Sinopsis Novel Negeri 5 Menara
keinginan ibunya. Dengan setengah hatiakhirnya
Alif mengabulkan permintaan ibunya melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren.
Meski awalnya setengah hati, tapi pada akhirnya Alif mengikuti dengan senang hati. Di pondoklah ia pertamakalidiperkenalkan kalimatMan
Jadda Wajada yang mengubah pemikiran Alif terhadap sekolah agama yang semula tidak ingin dijalaninya, sampai akhirnya di PMia menemukan impian
barunya menjadi seorang wartawan. Seperti kutipan berikut. Diam-diam aku mulai mempertimbangkan mengganti cita-citaku
dari Habibie menjadi wartawan Tempo.
82
Dengan tekad dan usaha yang sungguh-sungguh akhirnya impiannya terwujud bahkan impiannya yang lain menginjakkan kaki di negeri Paman
Sam, Amerika Serikat pun terwujud. Seperti kutipan berikut. Posisi kantorku hanya sepelemparan batu dari di The Capitol,
beberapa belas menit naik mobil ke kantor George Bush di Gedung Putih, kantor Colin Powell di Departement of state, markas FBI, dan
Pentagon. Lokasi impian banyak wartawan.
83
Selain Alif, kalimatMan Jadda Wajadatelah menghipnotis kelima sahabat pondoknya Atang, Baso, Dulmajid, Raja,dan Said, yang akrab
dipanggil dengan sahibul menara. Merekamenggantungkan cita-cita dengan mengimajinasikan awan sebagai tempat yang akan mereka kunjungi, hingga
akhirnya mereka pun berhasil mencapai impian dan cita-cita mereka. Seperti kutipan berikut.
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika,
Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang tidak yakin dengan kami berdua, dan sangat percaya bahwa awan ini
berbentuk benua Afrika, Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis, awan itu
berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi,
walau sejujurnya
juga tidak
tahu bagaimanamerealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelah kami
mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukan masing-masing. Kun fayakun,
82
Ibid., h. 172.
83
Ibid., h. 2.
maka semula awan impiankini hidup yang nyata. Kami berenam telah berada di lima negara yang berbeda. Di lima menara impian kami.
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar. Manjadda wajada, siapa yang bersungguh-
sungguh akan berhasil.
84
Perjuangan, motivasi, keyakinan, dan persahabatan ditampilkan berkesinambungan dalam kisah novel ini sehingga mereka berhasil meraih
cita-cita. Tentu keberhasilan tersebut tidak akan bisa tercapai tanpa adanya doa, kerja keras dan usaha sungguh-sungguh.
Keberhasilan tak hanya milik Sahibul Menara, novel N5M pun menceritakan keberhasilan Randai, sahabat Alif di kampung dalam mencapai
cita-cita. Seperti kutipan berikut. Semua yang didapat Randai adalah mimpiku juga. Mahasiswa
ITB dan bercita-cita jadi Habibie. Kini kawanku mendapatkan semuanya kontan. Sedangkan aku masih harus mengangsur 1 tahun
lagi sebagai murid kelas 6 di PM.
85
Dari analisis tersebut jelasah bahwa tema dalam novel N5M adalah perjuangan dalam kesungguhan meraih cita-cita. Untuk mencapai sebuah
tujuan di masa yang akan datang yakni sebuah keberhasilan, seseorang harus melakukan yang terbaik meskipun terasa pahit. Di dunia ini, tak ada yang tak
mungkin. Teruslah bermimpi, karena sungguh Tuhan Maha Mendengar. Man Jadda Wajada
2. Alur
Alur merupakan rangkaian suatu peristiwa yang saling berkaitan. Alur dalam novel N5Mberkisah tentang perjuangan dalam kesungguhan untuk
menggapai cita-cita. Hal ini sesuai dengan tema yang diangkat dalam novel tersebut. Urutan cerita didominasi oleh cerita Alif dan kawan-kawannya
selama di pesantren. Cerita dalam novel N5M berinti pada proses penerimaan Alif terhadap pendidikan pesantren yang ia jalani. Proses yang dialami oleh
Alif, yaitu 1 penolakan terhadap keinginan orang tuanya, 2 masa adaptasi
84
Ibid., h. 405.
