Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor)

PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA JANTAN
(KASUS: KEMITRAAN MITRA TANI FARM DENGAN
PETERNAK DI DESA BOJONG JENGKOL,
CIAMPEA, BOGOR)

MUHAMAD YUNUS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendapatan
Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani Farm dengan
Peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor) adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun. Sumber Informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Muhamad Yunus
NIM. H34090059

ABSTRAK
MUHAMAD YUNUS. Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus:
Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea,
Bogor. Dibimbing oleh HARIANTO.
Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor dimana penduduknya banyak mengusahakan penggemukan domba
jantan. Namun untuk mengembangkan usahanya, para peternak memiliki
permasalahan seperti permodalan, manajemen, dan pemasaran. Salah satu solusi
untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu melalui kemitraan dengan Mitra Tani
Farm. Namun tidak semua peternak domba melakukan kemitraan dengan Mitra Tani

Farm. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan dan
mengidentifikasi keragaan usaha ternak menggunakan analisis deskriptif. Selain itu
untuk menganalisis pendapatan dan nilai R/C rasio usaha penggemukan domba jantan
antara peternak mitra dengan peternak nonmitra. Hasil perhitungan pendapatan atas
biaya tunai per SDD per periode dan nilai R/C rasio yang paling besar diperoleh
peternak nonmitra Skala III. Sementara itu perhitungan pendapatan atas biaya total
per SDD per periode menghasilkan nilai negatif dan nilai R/C rasio kurang dari satu
untuk semua skala sehingga usaha ternak domba merugikan. Namun jika
dibandingkan maka usaha pada peternak mitra Skala I yang lebih baik dibandingkan
skala lainnya karena kerugian yang diperoleh paling kecil dan nilai R/C rasio nya
yang paling besar.
Kata kunci: analisis pendapatan, kemitraan, usaha penggemukan domba jantan

ABSTRACT
MUHAMAD YUNUS. Income of Male Sheep Feedlot Business (Case: Mitra Tani
Farm Partnership with Farmers in Bojong Jengkol Village, Ciampea, Bogor).
Supervised by HARIANTO.
Bojong Jengkol Village is one of the areas in Ciampea District, Bogor
Regency that the resident has a lot of male sheep feedlot business. However, to
develop its business, the farmers have problems such as capital, management, and

marketing. This problem can be solved by having partnership with Mitra Tani Farm.
On the other side, not all of the farmers in the village have partnership with Mitra
Tani Farm. The purpose of this study is to assess the implementation of the
partnership and identify the farming performance with descriptive analysis, also to
analyze the male sheep feedlot income and R/C ratio between farmers who have
partnership with Mitra Tani Farm and those who do not. The results of the calculation
shows that the highest income to cash cost per SDD per period and value of R/C ratio
are obtained by farmers who do not have partnership with Scale III. On the other
hand, the calculation of income to total cost per SDD per period is negative and the
value of R/C ratio is less than one for all scales, which means the feedlot business is
disadvantaging. However, by comparison, farmers who are partnered in scale I is
better than other scales because they have the least loss among the others and the
highest value of R/C ratio.
Keywords: income analysis, male sheep feedlot business, partnership

PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA JANTAN
(KASUS: KEMITRAAN MITRA TANI FARM DENGAN
PETERNAK DI DESA BOJONG JENGKOL,
CIAMPEA, BOGOR)


MUHAMAD YUNUS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
`1INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NRP

: Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus:

Kemitraan Mitra Tani Farm dengan Peternak di Desa Bojong
Jengkol, Ciampea, Bogor)
: Muhamad Yunus
: H34090059

Disetujui oleh

Dr Ir Harianto, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin
terbaik bagi umat manusia. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Februari sampai April 2013 ini adalah usahatani, dengan judul
Pendapatan Usaha Penggemukan Domba Jantan (Kasus: Kemitraan Mitra Tani
Farm dengan peternak di Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku
dosen pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Popong
Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dan Ibu Anita Primaswari W, SP,
MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Selanjutnya
terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Wahyu Budi P, MSi selaku
dosen pembimbing akademik selama menjalani perkuliahan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak M. Afnaan Wasom dan Bapak
Amrul selaku pemilik CV. Mitra Tani Farm, mas Angga selaku penanggung
jawab plasma dan karyawan di Mitra Tani Farm, serta para peternak domba baik
yang bermitra dengan Mitra Tani Farm maupun peternak domba yang tidak
bermitra atas bantuan dan arahannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi
penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, kakakkakak, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih kepada tementeman Agribisnis 46 IPB, HIPMA IPB 2011-2012, dan sahabat-sahabat yang
selalu memberi dukungan dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Juni 2013

Muhamad Yunus

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian

6
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Karakteristik dan Jenis Domba
7
Kajian Usaha Penggemukan Ternak Domba
8
Kajian Mengenai Analisis Usahatani dan Kemitraan
11
Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian
12
KERANGKA PEMIKIRAN
13
Kerangka Pemikiran Teoritis
13
Kerangka Pemikiran Operasional
22
METODE PENELITIAN

25
Lokasi dan Waktu Penelitian
25
Jenis dan Sumber Data
25
Metode Pengumpulan Data
25
Metode Pengambilan Sampel
26
Metode Analisis Data
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
Gambaran Umum Perusahaan dan Kemitraan Perusahaan
29
Pembagian Skala Berdasarkan Kepemilikan Ternak Domba
30
Karakteristik Responden
32
Karakteristik Usaha Ternak Domba

35
Pelaksanaan Kemitraan
38
Keragaan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan
48
Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Domba Jantan
58
SIMPULAN DAN SARAN
68
Simpulan
68
Saran
69
DAFTAR PUSTAKA
70
LAMPIRAN
72
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
82


