20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kotoran Puyuh Fermentasi merupakan perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan biomassa dengan hasil panen cacing sutra sebesar 2547,19 gm
2
dari padat tebar awal sebanyak 150 gm
2
atau meningkat sebanyak 16,98 kali dari padat penebaran awal selama 40 hari masa pemeliharaan. Pupuk Kotoran Puyuh
fermentasi juga merupakan perlakuan yang terbaik dari aspek ekonomis dengan nilai keuntungan sebesar Rp 38.983.252,- ; RC ratio sebesar 1,588; nilai BEPp
yaitu Rp 34.504.791,- ; BEPu yaitu 6.900,96 takar dan tingkat pengembalian modal PP selama 0,41 tahun pada luas lahan efektif sebesar 390 m
2
.
4.2. Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mengkaji komposisi pupuk kotoran puyuh yang difermentasi sehingga diketahui kandungan yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan cacing sutra.
21
DAFTAR PUSTAKA
Avnimelech, Y., M. Kochva, Shaker, 1994, Development of Controlled Intensif Aquaculture Systems with A Limited Water Exchange and Adjusted Carbon
to Nitrogen Ratio. Bamidgeh. 46 3: 1999-131. Bisnis Jabar, 2010. Produksi Ikan Patin Jabar Diprediksi Naik 65,56.
http.bisnis-jabar.comberitproduksi-ikan-patin-jabar-diprediksi-naik- 6556.html [2 Juni 2011]
Chamberlain, G., Avnimelech, Y., McIntosh, R.P., Velasco M., 2001. Advantages of Aerated Microbial Reuse Systems with Balanced CN : Nutrient
tranformation and water quality benefits. Global Aquaculture Alliance : April 2001
Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri, 1988. Pengaruh Debit Air yang Berbeda Terhadap Biomassa Cacing Rambut Tubifisid. Buletin Perikanan Darat. 72: 41-46.
Davis, J. R., 1982. Nerw Record of Aquatic Oligochaeta From Texas With Observation on Their Ecological Characteristic. Hydrobiologia. 96: 15-21.
Eviati, Sulaeman, 2009. Petunjuk Teknis Edisi 2 : Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor : Balai Penelitian Tanah.
Fadillah, R., 2004. Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra Limnodrillus Pada Media Yang Dipupuk Kotoran Ayam Hasil Fermentasi.
[skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Febriyanti, D., 2004. Pengaruh Pemupukan Harian dengan Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Populasi dan Biomassa Cacing Sutra. [skripsi].
Departemen Budidaya Perairan. fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Findy, S., 2011. Pengaruh Tingkat Pemberian Pupuk kotoran sapi fermentasi Terhadap Pertumbuhan Biomassa Cacing Sutra Tubificidae. [skripsi].
Departemen Budidaya Perairan. fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Gnaiger, E., Kaufmann, R., Staudigl. I., 1987. Physiological Reaction of Aquatic Oligochaetes to Enviromental Anoxia. Hydrobiologia: 155.
Kasmir, Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Prenada Media. Kaster, J.L., 1980. The Reproductive Biology of Tubifex tubifex Muller
Annelida:Tubificidae. American Midland Naturalist. 104 : 364-366.
22
Kosiorek, D., 1974. Development Cycle of Tubifex tubifex Muller in Experimental Culture. Pol. Arch. Hidrobiol. 21 34: 411-422.
Mahyuddin, K., 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
Marian, M.P., Pandian, T.J. 1984. Culture and Harvesting Technique for Tubifex tubifex. Aquaculture. 42: 303-315.
Martin, J.D., Petty, J.W., Keown, A.J., Scott, D.F., 2005. Basic Financial Management 10
th
Edition. New Jersey USA: Prentice Hall Inc. Nascimento, H., Alves, R.G., 2009. The Effect Of Temperature On The
Reproduction Of Limnodrillus hoffmeisteri Oligochaeta: Tubificidae. Zoologia 26 1 : 191-193.
Poddubnaya, T.L., 1980. Life Cycles of Mass Species of Tubificidae. In RO Brinkhust and DG Cook Editors, Aquatic Oligochaeta Biology. Plenum,
New York, NY, pp.175-184. Rahardi, F., Kristiawati, R., Nazarudin., 1998. Agribisnis Perikanan. Jakarta:
Penebar Swadaya. Rangkuti, F., 2006. Business Plan. Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan
Analisis Kasus. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. SNI 01-6483.5., 2002. Ikan Patin Jambal Pangasius djambal Kelas Benih
Pembesaran di Kolam. SNI 01-7256., 2006. Produksi Benih Ikan Patin Jambal Pangasius djambal
Kelas Benih Sebar. Steel, G.D., J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syarip. 1988. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pupuk Tambahan Terhadap
Pertumbuhan Tubifex. Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Takeuchi, T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrients, p.179-225. In Fish Nutrition and Mariculture. Watanabe, T ed..
Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries.
Witley, L. S. 1967. The resistence of Tubificid worms to three common pollutans. Hydrobiologia. 32: 193-205.
23
LAMPIRAN
24
Lampiran 1. Data Proyeksi Peningkatan Produksi Patin Nasional
Keterangan Tahun
2009 2010
2011 2012
2013 2014
Produksi patin ton
132.600 225.000
383.000 651.000 1.107.000
1.883.000 Kebutuhan
larva ribu ekor
455.357 772.664 1.315.247 2.235.576 3.801.510
6.466.346 kebutuhan
cacing ribu liter
75,13 127,48
217,02 368,87
627,25 1.066,95
Kebutuhan cacing
ton 150,27
254,98 434,03
737,74 1.254,50
2.133,89
Keterangan: Ukuran patin konsumsi
: 0.7 kgekor bisnis Jabar, 2010 SR pembesaran ukuran konsumsi : 80 SNI 01-6483.5, 2002
SR pendederan : 80 SNI 01-7256,2006
SR pemeliharaan larva : 65 SNI 01-7256,2006
100.000 ekor larva memerlukan 16.5 liter cacing SNI 01-7256,2006 Bobot cacing liter
: 2 kg
25
Lampiran 2. Metode analisis bahan organik, C-Organik, serta N-Organik. A.
Metode analisis bahan organik Metode analisis bahan organik didasari pada metode analisis kadar abu
Takeuchi, 1988
Kadar abu = X2-X1 x 100 A
Kadar bahan organik = 100- kadar abu
B. Metode analisis kadar C-Organik
Metode analisa kadar C-Organik menggunakan metode Wilkley and Black Eviati dan Sulaeman, 2009
Persiapan bahan uji
Persiapan standar 0 ppm dan 250 ppm
Lalukan langkah 2 sampai 5 pada metode persiapan uji untuk pembuatan standar 0 ppm dan 250 ppm
pipet 5 ppm larutan standar 5000 ppm untuk standar 250 dan 0 ppm larutan standar 5000 ppm untuk standar 0 ppm
5. Keesokan harinya ukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 561 4. Diencerkan dengan air bebas ion, diarkan dingin dan impitkan
3. Tambahkan 7,5 ml H
2
SO
4
pekat, kocok dan diamkan 30 2. Tambahkan K
2
Cr
2
O
7
1 N kemudian 1.
Timbang bahan 0,5 g yang sudah diayak sebelumnya ukuran bahan 0,5 mm kemudian masukkan dalam labu 100 ml
Cawan dipanaskan pada suhu 105-110 0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang X1
Bahan ditimbang 2-3 g A lalu dimasukkan ke dalam cawan Cawan dan bahan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 600
o
C, didinginkan dan ditimbang X2
26
Rumus = ppm kurva x 10500 x fk Keterangan :ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari deret standar
dengan pembacaan nya setelah dikoreksi blanko Fk
= faktor koreksi kadar air 100 100-kadar air 100
= konversi 100
C. Metode analisis kadar N-Organik
Metode analisis kadar N-Organik didasari dari metode Kjedahl Takeuchi, 1988
Tahap Oksidasi
Tahap Destruksi
Destruksi selama 10 menit dari tetesan pertama Dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL 5 mL larutan hasil oksidasi
dimasukkan ke dalam labu destilasi 2-3 tetes
indikator 10 mL H
2
SO
4
0,05 N Dimasukkan ke dalam labu Kjedhal dan dipanaskan hingga berwarna
hijau bening, didinginkan, dan diencerkan hingga volume 100 mL H
2
SO
4
pekat 10 mL
Katalis ditimbang 3 gr
Bahan ditimbang 0,5 g A
27
Tahap Titrasi
Kadar N-Organik =0,0007 x Vb-Vs x 20 x 100
A Keterangan :
Vs = ml 0,05 N nitran NaOH untuk sampel Vb = ml 0,05 N nitran NaOH untuk blanko
F = faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S = bobot sampel gram
= setiap ml 0,05 N NaOH ekuivalen dengan 0,0007 gram nitrogen mL titran dicatat V
sampel Dititrasi hingga 1 tetes setelah larutan
menjadi bening Blanko
Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N
28
Lampiran 3. Kandungan bahan organik dan CN organik pada tiap pupuk perlakuan
Lampiran 3a. Kandungan Bahan Organik Pada Tiap Pupuk Perlakuan
No Bahan Air
TOM BB TOM BK
