Respons Pembaca Remaja Terhadap Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

i

Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”.Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum.

Sastra erat hubungannya dengan pembaca karena hakikatnya karya sastra memang ditujukan untuk kepentingan pembaca. Selain sebagai penikmat karya sastra, pembaca juga berperan sebagai penilai. Salah satu pembaca adalah pembaca remaja. Pembaca remaja cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan karena pengetahuan pembaca remaja mengenai sastra tidak terlalu luas. Salah satu penyebab ketidaktahuan pembaca remajadikarenakan kurangnya peran guru bahasa dan sastra Indonesia dalam memperkenalkan karya-karya yang mendidik. Salah satu karya-karya mendidik tersebut adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengisian angket. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pragmatik. Analisis data yang digunakan adalah analisis isi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat banyak kesamaan antara jawaban kuesioner A dan kuesioner B. Menurut informan, pada bagian kriteria emosional, faktor keterlibatan personal atau tindakan dalam novel Negeri 5 Menaramerupakan faktor yang sangat penting dengan penemuannya sebanyak 44 kali. Sedangkan keterlibatan emosional atau perasaan penemuannya sebanyak 43 kali. Dilanjutkan dengan faktor ketertarikan atau minat pembaca dengan penemuannya sebanyak 21 kali dan faktor lainnya sebanyak 13 kali. Adapun pada kriteria intelektual, bahwa faktor amanat atau pesan dalam novel Negeri 5 Menaramerupakan faktor yang sangat penting menurut informan dengan penemuannya sebanyak 26 kali. Dilanjutkan dengan faktor tokoh dan penokohan dengan penemuannya sebanyak 25 kali. Faktor alur dengan penemuannya sebanyak 20 kali. Faktor gaya bahasa dengan penemuannya sebanyak 19 kali. Faktor latar atau setting dengan penemuannya sebanyak 14 kali. Faktor lainnya dengan penemuannya sebanyak 5 kali dan faktor sudut pandang dengan penemuannya sebanyak 4 kali. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, menurut informan, novel Negeri 5 Menaraadalah salah satu novel yang baik atau berkualitas.


(6)

ii

Negeri 5 Menara Created By Ahmad Fuadi and Implications for Learning Indonesian Language and Literature at School . Education Majors Indonesian Language and Literature, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Rosida Erowati, M. Hum.

Literature is closely connected with the reader, for a literary work is intended essentially for the benefit of the reader. Aside from being a connoisseur of literature, readers also act as assessors. One reader is adolescent readers. Adolescent readers tend to read literary works merely as a pleasure for teenage readers knowledge of the literature is not very extensive. One cause of the ignorance of youth readership due to the lack of role of Indonesian language and literature teachers in introducing educational works. One of these educated works is Negeri 5 Menara novel by Ahmad ceremony. This research used descriptive qualitative method questionnaire technique. The approach used a pragmatic approach. While Analysis of the data used content analysis.

These results indicate that there are many similarities between the questionnaire responses A to questionnaires responses B. According to the informanton the emotional criteria, factors of personal involvement in Negeri 5 Menara novel is very important factor, which the appearance is about 44 times. Meanwhile the feeling of emotional involvement as much as 43 times appearances. Followed by a factor of interest of reader with 21 times appearancesand 13 appearances for the other factors. As for the intellectual criteria thatmessage intheNegeri 5 Menaranovel is very important factor according to the informant with 26 times appearances. Followed by a factor of figures or characters and characterization with 25 times as much. Plotfactor with 20 times appearances as much. Style factor with 19 times appearances as much.Setting factor with 14 times appearances as much.The other factor with 5 times appearances and point of view with 4 times appearance as much. So, according to the informant about eksperiment Negeri 5 Menaranovel is one of good novel.


(7)

iii

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt Penggenggam jagat semesta, karena dengan karunia-Nya skripsi dengan judul

“Respons Pembaca Remaja Terhadap Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”

dapat diselesaikan. Salawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Saw yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.

Sebuah kerja keras akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini ditengah kendala yang dihadapi. Berkat doa, usaha, dan perjuangan, serta dorongan dari berbagai pihak, segala hambatan dan rintangan tersebut pun dapat diatasi.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat memotivasi penulis.

2. Keluarga tercinta (Ayahanda Ahmad Husni Syahrul, Ibunda Rohayati, Mama Ade, Irma Pratiwi, Muhammad Raditya Pradipta, dan Ahmad Rival Syahrul), serta semua sanak saudara termasuk “Kelas Bahagia” yang turut

membantu dan mendoakan.Terimakasih banyak, kalianlah motivasi terbesar untuk segera menyelesaikan skripsi, terutama engkau ayahandaku.

3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, karena dengan perhatian dalam membimbing mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi hingga selesai.

4. Rosida Erowati, M. Hum.,selaku dosen pembimbing yang telah menyempatkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan sampai selesainya penulisan skripsi ini. Terimakasih, semoga disertasi ibu pun cepat diselesaikan.


(8)

iv saran demi perbaikan skripsi ini.

7. Dra. Hindun, M. Pd., selaku dosen penguji sekaligus sekrertaris jurusanPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang juga telah memberikan saran demi perbaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selama ini membekali penulis dengan ilmu pengetahuan.

9. Sahabat-sahabat tercinta (Lusy, Riza, Dian, Yogi, Tika, Irma), dan Keluarga Mahasiswa Islam Karawang Jakarta khususnya anak-anak ASPI (Siro, Ai, Nur, Nenda, Nadya, teh Yeni dan teh Fiqi) terimakasih atas semangat, motivasi dan doa yang telah tertutur.

10. Komunitas Sahibul Menara: “MAN JADDA WAJADA!!!” khususnya 25

informan dan admin yang rela dibuat susah menjawab pertanyaan.

11. Teman-teman seperjuangan di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya kelas A (Teh Ria,Dini. G, Mila, Fajri, Iir, Dewi, dll), mba Yulia dari jurusan PBI sertateman-teman yang tak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Terimakasih atas segalanya:“cinta, persahabatan, dan persaudaraan”hangat itu.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga segala hal baik yang kalian lakukan, Allah Swt membalas dengan hal yang lebih baik. Semoga skripsi ini berguna sebagai sumbang pikir dan menambah wawasan bagi yang memerlukan. Aamiin.

Jakarta, 02Mei 2014

Penulis


(9)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah...5

C. Pembatasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian... 7

G. Metodologi Penelitian...8

1. Jenis Penelitian... 8

2. Sumber Data... 8

3. Waktu dan Objek Penelitian... 9

4. Teknik Penelitian... 9

5. Pendekatan Penelitian... 9

6. Teknik Analisis Data... 9

7. Prosedur Penelitian... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Respons Pembaca... 12

B. Hakikat Remaja... 15

1. Pengertian Remaja... 15

2. Batas Usia Remaja... 16


(10)

vi

D. Pendekatan Teori... 20

1. Pendekatan Pragmatik... 27

2. Resepsi Sastra... 33

3. Evaluasi Teks Sastra... 35

E. Penelitian yang Relevan... 36

F. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasadan Sastra di Sekolah... 39

BAB III BIOGRAFI PENGARANG DAN KOMUNITAS SAHIBUL MENARA: “MAN JADDA WAJADA!!!” A. Biografi Ahmad Fuadi ... 43

B. Komunitas Sahibul Menara: “MAN JADDA WAJADA!!!”... 47

C. Sinopsis NovelNegeri 5 Menara... 48

BAB IV PEMBAHASAN A. Struktur NovelNegeri 5 MenaraKarya Ahmad Fuadi... 51

B. Respons Pembaca Remaja Terhadap novelNegeri 5 Menara Karya Ahma Fuadi... 100

1. Kuesioner A... 100

2. Kuesioner B... 118

3. Hasil Penelitian... 138

C. Implikasi NovelNegeri 5 MenaraKarya Ahmad Fuadi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah... 143

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 151


(11)

vii BIOGRAFI PENULIS


(12)

viii

Mengenai Kuantitas Pembaca Novel... 100

2. Tabel 2 Pertanyaan Kuesioner A

Mengenai Kualitas Novel yang Baik... 100

3. Tabel 3Simpulan Tabel 2... 113

4. Tabel 4 Pertanyaan Kuesioner B

Mengenai Kuantiatitas Pembaca NovelN5M... 119

5. Tabel 5 Pertanyaan Kuesioner B

Mengenai Kualitas NovelN5M...119


(13)

1.

RPP

2.

Kuesioner A dan B

3.

Uji Referensi


(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sastra tidak lahir dari kekosongan. Sastra lahir dari sesuatu yang mendasari penciptaannya. Imajinasi sebagai tumpuan utama. Pengalaman, pemikiran, dan rekaman budaya pengarang adalah faktor lain yang memberikan kontribusipenting sehingga lahirlah karya sastra.

Horatius mengatakan bahwa fungsi sastra hendaknya memuat dulce (menghibur) dan utile (bermanfaat). Sebagai hasil imajinasi, karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, tetapi juga mengajarkan sesuatu yang berguna, memunculkan nilai-nilai positif tentang pengalaman kehidupan, membuka pikiran dan hati nurani pembaca sertamenambah pengalaman batin bagi pembacanya.

