0.67 Ragam Jenis Dan Aktivitas Lalat Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor

33 Tabel 6 Derajat Infestasi Lalat pada Peternakan Sapi Perah Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. No. Jenis lalat Skala peternakan Kecil Menengah Besar Derajat infestasi Lalatsapi12 Jam Derajat infestasi Lalat sapi 12 Jam Derajat infestasi Lalat sapi 12 Jam 1. Musca domestica 48.71 78.85 77.26 2. Stomoxys calcitrans 42.93 34.55 29.54 3. Haematobia exigua 15.02 13.02 3.80 4. Pyrellia proferens 11.58 4.24 2.14 5. Stomoxys indicus 7.62 2.93 10.80 6. Musca convexifrons 3.62 2.64 0.86 7. Morellia spp 3.53 2.36 1.17 8. Musca conducens 1.64 1.36 1.80 9. Musca inferior 1.31 1.40 0.83 10. Stomoxys bengalensis 1.18 0.40 0.34 11. Musca ventrosa 1.00 1.15 0.57 12. Musca sorbens 0.87 0.64 0.17 13. Chrysomya megacephala 0.38 0.24 0.49 14. Tabanus rubidus 0.22 0.16 0.11 15. Tabanus striatus 0.18 0.11 0.03 16. Musca formosana 0.13 0.20 - 17. Musca bakeri 0.04 - - 18. Stomoxys sitiens 0.02 0.02 0.09 19. Sarcophaga dux 0.02 - - 20. Chrysomya rufifacies 0.02 - - 21. Musca bezzi 0.02 - - 22. Musca crassirostris 0.02 - - 23. Hippobosca spp 0.02 - - 24. Musca asiatica - 0.09 0.03 25. Lucillia sericata - - - 26. Lucillia spp - - - penunjang keberlangsungan kehidupan lalat ini. Kandang yang berumput dan pembuangan limbah jerami di sekitaran kandang yang bercampur dengan feses sapi perah menjadi breeding place bagi lalat ini. Meyer dan Petersen 1983 menemukan bahwa breeding place yang baik bagi perkembangbiakan S. calcitrans di kandang terutama ditemukan pada tumpukan manur dan jerami alas kandang. Derajat Infestasi Lalat pada Ternak Sapi perah Derajat infestasi lalat pada masing-masing kategori peternakan berbeda- beda Tabel 6. M. domestica memiliki derajat infestasi tertinggi pada Peternakan Skala Menengah 78.85 lalatsapi12 jam dan Peternakan Skala Besar 77.26 34 lalatsapi12 jam, sedangkan derajat infestasi terendah 48.71 lalatsapi12 jam ditemukan pada Peternakan Skala Kecil. Hal tersebut dimungkinkan karena M. domestica merupakan lalat bukan pengisap darah yang lebih menyukai habitat di luar kandang seperti pakan ternak ampas tahu dan konsentrat yang berbau. Hal tersebut terlihat jelas pada data yang disajikan pada Tabel 2 yang menunjukkan jumlah lalat yang tertangkap di lingkungan Peternakan Skala Besar sangat tinggi. Semakin besar skala peternakan maka semakin besar pula tingkat konsumsi pakan yang dibutuhkan, sehingga dapat menjadi faktor tingginya derajat infestasi M. domestica di lingkungan peternakan. Selain itu siklus hidup M. domestica cukup singkat yakni 7 hari dalam kondisi optimal Christensen 1982. Derajat infestasi M. domestica yang hampir sama antara Peternakan Skala Menengah dan Besar diakibatkan oleh adanya tumpahan konsentrat dan ampas tahu di dalam kadang yang dapat mengakibatkan M. domestica berpindah dari lingkungan kandang menuju ke dalam kandang. Ketika suhu lingkungan menjadi tidak menguntungkan bagi M. domestica melakukan aktivitasnya, maka M. domestica cenderung berpindah ke dalam kandang. Letak penyimpanan pakan ternak sapi perah di Peternakan Skala Menengah umumnya cukup dekat dengan kandang sapi perah yang menyebabkan M. domestica mudah menginfestasi sapi perah. Berbeda dengan Peternakan Skala Besar yang meletakkan ampas tahu dan konsentrat di daerah yang jauh dari kandang sapi perah sehingga M. domestica lebih banyak terkonsentrasi di pakan ternak. Stomoxys calcitrans memiliki derajat infestasi tertinggi 42.93 lalatsapi 12 jam pada Peternakan Skala Kecil dan derajat infestasi terendah 29.54 lalatsapi12 jam ditemukan pada Peternakan Skala Besar. Hal ini dimungkinkan karena S. calcitrans merupakan lalat pengisap darah yang sangat bergantung pada keberadaan inangnya sapi perah. Ukuran kandang dapat mempengaruhi jarak antara sapi perah yang satu dan yang lainnya. Ukuran kandang di peternakan sapi perah pada