, d. Ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai tanah, e. Akademisi yang mampu menilai harga tanah danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. 155 Mencermati tugas LembagaTim Penilai Harga Tanah yaitu melakukan penilaian terhadap harga tanah, jadi yang dinilai adalah harga tanah bukan nilai tanah. Nilai tanah mengandung makna yang lebih luas dari harga tanah. Harga tanah memuat makna yang lebih sempit yaitu harga secara fisik atau terbatas pada konsep ekonomi. Bagi masyarakat Indonesia, tanah tidak hanya mengandung nilai ekonomis semata, akan tetapi lebih luas dari hal itu, ada nilai-nilai lain yang terdapat di atas sebidang tanah, seperti nilai magis religius, nilai budaya, dan lain sebagainya. Hanya saja nilai-nilai ini sulit untuk dapat diukur atau dinilai dengan sejumlah uang. Tim penilai harga tanah di dalam melaksanakan tugasnya yaitu melakukan penilaian harga tanah didasarkan kepada NJOP atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan dan dapat berpedoman kepada hal-hal berikut: 156 a. lokasi dan letak tanah, b. status tanah, c. peruntukan tanah, d kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada, e. sarana dan prasarana yang tersedia, dan f. faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah. 155 Pasal 26 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. 156 Pasal 28 ayat 2 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Di negara India, hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan ganti rugi adalah nilai pasar tanah pada saat diumumkannya pelepasan tanah, kerugian yang timbul karena dipecahnya bidang tanah tertentu, ganti rugi akibat pengurangan keuntungan yang diharapkan dari tanah tersebut, semenjak pengumuman pengambilan tanah sampai dengan selesainya seluruh proses. Sedangkan kenaikan nilai tanah dibubungkan dengan penggunaannya dikemudian hari dan segala perbaikan yang dilakukan setelah adanya pengumuman tentang pengambilan tanah tersebut, tidak diperhitungkan sebagai faktor penentu ganti kerugian. 157 Di Singapura berdasarkan pasal 33 ayat 1 Land Acquision Act Tahun 1970, faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan besarnya ganti kerugian antara lain adalah nilai pasar tanah saat diumumkannya pengambilan hak atas tanah, kerugian akibat dipecahnya bidang tanah tertentu, dan turunnya penghasilan pemegang hak. Segala perbaikan yang dilakukan dengan sepengetahuan pejabat yang berwenang dapat juga dijadikan pertimbangan untuk menentukan besarnya ganti kerugian. 158 India dan Singapura sebagaimana tersebut di atas lebih maju dalam menentukan pemberian ganti rugi terhadap pengambilan tanah-tanah masyarakat. Pertimbangan didasarkan kepada nilai tanah dan didasarkan pada nilai pasar, kerugian yang sifatnya non fisik seperti turunnya penghasilan pemegang hak atas tanah turut dijadikan pertimbangan dalam menentukan besarnya ganti kerugian. Sedangkan Perpres RI No. 36 Tahun 2005 dan Perpres RI No. 65 Taun 2006 tidak berhasil menjabarkan ganti rugi immaterial tersebut dan hanya diberikan terhadap kerugian yang sifatnya fisik semata sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 Perpres RI No. 36 Tahun 2005. 157 Kitay dalam Maria Soemardjono. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi.Op cit. Hal : 78. 158 Maria Soemardjono. Ibid. Hal : 78-79. Universitas Sumatera Utara Di negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon telah menggunakan institusi independen yang berprofesi sebagai lembaga penilai tanah. Keanggotaan lembaga penilai tanah terdiri dari individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan kemahiran tertentu dalam bidang khusus atau profesional dan tidak berasal dari pemerintah serta tidak berafiliasi dengan pemerintah. 159 Institusi profesional penilai tanah dimaksud antara lain : Royal Institute of Chartered Surveyor, Incorporated Society of Value and Auctioneers di United Kongdom, Australian Institute of Valuers di Australia, New Zealand institute of Valuers di Singapura, American Institute of Real Estate Appraisals di Amerika Serikat, Lembaga Penilai Penaksir dan Ejan Harta Tanah Malaysia di Malaysia. 