Sastra bukan siapa-siapa tanpa pembaca, sastra erat hubungannya dengan pembaca karena hakikatnya karya sastra memang ditujukan untuk kepentingan pembaca. Karya sastra yang tidak sampai ke tangan pembacanya bukanlah karya sastra.

Sastra tidak hanya sebagai satu kesatuan sendiri, tetapi sebagai suatu keutuhan struktur komunikasi antara sastrawan, karya sastra, dan pembaca. Jadi fokus tidak lagi pada arti sastra, tetapi apa pengaruhnya karya sastra tersebut. Hal ini mengimplikasikan perhatian besar harus diberikan pada dimensi pragmatik, yakni pendekatan yang menitikberatkan kajiannya terhadap peran pembaca.

Dari pendekatan pragmatik selanjutnya kita mengenal resepsi sastra. Resepsi sastra adalah kajian yang mempelajari bagaimana pembaca memberi makna terhadap karya sastra yang dibacanya. Dari makna tersebut kita mengetahui bagaimana reaksi dan tanggapan yang diberikan terhadap karya sastra.Pentingnya peran pembaca dapat dilihat pula dari kenyataan bahwa setiap pembaca akan memberikan makna yang berbeda terhadap karya sastra. Tingkat


(15)

pendidikan, usia, jenis kelamin, kelas sosial, pengalaman, letak wilayah dan geografis adalah salah satu pembeda makna tersebut.

Adapun fungsi terpenting pembaca sebenarnya adalah kemampuannya dalam mengungkapkan kekayaan karya sastra. Karya sastra menjadi otonom dan menjadi milik masyarakat pembaca sehingga lepas dari pengaruh sastrawan yang mengarang karya sastra tersebut. Oleh karena itu selain sebagai penikmat karya sastra, pembaca juga berperan sebagai penilai. Karya sastra akan bernilai atau tidak bernilai setelah melalui proses pembacaan, tergantung pembacanya.

Seorang pembaca tidak hanya membaca dalam suatu carayang semata-mata asal membaca. Pembacaan itu dilanjutkan berdasarkan padasejumlah keputusan yang membentuk cara yang ia pakai untuk membaca, dandengan begitu membentuk teks tersebut. Pembaca tidak mendekati sebuah tekstertentu dengan kepala kosong, mereka membawa harapan, asumsi, danpengalaman, baik yang dilakukan secara sengajaatau melalui bawah sadarnya.

Pengalaman sastra pembaca sangat mempengaruhi horizon harapan pembaca dalam merespons karya sastra. Ketika proses pembacaan berlangsung,terjadilah tegangan antara penemuan baru dengan pengenalan kembali yang sudah diketahui pembaca. Berbagai harapan berbaur dan berbentur, pembaca terus berada dalam situasi tegangan antara semua aspek yang ingin dibina menjadi keseluruhan yang utuh. Dari perbauran dan perbenturan itu terjadilah nilai estetik, horizon harapan pembaca didobrak sehingga pembaca dapatmemahami dan memberi makna baru dalam menikmati, menilai atau merespons karya sastra.

Respons karya sastra merupakan respons yang khas, sebab didasarkan atas kehidupan sehari-hari. Respons juga berfungsi untuk mengembangkan salah satu fakta-fakta sosiokultural, agar dapat dikonsumsi dan diapresiasi secara intens oleh masyarakat baik berupa respons emosional maupun respons intelektual. Kesan di hati atau di benak pembaca mungkin bisa samar, bisa pula sangat gamblang, tapi yang pasti kesan-kesan itulah yang akan mempengaruhi pembaca. Pengaruhnya menjadikan pembaca merasa terinspirasi, mendapatkan wawasan dan pengetahuan, terhibur, berdebar-debar, dsb. Dengan kesan


(16)

begitulah pembaca ingin melanjutkan pembacaan bagaimanakah akhir dari cerita tersebut. Ini jugalah yang akan mendorong pembaca untuk berbagi kesan positif kepada orang lain, sehingga tak jarang jika pembaca tersebut berada dalam minat karya sastra yang serupa bisa jadi terbentuklah suatu wadah atau komunitas di mana visi dan misi hidup mereka searah. Maka di sinilah fungsi sastra berperan yakni menghibur dan bermanfaat.

Dalam implikasi di sekolah, respons pembaca merupakan paradigma baru dalam pembelajaran sastra. Meskipun demikian, model ini tidak meninggalkan paradigma lama yaitu pembelajaran sastra yang menerapkan paham strukturalisme. Selain itu, model ini mempunyai keunggulan dalam mengembangkan tiga ranah taksonomi, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pembelajaran sastra dengan perspektif estetik dapat diwujudkan dengan cara memberi penekanan pada perspektif tersebut, sehingga siswa tidak hanya mampu mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur instrinsikdan ektrinsik novel, akan tetapi siswa juga dapat melakukanrespons sastra yang kegiatannya terdiri darimerinci, menjelaskan, memahami, menghubungkan, menyertakan, menafsirkan, dan menilai karya sastra, sehingga akhirnya dapat memperkaya dan mempertinggi interpretasi dan pengetahuan siswa.

Jika dilihat berdasarkan pengetahuan sastra yang dimiliki, pembaca dibagi menjadi pembaca ahli dan pembaca awam. Pembaca ahli yaitu pembaca yang telah memahami sastra secara mendalam seperti para kritikus sastra, sastrawan, dan para ahli sastra. Sedangkan pembaca awam adalah pembaca yang membaca karya sastra tanpa memiliki dasar atau pengetahuan tentang sastra secara mendalam. Salah satu pembaca awam adalah pembaca remaja.Mereka cenderung membaca karya sastra hanya sebagai suatu kesenangan, meskipun bisa kita lihat banyak pula pembaca remaja yang membaca karya sastra untuk mencari hal keilmuan ataupun nilai-nilai kehidupan di dalamnya. Namun hal tersebut tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan pembaca remaja yang membaca demi kesenangan. Hal inidikarenakan pengetahuan pembaca remaja tentang karya sastra yang tidak terlalu luas sehingga menimbulkan beberapa persoalan dikalangan pembaca remaja. Diantaranyamudahnya pembaca remaja


(17)

terpengaruh akan bacaan yang mereka baca tanpa adanya dasar pengetahuan. Pembaca remaja lebih menyukai karya sastra yang bersifat menghibur dibanding karya sastra yang bersifat mendidik.

Ketidaktahuan pembaca remaja terhadap karya-karya sastra yang mendidik disebabkan karena kurangnya peranan lingkungan. Misalnya peran serta orangtua dalam memberikan pelajaran kehidupan berdasarkan karya sastra yang berisikan pelajaran-pelajaran kehidupan di masyarakat. Peran guru juga penting dalam memperkenalkan karya sastra yang mendidik sehingga pengajaran sastra tidak hanya berkaitan dengan masalah estetik, tetapi pengajaran tersebut dapat mengembangkan kompetensi spiritual, mengembangkan keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, dan mengembangkan cipta rasa, sehingga merekalebih mengenal sastra secara mendalam dan dapat memilih mana karya-karya sastra yang baik dan mendidik.

Dalam penelitian ini, penulis akan melihat sejauh mana pembaca remaja menilai atau merespons karya sastratersebut baik respons yang bersifat emosional ataupun respons yang bersifat intelektual. Kemudian respons tersebut dihubungkan dengan unsur intrinsik novel yang telah penulis analisis sebelumnya, sehingga dengan begitu penulis bisa mengetahui sampai sejauh mana pembaca remaja mampu melakukan respons terhadap karya sastra.

Adapun karya sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi.Penulis memilih novel Negeri 5 Menarakarenanovel ini relevan dengan dunia pendidikan, memberikan inspirasi, motivasi dan semangat juang terhadap orang yang kerdil akan impian. Pengarang mengisahkan semangat dan pengalaman unik tokoh-tokohnya yang berupaya maju dalam pendidikan yang inspiratif. Selain itu novel ini dapat dikhususkan untuk pembaca remaja karena tokoh-tokoh dalam novel Negeri 5 Menaraadalah remaja yang berkarakter, sehingga novel ini cocok untuk bahan pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah.Terinspirasi dari pengalaman pribadi pengarang, novel ini pun cukupdetail dalam mendeskripsikan tempat maupun kejadian sehingga karya yang diceritakan lebih kuat dan lebih dalam.


(18)

Novel Negeri 5 Menara banyak mendapat sambutan yang cukup luas dari khalayak masyarakat. Meski baru terbit, namun eksistensi Novel N5M mampu menyedot perhatian pembaca, terbukti dengan masuknya novel ini dalam jajaran best seller 2009. Selain itu novel ini mendapat dua penghargaan yang cukup bergengsi dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah cetakan pertama, yakni tercatat sebagai sepuluh besar nominasi LonglistKhatulistiwa Literary Award 2010, Buku dan Penulis Fiksi Terfavorit 2010 dari Anugerah Pembaca. Banyaknya apresiasi dari masyarakat, akhirnya novel ini dijadikan film dan tayang perdana di Bioskop Indonesia pada 1 Maret 2012.

Maka berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti novelNegeri 5 Menarakarya Ahmad Fuadi dengan judul, “Respons Pembaca Remaja Terhadap Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, identifikasi masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pembaca yang berbeda akan memaknai suatu karya dengan cara berbeda pula.