85
Ibid., h. 311
di pondok pesantren, 3 keraguannya untuk tetap di pesantren, dan 4 kesungguhan dan keyakinan yang membawanya pada sebuah kelulusan dari
pesantren yang membawanya mencapai cita-cita. Novel ini diawali dengan kisah Alif dewasa yang telah sukses lalu
terkenang akan masa remajanya ketika di pesantren bersama sahibul menara.Cerita diakhiri dengan pertemuan Alif dengan sahibul menara yakni
Atang dan Raja yang ternyata juga berhasil mewujudkan impian yang mereka ukir di pesantren dulu. Dengan kalimat yang mereka yakini, Man
Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh maka berhasil, mereka akhirnyabisa mewujudkan impian tersebut.
Sorot balik ke masa lalu dan pertemuan kembali inilah yang mengategorikan alur dalam novel ini merupakan alur campuran. Alur di
dalam novel ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Tahap awal kisah terdiri atas bagian pengenalan. Pada tahap
tengah, terdiri dari pemunculan konflik, peningkatan konflik rumitan dan klimaks. Tahap akhir merupakan bagian leraian danpenyelesaian.
Paparan pada tahap awal kisah dimulai dari tokoh Alif dewasa yang berada di Washington DC, Amerika Serikat. Alif berhasil mewujudkan cita-
citanya sebagai seorang wartawan Indonesia yang bertugas di AS. Sebuah keberhasilan yang ia dapatkan dengan segala perjuangannya. Seperti kutipan
berikut. Posisi kantorku hanya sepelemparan batu dari di The Capitol,
beberapa belas menit naik mobil ke kantor George Bush di Gedung Putih, kantor Colin Powell di Departement of state, markas FBI, dan
Pentagon. Lokasi impian banyak wartawan.
86
Selanjutnya cerita berbalik ke masa kecil Alif, awal mula ia memimpikan cita-citanya. Alur cerita dimulai dengan memperkenalkan
tokoh Alif sebagai seorang anak MTs yang bercita-cita menjadi seperti pak Habibie dengan melanjutkan pendidikan ke SMA dan selanjutnya bisa kuliah
di ITB. Seperti kutipan berikut.
86
Ibid., h. 2.
Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanya sudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kini saatnya aku mendalami
ilmu non-agama. Tidak madrasah lagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke jerman seperti pak Habibie. Aku ingin suaraku didengar di
depan civitas akademika, atau dewan gubernur atau rapat manajer, bukan hanya berceramah di mimbar surau di kampungku.
87
Dari kutipan tersebut terlihat Alif semakin mantap dengan cita-citanya. Akan tetapi keinginannya menjadi seperti pak Habibietak sejalan dengan
keinginan ibunya yang menginginkannya menjadi seorang ulama seperti Buya Hamka. Seperti kutipan berikut.
“Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti Buya Hamka yang
sekampung dengan kita itu. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.”
“Jadi Amak minta dengan sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah
aliyah.” “Tapi Amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo
ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi.”
88
Perdebatan itu pun menyebabkan konflik antara Alif dan ibunya. Sadar bahwa Surga berada di bawah telapak kaki ibu, akhirnya dengan setengah
hati Alif mengabulkan permintaan ibunya dengan melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Madani, di Ponorogo Jawa Timur.
Selama di pesantren sebenarnya banyak hal yang diraih oleh Alif, mulai dari kemampuan bahasa Inggris, bahasa Arab, teknik berpidato, dan
bakat kepenulisan dan fotografi. Namun selama di pondok ini pula, Alif sering mengalami konflik batin. Ia masih sering membayangkan cita-citanya
dulu yang ingin melanjutkan ke SMA. Konflik batin yang ia alami mengalami pasang surut, bersamaan dengan datangnya surat-surat dari
Randai. Seperti kutipan berikut ini. Semua yang didapat Randai adalah mimpiku juga. Mahasiswa
ITB dan bercita-cita jadi Habibie. Kini kawanku mendapatkan
87
Ibid., h. 8-9.
88
Ibid., h. 8.