1 Kotoran Ayam Segar 70,94
8,96 30,83
2 Kotoran Ayam Kering 48,56
20,21 39,29
3 Kotoran Ayam Fermentasi 44,97
22,5 40,89
4 Kotoran Sapi Segar 80,6
3,52 18,14
5 Kotoran Sapi Kering 70,6
7,67 26,09
6 Kotoran Sapi Fermentasi 68,65
11,98 38,21
7 Kotoran Puyuh Segar 54,3
14,12 30,90
8 Kotoran Puyuh Kering 48,91
16,21 31,73
9 Kotoran Puyuh Fermentasi 31,94
28,4 41,73
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BDP
Lampiran 3b. Rasio CN Pada Tiap Pupuk Perlakuan
No Bahan
C N
CN 1 Kotoran Ayam Fermentasi
10,38 1,78
5,83 2 Kotoran Puyuh Fermentasi
16,33 2,01
8,12 3 Kotoran Sapi Fermentasi
11,39 0,79
14,42
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BDP
29
Lampiran 4. Biomassa Selama Pemeliharaan gm
2
wadah ulangan Hari ke-
10 20
30 40
PKAF 1
500,08 579,04
1175,62 1456,37
2 824,69
1079,12 1789,76
2368,80 3
443,93 631,68
1280,9 1859,94
Rata-Rata 589,57 + 205,55
763,28+274,79 1415,43+328,42
1895,05+457,22 PKPF
1 842,24
1403,73 2281,06
2939,06 2
740,47 877,33
1675,70 1974,00
3 824,69
1035,25 2052,96
2728,50 Rata-Rata
802,47+54,40 1105,44+270,13 2003,24+305,73
2547,19+507,44 PKSF
1 526,4
526,4 1087,89
1561,65 2
307,07 333,39
903,65 1237,04
3 175,47
482,53 824,69
1105,44 Rata-Rata
336,31+177,28 447,44+101,18
938,74+135,06 1301,38+234,81
Keterangan : padat tebar awal 150 grm
2
30
Lampiran 5. Hasil Analisis Statistik Biomassa Cacing Sutra Lampiran 5a. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk
Statistic df1
df2 Sig. P
0,948 2
6 0,439
Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk diketahui bahwa nilai P0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data biomassa cacing sutra menyebar normal sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji anova.
Lampiran 5b. Hasil analis Anova Hari ke-40
JK DB
KT F hit
P F tabel
Perlakuan 2329774.374
2 1164887,187
6,699 0,03
5,14 Galat
1043366,698 6
173894,45 Total
3373141,072 8
Fhit Ftabel menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95
Lampiran 5c. Hasil Uji Tukey Perlakuan
Ulangan alpha=0,05
a B
PKSF 3
1301,3767 PKAF
3 1895,0367
1895,0367 PKPF
3 2547,1867
P 0,266
0,215 Berdasarkan hasil uji Tukey diketahui bahwa Perlakuan pupuk kotoran
sapi fermentasi a berbeda nyata dengan perlakuan kotoran puyuh b. Pada perlakuan PKAF ab sendiri tidak berbeda nyata pada perlakuan pupuk kotoran
sapi fermentasi a maupun kotoran puyuh b.
31
Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik Laju Pertumbuhan Biomassa Spesifik LPBS Lampiran 6a. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk
Statistic df1
df2 Sig. P
0.086 2
6 0,918
Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk diketahui bahwa nilai P0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data LPBS cacing sutra menyebar normal sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji anova.
Lampiran 6b. Hasil analis Anova Hari ke-40
JK DB
KT F hit
P F tabel
Perlakuan 5,648
2 2,824
7,465 0,024
5,14 Galat
2,270 6
0,378 Total
7,918 8
Fhit Ftabel menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95
Lampiran 6c. Hasil Uji Tukey Perlakuan
Ulangan alpha=0,05
a B
PKSF 3
105,1933 PKAF
3 106,2667
106,2667 PKPF
3 107,1300
P 0,162
0,274 Berdasarkan hasil uji Tukey diketahui bahwa Perlakuan Pupuk Kotoran
Sapi Fermentasi a berbeda nyata dengan perlakuan Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi b. Pada perlakuan Pupuk Kotoran Ayam Fermentasi ab sendiri
tidak berbeda nyata pada perlakuan Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi a maupun Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi b.
