Teori Akuntansi Positif Landasan Teori

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Akuntansi Positif

Teori akuntansi positif positive accounting theory menurut Godfrey 2010:9 ialah teori yang melengkapi kerangka pemikiran untuk menjelaskan dengan berdasarkan pengamatan praktik di lapangan apakah nilai akuntansi tepat digunakan, apakah terdapat penggunaan peran yang lain, dan apakah terdapat inferior atau superior untuk memberikan alternatif. Teks-teks teori akuntansi hampir seluruhnya diarahkan untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh akuntan Riduwan, 2007:16. Menurut Watts dan Zimmerman dalam Riduwan 2007:17, teori akuntansi positif sebagai dasar penetapan standar akuntansi adalah sesuatu yang penting untuk memastikan bahwa preskripsi norma yang diberikan oleh teori normatif memang benar atau layak untuk diterapkan dalam dunia nyata. Menurut Blaugh dalam Riduwan 2007:17 menyatakan bahwa teori normatif berkepentingan terhadap nilai realm of values, sedangkan teori positif berkepentingan terhadap fakta realm of fact. Menurut Machinston dalam Januarti 2004 aliran positif beranggapan bahwa antara kekuasaan dan politik sebagai sesuatu yang tetap dan sistem sosial dalam organisasi terdiri dari fenomena empiris konkrit dan bebas nilai tidak tergantung pada manajer dan karyawan yang bekerja didalamnya. Tiga hipotesis akuntansi positif menurut Watts dan Zimmerman dalam Oktomegah : 2013 1. Debt Convenant dan Konservatisme Terkait dengan renegosiasi kontrak hutang, debt covenant cenderung untuk berpedoman pada angka akuntansi. Debt covenant memprediksi bahwa manajer cenderung untuk menyatakan secara berlebihan laba dan asset untuk mengurangi renegosiasi biaya kontrak hutang. 2. Bonus Plan dan Konservatisme Kepemilikan saham oleh manajemen dapat mengurangi tindakan oportunistik manajemen dengan cara memanipulasi laba. Dalam hal ini bonus plan berpengaruh negative terhadap konservatisme akuntansi. 3. Political cost dan konservatisme Bagi perusahaan, intensitas politik sering berkaitan dengan ukuran perusahaan. Political cost mengungkapkan bahwa perusahaan besar kemungkinan menghadapi biaya politis lebih besar dibanding perusahaan kecil. Perusahaan besar biasanya lebih diawasi oleh pemerintah dan masyarakat. Jika perusahaan besar mempunyai laba yang tinggi secara relatif permanen, maka pemerintah dapat terdorong untuk menaikkan pajak dan meminta layanan publik yang lebih tinggi kepada perusahaan. Akhirnya, manajer perusahaan besar mungkin cenderung memilih metode akuntansi yang menunda pelaporan laba untuk mengurangi tanggungan political cost oleh perusahaan.

2.1.2. Hakikat BUMD Undang-Undang No 5 Tahun 1962