semua kategori hampir sama ± 9x16 meter, sehingga semakin besar skala peternakan maka semakin dekat jarak antara sapi perah yang satu dan lainnya. Jarak yang berdekatan dapat membentuk perlindungan bersama pada sapi perah sehingga derajat infestasi lalat pada sapi perah di Peternakan Skala Besar menjadi rendah. Perlindungan sapi perah terhadap gangguan lalat dapat berupa hentakan kaki, tandukan kepala, kerutan kulit dan kibasan ekor. Hentakan kaki dan tandukan kepala sapi perah lebih berpengaruh menurunkan infestasi lalat pada tubuhnya dibandingkan kerutan kulit dan kibasan ekor Mullens et al. 2006. Selain itu siklus hidup S. calcitrans yang sangat panjang mulai dari 3 minggu sampai satu bulan dalam kondisi yang optimal, menyebabkan lalat ini kurang dominan jika dibandingkan dengan lalat M. domestica Christensen 1982. Haematobia exigua memiliki derajat infestasi tertinggi 15.02 lalatsapi 12 jam pada Peternakan Skala Kecil dan terendah 3.80 lalatsapi12 jam ditemukan pada Peternakan Skala Besar. Selain ukuran kandang, derajat infestasi H. exigua juga ditentukan oleh keberadaan kandang sapi potong di sekitar peternakan. H. exigua merupakan lalat yang umum dan mendominasi di peternakan sapi potong karena berkembang biak di manur segar sapi potong Foil dan Hogsette, 1994. Selama penangkapan, H. exigua yang ditemukan di kandang sapi perah umumnya memiliki kedekatan kandang dengan kandang sapi potong sedangkan kandang yang jauh dari kandang sapi potong umumnya tidak 35 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 In fe st a si la la t ∑ La la ts ap ip et er na ka n Jam Aktivitas Lalat Gambar 28 Aktivitas lalat penghisap darah pada sapi perah yang dominan di peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. S. calcitrans S. indicus H. exigua ditemukan lalat ini. Kuat dugaan bahwa lalat H. exigua berasal dari kandang sapi potong di sekitar peternakan sapi perah dan berpindah untuk menginfestasi sapi perah. Kandang sapi potong yang jarang dibersihkan yang menyebabkan terjadinya penumpukan manur segar di dalam kandang diduga sebagai tempat perkembangbiakan H. exigua. Christensen 1981 menjelaskan bahwa lalat betina H. exigua meletakkan telurnya di dalam manur segar, setelah 2 menit akan menetas menjadi larva. Siklus hidup H. exigua dapat berlangsung selama 10 sampai 14 hari. Siklus yang pendek ini memungkinkan infestasi lalat ini menjadi meningkat bahkan akan melebihi derajat infestasi S. calcitrans jika seluruh kandang peternakan sapi perah dikelilingi oleh kandang sapi potong. Aktivitas pekerja di dalam kandang yang memiliki perbedaan untuk masing- masing peternakan seperti jam pembersihan sapi perah dan kandang, jadwal memerah susu, jadwal pemberian pakan ampas tahu dan jerami serta rumput hijau menyebabkan derajat infestasi lalat yang berbeda Lalat yang mengalami usikan oleh aktivitas pekerja di dalam kandang cenderung menjadikan lingkungan sebagai tempat mencari makan berikutnya, sebagai tempat beristirahat untuk kemudian melanjutkan infestasinya di dalam kandang. Jam-jam terpanas di lingkungan kadang menjadikan lalat bermigrasi ke dalam kandang atau memilih bersembunyi di celah-celah tumpukan pakan ternak, di celah rerumputan bahkan di bawah kandang anakan sapi perah yang berbentuk panggung. Aktivitas Harian Lalat Pengisap Darah pada Ternak Sapi Perah Aktivitas harian lalat pengisap darah berbeda untuk masing-masing spesies. Lalat pengisap darah seperti S. calcitrans menunjukkan aktivitas sepanjang hari di dalam kandang dan mencapai puncak pada jam 14.00-15.00 WIB dan mulai menurun pada jam berikutnya. Berbeda dengan S. indicus, S. bengalensis dan 36 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 In fe sta si l a la t La la t sa p i p e te r n a k a n Jam Aktivitas Lalat Gambar 29 Aktivitas lalat penghisap darah pada sapi perah yang tidak dominan di peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, Mei-Agustus 