32
Lampiran 7. Hasil Analisis Statistik Jumlah Pupuk JP Lampiran 7a. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk
Statistic df1
df2 Sig. P
0,896 2
6 0,457
Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk diketahui bahwa nilai P0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data jumlah pupuk JP menyebar normal sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji anova.
Lampiran 7b. Hasil analis Anova Hari ke-40
JK DB
KT F hit
P F tabel
Perlakuan 53,510
2 26,775
0.699 0.027
5,14 Galat
527,613 6
87.936 Total
581,124 8
Fhit Ftabel menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95
33
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Konversi Pupuk KP Lampiran 8a. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk
Statistic df1
df2 Sig. P
0,502 2
6 0,628
Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk diketahui bahwa nilai P0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data KP cacing sutra menyebar normal sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji anova.
Lampiran 8b. Hasil analis Anova Hari ke-40
JK DB
KT F hit
P F tabel
Perlakuan 741,654
2 370,827
76,722 0,00
5,14 Galat
29,000 6
4,833 Total
770,655 8
Fhit Ftabel menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada selang kepercayaan 5
Lampiran 8c. Hasil Uji Tukey Perlakuan
Ulangan alpha=0,05
A b
PKPF 3
19,7033 PKAF
3 24,0133
PKSF 3
40,7500 P
0,116 1
Berdasarkan hasil uji Tukey diketahui bahwa Perlakuan Pupuk Kotoran Puyuh Fermentasi a dan Perlakuan Pupuk Kotoran Ayam Fermentasi a berbeda
nyata dengan perlakuan Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi b.
34
Lampiran 9. Data Kualitas Air Selama Pemeliharaan
pH Perlakuan
Ulangan Hari Ke-
10 20
30 40
PKAF 1
6,78 6,99
6,8 6,83
2 6,63
6,97 6,9
6,67 3
6,71 7,00
6,82 6,84
PKPF 1
6,68 6,93
6,73 6,82
2 6,74
6,86 6,77
6,7 3
6,76 6,81
6,76 6,74
PKSF 1
6,84 6,91
6,82 6,73
2 6,78
6,85 6,73
6,66 3
6,71 6,93
6,73 6,66
Tandon 6,50
6,49 6,52
6,5 DO ppm
Perlakuan Ulangan
Hari ke- 10
20 30
40 PKAF
1 3,53
3,11 2,98
2,92 2
2,93 3,07
2,88 2,81
3 3,07
3,09 2,91
2,65 PKPF
1 2,76
3,10 2,83
2,34 2
2,80 3,12
2,62 2,31
3 2,91
3,13 2,71
2,29 PKSF
1 2,98
3,08 2,80
2,51 2
3,24 3,06
2,88 2,58
3 3,05
2,92 2,79
2,62 Tandon
3,50 3,80
3,60 3,59
Suhu Perlakuan
Ulangan Hari ke-
10 20
30 40
PKAF 1
26,3 26,1
26,1 26,8
2 25,9
25,7 25,9
26,2 3
26,1 25,9
25,8 26,6
PKPF 1
26,1 25,6
26,8 26,7
2 26,4
25,8 26,5
26,7 3
25,8 25,6
25,9 26,4
PKSF 1
25,9 25,9
25,9 26,4
2 25,8
25,6 26,0
26,4 3
26,3 26,1
26,3 26,6
Tandon 26,1
25,8 26,3
26,6
35
Lampiran 10. Aspek usaha budidaya cacing sutra Asumsi Awal
Perhitungan Aspek Usaha duhitung dalam jangka waktu 1 tahun 1 siklus = 40 hari
1 tahun = 9 siklus Produktivitas cacing sutra m
2
siklus = 2.55 kg
Jumlah yang dipanen setelah dikurangi 150 g untuk bibit budidaya berikutnya
= 2,4 kg Hargatakar 400g
= Rp. 5000,- Berat 1 karung kotoran ayam = sapi = puyuh = 20kg
Harga karung = Rp. 5.000,-
Total Kotoran m
2
siklus = 46,7 kg Luas Lahan Efektif
= 390 m
2
Biaya investasi dan biaya tetap sama untuk setiap perlakuan
I. Investasi Awal