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Populasi hewan ternak besar dan kecil di Indonesia tahun 2007 - 2011
Populasi ternak domba di Provinsi Jawa Barat tahun 2011
Penjualan hewan ternak qurban dan harian pada Mitra Tani Farm tahun
2004 – 2012
Jumlah kepemilikan ternak domba responden (mitra dan nonmitra)
selama satu periode penggemukan
Lamanya usaha penggemukan ternak domba jantan peternak responden
Karakteristik umum peternak responden
Karakteristik usaha penggemukan ternak domba jantan peternak
responden
Keuntungan yang diperoleh peternak mitra melalui kemitraan
dibandingkan peternak nonmitra
Sistem perkandangan peternak responden
Rata-rata perhitungan biaya penyusutan kandang peternak responden
Rata-rata penggunaan obat-obatan peternak mitra selama satu periode
penggemukan
Rata-rata biaya penggunaan obat-obatan peternak responden
Rata-rata pemasaran ternak domba responden
Rata-rata biaya angkut peternak responden
Persamaan dan perbedaan keragaan usaha ternak domba peternak mitra
dan peternak nonmitra
Rata-rata penjualan ternak domba peternak responden
Rata-rata penjualan kotoran domba peternak responden
Rata-rata penerimaan total usaha penggemukan ternak domba jantan
peternak responden
Rata-rata biaya pembelian domba peternak responden
Rata-rata pengeluaran tunai usaha penggemukan ternak domba jantan
peternak responden
Rata-rata biaya sewa lahan peternak responden
Rata-rata pengeluaran biaya yang diperhitungkan pada usaha
penggemukan ternak domba jantan peternak responden
Rata-rata total biaya usaha penggemukan ternak domba jantan pada
peternak responden
Rata-rata pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan atas
biaya tunai
Rata-rata pendapatan usaha penggemukan ternak domba jantan atas
biaya total
Proporsi biaya input terhadap biaya total pengeluaran usaha
penggemukan ternak domba peternak mitra
Pendapatan peternak mitra setelah bagi hasil kemitraan

1
3
5
31
32
35
37
48
50
51
55
55
56
57
57
58
59
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Populasi ternak domba di tiga provinsi di Indonesia tahun 2009 – 2011
Pola kemitraan inti-plasma
Pola kemitraan subkontrak
Pola kemitraan dagang umum
Pola kemitraan keagenan
Pola kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Kerangka pemikiran operasional
Pola kemitraan inti-plasma Mitra Tani Farm dengan peternak domba
Struktur organisasi peternak mitra Bina Tani Mandiri (BTM)
Skema atau model kelembagaan kemitraan
Pemilihan domba bibit di kandang induk Mitra Tani Farm
Pemberian obat mata oleh PJ peternak mitra
Kegiatan rapat dan evaluasi bulanan di rumah peternak mitra
Penimbangan bobot badan domba
Domba hasil penggemukan yang siap untuk dipasarkan ke MT Farm
Jenis kandang peternak responden (kiri: mitra, kanan: nonmitra)

2
15
16
16
17
18
24
39
39
40
45
46
47
47
48
50

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Harga bulanan rata-rata ternak domba dan hasilnya di Jawa Barat
tahun 2012
Rata-rata biaya curahan tenaga kerja dalam keluarga peternak
responden
Rata-rata biaya penyusutan peralatan peternak responden
Rata-rata biaya perlengkapan peternak responden
Rata-rata perhitungan bagi hasil kemitraan
Siklus kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak
mitra (Skala I) selama satu periode
Siklus kegiatan usaha penggemukan ternak domba jantan peternak
nonmitra (Skala II dan Skala III) selama satu periode
Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak mitra
Skala I
Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra
Skala II
Analisis usaha penggemukan ternak domba jantan peternak nonmitra
Skala III

71
73
74
75
76
77
78
79
80
81

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian
yang tak terpisahkan. Selain memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan pangan
manusia khususnya ketersediaan pangan hewani, subsektor peternakan juga
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan perekonomian
nasional. Hal ini digambarkan melalui besarnya pertumbuhan dan kontribusi
Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor peternakan dalam PDB sektor pertanian,
dimana setiap tahunnya mengalami peningkatan, yaitu tahun 2009 sebesar 3.45
persen, tahun 2010 sebesar 4.06 persen, dan tahun 2011 sebesar 4.23 persen
(Kementerian Pertanian 2012). Adanya peningkatan pertumbuhan dan kontribusi
tersebut menjadikan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian dalam sektor
pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011), besarnya
peningkatan tersebut yaitu rata-rata lebih dari satu trilyun rupiah setiap tahunnya.
Hal ini dapat dilihat PDB subsektor peternakan pada tahun 2009 sebesar 36 648.9
milyar rupiah meningkat menjadi 38 135.2 milyar rupiah pada tahun 2010.
Peningkatan subsektor peternakan dapat digambarkan melalui peningkatan
populasi hewan ternak yang terdapat di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut
disebabkan oleh banyaknya pihak-pihak yang mengusahakan hewan ternak untuk
dijadikan sebagai bisnis, mulai dari peternak mandiri dengan skala usaha kecil,
menengah, dan besar, hingga perusahaan swasta yang mengelola usaha ternak
secara profesional. Banyaknya populasi hewan ternak di Indonesia secara lebih
rinci ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Populasi jenis hewan ternak besar dan kecil di Indonesia tahun 2007 –
2011a
Jenis hewan
ternak
Sapi potong
Sapi perah
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
Babi
a

2007
11 515
374
2 086
401
14 470
9 514
6 711

Tahun (000 ekor)
2008
2009
12 257
12 760
458
475
1 931
1 933
393
399
15 147
15 815
9 605
10 199
6 338
6 975

2010
13 582
488
2 000
419
16 620
10 725
7 477

2011b
14 824
597
1 305
416
17 483
11 372
7 758

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) diolah; bAngka Sementara.

Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi hewan ternak di Indonesia
berdasarkan jenis ternak besar (sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda) dan jenis
ternak kecil (kambing, domba, babi) hampir semuanya mengalami peningkatan
populasi dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Akan tetapi, populasi kerbau dan
kuda mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkan data pada Tabel 1,