2. Banyak pembaca remajabelum mengetahui karya sastra yang mendidik. 3. Penulis belum mengetahui implikasi novel Negeri 5 Menara terhadap

pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah, khususnya pembelajaran mengenai respons pembaca.

4. Relevansi antara novelNegeri 5 Menaradengan situasi masyarakat zaman sekarang.


(19)

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka penelitian ini dibatasi pada respons pembaca remaja. Analisis ini akan melihat bagaimana penerimaan pembaca, aspek apa yang dievaluasi dalam karya yang direspons pembaca, dan kecenderungan respons seperti apa yang diberikan dan dipersoalkan pembaca, serta bagaimana penilaian pembaca terhadap karya tersebut yang kemudian dihubungkan dengan analisis yang dilakukan penulis dan diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesis. Adapun karya sastra yang dijadikan objek penelitian adalah karya sastra Indonesia, bukan terjemahan yakni novel Negeri 5 Menara yang disingkat menjadi N5M karya Ahmad Fuadi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana strukturnovelN5Mkarya Ahmad Fuadi?

2. Bagaimana respons pembaca remaja terhadap novel N5M karya Ahmad Fuadi?

3. Bagaimana implikasirespons pembaca remaja terhadap

pembelajaranbahasa dan sastra di sekolah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan strukturnovelN5Mkarya Ahmad Fuadi.

2. Menjelaskan respons pembaca remaja terhadap novelN5M karya Ahmad Fuadi.

3. Menjelaskanimplikasi respons pembaca remajaterhadap


(20)

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat secara teoretis dan secara praktis.

1. Manfaat teoretis.

Hasil penelitian ini dapat sedikit menambah khazanah keilmuan terutama bidang sastra dalam pembelajaran tentang respons pembaca remaja terhadap karya sastra.

2. Manfaat praktis.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain:

a) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan pendidikan.

b) Bagi Pembaca

Pembaca dapat memahami isi novelN5Mdan dapat mengambil manfaat darinya. Pembaca juga diharapkan semakin jeli dalam memilih bahan bacaan (khususnya novel) dengan memilih novel-novel mendidik yang mengandung pesan moral yang baik dan dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk sarana pembinaan watak diri pribadi.

c) Bagi Peneliti yang Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sastra berikutnya dan memberikan inspirasi maupun bahan pijakan peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.


(21)

G. Metode Penelitian

Dalam pengertian yang luas, metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.1

Adapun metodologi penelitiannya terdiri dari berbagai hal, yakni: 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik. Jenis penelitian ini dilakukan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.2

2. Sumber Data

Sumber data utama data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.3

a) Kata-kata dan tindakan

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati merupakan data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis. Catatan tertulis dalam penelitian ini berupa angket.

b) Sumber Tertulis

1) Data primer, yakni angket Respons Pembaca Remaja. 2) Data sekunder, yakni novelN5Mkarya Ahmad Fuadi, buku,

artikel-artikel dan dokumen-dokumen yang memiliki relevansi terhadap penelitian.

1

Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2011), h. 34. 2

Ibid., h.6. 3


(22)

3. Waktu dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2013 — April 2014dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pembaca remaja dari komunitas Sahibul Menara: “MANJADDA WAJADA!!!”yang berjumlah 25 orang dari 216 anggota. Adapun dalam penelitian ini informan berusia 13-19 tahun yang terdiri dari 17 orang perempuan dan 8 orang laki-laki dan semuanya adalah pelajar.

4. Teknik Penelitian

Teknik penelitian yang digunkan dalam penelitian ini menggunakan angket penelitian, sehingga peneliti bisa mengetahui dan menggali informasi mengenairespons pembaca remajanovelN5M.

5. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik, pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, yang dalam penelitian ini yakni respons pembaca remaja.

6. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah content analysis(analisis isi). Analisis isi merupakan teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang penggarapannya dilakukan secara objektif dan sistematis.4

Pada penelitian ini sampel dipilih dari suatu populasi yakni pembaca remaja dari komunitas Sahibul Menara:“MAN JADDA WAJADA!!!”yang berjumlah 216 orang, nantinya sampel dapat digunakan untuk mengungkapkan kandungan nilai-nilai dan penjabaran respons pembaca remaja berupa respons emosional dan respons intelektual terhadap novel N5M karya Ahmad Fuadi dengan 4


(23)

menggunakan angket pertanyaan yang diambil dari evaluasi teks sastra, lalukemudian digeneralisasikan. Jadi sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi.

7. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua tahapan penelitian. Tahapan pertama yakni pengumpulan data mengenai novelN5Mdan pencarian 25 informan, serta analisis penulis mengenai unsur pembangun novelN5M. Tahapan kedua yakni mengidentifikasi, menganalisis dan menghubungkan data sesuai dengan topik penelitian, yakni respons pembaca remaja terhadap novelN5Mkarya Ahmaad Fuadi.

Adapun langkah pengumpulan data dan analisis yang dilakukan oleh penulis yaitu:

a. Pembacaan terhadap novelN5Msecara komprehensif.

b. Membaca kembali sumber data untuk memberi tanda bagian-bagian analisisintrinsik novelN5Mkarya Ahmad Fuadi.

c. Pengumpulan data berupa teks-teks tertulis dari novel N5M serta sejumlah data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut, seperti berita-berita terkait, biografi penulis atau penerjemah dan dokumen-dokumen lainnya.

d. Penelitian pustaka (library research) dengan mengkaji dan mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dibahas.

e. Penelusuran data online, yaitu menelusuri data dari media online seperti internet sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi online secepat dan semudah mungkin serta dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Peneliti memilih sumber-sumber data online mana yang dapat dipercaya dan dikenal banyak kalangan.


(24)

f. Menentukan 25 informan pembaca remaja dari komunitas Sahibul Menara: “MAN JADDA WAJADA!!!” yang berjumlah 216anggota.

Tahap berikutnya adalah mengidentifikasi, menganalisis dan menghubungkan data sesuai dengan topik penelitian yaitu menggunakan angket dengan menggali informasi penting melalui respons pembaca remaja komunitas Sahibul Menara: “MAN JADDA WAJADA!!!”yang berjumlah 25 orang.Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Peneliti meminta tanggapan kepada pembaca remaja yang sudah membaca novel N5M, dengan cara diwawancarai dan diminta mengisi angket untuk diisi jawaban-jawabannya, kemudian kemudian data tersebut ditabulasi dan dianalisis secara kualitatif untuk dilihat bagaimana respons atau tanggapan pembaca remaja terhadap karya sastra(dalam pendekatan pragmatik).

b. Pengolahan data dengan cara mengurai dan menganalisisnya sesuai dengan rumusan masalah yakni respons pembaca remaja terhadap novel N5M.Ada tiga tahap dalam pengolahan data pada tahap ini. Pertama penulis menganalisis bagaimana respons yang diberikan pembaca remaja terhadap novel N5M. Kedua, penulis menghubungkan analisis intrinsik yang telah sebelumnya dilakukan penulis dan menghubungkanya dengan respons pembaca remaja. Keempat, pembahasan novel N5Myang terkait dengan analisis struktur dan respons pembaca remaja diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah, barukemudian diklasifikasikan menjadi suatu kesimpulan.


(25)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Respons Pembaca

Dalam KBBI,“Respons adalah tanggapan, reaksi, dan jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi”.5Respons dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat dari sebuah peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Respons pada proses didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respons atau tidak merespon tidak terlepas dari pembahasan sikap. Respons juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak, serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

Melihat sikap atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respons mereka terhadap kondisi tersebut. Menurut Louis Thursone, “Respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, prapemahaman yang mendetail, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus”.

Diketahui bahwa pengungkapan sikap dapat melalui: 1. Pengaruh atau penolakan

2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologis.6

5

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan Kelima Edisi Kedua(Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 838.

6

Psychologymania,PengertianRespon,

www.Psychologymania.com/2012/12/pengertian-respon.html?=1, diakses 22 Februari 2014.


(26)

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respons seseorang atau sekelompok orang yang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi mendekati, dan mengharapkan suatu objek. Seseorang disebut mempunyai respons positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang mempunyai respons negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu.

Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon yaitu:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik.

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu.7 Respons pembaca termasuk pada orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, yaitu karya sastra ditujukan kepada pembaca bagi kepentingan masyarakat pembaca. Di samping itu pembacalah yang menentukan nilai karya sastra. Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yanng menanggapinya. Karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilainya.

Respons pembaca secara khusus terfokus pada apa yang dikerjakan oleh pembaca dan bagaimana mereka mengerjakannya. Respons pembaca mengisyaratkan adanya suatu teori kajian sastra yang mengambil fokus pada kegiatan pembaca dalam membaca karya sastra. Para penganut dari teori respons pembaca menaruh perhatian pada respons pembaca saat membaca suatu teks sastra.

