Konsepsi Elastisitas. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan teori yang ada dalam menyusun fungsi permintaan dapat ditempuh dengan dua cara yaitu cara tidak langsung yang dilakukan oleh Marshall marshalian demand function yang lazim disebut dengan fungsi permintaan biasa ordinary demand function. Kemudian ada cara langsung yang disebut dengan cara pragmatis seperti yang dilakukan oleh Samuelson melalui preferensi nyata yang diungkapkan revealed preference Sudarsono, 1990. Dalam membahas permintaan, Marshall menggunakan asumsi bahwa pendapatan konsumen sifatnya tetap dengan anggapan masih berusaha mencari pengaruh dari harga terhadap jumlah barang yang diminta. Menurutnya permintaan diartikan sebagai jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga, secara matematis dituliskan; Qx = f Px,.................................................................................................................6 dengan anggapan bahwa pendapatan tetap, bukan berarti pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta dengan asumsi bahwa faktor lain tetap ceteris paribus.

2.3. Konsepsi Elastisitas.

Adanya perubahan harga suatu barang yang diminta oleh konsumen bertendensi menimbulkan reaksi para pembeli barang tersebut berupa berubahnya jumlah barang yang diminta Reksoprayitno, 2000. Pada umumnya meningkatnya harga mengakibatkan berkurangnya jumlah barang yang diminta dan sebaliknya jika harga turun akan mengakibatkan meningkatnya jumlah barang yang diminta. Reksoprayitno 2002, menyampaikan bahwa untuk mengukur intensitas reaksi pembeli terhadap perubahan harga suatu barang, para pemikir ekonomi telah menciptakan suatu alat analisis yang disebut dengan elastisitas. Sudarsono 1990, mengungkapkan bahwa pada umumnya terdapat tiga variabel yang mempengaruhi permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lainnya substitusi atau komplementer dan pendapatan, maka atas dasar ini sehingga dikenal elastisitas harga barang itu sendiri price elasticity, elastisitas harga silang cross elasticity dan elastisitas pendapatan income elasticity. Pengaruh perubahan harga kadang-kadang tidak dapat ditentukan dengan pasti, jadi permintaan seseorang akan sesuatu barang akan dapat diketahui melalui penaksiran empiris statistika. Melalui penaksiran ini akan dapat diketahui besarnya derajad kepekaan relatif dari perubahan permintaan terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya. Bentuk umum yang sering dipakai peneliti dalam penelitian dengan pendekatan pragmatis yang memiliki elastisitas tetap, sebagai berikut : 4 3 2 1 . . . . b b b o b x x e Y P P b Q = ………………………………………………7 Dimana : Qx : jumlah barang x yang diminta. bo : intercept Px : harga barang x Po : harga barang lain substitusi atau komplementer. Y : pendapatan konsumen. b1 : elastisitas harga dari permintaan. b2 : elastisitas silang dari permintaan. b3 : elastisitas pendapatan dari permintaan. e b4 : faktor trend selera skala pereferensi. Pengertian elastisitas dalam hal ini adalah derajad kepekaan dari jumlah barang yang diminta terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Sasaran pendekatan pragmatis ini adalah untuk mempelajari elastisitas yang berguna untuk menjelaskan bobot pengeluaran untuk suatu barang. Elastisitas yang digunakan untuk mengukur intensitas reaksi konsumen atau pembeli pada umumnya dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga satuan barang tersebut, yang disebut dengan elastisitas harga permintaan price elasticity of demand atau disebut juga dengan elastisitas permintaan demand elasticity. Reksoprayitno 2002, menyampaikan bahwa dalam fungsi permintaan kualitas barang yang diminta oleh konsumen selain memiliki hubungan dengan harga barang yang bersangkutan juga berkaitan dengan faktor lain sehingga dikenal lebih dari satu elastisitas. Selain elastisitas harga juga dikenal elastisitas pendapatan dan elastisitas silang. Elastisitas pendapatan income elasticity menjelaskan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan pendapatan konsumen, sementara elastisitas silang cross elasticity adalah menjelaskan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga suatu barang lain atau mengukur tanggapan kuantitas