BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi telah mendorong entitas bisnis melakukan strategi bisnis dalam skala internasional agar dapat bertahan bahkan lebih
berkembang. Strategi bisnis yang dapat dilakukan meliputi inovasi produk, ekpansi pasar, pencarian sumber daya baru dan lain-lain yang dilakukan dengan
tidak lagi memandang batas-batas negara. Strategi yang tepat dapat membantu perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya.
Salah satu usaha untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah dengan cara ekspansi. Ekspansi perusahaan dapat dilakukan baik dalam bentuk
ekspansi internal maupun eksternal. Ekspansi internal terjadi pada saat divisi- divisi yang ada dalam perusahaan tumbuh secara normal melalui kegiatan capital
budgeting. Sedangkan ekspansi eksternal dapat dilakukan dalam bentuk penggabungan usaha. Dari waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai ekspansi
eksternal daripada ekspansi internal karena ekspansi eksternal dianggap jalan cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan di mana perusahaan tidak perlu
memulai dari awal suatu bisnis baru. Strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar perusahaan bisa
bertahan atau bahkan berkembang adalah dengan melakukan merger dan akuisisi MA. Merger dan akuisisi termasuk strategi ekspansi eksternal. Merger
didefinisikan oleh Hitt 2001 sebagai sebuah strategi di mana dua perusahaan
setuju untuk menyatukan kegiatan operasionalnya dengan basis yang relatif seimbang, karena mereka memiliki sumber daya dan kapabilitas yang secara
bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetetif yang lebih kuat. Merger memerlukan pembubaran semua entitas yang terlibat kecuali satu entitas.
Sedangkan Akuisisi menurut Hitt 2001 adalah strategi yang melaluinya suatu perusahaan membeli hak untuk mengontrol atau 100 persen kepemilikan terhadap
perusahaan lain dengan tujuan untuk menggunakan kompetensi inti perusahaan itu secara efektif, dengan cara menjadikan perusahaan yang diakuisisi itu sebagai
bagian dari bisnis dalam portofolio perusahaan yang mengakuisisi. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia telah banyak melakukan
merger dan akuisisi, terlebih pada masa krisis ekonomi yang mengakibatkan banyaknya perusahaan yang bangkrut. Bahkan saat ini pasar berkembang di mana
kegiatannya bukan berupa jual beli barang saja, namun beralih ke jual beli kepemilikan dalam perusahaan. Pasar ini biasa disebut dengan Market for
Corporate Control. Merger dan akuisisi sendiri telah menjadi strategi yang populer di kalangan perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa karena
diyakini berperan penting dalam restrukturisasi yang efektif. Selama tahun 1998, nilai merger dan akuisisi di Amerika lebih dari USD 6 triliun dengan 11.400
transaksi. Tujuan menggabungkan usaha melalui merger dan akuisisi, perusahaan
mengharapkan dapat memperoleh sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-
masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Selain itu merger dan akuisisi
dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan
efisiensi berupa penurunan biaya produksi. Jadi, nilai perusahaan setelah merger dan akuisisi seharusnya lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing
perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Secara teori, setelah merger dan akuisisi ukuran perusahaan dengan
sendirinya bertambah besar karena aset dan kewajiban perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika
ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari aktivitas- aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin meningkat.
Oleh karena itu, kinerja setelah merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi. Namun pada beberapa kasus,
merger dan akuisisi dapat tidak berpengaruh sama sekali pada kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi bahkan menurunkan kinerja perusahaan.
Tabel 1.1 Besarnya
CAR, NPL, NPM, ROA, ROE dan LDR Pada Perusahaan Perbankan Asing
No Nama Bank
Tangal MA
Tahun CAR
NPL NPM
ROA ROE
LDR
1 Bank of India
Indonesia 17 Nopember
2011 Akuisisi 2013
15,26 1,59 47,78
3,80 22,03 93,76 2012
21,10 0,14 49,09
3,14 16,82 93,21 2011
23,19 1,98 43,47
3,66 15,26 85,71 2010
26,91 3,55 37,15
2,93 11,69 87,36
2 Bank Windu
Kentjana International
18 Desember 2007 Merger
2009 17,88
2,11 15,70 1,00
6,03 65,81 2008
20,24 0,76
3,87 0,25
1,39 86,14 2007
30,90 1,72 5,37
0,02 1,83 53,71 2006
28,91 7,06
5,19 0,43
1,44 51,53
Sumber : www.idx.co.id data diolah
CAR merupakan rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka
semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit. Bank of India Indonesia pada tanggal 17 November 2011 mengakuisisi
Bank Swadesi. Dari Tabel 1.1 nilai CAR setelah akuisisi pada tahun 2012 sebesar 21,10 dan tahun 2013 sebesar 15,26 semakin menurun jika dibandingkan
dengan nilai CAR sebelum akuisisi tahun 2010 sebesar 26,91. Bank Windu Kentjana International melakukan merger dengan Bank Multicor pada tanggal 18
Desember 2007, nilai CAR setelah merger pada tahun 2008 sebesar 20,24 dan tahun 2009 sebesar 17,88 semakin menurun jika dibandingkan dengan nilai
CAR sebelum merger tahun 2007 sebesar 30,90. Artinya kinerja pada Bank of India Indonesia dan Bank Windu Kentjana International setelah merger maupun
akuisisi berpengaruh buruk terhadap nilai CAR. NPL merupakan rasio untuk mengukur kualitas kredit. Semakin tinggi
rasio NPL maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat nilai NPL
Bank of India Indonesia setelah akuisisi pada tahun 2013 sebesar 1,59 semakin menurun jika dibandingkan sebelum akuisisi tahun 2010 sebesar 3,55. Artinya
adanya dampak positif terhadap nilai NPL setelah akuisisi. Nilai NPL Bank Windu Kentjana International setelah merger tahun 2008 sebesar 0,76
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 1,72, namun tahun 2009 NPL sebesar 2,11 mengalami kenaikan, artinya keputusan
merger berdampak buruk terhadap NPL pada tahun ke-2 setelah merger.
