eksternal publikasi, dan manajemenrisiko. Mewakili TNC di arena nasional dan internasional. Bekerja sama dengan berbagai staf TNC di lebih dari 30
negara di dunia.
Ketrampilan Bahasa
Menguasai 4 bahasa: bahasa Indonesia,Inggris, Perancis dan bahasa Arab.
Pengalaman Mengajar
1. Trainer, Humas, Publikasi, menulis, fotografi. USAID-LGSP 2006-2007. Dihadiri oleh staf lembaga bantuan dari 8 provinsi di Indonesia.
2. Trainer, Workshop produksi TV, International Broadcasting Bureau-VOA, September 2005. Dihadiri oleh jurnalis TV produsen dari 14 stasiun TV di
Indonesia. 3. Certified trainer DDI untuk pengembangan organisasi
4. Speaker atau fasilitator di berbagai negara seperti Kanada, Malaysia dan Amerika Serikat.
5. Mengajar anak sekolah di berbagai tempat seperti: Virginia, AS, PM Gontor, Bandung, dll.
80
B. Komunitas Sahibul Menara: “MAN JADDA WAJADA”
Komunitas Sahibul Menara “MAN JADDA WAJADA” adalah bagian atau cabang dari Komunitas Menara yang didirikanoleh Nikita Lili pada tanggal
29 Februari 2013 yang kini beranggotakan 216 orang. Nikita Lili sendiri ialah salah satu relawan komunitas Menara yang saat ini bekerja sebagaiKey Account
Executive di PT. Pharos Indonesia. Menurut perempuan berdarah Jawa ini awalnya ia hanya ingin membuat
grup relawan saja, tapi sebelumnya tentu dengan seizin Ahmad Fuadi sebagai pendiri Komunitas Menara. Dengan membuat grup ini ia dan anggota lainnya
bisa berbagi informasi apa saja tanpa harus berkaitan dengan Negeri 5
80
Wikipedia, Ahmad Fuadi. http:id.wikipedia.orgwikiAhmad_Fuadi, akses,14 Juli 2011.
Menaraseperti halnya di grup resmi Komunitas Menara.Inilah salah satu cara Niki untuk membuat anggota memiliki kedekatan emosional yang lebih intens.
Untuk kegiatannya, saat ini komunitas Sahibul Menara telah menjalankan project Paud gratis untuk dhuafa yang beroperasi di daerah Bintaro, Tangsel.
Selain itu ada taman baca setiap sabtu kecuali libur sekolah dan tanggal merah. Komunitas ini bersinergi dengan lembaga-lembaga sosial dan komunitas-
komunitas kependidikan yang ada di sekitar Jakarta atau luar Jakarta. Adapun Komunitas Menara sendiri didirikan oleh Ahmad Fuadi dan
istrinya Yayi. Misinya untuk membantu orang yang kurang mampu agar tetap bisa mengecap dunia pendidikan. Namun, komunitas ini hanya memilih anak
usia pra sekolah sekitar satu sampai enam tahun, karena pada usia itulah waktu yang sangat baik untuk membangun karakter.
Komunitas ini merupakan kumpulan para relawan, membentuk sekolah untuk anak kurang mampu. Dananya berasal dari para relawan dan royalti dari
novel juga filmN5M. Ada yang menyumbang buku dan fasilitas sekolah lainnya. Siapa yang tertarik, maka dia boleh masuk. Harapan dari komunitas ini adalah
membuka 1000 sekolah di seluruh Indonesia.
C. Sinopsis Novel Negeri 5 Menara
Novel N5M ini mengisahkan Alif Fikri, seorang pemuda Minangkabau lulusan Madrasah Tsanawiyah MTs yang dengan setengah hati “hijrah” ke
Jawa untuk menimba ilmu di salah satu Pondok Pesantren terkenal di Ponorogo, Jawa Timur. Kepergiannya yang setengah hati untuk merantau ke tanah Jawa
bukannya tanpa sebab. Alif, seorang pemuda yang memiliki cita-cita suatu saat nanti bisa seperti Pak Habibie, sesungguhnya ingin melanjutkan sekolah ke
SMA umum non agama. Sementara ibunya menginginkan agar Alif melanjutkan ke jalur pendidikan agama Islam, Madrasah Aliyah MA dan
menjadi seorang ahli agama suatu saat nanti. Kondisi tersebut membuat Alif dilanda kekalutan, antara berbakti pada
orang tua dengan mengikuti keinginan ibunya, yaitu melanjutkan bersekolah ke Madrasah Aliyah ataukah melanjutkan mimpinya untuk sekolah di SMA umum.