barang yang diminta terhadap barang yang diminta terhadap perubahan harga barang lain. Seperti halnya elastisitas pendapatan, elastisitas silang dapat positif ataupun negatif. Elastisitas harga silang cross elasticity positif menunjukkan bahwa kenaikan harga dapat menyebabkan permintaan menurun dan implikasinya barang tersebut merupakan subsitusi. Dan jika elastisitas silang cross elasticity berubah menjadi negatif, kenaikan harga menyebabkan penurunan permintaan, implikasinya barang tersebut merupakan barang komplementer. Secara umum perubahan harga pada suatu barang berpengaruh pada jumlah barang yang diminta, baik pengaruh substitusi maupun pengaruh pendapatan atau gabungan keduanya yang disebut dengan jumlah pengaruh total total effect. Berdasarkan pengaruh harga ini, jika dihubungkan dengan jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang substitusi dan barang komplementer, demikian juga pengaruh perubahan pendapatan terhadap jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang normal normal goods yaitu barang-barang yang permintaanya naik bila pendapatan lebih tinggi dan permintaannya akan turun bila pendapatan lebih rendah, barang superior superior goods atau barang mewah luxuries goods, barang inferior inferior goods adalah barang yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik, barang giffen giffen goods dan sebagainya. 2.4 Komoditi Kopi Dan Aspek Ekonomisnya. Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari famili rubiceae yang umumnya berasal dari benua Afrika. Diseluruh dunia kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar yaitu; a. Cofffe canefora, salah satu jenis varietasnya yang menghasilkan kopi dagang robusta. b. Coffea arabica, yang menghasilkan kopi dagang arabica. c. Coffea exelca yang menghasilkan kopi dagang exelca. d. Coffea liberica yang menghasilkan kopi dagang liberica. Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis arabica, yang memberikan kontribusi pada pasokan kopi dunia sekitar 70, kemudian jenis kopi robusta yang mutunya berada dibawah kopi arabica, hanya memberikan kontribusi sekitar 24 produksi kopi dunia Spillane, 1991. Bredley 1916, didalam bukunya yang berjudul “A short historical account of coffea, containing the most remarkable observations of greatest men in Europe concerning it “, merupakan orang yang pertama menulis sejarah tentang kopi kemudian diikuti oleh penulis lainnya. Linnaeus 1937 dan Smith 1985, melalui buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi adalah Abyssinia atau Ethiopia sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar tahun 575 SM sebelum masehi. Ada berbagai dugaan yang memperkirakan bahwa masuknya tanaman kopi ke Yaman adalah melalui akulturasi kebudayaan antara kedua suku bangsa waktu itu. Barangkali hal ini juga yang menjadi alasan yang kuat terhadap penyebaran kopi kedaerah lainnya disekitar Abyssinia seperti Mesir, Persia dan jajirah Arab lainnya Ilyas, 1991. Legenda lainnya menyebutkan bahwa kopi sebagai tanaman semak dan perdu ditemukan oleh kepala rombongan Nomade dan penggembala kambing bangsa Arab bernama Kaldi pada oase-oase yang terdapat dijajirah Arab. Kelompok nomade ini kemudian membawa tanaman ini keladang penggembalaannya dan dibudidayakan. Atas jasa Rahib Scialdi dan Aydius, tanaman ini kemudian diperkenalkan secara luas kepada seluruh suku bangsa yang mendiami gurun pasir pada saat itu. Kemudian sekitar tahun 1915, pedagang-pedagang dari Venesia membawa biji kopi dari Mocha Saudi Arabia ke Eropa, sejak saat itu mulailah perdangan yang menguntungkan dunia Arab dan sepanjang 100 tahun mereka menjadi satu-satunya daerah penghasil kopi di dunia Spillane, 1991. Di Prancis pertama sekali kopi diperkenalkan oleh seorang Burgomaster kepada Raja Louis XIV dan kemudian dikembangkan di Jardin Des Plantes di Paris Prancis. Kemudian diperkenalkan oleh Spayol kepada koloni-koloninya hingga ke India Barat. Dan Inggris adalah negara yang terakhir yang mengembangkan kopi dinegara koloninya mulai dari Jamaika pada tahun 1730 dan India pada tahun 1840. Pada saat yang sama Brasilia mulai memasuki bidang ini, karena dibawa oleh seorang pegawai Brasilia yang ketika berkunjung ke Guyama Prancis tahun 1727. Dan sejak itu mulailah kejayaan Brasilia sebagai penghasil kopi dunia Spillane, 1991. Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh Jacob, tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan Examinations Schools. Kedai kopi pertama di London di buka dua tahun kemudian yaitu sekitar tahun 1852 di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor Kerajaan Royal Exchange, Spillane, 1991. Pada tahun 1715 ada lebih dari 2.000 kedai kopi yang berdiri di kota London dan tempat itu menjadi pusat perkembangan kehidupan sosial, politik dan perdagangan, terutama setelah dilakukan pembangunan gedung-gedung untuk keperluan bank niaga, asuransi, bursa saham stock exchange di kota tersebut. Berdiri juga sebuah kedai kopi Lioyd di tower street antara dermaga St. Katharine Docks dan Wapping, kedai kopi ini sangat ramai karena sering dikunjungi oleh orang-orang kapal dan para pedagang. Pada tahun 1925, di Pematang Siantar, juga berdiri sebuah kedai kopi dengan nama Kedai Kopi Massa Koktung, yang didirikan oleh Lim Tie Kie yang berlokasi di Jalan Cipto. Saat ini kedai kopi tersebut dikelola oleh Jamin yang merupakan keturunan dari Lim Tie Kie. Kedai kopi ini bisa menjual 500 gelas hari dengan harga rata-rata Rp. 2.000 gelas. Bahan kopi yang digunakan adalah kopi robusta yang didatangkan dari Tapanuli Utara, Sidamanik dan Samosir. Selain dijual dalam bentuk teh kopi liquid coffee, bubuk kopi massa koktung juga dijual dalam bentuk saset hingga ke Riau dan pulau Jawa. SIB, 2006. Disamping pesatnya perkembangan penjualan dan konsumsi terhadap komoditi kopi, disatu sisi juga terjadi penolakan untuk mengkonsumsi kopi. Pada tahun 1511 Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo di Mekkah, ketika usai berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang merencakan untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia berkata bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam, maka keesokan harinya semua kedai kopi didaerah itu ditutup. Sementera itu di Italia para Pastor juga mengusulkan kepada Paus Clement 1592-1605, untuk melarang penggunaan kopi di kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia mistik pemberian setan Spillane, 1991. Pada tahun 1656 Ottoman Grand Vizir Koprilli, menganggap bahwa kedai kopi merupakan sumber keburukan dan korupsi, sehingga warganya dilarang untuk meminum kopi, bagi yang melanggar akan dihukum. Pada tahun 1674 petisi dari kaum wanita a women’s petition a gainst coffee, menerbitkan buku untuk pertama kalinya tentang penolakan terhadap kopi, mereka mengeluh karena pada saat krisis mereka sering ditinggalkan suami yang suka pergi untuk mengunjungi kedai kopi. Selanjutnya pada tahun 1675, Raja Charles II mengeluarkan maklumat untuk memusnahkan kedai-kedai kopi kerena tempat itu menjadi “ tempat orang-orang yang suka bermalas-malasan”. Namun walaupun demikian, nampaknya kopi merupakan barang yang sangat bermanfaat, dimana pada tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi perdagangan Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah melakukan impor kopi dari Ceylon Sailan. Kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke Indonesia yaitu Pulau Jawa yang dibawa oleh VOC. Kopi di perdagangkan pada dasawarsa terakhir ini, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffee biji kopi mentah yang ditampung oleh para pengolah roasters, tetapi juga dalam bentuk; olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai, diantaranya dalam bentuk; kopi rendangan roasted coffee, kopi bubuk powder coffee, kapi cair liquid coffee. Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan makanan ringan mulai dari; tar moka kue, hingga es buah serta es krim moka yang sangat disukai oleh masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional Marlina, 2005. Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara produsen apalagi di negara pengimpor konsumen. Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US dolar 10.3 millyar Spillane, 1991, antara negara yang sedang berkembang dengan negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komponen industri pertanian yang penting. Pada tahun 1986 sektor perkopian Indonesia mempekerjakan sedikitnya 8 juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000 keluarga karyawan yang bekerja di berbagai perkebunan kopi di Indonesia Spillane, 1991. Investasi yang ditanamkan dalam usaha perkopian Indonesia tidak kecil, termasuk dana bank untuk keperluan kredit bagi petani kopi, guna ekstensifikasi dan intensifikasi. Sektor kopi ini telah menjadi bidang penting bagi perekonomian beberapa propinsi di Indonesia seperti; Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara Spillane, 1991. Lepi Tarmizi 1990 memperkirakan bahwa permintaan kopi untuk dikonsumsi di Indonesia adalah 0,50 Kg kapita tahun, hal ini sesuai dengan perhitungan Assosiasi Ekonomi Kopi Indonesia AEKI 1987 yaitu sebesar 0,50 Kgkapita tahun Ilyas, 1991. Angka ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan kopi untuk konsumsi masyarakat di negara-negara Amerika Latin seperti Brazil, Colombia dan negara lainnya. Sementara itu konsumsi kopi masyarakat di Brazil adalah 5,50 Kg kapita tahun, Colombia adalah 4,50 Kgkapita tahun, Costarica adalah 6,50 Kgkapita tahun, Elsalvador adalah 2,00 Kgkapita tahun, Guatemala adalah 4,00 Kgkapitatahun, Haiti adalah 3,00 Kgkapita tahun dan Mexico adalah 1,50 Kgkapitatahun. Permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia juga masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan permintaan masyarakat terhadap kopi di negara- negara Afrika, bahkan Asia seperti India. Dengan demikian permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain sebagai produsen kopi, relatif sangat rendah. 2.5. Penelitian Sebelumnya. Edison 1971, melakukan penelitian mengenai permintaan atau konsumsi kopi di Indonesia, dia membedakan permintaan kopi biji dan permintaan bubuk kopi. Sasaran penelitiannya adalah permintaan bubuk kopi secara Nasional dan regional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 52,3 sampel dari 10 propinsi, tidak meminum kopi dengan alasan kesehatan dan tingkat kemurnian kopi yang dikonsumsi responden sangat bervariasi. Tidak terdapat konsumsi kopi murni, dan selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kemurnian kopi yang dikonsumsi adalah 64 untuk daerah perkotaan dan 73 untuk daerah pedesaan Ilyas, 1991. Venkatram dan Deodhar, 1999, melakukan penelitian mengenai permintaan kopi di pasar domestik India. Konsumsi kopi diwilayah itu adalah 80 gr kapita tahun 1960- 1961 dan menurun menjadi 60 gr kapita tahun 1996-1997. Sementara itu konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi mengalami peningkatan dari 296 gr kapita menjadi 657 gr kapita untuk tahun 1997 – 1998. Adapun variabel yang diamati dalam penelitian tersebut adalah produksi kopi itu sendiri, harga kopi, pendapatan perkapita dan harga teh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kopi, pendapatan perkapita memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi. Dan ternyata harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi diwilayah itu artinya adanya peningkatan harga disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. Dan selanjutnya beliau mengatakan permintaan kopi in-elastis dalam jangka panjang dan memiliki nilai in-elastisitas yang sangat tinggi dalam jangka pendek, tetapi elastisitas harga terhadap permintaan kopi adalah rendah. Hutabarat 2004, melakukan penelitian mengenai Kondisi pasar dunia dan dampaknya terhadap kinerja industri perkopian Nasional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan industri dan ekonomi kopi nasional tidak terlepas dari prilaku dan perkembangan pasar kopi dunia. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan negara pengimpor Jepang, Jerman dan Belanda menunjukkan nilai positif dan sangat elastis. Selanjutnya dikemukakan bahwa elastisitas permintaan pengimpor kopi terhadap perubahan nilai tukar US dolar bernilai positif untuk Jepang dan Amerika, artinya jika rupiah semakin terkoreksi terdepresiasi terhadap US dollar, maka kopi Indonesia relatif lebih murah sehingga volume kopi yang di impor oleh negara pengimpor akan meningkat. Dureval 2005, melakuan penelitian dengan maksud untuk mengevaluasi keuntungan potensial dari pertumbuhan produksi kopi yang dilihat dari harga yang di inginkan oleh konsumen. Variabel yang diteliti adalah; harga kopi relatif, pendapatan masyarakat dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga kopi berhubungan negatif dengan permintaan kopi itu sendiri sementara pendapatan masyarakat memiliki hubungan yang positif dengan permintaan kopi secara signifikan. Deodhar dan Pandey 2006, melakukan penelitian untuk mengetahui keadaan tingkat persaingan dalam pasar domestik dalam konteks pasar kopi instan. Beliau menyampaikan bahwa perdagangan bebas ternyata memberikan kontribusi dalam persaingan dipasar domestik yang memungkinkan terjadinya persaingan sempurna perfect competition. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi di pasaran dalam kondisi pasar persaingan sempurna, dan harga memiliki hubungan yang negatif terhadap pola konsumsi kopi instan diwilayah dimana penelitian itu dilakukan. Wahyudian, dkk 2003, melakukan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi kopi di Jakarta. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa konsumen berusia muda 18-25 tahun berpeluang mengkonsumsi kopi lebih besar daripada konsumen yang berusia 45 tahun. Peningkatan rasio anggota rumah tangga yang mengkonsumsi kopi terhadap total rumah tangga sebagai pengaruh lingkungan konsumen semakin mendorong peluang seseorang untuk mengkonsumsi kopi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa permintaan kopi masyarakat Jakarta mengalami peningkatan dengan tingkat perubahan yang sedang, hal ini disebabkan karena rata-rata konsumsi kopi perkapita masyarakat Jakarta antara 0,75 – 1,13 kg kapita tahun, lebih tinggi daripada konsumsi masyarakat Indonesia secara umum yaitu sebesar 0,64 Kg kapita tahun. 2.6. Kerangka Pemikiran. Permintaan terhadap suatu komoditi pertanian merupakan banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya permintaan terhadap komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga, harga substitusi atau harga komplementernya, selera dan keinginan jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan Soekartawi, 2002. Dilain pihak Wanardi 1976, menyatakan bahwa pengertian permintaan adalah jumlah barang yang sanggub dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut Bishop dan Toussaint 1958, pengertian permintaan dipergunakan untuk mengetahui hubungan jumlah barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif untuk membeli barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa harga barang lainnya tetap. Hal ini dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu. Menurut Bishop dan Toussaint 1958, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah jumlah penduduk, pendapatan, harga barang, harga barang lainnya, selera dan pereferensi konsumen. Namun karena jumlah penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh teradap permintaan barang dipasaran, maka fungsi permintaan ini juga dipengaruhi oleh variabel ini. Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan menggeser kurva permintaan ke sebelah kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva permintaan dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama sekali Soekartawi, 2002. Perubahan keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan menetukan perubahan harga. Jika dilihat dari perubahan harga maka pengaruh harga komoditi substitusi atau komoditi komplementernya adalah penting sekali. Dengan demikian besar kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya permintaan atau penawaran bagi komoditi pertanian juga akan terpengaruh oleh adanya perubahan harga komoditi substitusi atau komplementernya. Harga beberapa komoditi pertanian sering naik atau turun secara tidak terkendali berfluktuasi, yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat menguntungkan petani sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi Soekartawi, 2002. Sementara itu Papas dan Mark Hirshey 1995, menyatakan bahwa permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark Hirshey 1995, terdapat dua 2 model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua adalah permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk lainnya. Dan secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 1. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara.

2.7. Hipotesis Penelitian.