NPM merupakan rasio profitabilitas yang mengukur tingkat efektivitas perusahaan dalam mentransformasi penjualan menjadi laba. Semakin besar NPM
akan semakin baik bagi perusahaan. Dari Tabel 1.1 dapat dilihat nilai NPM Bank of India Indonesia setelah akuisisi pada tahun 2012 sebesar 49,09 mengalami
kenaikan dibandingkan sebelum akuisisi tahun 2010 sebesar 37,15 namun tahun 2013 NPM sebesar 47,78 mengalami penurunan. Artinya akuisisi berdampak
buruk terhadap NPM pada tahun ke-2 setelah akuisisi. Nilai NPM Bank Windu Kentjana International setelah merger pada tahun 2008 sebesar 3,87 dan tahun
2009 sebesar 15,70 mengalami kenaikan setelah merger, artinya adanya pengaruh baik dari merger terhadap nilai NPM.
Return on Asset merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur bank dalam memperoleh laba dan efisiensi secara keseluruhan. Semakin besar ROA,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank. Dari Tabel 1.1 ROA Bank of India Indonesia setelah akuisisi tahun 2012 sebesar 3,14 mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,66 namun pada tahun 2013 ROA semakin meningkat sebesar 3,80. ROA Bank Windu Kentjana International
setelah merger tahun 2008 sebesar 0,25 dan 2009 sebesar 1 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 sebesar 0,02 artinya ada pengaruh positif
dari merger terhadap ROA Bank Windu Kentjana International. Return on Equity adalah rasio yang memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan mengelola modal sendiri net worth secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal. Dari Tabel 1.1
ROE Bank of India Indonesia setelah akuisisi tahun 2012 sebesar 16,82 dan
2013 sebesar 22,03 mengalami kenaikan dibandingkan sebelum akuisisi tahun 2010 sebesar 11,69, artinya ada pengaruh positif dari akuisisi terhadap ROE.
ROE Bank Windu Kentjana International setelah merger tahun 2008 sebesar 1,39 dan 2009 sebesar 6,03 mengalami peningkatan sebelum merger tahun
2007 sebesar 1,83, artinya ada pengaruh positif dari merger terhadap ROE Bank Windu Kentjana International.
LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas likuiditas suatu bank. Semakin tinggi rasio LDR maka semakin rendahnya
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga bank tidak dapat memaksimalkan labanya. Dari Tabel 1.1 LDR Bank of India Indonesia setelah
akuisisi tahun 2012 sebesar 93,21 dan 2013 sebesar 93,76 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010 sebelum akuisisi sebesar 87,36, artinya ada
pengaruh negatif dari akuisisi terhadap LDR. LDR Bank Windu Kentjana International setelah merger tahun 2008 sebesar 86,14 mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2007 sebelum merger sebesar 53,71, namun pada tahun 2009 LDR sebesar 65,81 menurun dibandingkan tahun 2008, artinya ada
pengaruh baik terhadap LDR pada tahun ke-2 setelah merger. Beberapa penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap
kinerja keuangan juga telah dilakukan di Indonesia seperti penelitian Widyaputra 2006 dengan menggunakan rasio PER price earning ratio,
PBV price to book value dan EPS earning per share, OPM operat
ing profit margin
, NPM net profit margin, Total Asset Turn Over, ROA, ROE dan abnormal return
membuktikan 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah merger dan akuisisi terdapat
perbedaan signifikan pada rasio Earning Per Share, Net Profit Margin, Return On Equity, dan Return On Assets.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu 2010 dengan menggunakan rasio Net Profit Margin NPM, Return on Investment ROI, Return on Equity
ROE, Earning Per Share EPS, Total Assets Turn Over TATO, Current Ratio dan Debt to Equity Ratio DER, Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa
pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan secara simultan yang diuji dengan Manova menunjukkan tidak ada perbedaan kinerja secara signifikan.
Pada penelitian Hamidah dan Noviani 2013 dengan menggunakan rasio Current Ratio CR, Total Assets Turn Over TATO, Debt Ratio DR,
Return On Assets ROA dan Price Earning Ratio PER, dari hasil penelitian terdapat perbedaan signifikan pada CR, ROA dan PER, sedangkan pada TATO dan
DR tidak terdapat perbedaan signifikan pada kinerja keuangan. Hasil penelitian Novaliza Djayanti 2013 dari rasio Current Ratio
CR, Total Assets Turn Over TATO, Debt Ratio DR, Debt to Equity Ratio DER, ROA, ROE, NPM, OPM, hanya Return on Asset ROA yang berubah
secara signifikan sedangkan variabel lain tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan hasil dari penelitian-penelitian yang disebutkan di atas
membuat tema ini menarik untuk diuji kembali yaitu mengenai kinerja perusahaan melalui rasio-rasio keuangan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Terlebih
lagi merger dan akuisisi pada perusahaan perbankan asing belum pernah diteliti sebelumnya.
Dalam hal ini peneliti tertarik pada merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan perbankan asing pada khususnya dilihat dari rasio-rasio keuangannya.
Adapun judul yang dipilih adalah : “Analisis Perbandingan Kinerja Perbankan Asing Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah