Klasifikasi Merger dan Akuisisi

1. Dalam suatu akuisisi dengan saham, tidak perlu mengadakan rapat umum pemegang saham dan tidak memerlukan hak suara. 2. Dalam suatu akuisisi dengan saham, perusahaan yang menawar dapat berhubungan secara langsung dengan para pemegang saham perusahaan target dengan menggunakan suatu penawaran tender. 3. Akuisisi kadang-kadang tidak bersahabat. Dalam hal yang demikian, suatu akuisisi saham digunakan dalam suatu usaha untuk mengecoh manajemen perusahaan target, dimana secara aktif menentang akuisisi. 4. Seringkalilah, kelompok pemegang saham minoritas yang penting akan menghalangi suatu penawaran tender. 5. Penggabungan yang lengkap dari suatu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya membutuhkan suatu merjer. Banyak akuisisi dengan saham diikuti dengan suatu merjer yang formal kemudian. Perusahaan lain dapat diperoleh dengan cara akuisisi saham, yaitu dengan membeli saham secara tunai, penyertaan saham atau surat berharga lainnya. Proses ini sering dimulai oleh manajemen suatu perusahaan dengan memberikan penawaran secara langsung kepada pemegang saham perusahaan lainnya. Penawaran ini dapat dilakukan dengan cara tender. Para pemegang saham tersebut memilih untuk menerima penawaran tender tersebut dengan mempertukarkannya secara tunai atau ditukarkan dengan surat berharga lainnya, tergantung dari penawaran yang diberikan.