Menurut Aminudin,“Pembaca sastra adalah pemilih, penafsir, penerima, pemberi, dan penyusun makna karya sastra sehingga menghasilkan nilai-nilai tertentu”.8Sadar atau tidak sadar sengaja atau tidak sengaja, akhirnya karya

7 Ibid.

8


(27)

sastra akan sampai kepada pembaca, karena pada hakikatnya karya sastra memang ditujukan untuk pembaca. Oleh karena itu pembaca pun akan menerima karya sastra dari pengarang. Penerimaan itu bisa berupa mengerti, memahami, mencemooh, menolak, membaca, atau melaksanakan apa yang ada di dalam karya sastra itu.

Bentuk penerimaan bergantung pada tingkatan pembaca. Jika dilihat berdasarkan pengetahuan sastra yang dimiliki, pembaca dibagi menjadi pembaca ahli dan pembaca awam. Pembaca ahli yaitu pembaca yang telah memahami sastra secara mendalam seperti para kritikus sastra, sastrawan, dan para ahli sastra, sedangkan pembaca awam adalah pembaca yang membaca karya sastra tanpa memiliki dasar atau pengetahuan tentang sastra secara mendalam.

Beach dan Marshall mengatakan bahwa strategi respons pembaca terdiri dari tujuh strategi yaitu:

1. Menyertakan (engaging)

Pembaca selalu berusaha mengikutsertakan perasaannya terhadap karya sastra yang dibacanya. Pembaca meleburkan diri ke dalam teks, membayangkan apa yang terjadi dan merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh cerita.

2. Merinci (describing)

Pembaca merinci atau menjelaskan kembali informasi yang tertera di dalam teks. Pembaca merinci tokoh-tokoh cerita, penokohan, latar cerita, dan alur cerita.

3. Memahami (conceiving)

Pembaca mulai memahami tokoh, latar cerita, dan bahasa yang digunakan dalam sebuah cerita dan memaknainya.

4. Menerangkan (explaining)

Pembaca mencoba menjelaskan sebaik-mungkin mengapa tokoh cerita melakukan suatu tindakan.


(28)

5. Menghubungkan (connecting)

Pembaca menghubungkan pengalaman mereka dengan yang terjadi pada tokoh cerita. Dalam kegiatan connecting ini, siswa juga dapat membandingkan cerita tersebut dengan cerita lain dari buku cerita, film yang pernah ditonton mereka.

6. Menafsirkan (interpreting)

Pembaca menggunakan reaksi, konsepsi, dan koneksi yang mereka bentuk untuk mengartikulasikan tema.

7. Menilai (judging)

Pembaca memberikan pendapatnya tentang teks cerita, penulis cerita atau alur cerita.9

B. Hakikat Remaja 1. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata Latin adolesence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Dalam arti luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.10

Menurut Salzman yang dikutip Yusuf, “Remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral”.11

Sedangkan menurut Ali dan Asrori,“Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan yang terjadi pada tubuh remaja luar dan dalam itu

9

Rita Inderawati Rudi,Paradigma Baru Pengajaran Apresiasi Sastra Indonesia, www.pondokbahasa.wordpress.com/2008/12/07/2012/paradigma-baru-pengajaran-apresiasi-sastra-indonesia/, diakses 22 Februari 2014.

10

Elizabeth B. Hurlock,Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga), h. 206.

11

Syamsu Yusuf LN,Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 184.


(29)

membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja”.12

Dari beberapa definisi remaja di atas, penulis menyimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan yang dimulai dari aspek fisik, psikis, dan sosial yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

2. Batas Usia Remaja

Menurut Hurlock, “Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun sampai 18 tahun, yaitu matang secara hukum”.13

Menurut Sabri, “Masa remaja berlangsung dari usia 15 tahun sampai usia 21 tahun. Pertama masa remaja awal yang berlangsung hingga usia 17 tahun, dan kedua, masa remaja akhir yang berlangsung hingga mencapai kematangan resmi secara hukum yaitu umur 21 tahun”.14

Sedangkan menurut Rahayu, “Masa remaja terbagi menjadi tiga periode, yakni masa remaja awal bermula dari usia 12 tahun sampai 15 tahun, remaja pertengahan bermula dari usia 15-18 tahun, dan remaja akhir bermula dari usia 18-21 tahun”.15

Sama halnya menurut Agustiani,“Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (12-15 tahun), masa ini individu berusaha mengembangkan diri dan tidak bergantung kepada orangtua. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun), masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Masa remaja akhir (19-21 tahun) masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa”.16

12

Mohammad Ali & Mohammad Asrori,Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 9.

13

Hurlock,Op. cit., h. 206. 14

M. Alisuf Sabri,Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h. 25. 15

Siti Rahayu Haditono,Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,(Yogyakarta: Mada Uneversity Press, 2002), h. 264.

16

Hendrianti Agustini,Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja,(Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 29.


(30)

Dari penjelasan tersebut, penulis sependapat dengan Rahayu dan Agustiani bahwa masa remaja berlangsung dari usia 12-21 tahun. Adapun dalam penelitian ini informan berusia 13-19 tahun yang terdiri dari 17 orang perempuan dan 8 orang laki-laki dan semuanya merupakan pelajar.

3. Perkembangan Psikologi Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, perkembangan psikologi remaja masa remaja mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Masa remaja adalah masa yang penting karena terjadi pertumbuhan fisik dan perkembangan mental secara cepat.

b. Masa remaja adalah masa transisi atau periode peralihan. Bukan kanak-kanak lagi tetapi belumbisa disebut dewasa. Pada usia ini sering terjadi keraguandalam peran yang dilakukan.

c. Masa remaja adalah masa atau usia perubahan

(periodeperubahan).Adalima perubahan yang terjadi dalam masa remaja, yaitu :

1) Perubahan tingkat emosionalitas. Pada masa ini tingkat emosionalitas cukup tinggi.

2) Cepatnya perubahan kemasakan seks.

3) Perubahan badan, perubahan minat, perubahan-perubahan peranan sosial,memunculkan problem-problem baru yang perlu dipecahkan.

4) Terjadi perubahan nilai.

5) Berubah menjadi ambivalen. Remaja ingin bebas tetapi takut bertanggung jawab.

d. Masa remaja adalah masa atau usia atau bermasalah periode bermasalah. Masalah-masalah tersebut muncul akibat adanya perubahan- perubahan fisik, perubahan seksual maupun perubahan psikis.


(31)

e. Masa remaja adalah periode mencari identitas. Kadang-kadang terjadi krisis identitas (masalah identitas diri).

f. Masa remaja adalah usia yang ditakuti, kadang-kadang dihubungkan dengan perilaku yangdistruktif (merusak)dan hal-hal yang negatif. g. Masa remaja adalah masa ambang dewasa.17

Masa remaja merupakan masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menjadi dewasa, atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, maka masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.

Jika kita hubungkan perkembangan psikologis remaja dengan bagaimana pembaca remaja mengapresiasi dalam merespons suatu karya (novel), didapat kesimpulan bahwa proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti yakni, aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif tersebut. Selain dapat berhubungan dengan unsur-unsur yang secara internal terkandung dalam suau teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks sastra yang secara langsung menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri. Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu unsur emosi juga sangat berperan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Sedangkan aspek evaluatif berkaiatan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik buruk. Indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca.

17


(32)

C. Hakikat Novel 1. Pengertian Novel

Dalam bahasa Latin kata novel berasalnovellusyang diturunkan pula dari katanovusyang juga berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel ini baru muncul kemudian.18

Novel dapat dikatakan sebagai kisah sejarah hidup seseorang karena berkaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu kehidupan orang tersebut. Bahkan Wellek dan Warren pun menegaskan, “Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis sangat meyakinkan), sebagai sejarah kehidupan seseorang dan zamannya”.19

Menurut Stanton, “Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk menciptakan suatu semesta yang lengkap sekaligus rumit”.20 Semi pun mengatakan,“Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel dapat diartikan sebagai cerita yang memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas”.21

Adapun dalam KBBI novel merupakan karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.22

Novel sebagai bagian dari karya sastra berupa prosa memiliki dua unsur pembangun yang terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik sesuai dengan namanya merupakan unsur-unsur pembangun yang berada di dalam karya itu sendiri, unsur-unsur intrinsik secara faktual akan dijumpai saat seseorang membaca

18

Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 124.

19

Rene Wellek dan Austin Warren,Teori Kesusastraan,Terj. dariTheory of Literature oleh Melani Budianta,(Jakarta: Gramedia, 1989), h. 276.

20

Robert Stanton,Teori Fiksi,Terj.dari An Introduction to Fictionoleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), Cet. 1, h. 90.

21

M. Atar Semi,Anatomi Sastra,(Padang: Angkasa Raya, 1993), h. 32. 22


(33)

sebuah karya sastra, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur pembangun yang berada di luar karya sastra itu, unsur ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap bangunan suatu karya karena tidak ikut menjadi bagian di dalamnya seperti unsur intrinsik.23

Dari beberapa pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa novel adalah karangan prosa narasi fiktif panjang, berisi gambaran kehidupan manusia beserta watak dan lingkungan tempat tinggalnya serta memiliki rangkaian peristiwa yang saling menjalin satu sama lain.

Novel terbentuk oleh unsur intrinsik dan unsur ektrinsik. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menganalisis unsur intrinsik novel yang meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat.

2. Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun yang berada dalam karya sastra. Kepaduan antar unsur intrinsik inilah yang membuat novel berwujud.Adapun unsur-unsur tersebut yakni:

a. Tema

Menurut Tarigan,“Tema merupakan sasaran tujuan”.24 Temalah yang dijadikan tujuan menulis karangan.25

Menurut Aminudin, “Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya”.26 Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.27

Sedangkan menurut Priyatni, “Tema disebut juga sebagai ide sentral atau makna sentral suatu cerita. Tema merupakan jiwa cerita

23

Burhan Nurgiyantoro,Teori Pengkajian Fiksi,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2005), h. 23.

24

Henry Guntur Tarigan,Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011), h. 125.

25

Aoh K. Hadimadja,Seni Mengarang, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1978), h. 98. 26

Aminudin,Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Jakarta: Sinar Baru), h. 67. 27


(34)

dalam karya fiksi”.28Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu.29Cara mengidentifikasi tema dapat dilakukan dengan pembacaan secara teliti sehingga detail-detail yang renik pun dapat dikenali dan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya.30Nurgiyantoro menegaskan bahwa untuk menemukan tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu saja

Dengan demikian, disimpulkan bahwa tema adalah ide pokok atau gagasan yang mendasari suatu cipta sastra yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Pokok persoalan itu bisa berupa kehidupan, pandangan hidup, dan komentar terhadap lingkungan. Tema dapat diketahui melalui pembacaan karya sastra secara keseluruhan, kemudian disimpulkan.

b. Alur atau Plot

Menurut Priyatni, “Alur merupakan rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat”.31Menurut Semi,“Alur atau plot merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalamnya”.32 Sama halnya menurut Aminudin, “Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita”.33

28

Priyatni, Op. cit., h. 119. 29

Nurgiyantoro,Op. cit., h. 68. 30

Stanton,Op.cit.,h. 42. 31

Priyatni.Loc. cit, h. 113. 32

Semi.Op. cit., h.43. 33


(35)

Stanton menjelaskan bahwa,“Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh terhadap keseluruhan cerita”.34

Bagi sastrawan alur atau plot berfungsi sebagai suatu kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi ceritanya, sedangkan bagi pembaca, pemahaman plot berarti juga pemahaman terhadap keseluruhan isi cerita secara runtut dan jelas.35 Alur atau plot pada prinsipnya bergerak dari suatu permulaan melalui suatu pertengahan menuju standar akhir.36 Pun demikian menurut Sudjiman, “Pengaluran adalah pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita. Cerita diwali dengan cerita tertentu dan diakhiri dengan cerita lainnya.37

Sementara itu Nurgiyantoro menjelaskan isi dari tahapan-tahapan alur tersebut yaitu tahap awal (tahap perkenalan) pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya, yakni berupa deskripsi latar (setting)dan pengenalan tokoh-tokoh. Tahap tengah cerita yang disebut juga pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan (klimaks). Tahap akhir cerita yang disebut juga tahap penyelesaian atau pelaraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks, pada penyelesain ini berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada bagaimanakah akhir sebuah cerita38

Dari penjelasan di atas disimpulakan bahwa alur merupakan rangkaian peristiwa dan kejadian yang saling berhubungan dengan adanya sebuah deretan hubungan kausalitas (sebab akibat).

34

Stanton,Op.cit.,h.28. 35

Siswanto,Loc. cit., h. 161. 36

Tarigan,Op. cit., h. 127. 37

Panuti Sudjiman,Memahami Cerita Rekaan,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), h. 31. 38


(36)

Alur dibedakan berdasarkan kriteria urutan waktu, jumlah, dan kepadatannya. Dalam penilitian ini, hanya dipilih penggolongan alur berdasarkan kriteria urutan waktu. Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibedakan menjadi dua yaitu alur kronologis (lurus) dan alur sorot balik (flash back). Dalam alur kronologis, setiap peristiwa disusun secara sistematis, bagian-bagian dalam alur disusun benar-benar sesuai keberadaannya. Sedangkan dalam alur sorot balik, setiap peristiwa tidak tersusun secara sistematis, bagian awal cerita bisa merupakan akhir, dan akhir cerita bisa merupakan awal atau tengah cerita. Alur dalam sebuah novel seringkali divariasikan, artinya penggunaan alur tidak murni kronologis ataupun sorot balik.39

c. Latar atauSetting

Latar atausettingyang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.40Istilah latar berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh menjalankan perannya.41 Aminudin dalam buku Siswanto mengemukakan bahwa,“Latar cerita adalah tempat umum, (general local), waktu sejarah (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumlances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat”.42

Sedangka menurut Kenny dalam Sudjiman yaitu,“Latar meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada perincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh; waktu berlakunya kejadian, masa sejarah, musim terjadinya; lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.43

Dari penjabaran di atas disimpulkan bahwa latar adalah segala keterangan mengenai waktu, tempat, dan suasana terjadinya lakuan atau peristiwa dalam karya sastra. Ketiga unsur ini walau masing-39

Ibid.,h. 153—155. 40

Ibid., h. 216. 41

Furqonul Aziez & Abdul Hasim,Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). h. 74.

42

Siswanto,Op. cit., h. 149. 43


(37)

masing menawarkan permasalahan yang bebea dan dapat dibicarakan secara sendiri-sendiri atau masing-masing, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Latar cerita akan berpengaruh terhadap unsur lainnya jika latar ditampilkan secara khas, dalam hal ini akan berpengaruh terhadap pengaluran dan penokohan. Menurut Sudjiman, “Latar dapat menentukan tipe tokoh cerita; sebaliknya juga tipe tokoh tertentu menghendaki latar yang tertentu pula. Latar dapat juga mengungkapkan watak tokoh. Misalnya penggambaran keadaan kamar tokoh yang acak-acakan, mengesankan bahwa penghuninya bukan pecinta kerapian”.44

Dalam karya fiksi, latar dibedakan menjadi dua tipe yaitu latar netral dan latartipikal.Menurut Nurgiyantoro, “Latar tipikal memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial. Penggunaan latar tipikal dimaksudkan untuk memberikan kesan kepada pembaca bahwa karya itu bersifat realistis, terlihat sungguh-sungguh diangkat dari latar faktual”.45Jadi, latar netral tidak menunjukkan pada suatu tempat dan waktu tertentu yang khas, sedangkan latar tipikal merujuk pada suatu tempat dan waktu tertentu secara jelas atau memiliki kekhasan.

d. Tokoh dan penokohan

Menurut Priyatni,“Tokoh adalah para pelaku atau subjek lirik dalam karya fiksi”.46 Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.47 Sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang

44

Ibid.,h. 49. 45

Nurgiyantoro,Op.cit.,h. 220—222. 46

Priyatni,Op. cit,. h. 110. 47


(38)

jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.48 Menurut Aminudin dalam buku Siswanto mengartikan, “Tokoh sebagai pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan”.49Masalah penokohan dalam sebuah karya tidak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan penghadirannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan.50

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan orang yang secara imajinatif ditampilkan sebagai pelaku cerita dan berperan sebagai orang yang menggerakan alur dalam sebuah cerita. Sedangkan penokohan adalah pelukisan penggambaran fisik dan jiwa para tokoh, baik melalui tingkah laku maupun gagasannya dalam menjalankan roda kehidupan manusia yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Pengelompokan tokoh dibedakan menjadi beberapa jenis. Salah satunya yaitu pengelompokan tokoh berdasarkan segi peranan. Berdasarkan segi peranananya, tokoh dibedakan atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama biasanya memiliki peranan yang penting dan mendominasi keseluruhan cerita, sementara tokoh tambahan peranannya tidak terlalu banyak dalam cerita, artinya intensitas kemunculannya dalam cerita tidak sebanyak tokoh utama. Tokoh utama dalam cerita terkadang lebih dari satu, sebab dinilai memiliki porsi keterlibatan yang sama dalam cerita. Maka dari itu untuk membedakan keutamaan tokoh dalam cerita didasarkan pada perbedaannya secara bertingkat sebagaimana yang dinyatakan oleh Nurgiyantoro.

48

Nurgiyantoro, Op. cit., h. 165. 49

Siswanto,Op. cit., h. 142. 50


(39)

Menurut Nurgiyantoro, “Pembedaan antara tokoh utama dan tambahan tak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat: utama (yang) utama, tokoh utama yang tambahan, tokoh tambahan yang utama dan tokoh tambahan (yang memang) tambahan”.51 Dengan demikian, walaupun dalam cerita terdapat dua tokoh utama atau dua tokoh tambahan, keduanya memiliki perbedaan kadar keutamaannya dalam cerita. Dalam penelitian ini, menggunakan pengelompokan tokoh berdasarkan segi peranannya tersebut.

e. Sudut Pandang

Menurut Pradopo,“Sudut pandang merupakan cara bercerita dari titik pandang mana atau siapa cerita itu dikisahkan”.52Menurut Minderop, “Sudut pandang pada dasarnya merupakan strategi, teknik, siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan ceritanya untuk menampilkan pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan yang semua ini disalurkan melalui sudut pandang tokoh”.53 Sedangkan Tarigan menjelaskan bahwa,“Sudut pandang adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dengan alam fiktif ceritanya, ataupun sang pengarang dengan pikiran dan perasaan para pembacanya”.54

Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa sudut pandang adalah posisi pencerita atau narator dalam cerita dan bagaimana sikap narator tersebut terhadap diirinya sendiri dalam cerita.

Bagi pembaca, sudut pandang merupakan acuan untuk memahami cerita secara keseluruhan. Sebagaimana pendapat Stevick

51

Ibid.,h. 178. 52

Rachmat Djoko Pradopo,Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. VI, h. 75.

53

Albertine Minderop,Metode Karakterisasi Telaah Fiksi,(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 88.

54


(40)

dalam Nurgiyantoro, “Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas tentang sudut pandang cerita, karena pemahaman pembaca terhadap sebuah novel akan dipengaruhi oleh kejelasan sudut pandanganya”.55

Sudut pandang secara garis besar dibedakan menjadi dua macam yaitu sudut pandang persona pertama dan sudut pandang persona ketiga.Sudut pandang persona pertama terdiri atas: teknik pencerita “aku” tokoh utama dan “aku” tokoh tambahan.

Menurut Minderop, “Teknik pencerita aku tokoh utama yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan cerita dari sudut pandang aku dan menjadi pusat cerita. Sedangkan teknik pencerita aku tokoh tambahan yaitu pencerita yang tidak turut berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebagai pendengar atau penonton dan hanya untuk melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut pandang aku.56

Dengan demikian, jika yang dipilih adalah teknik pencerita “aku” tokoh utama, maka kita sebagai pembaca akan memahami isi cerita berdasarkan pandangan si tokoh utama tersebut yang memiliki peranan penting dalam cerita, tentunya si tokoh utama ini mengalami peristiwa dan konflik secara langsung dalam cerita. Sedangkan jika dalam karya sastra digunakan teknik pencerita “aku” tokoh tambahan, maka pembaca akan memahami cerita berdasarkan pemahaman atau pandangan tokoh tambahan yang dalam hal ini mengamati keseluruhan peristiwa dalam cerita yang lebih banyak dialami oleh tokoh utama.

Penggunaan sudut pandang berdampak pada hasil kisahan dalam cerita. Sudut pandang pencerita akuan dan sudut pandang pencerita diaan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dengan demikian, pada praktiknya, pengarang akan memilih sudut pandang yang sesuai dengan efek yang ingin ditimbulkannya pada cerita ciptaannya dan pada diri pembaca.

55

Nurgiyantoro,Op.cit.,h. 251. 56


(41)

f. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa atau cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).57Menurut Semi, “Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa”.58“Gaya itu ditentukan oleh sifat atau watak pengarang karena watak pengarang berbeda-beda, berbeda-beda pula gaya bahasa pengarang”.59Menurut Siswanto, “Gaya bahasa adalah cara seseorang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca”.60Sedangkan menurut Zainuddin, “Gaya bahasa adalah pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu dengan pemilihan dan penyusunan kata dalam kalimat untuk memperoleh efek tertentu”.61

Jadi gaya bahasa adalah seni pengungkapan seorang pengarang terhadap karyanya melalui medium bahasa.Gaya bahasa juga bisa membentuk karakter atau ciri dari tulisan yang dibuat oleh pengarang itu sendiri yang membedakannya dengan pengarang yang lain, menimbulkan keindahan dan keharmonisan dalam bahasa yang nantinyaakan menimbulkan imajinasi dan pengaruh bagi pembaca.

Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan menjadi beberapa

57

Gorys Keraf,Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama). h. 112. 58

Semi, Op. cit., h. 47. 59

Hadimadja,Op. cit.,h. 62. 60

Siswanto,Op. cit., h. 158. 61


(42)

jenis. Salah satunya yaitu gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dan dan gaya bahasa berlangsung tidaknya makna.62

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat63. Dengan kata lain, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.

Adapun dalam pilihan kata ini terbagi menjadi bahasa standar dan substandar.Dalam penelitian ini penulis hanya membahas bahasa non standar, yakni bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi atau menyatakan ciri-ciri kedaerahan.

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yakni apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksud. Gaya bahasa berdasarkan keberlangsungan makna ini biasanya disebut sebagai tropeatau figure of speechyang artinya “pembalikan” atau “penyimpangan.Ttropeatau figure of speech dengan demikian memiliki bermacam-macam fungsi yakni, menjelaskan, memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi, menimbulkan gelak ketawa, atau untuk hiasan. Ttropeatau figure of speech dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.64 Gaya bahasa retoris terbagi menjadi beberapa bagian,

diantaranya:

1) Aliterasiadalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya digunakan dalam

62

Keraf, Op. cit., h. 116—117. 63

Ibid., h. 117. 64


(43)

puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan.

2) Asonasiadalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.

3) Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal.

Gaya bahasa kiasan terbagi menjadi beberapa macam gaya bahasa, diantaranya:

1) Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.

2) Pesonifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. 3) Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan

kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa.

4) Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.65

g. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.66

Jadi amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya sebagai pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu karya sastra.

Amanat sebuah cerita tidak selamanya diungkapkan secara eksplisit. Oleh karena itu pembaca harus menafsirkan sendiri amanat

65

Ibid.,h. 138—145. 66


(44)

yang terknadung di dalam sebuah cerita. Amanat memang merupakan pesan dari pengarang yang ditujukan bagi pembaca. Akan tetapi pesan atau amanat ini tidak selalu berupa keterangan pengarang, melainkan dapat pula disampaikan dalam bentuk dialog atau pikiran para tokoh dalam cerita.

Amanat sangat bermanfaat bagi pembaca, hal ini terjadi karena amanat dapat menambah pengetahuan pembaca melalui pesan-pesan yang di sampaikan. Selain itu amanat dapat memperluas cakrawala pembaca melalui jalan cerita yang diperankan oleh tokoh-tokoh dalam suatu cerita.

D. Pendekatan Teori

1. Pendekatan Pragmatik

Pragmatik adalah pendekatan sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.67

Istilah pragmatik menunjuk pada efek komunikasi yang seringkali dirumuskan dalam istilah Horatius: seniman bertugas untuk docere dan delectare, memberi ajaran dan kenikmatan, seringkali ditambah lagimovere, menggerakan pembaca ke kegiatan yang bertanggungjawab; seni harus menggabungkan sipatdulcedan utile, bermanfaat dan manis. Pembaca kena, dipengaruhi, digerakan untuk bertindak oleh karya seni yang baik.68

Dalam ilmu sastra modern, aspek pragmatik mulai ditonjolkan lagi. Ilmu sastra modern lebih berorientasi pada masalah: apa yang dilakukan oleh pembaca dengan karya sastra dan apa yang dilakukan oleh karya sastra dengan pembacanya. Apakah tugas dan dan batas kemungkinan pembaca sebagai pemberi makna. Bukan sarana bahasa yang pertama-tama menarik perhatian tetapi efeknya pada pembaca sebagai faktor dalam proses semiotik dan pertanyaan bagaimana tanggapan pembaca terhadap karya sastra.69

67

Ibid.,h. 190. 68

A Teeuw,Sastra dan Ilmu sastra, (Bandung: Firma Ekonomi, 1984). h. 51. 69


(45)

Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang karya sastra sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna sastra dari aspek permukaan saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna. Karena itu, muncul penelitian pragmatik, yakni kajian sastranya berorientasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca. Aspek kegunaan sastra ini dapat diungkap melalui penelitian resepsi pembaca terhadap cipta sastra.

Lebih dari itu, kalangan pragmatik bahkan meyakini bahwa karya sastra mampu membangun suatu kesadaran sosial untuk mendorong terjadinya proses perubahan masyarakat dari kondisi buruk ke kondisi yang lebih baik.

Dalam bahasa media, karya sastra mampu membangun semacam opini publik. Jika bangunan opini publik itu menguat dan meluas, maka proses perubahan sosial bukannya tidak mungkin akan dapat digerakkan.

Dalam pendekatan ini karya sastra dipandang sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Oleh karena itu penilaian karya sastra terutama ditekankan pada tujuan atau fungsi yang hendak disampaikan kepada pembaca seperti tujuan pendidikan, moral agama atau tujuan yang lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik karya sastra tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Ahmadun Yosi Herfanda. Menurutnya, untuk menegaskan peran sastra sebagai agen perubahan maka diperlukan orientasi pada kebermanfaatan sastra sebagai media pencerahan dan pencerdasan masyarakat.

Dengan indikator pembaca dan karya satra, pendekatan pragmatik memliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyrakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan.


(46)

Pendekatan pragmatik mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat di pecahkan melalui pendekatan pragmatik diantaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis.

Berdasarkan pada pandangan ini pula dilakukan penelitian terhadap novelNegeri 5 Menarakarya Ahmad Fuadi dengan pembaca sebagai objek penelitiannya. Dengan begitu peneliti dapat mengetahui respons dan bagaimana pengaruh novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi terhadap pembaca remaja.