160 Di Malaysia terdapat 3 institusi pendidikan yang membuka program pendidikan di bidang penilaian tanah, yaitu University Tehnologi Malaysia UTM, Institut Tehnologi MARA ITM dan Univesity Sains Malaysia USM. 161 Di Singapura diselenggarakan oleh National University of Singapore, di Australia antara lain diselenggarakan oleh Australian National University dan di United Kingdom oleh Reading University atau Herior-Watt University. 162 Dengan adanya institusi pendidikan yang membuka program pendidikan di bidang penilaian tanah di negara-negara tersebut di atas tentunya akan menghasilkan insan-insan yang profesional dan bertanggung jawab di bidangnya, dengan demikian hasil kerja karena didukung oleh keprofesionalan yang dimiliki akan terlihat lebih baik. Sehingga wajarlah kalau di Malaysia misalnya bahwa pembebasan tanah di sana tidak 159 Ismail Omar Dalam Gunanegara. Op cit. Hal : 219. 160 Gunanegara. Ibid. 161 Ismail Omar dalam Gunanegara. Ibid. Hal : 193. 162 Ibid. Universitas Sumatera Utara menimbulkan masalah karena penilaian ganti rugi ditangani oleh orang-orang yang ahli di bidangnya serta didukung oleh sistem hukum yang memberi jaminan. Menyimak kembali kepada penentuan ganti rugi sebagaimana diatur oleh pasal 15 ayat 1 Perpres RI. No. 65 Tahun 2006 tersebut di atas, ternyata Perpres pengadaan tanah ini masih berpedoman kepada NJOP di dalam menetapkan ganti rugi. Meskipun besarnya ganti rugi dinilai oleh LembagaTim Penilai yang independen dan profesional, tetapi karena dasar penetapan ganti rugi berpedoman kepada NJOP, maka lazimnya besarnya ganti rugi yang ditetapkan tidak akan jauh berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh Pemerintah. Apakah NJOP dipakai sebagai dasar penentuan ganti rugi adalah merupakan hal yang tepat ?, dalam arti lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang tanahnya diambil untuk pembangunan demi kepentingan umum ?. Untuk permasalah di atas Gunanegara memberikan pendapatnya sebagai berikut “NJOP tidak selalu equivalen dengan harga tanah yang sesungguhnya real price atau nilai pasar market value. NJOP hampir selalu lebih rendah dari harga pasar, mengingat penetapan besarnya NJOP ditetapkan 3 tahun sekali, hanya daerah-daerah tertentu yang ditetapkan setahun sekali. Potensi terjadi permasalahan harga apabila ganti rugi pengadaan tanah didasarkan pada NJOP yang ditetapkan 3 tahun yang lalu, dengan demikian harga ganti rugi akan merugikan pemilik. 163 Disamping itu tidak mencerminkan nilai tanah secara riil karena memang NJOP merupakan ranah perpajakan fiscal valuetax valueland tax. 164 163 Gunanegara. Ibid. Hal : 223. 164 Gunanegara. Ibid. Hal : 247. Universitas Sumatera Utara Mengacu kepada pendapat Gunanegara di atas, di dalam penentuan besarnya ganti rugi yang didasarkan atau berpedoman kepada NJOP, menunjukkan bahwa ketidakadilan yang dirasakan oleh pemilik tanah yang tanahnya diambil untuk pembangunan demi kepentingan umum serta yang sering menimbulkan konflik, ternyata bermula dari aturan hukumnya yang kurang memberikan perlindungan kepada masyarakat. Pada beberapa kasus tertentu, pembayaran ganti rugi yang diberikan kepada pemilik tanah justru berada di bawah NJOP dan jauh di bawah harga pasar. Misalnya, pada proyek pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan Mako Brimob Polda Sulawesi Selatan, kepada pemegang hak atas tanah hanya dibayarkan sebesar Rp. 20.000,-m2, pada hal NJOP adalah sebesar Rp. 40.000,-. 165 Ganti rugi yang diterima oleh warga kelurahan 27 dan 28 ilir Palembang, jauh di bawah harga setempat yaitu lebih kurang Rp. 75.000,-M2 dan dibayarkan kepada mereka yaitu tanah Rp. 300M2 dan rumah Rp. 18.000,- - Rp. 24. 000,-m2. 