2.3 Klasifikasi Merger dan Akuisisi

Menurut Martono 2001 secara umum penggabungan usaha dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu penggabungan atau merger horizontal, vertikal, congeneric, dan konglomerat. a Merger Horisontal Merger secara horisontal terjadi apabila satu perusahaan menggabungkan diri dengan perusahaan lain dalam jenis bisnis yang sama. Dengan kata lain satu atau dua perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa yang sama. Misalnya perusahaan jasa perbankan merger dengan perbankan. b Merger Vertikal Merger secara vertikal adalah penggabungan perusahaan yang memiliki keterkaitan antara input-output maupun pemasaran. Sebagai contoh perusahaan pengecoran baja melakukan penggabungan dengan supplier seperti perusahaan tambang. c Congener ic Merger Congeneric merger yaitu penggabungan dua perusahaan yang sejenis atau dalam industri yang sama tetapi tidak memproduksi produk yang sama maupun tidak ada ketertarikan suppliernya. Misalnya perusahaan pengemasan air merger dengan perusahaan pembuatan teh dalam kemasan. d Conglomerat Merger Ekstensi Pasar Conglomerat merger yaitu penggabungan dua atau lebih perusahaan dari industri yang berbeda. Sebagai contoh perusahaan pengeboran minyak membeli perusahaan penerbangan atau real estate. Pada umumnya merger yang vertikal dan horisontal akan memberikan sinergi yang terbesar dibandingkan dua jenis merger lainnya. 2.4 Alasan Merger dan Akuisisi Merger dan akuisisi adalah keputusan strategis para manajer dari suatu perusahaan, yang mana juga merupakan produk dari salah satu aspek mendasar dalam strategi korporasi, memiliki beragam alasan, motif dan tujuan. Menurut Sinuraya 1999 ada berbagai alasan dilakukannya merger : 1. Untuk bisa beroperasi dengan lebih ekonomis 2. Memperoleh manajemen yang lebih baik 3. Pertumbuhan 4. Penghematan pajak yang belum dimanfaaatkan 5. Untuk memanfaatkan dana yang menganggur. Sedangkan menurut Martono 2001 merger umumnya disebabkan oleh berbagai alasan, yaitu : 1. Peningkatan penjualan dan penghematan operasi 2. Perbaikan manajemen 3. Pengaruh informasi 4. Pertumbuhan perusahaan 5. Pengalihan kekayaan 6. Alasan-alasan pajak 7. Diversifikasi 8. Keuntungan-keuntungan leverage 9. Alasan pribadi. Penggabungan badan usaha diantaranya dimaksudkan agar perusahaan memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas dan volume penjualan lebih besar, mampu mengembangkan organisasi yang lebih kuat dan produksi yang lebih baik serta manajemen yang baik, penurunan biaya melalui penghematan dan efisiensi pada skala produksi yang lebih besar, peningkatan pengendalian pasar dan posisi bersaing, diversifikasi lini-lini produk, perbaikan posisi dalam kaitannya dengan sumber pengadaan bahan baku, dan peningkatan yang menitikberatkan pada modal untuk pertumbuhan sebagai biaya yang rendah atas pinjaman. Sedangkan menurut Tampubolon 2005 ada beberapa alasan mengapa suatu korporasi lebih menginginkan pertumbuhan eksternal melalui merger dibandingkan dengan pertumbuhan internal : 1. Kemungkinan korporasi menginginkan diversifikasi untuk menurunkan risiko yang diakibatkan pengaruh musim. 2. Harapan korporasi akan memperoleh sinergi dari merger dengan korporasi lainnya 3. Suatu merger memungkinkan suatu korporasi untuk memperoleh apa yang tidak diperolehnya. 4. Kemungkinan korporasi akan dapat memperbaiki kapabilitas dalam menghimpun dana karena bergabung dengan korporasi yang memiliki kemampuan likuiditas asset yang lebih besar dan utang rendah. 5. Pendapatan bersih korporasi besar yang baru dapat mengkapitalisasi pada tingkat yang lebih rendah, yang dapat mengakibatkan nilai pasar sahamnya lebih tinggi. 6. Dalam beberapa hal ada kemungkinan untuk membiayai aktivitas lebih baik dengan akuisisi apabila pembiayaan ekspansi internal tidak memungkinkan. 7. Suatu merger dapat mengakibatkan return on investment ROI akan lebih baik apabila nilai pasar korporasi yang diakuisisi lebih rendah daripada replacement cost yang terjadi. 8. Dengan jalan merger, suatu korporasi yang mengalami kerugian dalam pengoperasiannya akan dapat tertolong oleh korporasi yang mengakuisisi, biasanya dari segi harga, tetapi juga akan memperoleh manfaat dari pajak yang dapat diperhitungkan kemudian. 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi “Kelebihan merjer yang utama adalah bahwa suatu merjer secara hukum adalah sederhana dan tidak ada biaya yang besar seperti bentuk akuisisi lainnya. Alasannya dikarenakan perusahaan secara sederhana setuju untuk menggabungkan seluruh operasionalnya”. Sjahrial, 2009. Artinya perusahaan utama tidak memiliki keinginan untuk memindahkan kepemilikan aset individu perusahaan yang meleburkan diri ke perusahaan utama. “Kerugian yang utama dari merjer adalah bahwa suatu merjer harus disetujui dengan suatu hak suara dari pemegang saham tiap-tiap perusahaan. Khususnya dua pertiga bahkan lebih hak suara yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan”. Sjahrial, 2009. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk untuk memperoleh hak suara inilah yang menjadi kendala. Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset dimana, akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm. Dalam akuisisi saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat hostile takeover. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi. Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset, jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua pertiga sekitar 67 suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi. Apabila perusahaan mengambilalih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger. Pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. 2.6 Kinerja Perusahaan Menurut Martono 2001 “kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak stakeholders seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang, pemerintah dan pihak manajemen sendiri”. Laporan keuangan suatu perusahaan, bila disusun secara baik dan akurat dapat memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu. Menurut Sudarsanam 1999 teori keuangan modern menyatakan bahwa keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger dan akuisisi sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya pembuktian keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan perusahaan yang praktis membesar dan meningkat. Kondisi dan posisi perusahaan mengalami perubahan, dan hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Rasio keuangan yang diukur dalam penelitian ini menggunakan Rasio CAMEL. Dalam Kamus Perbankan Institut Bankir Indonesia edisi kedua tahun 1999 dinyatakan bahwa “CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan lembaga keuangan. Menurut Triandaru Sigit dan Totok Budisantoso 2008 Penilaian tingkat kesehatan mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari : a. Permodalan Capital Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut: 1 kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM terhadap ketentuan yang berlaku; 2 komposisi permodalan; 3 trend ke depanproyeksi KPMM; 4 aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank; 5 kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan laba ditahan; 6 rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; 7 akses kepada sumber permodalan; dan 8 kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank. b. Kualitas Aset Asset Quality Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1 aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif; 2 debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; 3 perkembangan aktiva produktif bermasalah non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif; 4 tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif PPAP; 5 kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif; 6 sistem kaji ulang review internal terhadap aktiva produktif; 7 dokumentasi aktiva produktif; dan 8 kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. c. Manajemen Management Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1 manajemen umum; 2 penerapan sistem manajemen risiko; dan 3 kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. d. Rentabilitas Earnings Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1 return on assets ROA; 2 return on equity ROE; 3 net interest margin NIM; 4 Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional BOPO; 5 perkembangan laba operasional; 6 komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; 7 penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; 8 prospek laba operasional. e. Likuiditas Liquidity Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1 aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan; 2 1-month maturity mismatch ratio; 3 Loan to Deposit Ratio LDR; 4 proyeksi cash flow 3 bulan mendatang; 5 ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti; 6 kebijakan dan pengelolaan likuiditas assets and liabilities management ALMA; 7 kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan 8 stabilitas dana pihak ketiga DPK. f. Sensitivitas terhadap risiko pasar Sensitivity to Market Risk Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen- komponen sebagai berikut: 1 modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement suku bunga; 2 modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement nilai tukar; dan 3 kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

2.7 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1