2
terdapat tiga jenis hewan ternak (besar dan kecil) yang memiliki populasi terbesar
di Indonesia, diantaranya yaitu sapi potong, kambing, dan domba.
Berdasarkan ketiga jenis hewan ternak yang memiliki jumlah populasi
terbesar di Indonesia, domba merupakan hewan yang saat ini banyak diusahakan
atau diternak. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2011), hal ini karena domba
memiliki sifat yang mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan sehingga mudah
dan sederhana dalam pemeliharaanya. Selain itu, domba juga mengalami
pertumbuhan yang cepat serta memberikan hasil sampingan seperti kulit dan
kotoran domba yang dapat dimanfaatkan untuk menambah keuntungan. Hasil
utama dari ternak domba yaitu dagingnya yang merupakan salah satu sumber
protein hewani yang penting untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia yang cukup
diminati.
Hingga saat ini, populasi domba hampir tersebar di seluruh wilayah di
Indonesia. Terdapat tiga daerah atau provinsi yang paling banyak terdapat
populasi domba di Indonesia pada tahun 2009 hingga 2011. Ketiga provinsi
tersebut diantaranya yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Provinsi
yang memiliki populasi domba terbesar dari tahun 2009 hinga tahun 2011 dari
ketiga provinsi tersebut yaitu provinsi Jawa Barat. Secara lebih lengkap, jumlah
populasi ternak domba di ketiga provinsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
8000000
6 768 735

7000000
Junmlah (ekor)

6000000

6 275 299
5 770 661
Jawa
Barat

5000000
4000000
3000000

Jawa
Tengah
2 148 752

2 146 760

2 218 586

2000000
1000000

740 269

750 961

Jawa
Timur

763 053

0
2009

2010
Tahun

a
2011
2011*

Gambar 1 Populasi ternak domba di tiga provinsi di Indonesia tahun 2009 – 2011
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) diolah.; aAngka Sementara.

Berdasarkan Gambar 1, sejak tahun 2009 sampai 2011 populasi domba di
Jawa Barat mangalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu rata-rata sebanyak 500
000 ekor domba. Begitu pula populasi domba di Jawa Timur mengalami
peningkatan, namun tidak besar jumlahnya, yaitu rata-rata sebanyak 10 000 ekor
setiap tahunnya. Sedangkan populasi domba di Jawa Tengah mengalami
penurunan pada tahun 2010 sebesar 1 992 ekor tetapi mengalami peningkatan
pada tahun 2011 sebesar 71 826 ekor.
.

3
Populasi ternak domba di provinsi Jawa Barat tidak hanya terpusat pada
wilayah tertentu saja, melainkan tersebar di berbagai wilayah baik kota maupun
kabupaten. Secara lebih lengkap mengenai populasi ternak domba di Provinsi
Jawa Barat pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Populasi ternak domba di Provinsi Jawa Barat tahun 2011a
Kabupaten/Kota
Kabupaten Bogor
Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Bandung
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
a

Jantan
94 701
133 366
129 319
4 443
2 360
23 493

Populasi (ekor)
Betina
127 172
326 015
102 788
6 664
2 666
0

Jumlah
221 873
459 381
232 107
11 107
5 026
23 493

Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2012) diolah.

Tabel 2 menunjukkan secara ringkas mengenai gambaran populasi ternak
domba di Provinsi Jawa Barat. Wilayah kabupaten memiliki jumlah populasi
domba yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah kota karena pada umumnya
usaha ternak domba dilakukan oleh peternak yang berada di desa. Salah satu
wilayah yang memiliki populasi ternak domba yang cukup besar yaitu Kabupaten
Bogor.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang baik dalam hal
pengembangan usaha ternak domba. Pengembangan usaha ini dilakukan salah
satunya karena daging domba cukup diminati setiap waktu yang dapat
memberikan keuntungan bagi peternak. Daging domba saat ini menjadi salah satu
alternatif pilihan bagi konsumen dalam mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein hewani selain daging sapi dan daging kambing. Permintaan
domba setiap tahunnya meningkat terutama menjelang Hari Raya Idul Adha.
Peluang tersebut tentunya dimanfaatkan oleh peternak domba maupun perusahaan
peternakan domba.
Hingga saat ini, usaha penggemukan ternak domba jantan di pedesaaan
khususnya di Kabupaten Bogor belum banyak mempertimbangkan aspek
keuntungan di tingkat peternak. Hal ini dikarenakan belum adanya pertimbangan
alokasi tenaga kerja dalam keluarga dan biaya nontunai lainnya yang seharusnya
diperhitungkan. Karena itu, perlu dilakukan analisis usaha penggemukan ternak
domba jantan dengan memperhitungkan penerimaan dan pengeluaran selama
proses kegiatan usaha penggemukan tersebut atau yang biasa disebut sebagai
analisis usahatani. Analisis usahatani memperlihatkan cara-cara petani
memperoleh dana dengan memadukan sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga
kerja, modal, waktu dan pengelolaan (manajemen) yang terbatas ketersediaanya
(Soekartawi et al. 1986).

4
Perumusan Masalah
Sebaran jumlah populasi domba di Kabupaten Bogor yang cukup besar
yaitu berada di Kecamatan Ciampea sebanyak 421.15 satuan ternak (ST) yang
tersebar di 13 desa. Sebanyak 37.14 ST atau 8.82 persen domba terdapat di Desa
Bojong Jengkol (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2007).
Berdasarkan observasi dan wawancara di lokasi penelitian, domba dipilih sebagai
hewan ternak yang banyak diusahakan di Desa Bojong Jengkol karena mudah dan
sederhana dalam pemeliharaannya. Bahan pakan rerumputan dan dedaunan yang
mudah didapatkan di sekitar Desa Bojong Jengkol untuk pakan menjadi
keuntungan tersendiri bagi peternak. Selain itu, domba juga memiliki daya tahan
yang lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan dengan kambing, terlebih lagi
domba jantan. Tingkat pengembalian dan perputaran modalnya pun terbilang
cepat. Namun demikian, terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para
peternak domba. Pertama, keterbatasan permodalan bagi peternak domba yang
digunakan untuk biaya pembelian domba bibit
jantan, pembelian atau
penyewaaan lahan, pembuatan kandang, pembelian peralatan, biaya obat-obatan,
tenaga kerja, dan lain sebagainya. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan
mayoritas peternak domba memiliki skala usaha yang kecil dengan luas kandang
yang kecil sehingga kepemilikan jumlah domba yang relatif sedikit. Kedua, secara
umum peternak domba di Desa Bojong Jengkol masih menggunakan teknologi
yang sederhana serta pengelolaan atau manajemen ternak yang belum baik. Hal ini
karena tingkat pengetahuan peternak domba yang masih rendah sehingga ternak
domba yang dihasilkan belum cukup baik dari segi kualitas. Ketiga, penggunaan
domba bibit atau bakalan yang kurang berkualitas yang akan berpengaruh
terhadap perkembangan ternak domba tersebut. Keempat, permasalahan dalam
bidang pemasaran dimana pangsa pasar domba yang masih belum pasti. Kondisikondisi tersebut menyebabkan tingkat pendapatan peternak domba masih rendah
yang mengakibatkan peternak domba sulit untuk mengembangkan dan
meningkatkan usaha penggemukan ternak domba jantan baik dari segi kualitas,
kuantitas, maupun kontinuitas.
Solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh peternak domba
di Desa Bojong Jengkol salah satunya melalui pengembangan kerjasama dalam
bentuk kemitraan agribisnis dengan perusahaan. Namun tidak semua peternak
domba di Desa Bojong Jengkol mengikuti kemitraan. Kemitraan agribisnis
merupakan hubungan kerjasama yang dilakukan antara dua pihak atau lebih
dengan tujuan untuk saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan satu sama lain dalam bidang agribisnis. Adanya kemitraan dapat
menciptakan manfaat bagi pelaku kemitraan, yaitu bagi peternak domba dapat
meningkatkan pendapatan usaha dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian
pedesaan, mendapatkan bantuan permodalan, memiliki keterjaminan harga dan
pasar, adanya pembagian risiko usaha, serta memperoleh pendampingan dan
pembinaan. Sedangkan bagi perusahaan akan meningkatkan pendapatan dan skala
usaha serta memperbanyak jumlah ternak domba untuk memenuhi permintaan
pasar yang tinggi terhadap domba. Salah satu perusahaan yang melakukan
kerjasama kemitraan di bidang peternakan yaitu Mitra Tani Farm yang berlokasi
di Desa Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

5
Mitra Tani Farm (MT Farm) merupakan perusahaan peternakan yang
mengembangkan beberapa hewan ternak, diantaranya yaitu kambing, domba, dan
sapi. Selain itu, Mitra Tani Farm juga mengembangkan pola pertanian terpadu,
yakni dengan dikembangkannya budidaya sayuran organik diatas lahan seluas
serta usaha katering dan aqiqah yang akan menambah pendapatan
perusahaan. Pengembangan usaha lainnya yang dilakukan oleh Mitra Tani Farm
yaitu melakukan kemitraan dengan peternak domba. Kemitraan yang dijalin oleh
Mitra Tani Farm saat ini yaitu fokus pada hewan ternak domba, khususnya pada
penelitian ini yaitu kemitraan pada usaha penggemukan ternak domba jantan.
Berbagai persyaratan peternak yang ingin melakukan kemitraan dengan Mitra
Tani Farm yaitu peternak harus memiliki lahan, kandang, pakan, dan tenaga kerja
untuk pengelolaan. Adanya kemitraan yang dilakukan oleh Mitra Tani Farn
disebabkan oleh permintaan pasar yang sangat tinggi terhadap ternak domba mulai
dari permintaan dalam negeri hingga permintaan luar negeri kepada Mitra Tani
Farm. Permintaan dalam negeri domba yaitu mencapai 5 000 ekor per bulan yang
berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Begitu pula permintaan luar negeri
yang cukup tinggi mampu mencapai 1 000 ekor setiap negera per tahunnya.
Permintaan tersebut berasal dari Malaysia, Abu Dhabi, dan Arab Saudi. Namun,
banyaknya permintaan tersebut belum dapat dipenuhi seluruhnya, karena jumlah
ternak domba yang tersedia masih sedikit sehingga pengembangan kemitraan
merupakan salah satu solusinya. Hingga saat ini, pemasaran yang dilakukan secara
berkelanjutan oleh Mitra Tani Farm yaitu kepada restoran satai di daerah Jakarta
yang sudah menjadi pelanggan sejak lama. Permintaan setiap hari restoran satai
ini mencapai 30 ekor domba, namun Mitra Tani Farm hanya mampu memasok 15
ekor domba per hari.
Berdasarkan data dari Mitra Tani Farm sejak tahun 2004 hingga 2012,
penjualan hewan ternak meningkat setiap tahunnya. Secara lebih lengkap dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penjualan hewan ternak qurban dan harian pada Mitra Tani Farm tahun
2004 – 2012a
Tahun (ekor)
Jenis
2004 2005 2006
2007 2008 2009
2010
2011 2012e
QDb
150 750
1500 2500 2000
2000
2000
2000
1500
QSc
0
0
0 150 150
200
200
250
150
d
HD
600 800
500 500 500
500
500
500
0
a

Sumber: Mitra Tani Farm (2012); bQD (Qurban Domba); cQS (Qurban Sapi); dHD (Harian
Domba); eAngka sementara, data sampai dengan Bulan September 2012.

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah
penjualan khususnya ternak Qurban Domba (QD) setiap tahunnya
mengindikasikan bahwa perusahaan Mitra Tani Farm mengalami peningkatan
usaha. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari data penjulan mulai dari tahun 2004
hingga tahun 2007. Sedangkan mulai tahun 2008 hingga tahun 2011 penjualan
relatif stabil yaitu berada pada jumlah 2000 ekor per tahunnya untuk jenis Qurban

6
Domba (QD). Sedangkan untuk Harian Domba (HD) mulai stabil penjualannya
pada tahun 2006 dengan jumlah 500 ekor per tahunnya.
Adanya kemitraan yang terjalin antara Mitra Tani Farm dengan peternak
domba di Desa Bojong Jengkol menjadi menarik untuk dikaji mengenai gambaran
pelaksanaan kemitraan yang dijalankan. Selain itu, belum adanya pertimbangan
alokasi tenaga kerja dalam keluarga dan biaya nontunai lainnya yang seharusnya
diperhitungkan dalam usaha penggemukan domba jantan baik peternak mitra
maupun nonmitra. Karena itu, perlu dilakukan analisis pendapatan usaha
penggemukan domba jantan dengan memperhitungkan penerimaan dan
pengeluaran selama proses kegiatan usaha tersebut dilaksanakan yang kemudian
dibandingkan pendapatan usaha antara peternak mitra dengan peternak nonmitra.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dikaji yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan peternak
domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan yang dilakukan
oleh peternak mitra maupun peternak nonmitra di Desa Bojong Jengkol,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio dalam usaha penggemukan
domba jantan antara peternak mitra dengan peternak nonmitra di Desa Bojong
Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan antara Mitra Tani Farm dengan peternak
domba di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
2. Mengidentifikasi keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan yang
dilakukan oleh peternak mitra maupun peternak nonmitra di Desa Bojong
Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis tingkat pendapatan dan nilai R/C rasio yang diperoleh dalam
usaha penggemukan domba jantan antara peternak mitra dengan peternak
nonmitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi peternak domba dan perusahaan, penelitian berguna sebagai bahan
pertimbangan bagi peternak dalam mengembangkan usaha ternak dombanya.
Sedangkan bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan kemitraan yang lebih baik sehingga dapat menguntungkan semua
pihak yang terlibat dalam kemitraan.
2. Bagi pemerintah khususnya dinas peternakan, penyuluh peternakan dan pihakpihak terkait, sebagai media informasi dalam menentukan kebijakan yang

7
berkaitan dengan pengembangan kemitraan dalam membantu meningkatkan
kesejahteraan peternak.
3. Bagi masyarakat atau mahasiswa dan pihak lainnya yang membutuhkan
informasi mengenai kemitraan agribisnis dapat dijadikan sebagai literatur
referensi untuk menambah wawasan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengkaji pelaksanaan
kemitraan antara peternak domba dengan Mitra Tani Farm. Mengidentifikasi
keragaan usaha penggemukan ternak domba jantan baik peternak mitra maupun
nonmitra. Selain itu juga menganalisis perbandingan usaha penggemukan ternak
domba jantan melalui analisis perbandingan pendapatan dan R/C rasio antara
peternak domba yang bermitra dengan Mitra Tani Farm dan peternak domba yang
tidak bermitra. Responden pada penelitain ini adalah peternak domba di Desa
Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor baik peternak yang
bermitra dengan Mitra Tani Farm maupun peternak yang tidak bermitra dengan
fokus pada peternak yang melakukan usaha penggemukan ternak domba jantan.
Analisis yang dilakukan menggunakan analisis usahatani dengan menghitung
tingkat pendapatan dan R/C rasio dalam usaha penggemukan domba jantan selama
satu periode penggemukan. Waktu panen dari hasil penggemukan yang dilakukan
oleh peternak responden dalam usaha ini yaitu antara bulan November 2012
sampai bulan Februari 2013.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Jenis Domba
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2011), secara umum ternak domba
dikelompokkan menjadi domba tipe potong, wol, dan dual purpose, yakni sebagai
penghasil daging sekaligus penghasil wol.
1. Domba tipe potong atau pedaging
Kelompok domba tipe potong atau pedaging memiliki ciri-ciri, yaitu
bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher pendek, garis punggung dan
pinggang lurus, kaki pendek, dan seluruh tubuh berurat daging yang padat.
Jenis domba yang termasuk ke dalam tipe ini antara lain southdown,
hampshire, dan oxford.
2. Domba tipe wol
Kelompok domba tipe wol memiliki ciri-ciri, yaitu bertubuh ringan, kaki
halus dan ringan, berdaging tipis, berperilaku lincah dan aktif, antara
permukaan daging dan kulit agak longgar dan berlipat-lipat. Jenis domba yang
termasuk ke dalam tipe wol antara lain : merino, rambouillet, dorset, dan
suffolk.
Selain terbagi dalam tipe domba, terdapat juga bangsa-bangsa domba yang
secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya

8
perbandingan persentase daging atau wol, ada tidaknya tanduk, atau asal ternak.
Bangsa domba dapat dibedakan menjadi bangsa domba Indonesia dan domba luar
negeri.
1. Bangsa domba Indonesia
a. Domba asli Indonesia atau biasa disebut domba lokal memiliki ciri-ciri,
yaitu berbadan kecil, lambat dewasa, warna bulu dan tanda-tanda lain tidak
seragam, dan hasil karkas rendah.
b. Domba ekor gemuk yang banyak terdapat di Jawa Timur, Madura, Lombok,
dan Sulawesi. Domba ini dibawa ke Indonesia oleh pedagang Arab pada
abad ke-19. Ciri-ciri yang dimiliki domba ekor gemuk adalah bentuk badan
besar, bobot domba jantan mencapai 50 kilogram dan domba betina 40
kilogram, domba jantan bertanduk tetapi domba betina tidak bertanduk, ekor
panjang, pada bagian pangkalnya besar dan menimbun lemak yang banyak,
dan ujung ekornya kecil tak berlemak.
c. Domba priangan atau dikenal sebagai domba garut, yang diperkirakan
merupakan hasil persilangan segitiga antara domba asli, merino, dan ekor
gemuk dari Afrika Selatan. Ciri-ciri domba priangan, yaitu berbadan besar
dan lebar serta leher kuat sehingga dapat digunakan sebagai domba aduan,
bobot domba jantan mencapai 60 kilogram dan domba betina 35 kilogram,
domba jantan bertanduk besar dan melengkung ke belakang berbentuk
spiral, bagian pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu, domba betina
tidak bertanduk, berbulu lebih panjang daripada domba asli, dan warna bulu
beragam, ada yang putih hitam dan cokelat atau warna campuran.
2. Bangsa Domba Luar Negeri
Terdapat beberapa bangsa domba dari luar negeri yang pernah didatangkan
ke Indonesia. Beberapa bangsa domba dari luar negeri yaitu merino,
rambouilet (merino Prancis), southdown, suffolk, dan dorset.

Kajian Usaha Penggemukan Ternak Domba
Pengembangan usaha ternak domba sangat strategis karena tidak hanya
menyumbang peningkatan sumber pangan hewani (daging), tetapi juga punya
andil dalam upaya peningkatan pendapatan golongan miskin di pedesaan, serta
jenis ternak ini mampu beradaptasi di daerah-daerah marjinal (Saragih 1996 dalam
Hendayana 2001). Ternak domba diduga telah dikenal sejak nenek moyang
pertama bangsa Indonesia mendiami negeri ini. Asal usul domba tersebut
diperkirakan berasal dari pedagang-pedagang yang pada umumnya berasal dari
Asia Barat Daya yang membeli rempah-rempah di Indonesia sejak zaman dahulu.
Domba yang dibawa tersebut pada umumnya termasuk domba ekor gemuk
(Purbowati 2009).
Istilah penggemukan menurut Tim Produksi Mitra Tani Farm (2013), asal
katanya yaitu fattening, artinya pembentukan lemak. Penggemukan yang
dimaksud bukanlah penggemukan yang berlebih-lebihan, tetapi penggemukan
seperlunya saja sesuai dengan tujuan penggemukan, dimana tujuan dari
penggemukan diantaranya yaitu untuk memperbaiki kualitas karkas dan daging
dengan jalan mendeposit lemak seperlunya. Menurut Sodiq (2013), terdapat