2015. S. bengalensis S. sitiens T. rubidus T. striatus S. sitiens yang menunjukkan aktivitas pada pagi dan sore hari. S. indicus mulai menunjukkan aktivitas pada jam 06.00-08.00 WIB dan menurun pada jam berikutnya, kemudian terus meningkat pada jam 14.00 WIB. S. bengalensis menunjukkan pola aktivitas yang sama dengan S. indicus, tetapi jam aktivitasnya lebih panjang yang dimulai dari jam 06.00-09.00 WIB dan mulai menurun pada jam-jam berikutnya, kemudian meningkat lagi pada jam 13.00 WIB. S. sitiens tidak menunjukkan aktivitas pada pagi hari. Aktivitas hariannya dimulai jam 13.00 WIB dan terus meningkat pada jam-jam berikutnya. Hal ini sejalan dengan Masmeatathip et al. 2006 yang menjelaskan bahwa S. calcitrans aktif sepanjang hari sementara S. indicus dan S. sitiens aktif pada pagi dan sore hari. Lalat pengisap darah lainnya dari genus yang berbeda adalah H. exigua. Lalat ini memiliki aktivitas harian yang sama dengan S. calcitrans yaitu aktif sepanjang hari. Perbedaannya terjadi pada jam aktivitasnya. H. exigua mulai menunjukkan peningkatan pada jam 06.00-07.00 WIB dan menurun pada jam-jam berikutnya. Fluktuasi aktivitas terjadi pada jam 11.00-18.00 WIB. Penurunan jumlah H. exigua yang tertangkap selama sore hari kemungkinan dikarenakan selama penangkapan terjadi, di beberapa peternakan dilakukan pengasapan di sekitaran kandang melalui pembakaran limbah kandang. Tabanus rubidus dan T. striatus juga merupakan lalat pengisap darah dari genus Tabanus. Kedua lalat ini menunjukkan aktivitas sepanjang hari. T striatus mengalami fluktuasi aktivitas harian dan menunjukkan peningkatan pada jam 09.00-10.00 WIB dan 17.00-18.00 WIB. Berbeda dengan T. rubidus yang mulai menunjukkan aktivitas pada jam 07.00 WIB dan menunjukkan puncak aktivitas pada jam 10.00-11.00 WIB kemudian menurun pada jam-jam berikutnya. Gambar 27 dan 28 memperlihatkan bahwa adanya waktu-waktu tertentu lalat beraktivitas dan saling bergantian satu sama lain. Lalat S. calcitrans misalnya 37 aktif sepanjang hari dengan puncak aktivitas pada jam-jam tertentu sedangkan lalat jenis lainnya dari genus yang sama memiliki jam aktivitas yang berbeda. Hal ini mengakibatkan infestasi lalat terus terjadi sepanjang hari yang memungkinkan mudahnya perpindahan patogen penyakit antar sapi perah dan berkurangnya waktu istirahat sapi perah yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi susu dan berat badan sapi perah Campbell et al. 2001, De Castro et al. 2007. Fluktuasi Populasi Lalat Bukan Pengisap Darah di Lingkungan Peternakan Sapi Perah Penangkapan lalat bulanan Gambar 30 dan 31 menggambarkan fluktuasi bulanan lalat selama tiga bulan. Famili lalat yang tertangkap di dominasi oleh Muscidae sebanyak 9808.8 lalat 92.31 dibandingkan Calliphoridae sebanyak 817.1 lalat 7.69. Hasil ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Almeida et al. 2014 di peternakan sapi perah Parana utara, Brazil, yang menyebutkan bahwa Calliphoridae yang tertangkap di peternakan sapi perah lebih banyak 64 dibandingkan Muscidae 36 dari total seluruh lalat yang tertangkap 178 lalat. Lalat tersebut ditangkap menggunakan perangkap berumpan yang terdiri atas dua botol plastik. Salah satu botol plastik tersebut dicat hitam dan yang satunya tetap dalam keadaan transparan. Umpan berupa hati sapi 10 gram diletakkan di dalam botol bercat hitam dengan bantuan kait logam. Perangkap diletakkan di pohon yang berjarak 10 meter dari peternakan sapi perah dengan ketinggian 1-1.7 meter di atas permukaan tanah. Perbedaan hasil penangkapan lalat di peternakan sapi perah Cibungbulang dan di peternakan sapi perah Parana utara, Brazil, diakibatkan oleh prosedur penangkapan dan sanitasi kandang yang berbeda. Almeida et al. 2014 melaporkan terjadi penumpukan kotoran segar sapi perah sepanjang hari di dalam kandang selama penangkapan. Penumpukan kotoran segar sapi perah Cibungbulang di dalam