166 Pembebasan lahan untuk jalan Toll JORR W2 Jakarta Outer Ring Road W 2 Jakarta, dimana Panitia Pengadaan Tanah memberikan ganti rugi yang didasarkan kepada NJOP, sedangkan masyarakat menuntut harga berdasarkan pada surat Walikota Jakarta Selatan yaitu di atas NJOP. 167 Demikian juga pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lingkar luar outer ring road jalan Ngumban Surbakti, masyarakat meminta ganti rugi berdasarkan harga pasar, sedangkan Pemkot Medan menetapkan acuan harga tanah berdasarkan NJOP. 168 165 Aminuddin Salle. Op cit. Hal : 174-175. 166 AP. Parlindungan. Berakhirnya Hak-Hak Atas`Tanah Menurut Sistem UUPA. Bandung. Mandar Maju. 1990. Hal : 77. 167 http :www.berita 8.comnews.php. Di akses 17 Mei 2010. 168 Ulam Raya. Op cit. Hal : 45. Universitas Sumatera Utara Melihat kepada contoh kasus di atas, penggunaan NJOP sebagai dasar penentuan ganti rugi belum mampu memberikan perlindungan hukum yang adil kepada masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan didasarkan kepada alasan-alasan seperti telah diuraikan di atas. Di Malaysia, proses pembayaran ganti rugi tanah pada hakekatnya tidak ada menimbulkan korban, karena pembayaran ganti rugi tanah yang diberikan melebihi asas kepatutan, setiap pemilik tanah yang menerima ganti rugi dari Raja atau Gubernur ataupun pemerintah, pada umumnya kesejahteraan ekonominya lebih baik dari keadaan sebelumnya, hal ini tidak terlepas dari sistem hukum yang mengatur ganti rugi tanah itu sendiri yang memberikan jaminan. 169 Negara Malaysia lebih tegas dalam memberikan ancaman pidana berupa hukuman penjara dan denda bagi pelaksanaan pengambilalihan tanah untuk kepentingan negara yang melanggar peraturan perundang-undangan. Pelanggaran pelaksanaan pengambilan tanah privat oleh negara selain pelaksanaannya dapat dipidana, dapat mengakibatkan batalnya pengambilalihan tersebut. 170 Untuk menentukan ganti rugi terhadap tanah, menurut Maria Sumardjono ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan, karena faktor-faktor ini dapat mempengaruhi harga tanah. Faktor-faktor dimaksud adalah: 171 a. Lokasiletak tanah, strategis atau kurang strategis. b. Status penguasaan tanah. Pemegang yang sah atau penggarap. c. Status hak atas tanah. Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dll. d. Kelengkapan sarana, prasarana. e. Keadaan penggunaan tanahnya, terpelihara atau tidak. f. Kerugian sebagai akibat dipecahnya hak atas tanah seseorang. 169 Ediwarman. Op cit. Hal : 213. 170 Gunanegara. Op cit. Hal : 249. 171 Maria Sumardjono. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi. Op cit : Hal :81. Universitas Sumatera Utara g. Biaya pindah tempatpekerjaan. h. Kerugian terhadap turunnya penghasilan pemegang hak. Universitas Sumatera Utara

BAB III PENGATURAN TENTANG KONSINYASI

A. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

1. Pengertian Dan Dasar Hukum.

Konsinyasi berasal dari kata “Consignatie” yang artinya penitipan yang dilakukan debitur di Kantor Pengadilan Negeri karena kreditur tidak mau menerima pembayaran debitur. 172 Pasal 1404 KUHPerdata menyebutkan : a. Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. b. Penawaran demikian, diikuti dengan penitipan membebaskan si berutang, dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut undang-undang sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang. Pasal di atas memperkenankan atau memberi kemungkinan bagi debitur untuk melunasi utang yang diperjanjikan dengan cara penawaran pembayaran tunai yang kemudian diikuti dengan konsinyasi. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena kreditur tidak bersedia menerima pembayaran yang dilakukan oleh debitur. Dengan tindakan seperti ini artinya tindakan penawaran tunai yang diikuti dengan konsinyasi sesuai dengan apa yang diatur oleh pasal 1381 KUHPerdata yang menetapkan, salah satu cara untuk menghapuskan perikatan adalah dengan konsinyasi. Penawaran yang dimaksud oleh pasal 1404 KUHPerdata ini bukanlah dalam pengertian penawaran harga dalam taraf negosiasi untuk mencapai kesepakatan, 172 JCT. Simorangkir dalam Tarmizi. Segi-Segi Hukum Penggunaan Konsinyasi Dalam Pembebasan Tanah Di Kota Medan. Tesis PPs Prody Ilmu Hukum. USU. Medan. 1995. Hal : 53. Universitas Sumatera Utara