BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan permintaan kopi di Sumatera Utara.
Secara umum kopi merupakan komoditas perkebunan komersial di Indonesia yang sebagian besar produksinya di ekspor ke pasar dunia. Saat ini Indonesia
merupakan negara produsen terbesar ketiga di dunia, yang menguasai pangsa pasar sebesar 7,9 dan sekaligus merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat
yang menguasai pangsa ekspor dunia sebesar 6.6 Hutabarat, B, 2004. Perkembangan kopi Indonesia pada umumnya menunjukkan perbaikan baik
dari sisi produksi maupun lahan areal tanamannya. Pengelola perkebunan kopi terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat PR dengan luas yang mencapai
94,2 dari total areal tanam kemudian diikuti oleh perkebunan negara dan swasta. Sumatera Utara sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia, dengan
luas tanaman tahun 1985 adalah 45.468 ha dengan produksi sebesar 16.084 ton, terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dan tahun 2005 luas tanaman kopi di
Sumatera Utara menjadi 77.720 ha dengan produksi 54.857 ton BPS, 2006. Tanaman kopi di Sumatera Utara pada umumnya dikelola oleh rakyat dengan luas
lahan rata-rata relatif kecil dengan alokasi faktor produksi yang terbatas dengan demikian sangat mempengaruhi kualitas produksi komoditi itu sendiri. Pertumbuhan
produksi kopi di Sumatera Utara mencapai 14 untuk setiap tahunnya yang dibarengi dengan pertumbuhan luas lahan sebesar 4,1 pertahunnya. Produksi kopi
Sumatera Utara setiap tahunnya adalah untuk memenuhi permintaan kopi di Sumatera Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor dan kebutuhan akan permintaan pasar
domestik untuk konsumsi rumah tangga. Berikut tabel permintaan kopi di Sumatera Utara.
Tabel 4.1 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005.
No Tahun
Permintaan Kopi Kg
Pertumbuhan
1 1985
17,450,200 0.00
2 1986
18,570,500 6.42
3 1987
19,250,250 3.66
4 1988
19,450,000 1.04
5 1989
19,870,000 2.16
6 1990
20,150,000 1.41
7 1991
20,150,650 0.00
8 1992
20,565,000 2.06
9 1993
21,650,250 5.28
10 1994
21,780,020 0.60
11 1995
21,980,400 0.92
12 1996
22,565,250 2.66
13 1997
22,540,750 -0.11
14 1998
23,450,310 4.04
15 1999
23,750,025 1.28
16 2000
24,015,250 1.12
17 2001
24,125,425 0.46
18 2002
24,250,450 0.52
19 2003
25,100,250 3.50
20 2004
25,150,625 0.20
21 2005
25,625,125 1.89
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006 Pada tabel 4.1 tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara umum permintaan
komoditi kopi di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Dapat kita lihat bahwa pada tahun 1985 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah sebesar
17.450.200 Kg, dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1998 menjadi 23.450.310 Kg. Pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 23.750.025 Kg
atau tumbuh sebesar 1.28 dan barangkali peningkatan permintaan ini erat kaitannya dengan krisis monoter yang terjadi pada saat itu, sehingga permintaan komoditi kopi
meningkat dipasaran. Kemudian pada tahun 2000 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara
meningkat menjadi 24.015.250 Kg tumbuh 1,12 sementara pada tahun 2001 permintaan kopi di Sumatera Utara konstan yaitu pada angka 24.125.425 Kg. Dan
pada tahun 2002 mengalami kenaikan menjadi 24.250.450 Kg, dan pada tahun 2004 menjadi 25.150.625 Kg. Dan pada tahun 2005 permintaan komoditi kopi di Sumatera
Utara kembali mengalami peningkatan menjadi 25.625.125 Kg atau tumbuh sebesar 1,89 dari tahun sebelumnya.
4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula tahun 1985 – 2005 di Sumatera Utara.
Harga rata-rata komoditi pertanian pada dasarnya cendrung tidak stabil dan selalu berfluktuasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya musim
panen raya produksi melimpah dan panen kecil produksi sedikit dan pengaruh faktor lain seperti kualitas produksi dari komoditas pertanian tersebut.
Secara umum pada saat panen kecil dimana ketika produksi sedikit, harga dari komoditi tersebut cendrung bergerak naik. Sedangkan pada saat panen raya dimana
produksi melimpah maka harga akan drastis menurun. Perkembangan harga kopi
domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005.
No Tahun
Harga Kopi Domestik Rp Kg
Pertumbuhan Harga Teh
Rp Kg Pertumbuhan
Harga Gula RpKg
Pertumbuhan
1 1985
1,150 0.00
1,250 0.00
1,250 0.00
2 1986
1,300 13.04
1,365 9.20
1,450 16.00
3 1987
1,450 11.54
1,625 19.05
1,650 13.79
4 1988
1,650 13.79
1,850 13.85
1,780 7.88
5 1989
1,750 6.06
2,550 37.84
1,950 9.55
6 1990
2,150 22.86
2,860 12.16
2,150 10.26
7 1991
2,450 13.95
3,650 27.62
2,250 4.65
8 1992
3,050 24.49
3,950 8.22
2,540 12.89
9 1993
3,150 3.28
4,250 7.59
3,250 27.95
10 1994
3,250 3.17
4,375 2.94
3,600 10.77
11 1995
3,350 3.08
4,950 13.14
4,580 27.22
12 1996
3,350 0.00
5,350 8.08
3,750 -18.12
13 1997
2,850 -14.93
7,250 35.51
5,525 47.33
14 1998
2,950 3.51
8,350 15.17
6,950 25.79
15 1999
3,550 20.34
8,750 4.79
8,750 25.90
16 2000
3,750 5.63
6,800 -22.29
6,250 -28.57
17 2001
3,850 2.67
6,900 1.47
4,850 -22.40
18 2002
4,150 7.79
5,400 -21.74
4,250 -12.37
19 2003
3,590 -13.49
5,100 -5.56
3,850 -9.41
20 2004
3,950 10.03
3,250 -36.27
4,500 16.88
21 2005
4,050 2.53
4,850 49.23
4,250 -5.56
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006 Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik
Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Pada tahun 1985 harga kopi domestik adalah Rp. 1.150 Kg dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 1.450 Kg atau sebesar
11,54 pada tahun 1987. Dan harga kopi domestik Sumatera Utara mengalami kenaikan menjadi Rp. 1.750 Kg pada tahun 1989 atau tumbuh 6,06.
Kemudian pada tahun 1990 harga kopi domestik di Sumatera Utara mengalami kenaikan menjadi Rp. 2.150 Kg dan pada tahun 1992 sebesar Rp. 3.050
Kg atau tumbuh sebesar 8,22. Kemudian pada tahun 1993 harga kopi domestik Sumatera Utara juga mengalami kenaikan hingga 3,28 menjadi Rp. 3,150 Kg, dan
naik menjadi Rp. 3.550 kg pada tahun 1999. Dan tahun 2005 harga kopi domestik di Sumatera Utara berada di angka Rp. 4.050 kg atau tumbuh 2,53 dari tahun
sebelumnya. Soekartawi, 2002 mengatakan bahwa harga beberapa komoditi pertanian
sering naik atau turun secara tidak terkendali berfluktuasi, yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik.
Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat
menguntungkan petani sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi. Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa harga teh di Sumatera Utara
mengalami peningkatan secara teratur dimana pada tahun 1985 adalah Rp. 1.250 Kg. Kemudian pada tahun 1995 adalah Rp. 4.950 Kg atau meningkat sebesar 13,14
dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2005 harga teh di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp. 4.850Kg atau mengalami pertumbuhan sebanyak 49,23 dari tahun
sebelumnya. Pada tabel 4.2 diatas juga dapat dilihat bahwa harga gula, mengalami
perubahan yang fluktuatif, dimana pada tahun 1985 harga gula di Sumatera Utara adalah 1.250 Kg dan dan mengalami pertumbuhan menjadi Rp. 2.150 Kg atau
0,26 pada tahun 1990. Dan pada tahun 1998 harga gula di Sumatera Utara berada pada angka Rp. 6.950 Kg dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp.
4.250 Kg atau turun sebesar 5,56 dari tahun sebelumnya.
4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985-2005.