2. Resepsi Sastra

Resepsi sastra berasal dari kata reciper (Latin), reception (Inggris) yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca.70Karya sastra tidak bermakna apa-apa selama tidak ditanggapi oleh pembaca. Adanya karya sastra atau kesusastraan ditentukan oleh pemberian makna yang hanya dapat dilaksanakan dalam praktek membaca.71

Estetika resepsi atau estetika tanggapan adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra.72Jauss dalam bukunya Literaturegeschichte alsProvokation mempertimbangkan sejarah sastra terutama sebagai sebuah hasil penulisan dan resepsi yaitu bahwa pengalaman pembaca diterangkan dan dibatasi.73

Penelitian resepsi sastra pada dasarnya merupakan penyelidikan reaksi pembaca terhadap teks.Oleh pembaca teks itu dikongkretkan, dijadikan

70

Nyoman Kutha Ratna,Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007). h. 163.

71

Subagio Sastrowardoyo,Sekilas Sosial Sastra dan Budaya, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1992), h. 29.

72

Racmat Djoko Pradopo,Estetika Resepsi dan Teori Penerapannya dalam buku Bahasa Sastra Budaya,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), h. 182.

73


(47)

sebuah teks seperti dihayati dan dimengertinya. Usaha kongkretisasi ini menghasilkan laporan-laporan resepsi.74

Reaksi termaksud dapat positif dan juga negatif. Resepsi yang bersifat positif, mungkin pembaca akan senang, gembira, tertawa, dan segera mereaksi dengan perasannya. Reaksi terhadap teks sastra tersebut dapat berupa sikap dan tindakan untuk memproduksi kembali, menciptakan hal yang baru, menyalin, meringkas, dan sebagainya. Sebaliknya, reaksi yang bersifat negatif mungkin pembaca akan sedih, akan jengkel, bahkan antipati terhadap teks sastra.

Setiap orang akan berbeda dalam merespon sebuah karya sastra. Begitu juga tiap periode itu berbeda dengan periode yang lain dalam merespon sebuah karya sastra. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapannya. Cakrawala harapan ini ialah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra. Tiap pembaca itu mempunyai wujud sebuah karya sastra sebelum ia membaca sebuah karya sastra. Artinya, seorang pembaca itu mempunyai konsep atau pengertian tersendiri terhadap suatu karya sastra.

Pengertian karya sastra pun akan berbeda antara setiap orang karena setiap pembaca akan mengharapkan bahwa karya sastra yang dibaca tersebut sesuai dengan pengertian karya sastra yang dimilikinya. Cakrawala harapan tersebut ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuannya dalam menanggapi karya sastra.

Cakrawala atau horizon harapan menjadi kunci bagi teori Jauss. Cakrawala harapan disusun dengan tiga kriteria.

a. Norma generik yang terkenal yang dipaparkan oleh teks yang dibaca oleh pembaca;

b. Pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap keseluruhan teks yang telah dibaca sebelumnya;

74

Jan Van Luxemburg, Mieke Bal dan Willem diterjemahkan oleh Dick Hartono, Pengantar Ilmu Sastra, (Jakarta: Gramedia, 1986). h. 79.


(48)

c. Kontras antara fiksi dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk menerima teks baru di dalam cakrawala harapan yang sempit dan cakrawala harapan yang luas.75

Meskipun pembaca yang menetukan karya sastra, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam karya sastra itu ada tempat-tempat terbuka yang mengharuskan pembaca untuk mengisinya hal ini berhubungan dengan sifat karya sastra yang mengandun pengertian multitafsir. Bahkan dikatakan Iser, “Makin banyak tempat-tempat terbuka atau kosong itu, maka karya sastra akan semakin bernilai. Tentu saja hal ini ada batasnya, yaitu bila sebuah karya sastra terlalu banyak memiliki tempat kosong itu menyebabkan pembaca tidak bisa mengisinya. Tentu hal ini akan menyebabkan karya sastra tersebut tidak bisa diipahami oleh para pembaca”.76

Dalam metode estetika resepsi pembaca yang diteliti merupakan pembaca yang ahli bukan pembaca awam, yaitu para kritikus sastra dan ahli sastra, ahli estetika yang dipandang mewakili para pembaca periodenya.

Dengan memahami estetika resepsi kita dapat mengetahui bagaimanakah respon para ahli sastra dan kritikus sastra dalam menanggapi novel Negeri 5 Menara. Dengan begitu kita dapat mengetahui pengaruh novel tersebut bagi para ahli sastra.

3. Evaluasi Teks Sastra

Setelah mengetahui respons pembaca ahli dengan teori estetika resepsi, untuk mengetahui respons pembaca yang bukan ahli yakni pembaca awam, teori yang digunakan adalah teori evaluasi sastra. Estetika resepsi sangat penting dalam studi sastra modern karena dengan begitu aspek-aspek nilai suatu teks sastra maupun aspek faktualnya dapat diteliti. Tujuan dari evaluatif yaitu melihat suatu teks sastra yang didasarkan pada nilai-nilai, namun jika tujuan hanya deskriptif teks tersebut hanya dilihat faktanya saja.

75

Segers,Op. cit., h. 36. 76


(49)

Pada proses evaluasi sejumlah pembaca yang memberikan informasi diminta untuk memberikan putusan nilai mengenai teks-teks tertentu. Reaksi-reaksi pembaca diderivasikan dari keyakinan bahwa putusan nilai yang didasarkan pada pengetahuan yang kecil atau tidak ada sama sekali dengan objek yang dinilai. Putusan nilai bertumpu pada pengetahuan objek karena objeknya adalah teks sastra, pengetahuan yang dibutuhkan adalah sastra termasuk di dalamnya elemen-elemen sistem sastra.77

Masalahnya dapatkah nilai yang diberikan mengukur teks tersebut. Pengukuran keluasan korpus sastra sepertinya belum pernah dipermasalahkan. Akan tetapi harus ditekankan bahwa pengukuran adalah hal tertentu, dan putusan nilai hanya signifikan jika seorang menyadari bahwa kenyataan parameter pada hakikatnya bersifat arbitrer.

Adapun tiga faktor bagi analisis proses evaluasi sastra yakni: a. Analisis terhadap struktur dan kode tekstual.

b. Analisis terhadap horizon harapan pembaca.

c. Analisis terhadap hubungan timbal balik antara a dan b.78

Maka dari itu, penelitian tentang respons pembaca remaja terhadap novelNegeri 5 Menarakarya Ahmad Fuadi ini akan menganalisis bagaimana kenyataan respons pembaca yang bukan pembaca ahli menilai novel tersebut. Pada penilaian respons sendiri yang digunakan bersifat arbitrer, peneliti akan menggunakan penilaian yang telah dibuat berdasarkan metode yang dianjurkan dalam evaluasi sastra mengenai novel tersebut. Jika hal ini telah dilakukan maka kita dapat melihat respons pembaca bukan hanya dari pendapat para ahli sastra dan kritkus sastra saja, tetapi juga dapat melihat penilaianNegeri 5 Menaraini berdasarkan pendapat pembaca awam.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dilakukan untuk mengetahui keaslian suatu karya ilmiah serta posisinya di antara karya-karya sejenis dengan tema ataupun

77

Ibid,.h. 96. 78


(50)

pendekatan yang serupa.Penelitian yang relevan dengan karya tulis ilmiah ini berguna sebagai bahan perbandingan antara analisis yang penulis kemukakan dengan karya ilmiah sebelumnya.

Selanjutnya penulis akan memaparkan beberapa penelitian yang telah berbentuk skripsi yang sedikit banyak berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan tentang Respons Pembaca NovelN5M.

PertamaApriliyanto Nugroho dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi dalam Penemuan Nilai Sosial pada Novel Negeri 5 Menara Karangan A. Fuadi dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.”Penelitian inibertujuan untuk mengetahui cara penerapan model pembelajaran telaah yurisprudensi dalam penemuan nilai sosial pada novel N5M karangan A. Fuadi. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif analisis isi dan studi kasuseksperimen. Hasil penelitian ini ditemukan beberapa pengembangan mengenai pembelajaran telaah yurisprudensi, nilai sosial yang terdapat pada novel N5M meliputi: (1) nilai material yang berjumlah lima belas nilai yang terdapat dalam novel. (2) nilai vital yang berjumlah empat puluh tiga nilai yang terdapat dalam novel. (3) nilai kerohanian yang meliputi: (a) nilai kebenaran yang berjumlah tiga puluh sembilan nilai yang terdapat dalam novel. (b) nilai keindahan yang berjumlah tiga puluh satu nilai yang terdapat dalam novel. (c) nilai moral yang berjumlah dua puluh empat nilai yang terdapat dalam novel. (d) nilai keagamaan yang berjumlah dua puluh enam nilai yang terdapat dalam novel tersebut.Selain itu, ditemukan pula isu sosial yang terjadi dalam novel berjumlah dua puluh tujuh isu sosial yang berkembang pada novel tersebut. Hasil pembelajaran sastra di SMA mengenai unsur ekstrinsik nilai sosial yang meliputi nilai material, nilai vital, nilai kerohanian yang terdiri dari nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai moral, dan nilai keagamaan.