kandang jarang terjadi karena dilakukan pembersihan kandang minimal dua kali sehari. Ada kecenderungan lalat berpindah tempat dari dalam kandang menuju ke luar kandang oleh akibat aktivitas pembersihan kandang peternakan. Perbedaan jumlah lalat juga kemungkinan diakibatkan oleh faktor-faktor pendukung perkembangbiakan lalat Muscidae yang tersedia di lingkungan kandang peternakan sapi perah Cibungbulang seperti limbah peternakan yang menumpuk di sekitar kadang, pakan sapi perah yang mengalami pembusukan dan adanya sisa kotoran sapi perah yang menumpuk di sekitar kandang dan drainase kandang. Hasil penelitian ini menemukan bahwa lalat dari famili Muscidae lebih banyak tertangkap di ampas tahu dan konsentrat 87.33 dibandingkan dengan titik penangkapan lainnya seperti jerami 2.05, semak 0.23, limbah 0.19 dan feses 2.51. Ampas tahu dan konsentrat merupakan bahan yang mudah mengalami pembusukan sehingga tingkat kesukaan lalat sangat tinggi di titik ini. Titik-titik lainnya sepertinya hanya digunakan sebagai tempat peristirahatan dengan melihat nilai penangkapan yang begitu kecil. Serangga bernaung di peternakan selama jam-jam terpanas, berinteraksi dengan substrat yang menarik, seperti ekskresi hewan, sisa-sisa pakan, dan residu susu Gerry et al. 2011. Kandang pemerahan menyajikan kondisi sanitasi yang kurang baik, karena cukup banyak kotoran segar tersimpan di sana setiap hari sehingga menghambat kontrol populasi lalat Hogsette et al. 2012 38 Fluktuasi Muscidae dan Calliphoridae jika dibandingkan di antara keduanya Gambar 30 menunjukkan bahwa penangkapan Muscidae pada Peternakan Skala Kecil mengalami penurunan pada bulan April 71.55 jika dibandingkan dengan Calliphoridae 28.45. Muscidae pada bulan Mei meningkat 92.58 jika dibandingkan dengan Calliphoridae 7.42. dan terjadi penurunan yang tidak signifikan 91.97 pada bulan Juni jika dibandingkan dengan Calliphoridae 8.03. Penangkapan Muscidae pada bulan Mei sangat tinggi diakibatkan karena ada kebocoran karung konsentrat yang menyebabkan konsentrat berserakan di sekitar titik penangkapan yang tidak terjadi pada bulan-bulan lainnya. Konsentrat merupakan media yang sangat disukai kelompok Muscidae karena sangat jarang sekali di temukan Calliphoridae pada titik penangkapan tersebut. Kandungan konsentrat terdiri dari dedak, bungkil inti sawit, bungkil kacang tanah,dan bungkil jagung yang kemungkinan menjadi daya tarik tersendiri bagi kelompok Muscidae. Calliphoridae pada bulan April meningkat karena kondisi ampas tahu yang basah dan berbau menyengat pada saat penangkapan lalat dilakukan. Penangkapan Muscidae pada Peternakan Skala Menengah pada bulan April meningkat 98.08 jika dibandingkan dengan Calliphoridae 1.92.. Muscidae mengalami penurunan 93.28 pada bulan Mei jika dibandingkan dengan Calliphoridae 6.72 dan terus menurun 91.52 pada bulan Juni jika dibandingkan dengan Calliphoridae 8.48. Muscidae banyak tertangkap pada bulan April diakibatkan oleh kondisi kandang yang cukup kering sehingga kurang menguntungkan bagi infestasi Calliphoridae, konsentrat yang berserakan juga terjadi pada bulan April penangkapan. Calliphoridae pada bulan Juni cenderung meningkat karena tidak adanya konsentrat yang berserakan pada bulan ini, dan lalat Muscidae terlihat menginfestasi kandang anak sapi perah yang baru lahir. Penangkapan Muscidae pada pada Peternakan Skala Besar pada bulan April menurun 94.18 jika dibandingkan dengan Calliphoridae 5.82. sedangkan pada bulan Mei penangkapan, Muscidae mengalami peningkatan Gambar 30 Perbandingan fluktuasi Muscidae terhadap Calliphoridae dari 8 peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, April-Juni 2015. Muscidae Calliphoridae 39 Gambar 31 Perbandingan fluktuasi Muscidae dan Calliphoridae setiap bulan dari 8 peternakan sapi perah, Cibungbulang, Kab. Bogor, April-Juni 2015. A Calliphoridae B Muscidae Bulan April Bulan Mei Bulan Juni 49.89

6.81 7.87

1.47 7.10

7.83 14.75

0.31 3.98

Peternakan Skala Kecil Peternakan Skala Menengah Peternakan Skala Besar A

10.72 7.27

7.70 6.40

8.42 7.23

20.41 13.42

18.43 Peternakan Skala Kecil Peternakan Skala Menegah Peternakan Skala Besar B 99.81 jika dibandingkan dengan Calliphoridae 0.19 dan kembali menurun 98.19 jika dibandingkan dengan Calliphoridae 1.81 pada bulan Juli. Muscidae banyak tertangkap pada bulan Mei diakibatkan adanya aktivitas manusia pada saat penangkapan terjadi sehingga lalat beterbangan dan menempel di stiky fly paper. Jumlah konsentrat yang relatif banyak dibandingkan ampas tahu menjadi salah satu alasan tingginya infestasi lalat Muscidae. Muscidae sangat melimpah di Ampas tahu dan konsentrat, sedangkan Calliphoridae sangat jarang di temukan di tumpukan konsentrat. Calliphoridae banyak tertangkap pada bulan April karena situs seperti ampas tahu mendapat penambahan ampas tempe yang menimbulkan bau yang menyengat yang memungkinkan infestasi Calliphoridae meningkat. Penangkapan Muscidae pada bulan Mei cenderung menurun dan menjadi meningkat pada bulan berikutnya jika di bandingkan dengan Calliphoridae. Keadaan ini kemungkinan didukung oleh perkembangan lalat dari telur menjadi dewasa. Juga akibat kondisi lingkungan yang memungkinkan lalat Calliphoridae berkembang lebih baik di bulan April. Kondisi tersebut seperti kandang yang relatif lembab karena pada bulan April intensitas hujan masih cukup tinggi. Fluktuasi Calliphoridae dan Muscidae jika dibandingkan secara bulanan Gambar 31 menunjukkan fluktuasi setiap bulannya. Calliphoridae yang tertangkap di Peternakan Skala Kecil pada bulan April sebesar 49.89 dan menurun drastis pada bulan Mei dan Juni sebesar 6.81 dan 7.87 masing- masing. Calliphoridae yang tertangkap di Peternakan Skala Menengah pada bulan April sebesar 1.47. Persentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan penangkapan pada bulan Mei dan Juni yaitu sebesar 7.10 dan 7.83 masing- masing. Calliphoridae yang tertangkap pada Peternakan Skala Besar menunjukkan fluktuasi yang sama seperti yang tergambar pada Peternakan Skala Kecil yaitu 14.75 pada bulan April, 0.31 pada bulan Mei dan 3.98 pada bulan Juni. Penangkapan Calliphoridae pada bulan April di Peternakan Skala Kecil sangat tinggi dibandingkan yang lainnya dikarenakan Ampas tahu yang menumpuk sangat banyak dan sudah mengalami pembusukan karena penyimpanan yang 40 lama. Pembusukan kemungkinan menjadi penyebab tingginya infestasi Calliphoridae pada saat penangkapan. Kondisi kandang peternakan pada Peternakan Skala Kecil umumnya sama yaitu sebagian besar kandang dikelilingi oleh kebun rumput, sehingga dapat diindikasikan bahwa kondisi ini memungkinkan Calliphoridae memiliki infestasi yang tinggi. Lahan kebun rumput selalu dalam keadaan lembab dan pembuangan limbah feses sapi perah selalu dialirkan langsung ke kebun rumput. Penangkapan Muscidae pada Peternakan Skala Kecil pada bulan April sebesar 10.72. Penangkapan pada bulan Mei menurun yakni hanya sebesar 7.27. Penangkapan pada bulan Juni sedikit meningkat menjadi 7.70. Muscidae yang tertangkap pada Peternakan Skala Menengah pada bulan April sebesar 6,40, kemudian meningkat pada bulan Mei sebesar 8.42 dan menjadi sedikit menurun pada bulan Juni sebesar 7.23. Muscidae yang tertangkap pada Peternakan Skala Besar menunjukkan fluktuasi yang sama seperti yang tergambar pada Peternakan Skala Kecil yaitu 20.41 pada bulan April, 13.42 pada bulan Mei dan 18.43 pada bulan Juni. Penangkapan Muscidae pada bulan April di Peternakan Skala Besar cukup tinggi dibandingkan yang lainnya dikarenakan penumpukan pakan yang cukup banyak baik itu konsentrat maupun ampas tahu dan dalam kondisi yang lembab. Kemudian, didukung dengan keadaan kandang yang relatif lembab karena pada bulan April, intensitas curah hujan masih sangat tinggi sehingga menjadi faktor pendukung perkembangbiakan lalat pradewasa. Banyaknya Muscidae yang tertangkap di Peternakan Skala Besar selama tiga bulan berturut-turut dibandingkan pada skala peternakan lainnya disebabkan oleh lokasi kandang peternakan yang sangat dekat dengan kandang ayam potong. Selain itu, kandang peternakan di Peternakan Skala Besar umumnya sangat dekat dengan rumah pekerja pemerah susu dan jauh dari kebun rumput sehingga limbah rumah tangga dan limbah kandang terakumulasi di satu tempat di sekitar kandang. Pengaruh Suhu terhadap Infestasi Lalat Rata-rata suhu selama penangkapan lalat Mei-Agustus 2015 berkisar antara 22.16 C-32.21 C. Faktor suhu yang mempengaruhi infestasi lalat di peternakan sapi perah dapat dilihat pada Gambar 32-34. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan suhu berpengaruh nyata terhadap derajat infestasi S. calcitrans pada sapi perah maupun di lingkungan. Korelasi suhu terhadap derajat infestasi lalat pada sapi perah maupun di lingkungan memperlihatkan nilai P=0.00 α=0.01 menunjukkan bahwa korelasi signifikan. Tingkat korelasi sangat kuat ditandai dengan nilai r=0.92 termasuk dalam kategori tinggi. Koefisien korelasi positif + menunjukkan arah korelasi yang searah, dengan demikian semakin tinggi suhu semakin tinggi infestasi lalat. Cruz-Vazquez et al. 2004 melaporkan adanya korelasi yang tinggi antara suhu terhadap peningkatan populasi S. calcitrans yang ditunjukkan dengan indeks korelasi r=0.9. Lysyk 1995 menemukan adanya hubungan antara suhu dan aktivitas makan lalat S. calcitrans pada sapi. Suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas makan S. calcitrans.