Hingga akhirnya, dengan referensi dari salah seorang kerabat, Alif dengan berat hati memenuhi permintaan orangtuanya untuk menempuh jalur pendidikan
agama Islam tetapi dengan suatu syarat. Alif tidak mau masuk Madrasah Aliyah MA di Minang; tetapi ia memilih mendalami ilmu agama ke Pondok Madani
PM, sebuah pesantren di Jawa Timur. Maka berangkatlah Alif yang ketika itu masih berusia sangat muda,
merantau ke Jawa. Dan perjalanan hidup Alif sebagai salah satu siswa pondok pesantren pun dimulai. Peraturan pesantren yang sangat ketat, jadwal kegiatan
yang padat, kewajiban memakai bahasa Inggris dan Arab dalam setiap kegiatan komunikasi, serta hukuman yang siap menanti sekecil apapun kesalahan yang
diperbuat, membuat Alif tidak tahan pada saat awal-awal bersekolah di pondok pesantren. Gelombang emosi Alif yang naik turun menghiasi hari-harinya pada
saat menimba ilmu di pondok pesantren tersebut. Ragu dan menyesal sempat terbersit di benak Alif, apalagi ketika Alif menerima surat dari sahabat dekat
yang sekaligus saingannya ketika sekolah dulu, yaitu Randai, yang kini seolah sedang berjaya di sebuah SMA Favorit di Bukit Tinggi, sebuah SMA impian
Alif. Seiring berjalannya waktu, lambat laun Alif dapat menyesuaikan diri
dengan kehidupan PM. Alif juga menemukan sahabat-sahabat senasib yang kemudian dinamai Sahibul Menara sahabat yang sering berkumpul di bawah
menara masjid Pondok Madani. Mereka adalah Said dari Surabaya, Raja dari Medan, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa.
Bersama, mereka saling menasihati, saling berbagi mimpi, dan saling membantu satu sama lain.
Di bawah menara mesjid yang menjulang mereka menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka awan-awan itu
menjelma menjadi peta dunia, negara dan impian benuanya masing-masing. Alif melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras bahwa awan itu
seperti benua Eropa, sementara Atang dan Baso percaya sekali bahwa awan- awan itu membentuk benua Asia dan Afrika, sedangkan Said dan Dulmajid
sangat nasionalis, awan-awan itu berbentuk peta kesatuan negara Indonesia.
Bentuk awan-awan yang dilihat oleh Sahibul Menara bukan semata imajinasi mereka. Tersirat impian mereka di sana. Masing-masing dari mereka
ingin menjelajahi negara-negara pada benua yang mereka khayalkan dengan tujuan masing-masing. Malam harinya, Alif pun menulis impian tersebut dalam
buku hariannya, yang ia namakan sebagai Negeri 5 Menara. Kehidupan PM yang ketat dalam menerapkan disiplin membuat mereka
harus saling mendukung agar kerasan menyelesaikan 4 tahun sekolah.Susah senang mereka jalani bersama dari mulai keharusan hidup mandiri dalam
kesederhanaan, tuntutan tugas dan hafalan yang harus dikejar setiap hari,mengantri jatah makan, salat berjamaah, hafalan Quran, latihan berbahasa
asing, persiapan pidato didepan santri-santri lain, dan ketegangan mereka saat menghadapi ujian akhir di kelas 6semua proses itu dijalani dengan totalitas.
Tekanan hidup tidak membuat Alif dan para santri lainnya menjadi patah dan mengkerut, tetapi justru membuat mereka semakin kuat mental dan tahan
banting. Banyak hal yang Alif dan kawan-kawannya dapatkan dari PM, tidak
hanya pelajaran “biasa”, tetapi juga pelajaran tentang kehidupan, yang ia bawa sebagai bekal di kehidupan selanjutnya. Hasilnya, mereka menjadi pribadi-
pribadi muda yang tegar, optimistis, percaya diri, juga fasih berbahasa Arab dan Inggris.Hingga akhirnya saat mereka bertemu kembali belasan tahun kemudian
dengan mimpi-mimpi mereka yang telah terwujud.MAN JADDA WAJADA
BAB IV PEMBAHASAN
A. Struktur Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi 1.
Tema Tema merupakan gagasan pokok pengarang yang mengikat
keseluruhan cerita. Penentuan tema didasarkan pada detail cerita yang menonjol, sebab disitulah biasanya sesuatu yang ingin disampaikan
ditempatkan. Dari awal hingga akhir cerita, pencerita berulang kalimenceritakan
bagaimana para tokoh dengan kesungguhan hati bisa meraih cita-citadengan kallimat “Manjadda wajada”, siapa yang bersungguh-sungguh maka akan
berhasil. Penceritaseolah memberikan penekanan bahwa hal itulah yang menjadi persoalan utama novel ini. Perjuangan dalam kesungguhan meraih
cita-cita sebagai masalah utama ditonjolkan melalui tokoh utama Alif, seorang pemuda Minangkabauyang inginmelanjutkan pendidikan ke SMA
kemudian menjadi seorang Insinyur seperti pak Habibie. Seperti kutipan berikut.
Bagiku tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanya sudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kini saatnya ku mendalami
ilmu non agama. Aku ingin kuliah di UI, ITB dan terus ke Jerman seperti pak Habibie. Aku ingin menjadi orang yang mengerti teori-
teori ilmu modern, bukan hanya ilmu fiqh dan hadist. Aku ingin suaraku didengar di civitas academica, atau dewan gubernur atau rapat
manajer, bukan hanya berceramah di mimbar surau di kampungku.
81
Dengan mimpinya itu, Alif tentu harus berusaha sungguh-sungguh supaya cita-citanya bisa tercapai. Tahap awal bisa terlewati, Alif pun bisa
membuktikannya dengan mendapat nilai kelulusan yang baik di MTs Madrasah Tsanawiyah. Akan tetapi, keinginan Alif tak sejalan dengan
81
Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. h. 8-9.
51