Kedua Dwi Astuti dalam penelitian berjudul “Kepribadian Tokoh Utama dalam NovelNegeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi: Kajian Psikologi Sastra.” Penelitinya meneliti novel N5Mkarena kepribadian tokoh utamanya, novel ini menceritakan permasalahan hidup yang dapat mempengaruhi atau mengubah


(51)

kepribadian tokoh, sehingga menjadi berlawanan dengan kepribadian sebelumnya. Novel N5M memiliki tokoh utama dengan kepribadian yang menarik sehingga perlu dikaji. Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra, khususnya mengenai psikologi kepribadian. Dari penelitian dengan tujuan psikologis diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. secara keseluruhan tipe kepribadian dalam novel N5M karya Ahmad Fuadi didominasi oleh tipe ekstrovert. Terutama dipengaruhi dunia objektif yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama bertujuan kedalam pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor objektif. b.frekuensi pemunculan tipe kepribadian didominasi kepribadian ektrovert dengan pemunculan empat puluh sembilan kali, sedangkan kepribadian introvert hanya muncul sebanyak dua puluh kali. c. faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama meliputi faktor dalam dan faktor luar yang berupa pengaruh dari keluarga dan lingkungan. Faktor luar lebih banyak mempengaruhi kepribadian dari tokoh utama.

KetigaSulis Dian Martanti, dalam penelitian yang berjudul “Media dan Wacana Pendidikan Pondok Pesantren (Sebuah Studi Critical Analysis wacana Pendidikan Pondok Pesantren yang Direpresentasikan dalam Novel Negeri 5 MenaraKarya Ahmad Fuadi.”Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang wacana Pendidikan Pondok Pesantren Gontor dalam teks novel N5M Karya Ahmad Fuadi. Fokus pernyataannya adalah bagaimana Ahmad Fuadi mengkonstruksikan wacana tersebut dalam bangunan kata dan kalimat. Serta bagaimana bahasa dan simbol yang digunakan dalm merepresentasikan maksud dari novel. Tiap kata dan kalimat yang dipergunakan dimaknai menunjukan sebuah praktek ideologi. Setelah dianalisis diperoleh hasil bahwa kata-kata dan kalimat yang dipakai oleh Ahmad Fuadi, dalam bercerita cenderung tau bahkan lebih berpihak pada pendidikan yang diajarkan di Pondok Pesantren Gontor. Fuadi menceritakan bagaimana kurikulum yang jauh berbeda dengan sekolah umum, dengan metode yang jauh lebih intensif, disiplin tinggi, dan dengan memberikan motivasi dan atau keteladanan serta dukungan penuh terhadap


(52)

pendidikan dalam kata-kata atau kalimat provokatif, persuasif, propagandis, dan subyektif.

Sepanjang yang peneliti tahu belum ada seorang peneliti yang mengambil judul “Respons Pembaca Remaja terhadap Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.

F. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah

Setiap guru wajib membuat perencanaan pembelajaran. Inti perencanaan pembelajaran itu adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan bahan ajar. Kedua hal itu disebut perangkat pembelajaran. Dengan kedua perangkat pembelajaran itulah guru mewujudkan harapannya yakni meningkatkan kompetensi peserta didik sehingga mencapai kriteria ketuntasan minimal. Model pembelajaran ditampilkan dalam RPP. Model pembelajaran yang aplikatif dan pragmatis adalah RPP yang benar-benar dapat digunakan untuk mengantarkan siswanya kepada pencapaian kompetensi dengan tuntas. Model-model itu hanya dimungkinakan lahir dari tangan guru yang benar-benar memahami SK, KD, dan mampu menjabarkannya menjadi indikator. Dari indikator dilahirkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan prosedur serta instrument penilaian. Jadi, setiap guru yang ingin membuat model pembelajaran harus memahami komponen RPP dan terampil mengolah dan menyatukannya dalam RPP yang aplikatif dan pragmatis. Bahan ajar dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Dapat berupa buku, modul,power point, dan bentuk lain yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik. Untuk dapat menyusun bahan ajar yang tepat pendidik harus mengawalinya dari menganalisis materi pokok dari KD dan materi pembelajaran dari indikator.

Jika kita hubungkan perkembangan psikologis remaja dengan bagaimana pembaca remaja mengapresiasi dalam merespons suatu karya (novel), disimpulkan bahwa proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti yakni, aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelektual pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif tersebut. Selain dapat berhubungan dengan


(53)

unsur-unsur yang secara internal terkandung dalam suau teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks sastra yang secara langsung menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri. Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu unsur-unsur emosi juga sangat berperan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Sedangkan aspek evaluatif berkaiatan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik buruk. Indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca.

Pembelajaran sastra tidak hanya meningkatkan keterampilan berbahasa. Sastra juga dapat mengembangkan keterampilan hidup lainnya seperti berpikir kritis, berkepribadian, dan bermasyarakat (berbudaya). Untuk mencapai perkembangan keterampilan-keterampilan yang lebih optimal, maka mutu pengajaran sastra di sekolah harus ditingkatkan. Dengan demikian, kualitas guru sangat menentukan. Guru yang tidak menguasai metode mengajar sastra yang benar dan memiliki minat membaca dan mengkaji karya sastra yang rendah dapat menjadi penghambat utama keberhasilan pengajaran sastra. Guru dapat menjadikan siswa penikmat dan pengkaji karya sastra.

Kreativitas guru hendaknya didayagunakan untuk memanfaatkan teks-teks sastra sebagai bahan pembelajaran sastra di kelas. Guru harus kreatif dalam memilih materi sastra agar siswa tertarik dan tidak merasa terbebani dalam belajar sastra. Untuk siswa SMA, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan novel-novel remaja.

Sebagai salah satu bentuk sastra remaja, novel remaja adalah hasil karya sastra yang menampilkan permasalahan remaja dan berusaha untuk memenuhi selera remaja. Tema permasalahan yang diangkat, tokoh-tokoh, serta gaya bahasanya disesuaikan dengan selera dan dunia remaja. Novel remaja seharusnya dapat menjadi ladang subur untuk memperkaya bahan pembelajaran dan bahan diskusi di kelas. Guru perlu membaca, mengenali, dan menyelami terlebih dahulu novel-novel remaja yang ada. Karena banyak novel remaja yang


(54)

hanya berisikan tentang kisah percintaan remaja tanpa memiliki nilai yang mendidik. Di samping itu, guru juga harus menjajagi dan menimbang kemampuan siswa sehingga dapat memilih dan memilah novel-novel remaja mana yang tepat digunakan untuk siswanya. Pemanfaatan novel remaja ini merupakan upaya mengenalkan remaja dengan karya-karya sastra yang dekat dengan dunianya. Dengan demikian, pembelajaran sastra tidak harus dipenuhi dengan ritual hafalan dan belenggu pengetahuan tentang sastra, yang seringkali menjadikan siswa merasa terasing dengan dunianya sendiri.

Adapun dalam penelitian ini, novel yang digunakan adalah novelNegeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi yang diketahui di dalamnya terdapat banyak pelajaran atau nilai didik yang dapat diambil oleh pembaca. Penulis memilih novel Negeri 5 Menarakarenanovel ini relevan dengan dunia pendidikan, memberikan inspirasi, motivasi dan semangat juang terhadap orang yang kerdil akan impian. Pengarang mengisahkan semangat dan pengalaman unik tokoh-tokohnya, yang berupaya maju dalam pendidikan yang inspiratif. Selain itu novel ini dapat dikhususkan untuk pembaca remaja karena tokoh-tokoh dalam novel Negeri 5 Menara adalah remaja yang berkarakter, sehingga novel ini cocok untuk bahan pembelajaran sastra Indonesia di sekolah.

Pendekatan utama yang selama bertahun-tahun digunakan untuk mendidik adalah pendekatan interaksi langsung (direct instruction approach), yaitu suatu pendekatan yang berpusat pada guru, di mana guru yang mengarahkan dan mengendalikan, menguasai keterampilan akademis, memilliki ekspetasi yang tinggi terhadap siswa, serta memaksimalkan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar. Sampai sekarang pendekatan ini masih banyak diterapkan di sekolah. Padahal dalam pembelajaran, seharusnya siswalah yang harus lebih aktif.

Pada tahun 1990-an, keinginan untuk melakukan reformasi sekolah difokuskan pada pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). CTL adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan


(55)

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. CTL bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang siswa pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian siswa, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.79

Selain itu diharapkan juga guru melakukan pembelajaran secara PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan) sehingga siswa belajar dengan senang hati. Dengan konsep tersebut diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

79


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

NILAI MOTIVASI DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Nilai Motivasi dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMK Muham

0 1 18

NILAI MOTIVASI DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Nilai Motivasi dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMK Muham

0 2 14

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI:KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM Nilai Pendidikan Dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi: Kajian Sosiologi Sastra Serta Implementasinya dalam Pembelajaran di Madrasah

0 2 16

ASPEK MOTIVASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI DAN Aspek Motivasi Pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi Dan Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Kajian Intertekstual Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 1 12

ASPEK MOTIVASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI DAN Aspek Motivasi Pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi Dan Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Kajian Intertekstual Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

0 2 31

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI Analisis Gaya Bahasa Hiperbola Dan Personifikasi Pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi.

3 9 14

PENDAHULUAN Analisis Gaya Bahasa Hiperbola Dan Personifikasi Pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi.

1 4 7

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI Analisis Gaya Bahasa Hiperbola Dan Personifikasi Pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi.

0 0 17

ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA Aspek Sosial dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 1 12

KAJIAN NILAI BUDAYA DAN KARAKTER TOKOH REMAJA DALAM NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMA.

0 5 40