9
beberapa hal yang harus diperhatikan peternak agar usaha penggemukan domba
lebih menguntungkan.
1. Bibit
Bibit domba harus sehat dan tidak cacat, penampilan fisiknya harus baik,
bulunya harus tampak seperti basah, kakinya tegak dan besar, dan moncongnya
tumpul. Sebaiknya dipilih domba jantan untuk digemukkan karena
pertumbuhannya lebih cepat dari pada yang betina. Domba jantan itu harus
dipilih yang baru lepas sapih, giginya masih rapat dan belum tanggal, dan berat
rata-rata 20 kilogram. Bibit domba jantan ini dipilih yang tidak bertanduk dan
sifatnya tenang, karena domba yang betanduk pertumbuhanya cenderung lebih
lambat. Pada masa akhir penggemukan berat domba bertanduk bisa 1-2
kilogram lebih rendah dibanding domba yang tidak bertanduk, kerugian lain
domba bertanduk sering merusak kandang.
2. Perawatan Kesehatan
Domba harus dijaga dan dirawat kesehatannya sejak awal.
Lingkungannyapun diatur agar tidak sampai menimbulkan stres. Karena itu,
pengobatan pencegahan perlu dilakukan ketika domba bibit baru datang,
sebelum dimasukkan kedalam kandang. Biasanya dengan pengobatan sekali
tersebut bibit domba yang akan digemukkan itu tidak terkena penyakit ataupun
stres sampai masa penggemukan berakhir.
3. Pengaturan Pakan
Pakan berasal dari pemanfaatan limbah pertanian berupa jerami, ketela
pohon dan bekatul ditambah bahan lain yang menjadi potensi didaerah tersebut
sehingga bahan-bahan pertanian menjadi lebih bermanfaat. Ketika awal
pemeliharaan domba biasanya belum menyukai bahan pakan awetan. Namun
dapat disiasati dengan adaptasi pakan. Pada 1 minggu pertama pakan diatur
antara pakan awetan dan rumput segar secara bergantian. Pemberian pakan
awetan untuk domba penggemukan umur 3 bulan cukup diberi sejumlah 1
kg. Pakan awetan diberikan 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Kemudian domba
harus diberi minum untuk memenuhi kebutuhan airnya.
4. Perkandangan
Kandang yang digunakan yaitu sistem portal, dengan alasan domba tidak
stres karena tempat yang terlalu kecil. Ukuran kandang 120 cm dikali 160 cm
dapat menampung kapasitas sebanyak 4 ekor. Wadah pakan diletakkan disisi
dalam dan saling berhadapan dengan barisan kandang lainnya. Wadah pakan
itu dapat dibuat dari bambu atau bahan lain yang mudah didapat. Atap
kandang dapat menggunakan alang-alang atau rumbia yang telah tua, genteng
ataupun asbes.
5. Waktu Panen
Karena domba sering digemukkan sejak lepas sapih, maka waktu
penggemukan yang lebih tepat ialah 2 bulan. Jika waktu pengemukannya
terlalu lama (lebih dari 60 hari), penggemukkan ini akan melewati masa
tanggal gigi yang dapat menurunkan bobot badannya. Melalui sistem ini
domba mampu meningkatkan bobot badannya rata-rata 7 kg per bulan1.
Beberapa tambahan yang perlu diperhatikan dalam usaha penggemukan
domba, diantaranya yaitu:
1

[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Teknik Penggemukan domba. [internet]. [diacu 2013 Juni
22]. Tersedia dari: http://epetani.deptan.go.id/budidaya/teknik-penggemukan-domba-7705

10
1. Usia domba belum berumur satu tahun. Karena pada usia tersebut
pertumbuhan domba sedang mencapai fase pertumbuhan cepat, dimana pakan
akan dikonversikan menjadi daging. Sedangkan jika usia domba lebih dari
satu tahun, pakan akan mulai dikonversikan menjadi lemak, yang tidak
diharapkan oleh peternak.
2. Domba yang digemukkan adalah domba jantan. Hal tersebut disebabkan
domba jantan mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi
daripada domba betina karena hormon testosteron yang dimilikinya.
3. Kandang yang digunakan adalah kandang dengan tipe panggung karena
kotoran lebih mudah dibersihkan. Kotoran tidak boleh menumpuk di bawah
kandang karena kandungan amonia dapat menggangu pernapasan domba dan
dapat menyebabkan penyakit paru-paru. Domba yang terserang penyakit paruparu bobot badannya tidak dapat meningkat, bahkan cenderung menurun dan
dapat menyebabkan kematian.
4. Kotoran yang terkumpul tidak perlu dibuang karena dapat diolah lebih lanjut.
Pengolahan kotoran dapat dilakukan dengan dua cara:
 sistem terbuka, yaitu kotoran dibiarkan sekitar tiga bulan dalam lubang
penampung yang tersedia. Kotoran yang telah tertimbun dapat langsung
digunakan sebagai pupuk organik
 sistem tertutup, yaitu kotoran ditimbun dalam suatu lubang yang diberi
atap dan terhindar dari genangan air.
Pupuk organik ini apabila dijual dapat menjadi penghasilan tambahan bagi
peternak tersebut.
5. Pakan yang diberikan berupa konsentrat dan rumput.
 Konsentrat merupakan makanan yang mengandung serat kasar rendah
tetapi kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna sebagai sumber
utama zat makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein tinggi. Apabila
konsentrat untuk domba sulit didapatkan, maka dapat diganti dengan
konsentrat untuk sapi. Namun apabila konsentrat untuk sapi masih sulit
didapatkan, peternak dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di
lingkungan sekitar, semisal dengan menggunakan ampas tahu.
 Rumput yang digunakan dapat berupa rumput lapang maupun rumput
gajah. Namun apabila menggunakan rumput gajah, rumput perlu dipotong
kecil-kecil agar domba lebih mudah dalam mengonsumsi.
Pemberian pakan sebaiknya secara teratur yaitu pagi, siang, dan sore hari.
Pemberian pakan secara sekaligus dapat menyebabkan domba kurang nafsu
makan, dan pakan juga lebih mudah busuk. Selain diberi makan, domba juga
perlu diberi minum yang tidak perlu dibatasi (Anonim 2013)2.
Ternak domba di Indonesia pada umumnya diusahakan oleh peternak di
daerah pedesaan dengan skala usaha yang kecil, yakni berkisar antara tiga hingga
sepuluh ekor domba per peternak. Peternak domba di pedesaan masih memelihara
domba secara tradisional, baik dalam sistem perkandangan, penyediaan pakan
terbatas yang mengandalkan alam sekitar, serta tidak adanya pemilihan bibit
secara terarah. Sistem pemeliharaan domba yang masih tradisional tersebut
mengakibatkan tingkat pendapatan yang diperoleh para peternak tersebut relatif
2

Anonim. 2013. Budidaya Penggemukan Domba Potong. [internet]. [diacu 2013 Juni 22]. Tersedia
dari: http://www.sentrakukm.com/skim/WUB/Domba/Tips.php

11
kecil. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, dengan pemeliharaan yang masih
tradisional hanya memberikan pertambahan berat badan rataan 20-30 gram per
hari. Sedangkan jika dengan pemeliharaan secara intensif ternak domba tersebut
akan memberikan pertambahan berat badan rataan 50-150 gram per hari. Hal ini
membuktikan bahwa sistem pemeliharaan berpengaruh besar terhadap
produktivitas dan pengembangan usaha ternak domba (Sudarmono dan Sugeng
2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pranadji dan Sudaryanto (1998),
prospek pengembangan usaha domba cukup menjanjikan, megingat pasarnya
masih terbuka luas baik pasar di domestik maupun mancanegara. Terlebih lagi
terkait permintaan akan domba yang meningkat setiap tahunnya, teruatama pada
Hari Raya Idul Adha. Permintaan domba sekitar 2.8 juta ekor per tahun untuk
pasar dalam negeri dan 5.6 juta ekor per tahun untuk pasar luar negeri. Selain itu,
daging domba dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, agama, dan
kepercayaan di Indonesia, berbeda dengan daging babi maupun daging sapi.
Berdasarkan persepsi peternak domba, usaha ternak domba dapat dijadikan
sebagai sumber tambahan pendapatan rumah tangga. Besarnya peningkatan
sumbangan terhadap pendapatan tersebut akan semakin besar dengan semakin
banyaknya jumlah domba (induk) yang dipelihara, atau semakin besar skala
usahanya. Artinya, jika suatu rumah tangga peternak ingin meningkatkan
pendapatannya, maka memperbanyak (jumlah domba peliharaan) ternak domba
dapat dijadikan alternatif.
Beternak domba juga dapat memberikan sumbangan besar bagi peternak,
seperti yang dikemukakan Sudarmono dan Sugeng (2011). Pertama, domba
mudah beradaptasi terhadap berbagai lingkungan walaupun Indonesia terletak di
daerah tropis. Kondisi yang relatif panas ini tidak menjadi penghalang
pengembangan ternak domba. Hal itu dikarenakan tubuh domba yang hampir
seluruhnya tertutup bulu tebal yang akan menahan penguapan lewat permukaan
kulit sehingga membuat domba tidak banyak memerlukan air minum. Keperluan
air dalam tubuh cukup dipenuhi dari kandungan air dalam pakan yang berupa
hijauan. Kedua, domba pada umumnya hidup berkelompok sehingga pada saat
digembalakan tak akan saling terpisah jauh dari kelompoknya. Ketiga, domba
cepat berkembang biak karena dalam kurun waktu dua tahun dapat beranak tiga
kali, dimana sekali beranak sampai dua ekor.

Kajian Mengenai Analisis Usahatani dan Kemitraan
Kajian mengenai kemitraan umumnya memiliki pengaruh yang positif baik
bagi peningkatan kualitas peternak dalam mengembangkan usahanya, maupun
dalam hal peningkatan pendapatan yang diperoleh pihak yang melakukan
kemitraan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan
pada umumnya menggunakan metode deskriptif, sedangkan untuk mengetahui
tingkat pendapatan yaitu menggunakan analisis usahatani dan juga
memperhitungkan tingkat efisiensi keuntungan menggunakan analisis R/C rasio.
Penelitian mengenai pendapatan usaha ternak domba tradisional di Desa
Sukmajaya dan Desa Ciwaru, Kabupaten Sukabumi oleh Rusdiana dan Priyanto
(2008) diawali dengan penetapan responden secara acak sederhan dengan jumlah

12
responden sebanyak 30 peternak. Data yang terkumpul kemudian dianalisis
dengan menggunakan tabulasi secara deskriptif dan analisis ekonomi. Perhitungan
yang digunakan selama satu tahun untuk mengetahui perbandingan tingkat
pendapatan dan nilai B/C rasio dari kedua desa tersebut.
Penelitian yang menyatakan bahwa kemitraan memberikan pengaruh nyata
terhadap peningkatan pendapatan petani yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Nugraha (2012) mengenai pengaruh pola kemitraan inti-plasma terhadap
pendapatan petani jamur tiram putih di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani
mitra lebih besar per satu periode. Selain itu, melalui perhitungan R/C rasio nilai
yang diperoleh petani mitra lebih besar daripada petani nonmitra meskipun
keduanya masih diatas satu yang artinya usahatani yang dijalankan baik oleh
petani mitra maupun nonmitra tetap menguntungkan. Namun tidak selamanya
kemitraan memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani mitra
dibandingkan petani nonmitra. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2012) yang berjudul analisis pendapatan usaha ternak ayam ras pedaging
pola kemitraan dan mandiri di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.
Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa total biaya per kilogram yang
dikeluarkan oleh peternak mitra (plasma dan semi plasma) lebih besar
dibandingkan peternak nonmitra. Hal ini terjadi karena umumnya harga sarana
produksi yang ditetapkan inti kepada peternak lebih mahal terutama harga pakan
dan DOC, sehingga biaya produksi yang dikeluarkan lebih besar. Hal tersebut
menyebabkan pendapatan yang diterima oleh peternak mandiri lebih besar dari
peternak yang bermitra.
Kemitraan mengenai domba juga pernah diteliti mengenai kinerja dan
perspektif kemitraan dalam mendukung pengembangan agribisnis ternak domba
yang dilakukan oleh Hendayana (2001) pada usaha ternak domba di Kabupaten
Garut, Jawa Barat. Penelitian tersebut diawali dengan pengumpulan data yang
dilakukan melalui wawancara tidak terstruktur dengan pendekatan partisipatif
(PRA). Melalui bahasan secara deskriptif diperoleh gambaran: a) Sebagian besar
kemitraan di tingkat peternak hanya terjadi dengan petani secara individu yang
sifatnya konvensional antara lain dikenal sebagai sistem gaduhan (bagi hasil); b)
Kemitraan yang luas terjadi pada level bandar domba. Bandar menjalin kemitraan
tidak hanya dengan peternak, tetapi juga dengan pengusaha dan pihak pemerintah;
c) Kedudukan peternak dalam kemitraan ini tetap dalam posisi yang kurang
beruntung karena tidak memiliki “bargaining position” yang kuat; d) Implikasi
kondisi tersebut terhadap pengembangan agribisnis domba adalah perlunya
mendorong petani ternak domba mengikatkan diri dalam suatu wadah kelompok
usaha bersama agribisnis sehingga dapat menangkap peluang ekonomi yang lebih
besar melalui jalinan kemitraan dengan pengusaha dan pemodal. Karena itu
tentunya diperlukan peningkatan bimbingan teknis yang lebih intensif dari aparat
pembina/penyuluh peternakan.

Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian
Penelitian mengenai topik usahatani bukanlah merupakan hal yang baru
kerana telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian yang akan dilakukan

13
mengacu pada beberapa penelitian tentang usahatani yang telah dilakukan pada
beberapa komoditas pertanian maupun peternakan, khususnya domba. Analisis
usahatani merupakan hal yang penting untuk mengetahui pendapatan atau
keuntungan yang diperoleh ditingkat petani/peternak. Adanya kemitraan yang
dilakukan antara peternak dengan perusahaan salah satunya untuk meningkatkan
pendapatan usaha. Sehingga menarik untuk diketahui perbandingan pendapatan
antara peternak yang bermitra dengan peternak yang tidak bermitra. Analsis
perhitungan yang digunakan pada umumnya selama satu tahun, namun pada
penelitian ini yaitu selama satu periode penggemukan domba jantan. Selain itu,
mengingat terdapat perbedaan lamanya waktu penggemukan antar satu peternak
dengan peternak lainnya, maka selain diperhitungkan dalam satu periode juga
diperhitungkan untuk satu bulan, sehingga terlihat lebih jelas perbandingannya.
Karena itu, penelitian mengenai pendapatan usaha penggemukan domba jantan
baik untuk peternak yang bermitra dengan Mitra Tani Farm maupun peternak
yang tidak bermitra di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor dengan kemitraan Mitra Tani Farm ini menggunakan beberapa rujukan dari
penelitian-penelitian tentang usahatani khususnya yang melakukan kemitraan
sebagai resferensi dan pedoman.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat.
Karena itu, kemitraan harus dibangun dengan fungsi dan tanggung jawab sesuai
dengan kemampuan dan proporsi yang dimiliki masing-masing pihak yang
terlibat. Kebutuhan petani dalam kemitraan adalah untuk meningkatkan
produktivitas, pangsa pasar, keuntungan, kapasitas menanggung risiko, jaminan
pasokan bahan baku, dan jaminan distribusi pemasaram (Susrusa dan Zulkifli
2006). Definisi kemitraan tersebut juga sama halnya seperti yang dikemukakan
oleh Hendayana (2001), yang menyatakan bahwa kemitraan adalah sebuah
kontrak sosial, yaitu kerjasama usaha antara dua pihak dengan memperhatikan
prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan. Jika dilihat dari perspektif ilmu sosial, kemitraan usaha pertanian
dapat dikatakan sebagai peningkatan interdependensi antar pelaku ekonomi di
dalam tubuh kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Begitu pula konsep kemitraan
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 yang merupakan
kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar
disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
memperkuat, dan saling menguntungkan.

14
Maksud dan Tujuan Kemitraan
Menurut Witjaksono dan Idris (2009), kemitraan ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan dan meningkatkan usaha kecil sebagai usaha yang
tangguh dan mandiri, yang mampu menjadi tulang punggung dan mampu
memperkokoh struktur perekonomian nasional. Kemitraan usaha di bidang
pertanian yang merupakan alat untuk mewujudkan pertanian modern yang
berorientasi agribisnis, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan melalui
peningkatan volume dan kualitas usaha serta meningkatkan kualitas sumberdaya
terutama sumberdaya petani dalam bidang perekonomian. Pembianaan kemitraan
bertujuan untuk mewujudkan sinergi kemitraan yang dapat menciptakan suatu
hubungan sebagai berikut :
1. Saling membutuhkan dalam arti pengusaha memerlukan pasokan bahan baku
dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan.
2. Saling menguntungkan yaitu baik petani maupun usaha memperoleh
peningkatan pendapatan atau keuntungan disamping adanya kesinambungan
usaha.
3. Saling memperkuat dalam arti baik petani maupun pengushaa sama-sama
melaksanakan etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling
membina sehingga memperkuat kesinambungan untuk bermitra.
Pola Kemitraan
Beberapa bentuk pola kemitraan dalam hal ini tergantung dari masingmasing sudut pandang, misalnya Sapuan (1996) dalam Witjaksono dan Idris
(2009) membagi kemitraan usaha menjadi dua, yaitu kemitraan aktif dan
kemitraan pasif. Kemitraan aktif merupakan kemitraan dimana antar mitra
terdapat jalinan kerjasama sehingga terbentuk hubungan bisnis yang sehat.
Sedangkan kemitraan pasif merupakan kemitraan dimana salah satu mitra hanya
menerima bantuan dari mitra lain tanpa ada kaitan usaha.
Menurut Sumardjo et al. (2004), dalam sistem agribisnis di Indonesia,
terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pegusaha besar atau
perusahaan. Adapun bentuk-bentuk pola kemitraan yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
1. Pola kemitraan inti-plasma
Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok
mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan
inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu,
kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuha