Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat)

PENGARUH KEMITRAAN DALAM UPAYA MENGELOLA
RISIKO PRODUKSI USAHA TERNAK DOMBA
Studi Kasus:Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani
Farm)Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Bogor,
Jawa Barat

PARHAN NASUTION

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
PARHAN NASUTION. Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko
Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MTFarm
(Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor, Jawa Barat).
Dibimbing oleh SUHARNO.
Peternakan domba merupakan salah satu usaha agribisnis yang banyak
digeluti oleh masyarakat. Peternakan domba yang sering dijumpai di masyarakat

bersifat tradisional dan belum dikelola secara baik. Beberapa kendala yang
dihadapi oleh para peternak adalah risiko produksi. Salah satu alternatif yang
dilakukan untuk mengelola risiko adalah kerjasama kemitraan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemitraan dalam mengelola risiko produksi
ternak domba. Analisis dilakukan dengan membandingkan tingkat risiko usaha
ternak domba antara peternak yang bermitra dan peternak yang tidak bermitra.
Berdasarkan pengamatan, pengaruh kemitraan dalam mengelola risiko lebih
terlihat pada penilaian tingkat risiko hama dan penyakit yang dihadapi para
peternak. Peternak mitra menghadapi risiko lebih kecil dibandingkan dengan
peternak non mitra. Nilai koefisien variasi yang diperoleh oleh peternak mitra
lebih kecil yaitu 0.20 dibandingkan dengan peternak non mitra yaitu 0.26. Nilai
R/C rasio atas biaya tunai peternak mitra yaitu 1.85 dan peternak non mitra
sebesar 1.72. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total peternak mitra adalah
sebesar 0.94 dan peternak non mitra sebesar 0.59. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kerjasama kemitraan mampu menekan tingkat risiko
produksi dan meningkatkan pendapatan bagi para peternak.
Kata kunci: kemitraan, risiko produksi, koefisien variasi, R/C rasio

ABSTRACT
PARHAN NASUTION. The Influencess of Partnership In Effort of Managing

Sheep Production Risk. (Case Study: Sheep farmers of MT Farm (Mitra Tani
Farm) Bojong Jengkol village, Ciampea, Bogor, West Java). Supervised by
SUHARNO.
Sheep farming is one of the agribusinesses that is done by many farmers.
Sheep farms are often found in society that is still traditional and it is not
managed well. Some constraints that are faced by farmers is production risk. One
of many alternatives to manage risk is partnership. This study aimed to determine
the influences of partnership in managing the risk of sheep production. Analysis
was performed by comparing the level of risk of sheep farming between farmers
that are partnered and farmers that are not. Based on observations, the influence
of partnership in managing risk is more visible on the assessment of the level of
risk of pests and diseases faced by the farmers. The partnered farmers faced
lesser risk compared to non-partner farmers. The coefficient of variation results
obtained by the partnered farmers were smaller by 0.20 compared to nonpartnered farmers by 0.26. value of R/C ratio of cash cost partnered farmers by
1.85 and 1.72 for non-partners. While the value of R/C ratio on total cost of 0.94
was the partnered farmers and non-partners of 0.59. Result of this study
indicated that the partnership could reduce the risk level of production and
increased of farmers income.
Keywords: partnership, productionrisk, the coefficientof variation, R/Cratio


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudulPengaruh Kemitraan
Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus:
Peternak Domba MT Farm Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Parhan Nasution
NIM H34114043

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.


PENGARUH KEMITRAAN DALAM UPAYA MENGELOLA
RISIKO PRODUKSI USAHA TERNAK DOMBA
Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT Farm (Mitra Tani
Farm)Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Bogor,
Jawa Barat

PARHAN NASUTION

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


ii

Judul Skripsi : Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola Risiko Produksi
Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT
Farm (Mitra Tani Farm) Desa Bojong Jengkol, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat)
Nama
: Parhan Nasution
NIM
: H34114043

Disetujui oleh

Dr. Ir. Suharno, M.Adev
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013
ini ialah kemitraan, dengan judul Pengaruh Kemitraan Dalam Upaya Mengelola
Risiko Produksi Usaha Ternak Domba. (Studi Kasus: Peternak Domba Mitra MT
Farm Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,Jawa Barat).
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis
sebagai bentuk penghargaan kepada kedua orang tua serta kedua kakak tercinta
dan kedua adik tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi yang
mengantarkan penulis pada satu titik menuju masa depan, Dr. Ir. Suharno,
M.Adev sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing, mengarahkan, dan mendukung sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, peternak domba yang bermitra maupun yang tidak
bermitra di Desa Bojong Jengkol, Ciampea yang telah memberikan kesempatan

untuk melaksanakan kegiatan penelitian dan telah membantu selama
pengumpulan data, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Parhan Nasution

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
IV
DAFTAR GAMBAR
IV
DAFTAR LAMPIRAN
V
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1

Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Peran Kemitraan dalam Pengelolaan Risiko
5
Gambaran Tentang Analisis Risiko pada Usaha
7
KERANGKA PEMIKIRAN
8
Kerangka Pemikiran Teoritis
8
Risiko dan Ketidakpastian
8

Gambaran Umum Kemitraan
11
Analisis Pendapatan Usaha
17
Kerangka Pemikiran Operasional
19
METODE PENELITIAN
20
Lokasi dan Waktu Penelitian
20
Jenis dan Sumber Data
20
Teknik Pengumpulan Data
21
Metode Pengolahan dan Analisis Data
21
Metode Analisis Risiko
22
Analisis Pendapatan Usahatani
23

Analisis Perbandingan Penerimaan dan Biaya (R/C)
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
26
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
26
Gambaran Umum Perusahaan Mitra
29
Karakteristik Identitas Responden
30
Pelaksanaan Kemitraan
33
Peran Kemitraan dalam Menekan Risiko Produksi
41
Analisis Pendapatan Usahatani
47
Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Usahatani Petani Mitra dan Non
Mitra
55
SIMPULAN DAN SARAN

56
Simpulan
57
Saran
58
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
60
RIWAYAT HIDUP
75

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata konsumsi protein (gram) per kapita.
1
2 Produksi daging domba menurut propinsi tahun 2008-2012.
2
3 Populasi domba di lima kabupaten/kota sentra peternakan provinsi jawa barat
pada tahun 2012.
3
4 Jenis dan sumber data yang diperoleh
20
5 Penilaian risiko
23
6 Klasifikasi penduduk menurut agama
27
7 Jumlah penduduk desa tegal waru berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian
pada tahun 2010
27
8 Karakteristik usia responden
30
9 Karakteristik pendidikan responden
31
10 Karakteristik pengalaman beternak responden
31
11 Pekerjaan diluar beternak responden
32
12 Jumlah ternak yang diusahakan responden
33
13 Keuntungan kemitraan yang diperoleh peternak mitra dibandingkan
peternak non mitra
41
14 Sebaran penilaian peternak terhadap tingkat risiko hama dan penyakit
42
15 Sebaran penilaian peternak terhadap tingkat risiko mortalitas bakalan
44
16 Sebaran penilaian peternak terhadap tingkat risiko human error
45
17 Tingkat risiko produksi pada usaha ternak domba
46
18 Penerimaan usaha peternak mitra
48
19 Penerimaan usaha peternak non mitra
49
20 Pengeluaran tunai usaha peternak mitra dan non mitra
50
21 Pengeluaran non tunai usaha peternak mitra dan non mitra
53
22 Pengeluaran biaya variabel dan biaya tetap usaha peternak mitra dan non
mitra
54
23 Perbadingan R/C rasio peternak mitra dan non mitra
55

DAFTAR GAMBAR
1 Pola kemitraan inti-plasma....
2 Pola kemitraan sub-kontrak....
3 Pola kemitraan dagang umum ...
4 Pola kemitraan keagenan....
5 Pola kemitraan waralaba ...
6 Pola kemitraan KOA ....
7 Kerangka Pemikiran Operasional ..
8 Pola kemitraan inti-plasma MT Farm dengan peternak domba .
9 Skema atau model kelembagaan kemitraan ...

12
12
13
13
13
14
19
34
35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian
2 Analisis usahatani peternak domba mitra
3 Analisis usahatani peternak domba non mitra
4 Analisis biaya dan pendapatan usaha peternak domba non mitra
5 Analisis biaya dan pendapatan usaha peternak domba mitra
6 Biaya penyusutan peternak domba non mitra
7 Biaya penyusutan peternak domba mitra
8 Jumlah populasi ternak peternak responden mitra dan non mitra*
9 Produktivitas (pertumbuhan) bobot ternak
10 Kesepakatan kerjasama kemitraan MT Farm dengan peternak mitra

60
64
65
66
67
68
68
69
69
70

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor penting di Indonesia karena
mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian negara.
Sehingga pemerintah telah menetapkan kebijakan yang menjadikan sektor
agribisnis sebagai bagian dari pembangunan nasional. Tujuan dari kebijakan ini
adalah untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan pangan agar tercapainya
ketahanan pangan dan keamanan pangan nasional dalam jangka panjang. Selain
itu, pembangunan merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan perubahan
yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat
untuk jangka panjang.
Dalam proses realisasinya, pendekatan pembangunan pertanian di Indonesia
harus dilakukan pendekatan yang sebelumnya menggunakan pendekatan komoditi
menjadi pendekatan agribisnis. Hal ini sesuai dengan proses pembangunan
pertanian yang bertujuan untuk membangun sistem agribisnis yang kuat sekaligus
pemerataan sehingga berkesinambungan antar sektor dan wilayah. Dengan
penerapan sistem agribisnis yang kuat maka akan tercapai tujuan untuk
kesejahteraan khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis dan
usaha-usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelajutan dan terdesentralisasi.
Agribisnis merupakan suatu sistem yang dapat digunakan untuk mengelola bidang
pertanian, mulai dari pengelolaan input produksi, proses budidaya, hingga
penanganan pasca panen.
Salah satu sektor agribisnis yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan adalah sektor peternakan. Selama ini, usaha peternakan cenderung
lebih dikuasai oleh peternak besar atau usaha skala besar dan para peternak kecil
biasanya hanya menjalankan usaha peternakan sebagai usaha sampingan terutama
bagi masyarakat desa. Padahal potensi usaha di bidang peternakan sangat
menjanjikan jika dikelola secara tepat.
Tabel 1 Rata-rata konsumsi protein (gram) per kapita.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Komoditi
Padi-padian
Umbi-umbian
Ikan
Daging
Telur dan susu
Sayur-sayuran
Kacang-kacangan
Buah-buahan
Konsumsi lainnya
jumlah

2010
21.76
0.32
7.63
2.55
3.27
2.52
5.17
0.47
1.21
44.90

Maret
21.57
0.36
8.02
2.75
3.25
2.43
5.17
0.42
1.21
45.18

2011
September
20.96
0.30
7.66
2.76
3.06
2.34
4.85
0.37
1.11
43.41

Maret
21.00
0.27
7.49
2.92
2.94
2.40
5.00
0.44
1.04
43.50

2012
September
20.80
0.28
7.85
3.41
3.01
2.36
5.28
0.39
1.05
44.43

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah), 2013.

Semakin meningkatnya jumlah populasi penduduk di Indonesia
menyebabkan semakin tingginya tingkat kebutuhan akan pangan. Kebutuhan

2

masyarakat akan produk-produk peternakan akan semakin meningkat setiap
tahunnya. Perubahan pola konsumsi masyarakat yang sadar akan kebutuhan gizi
untuk menjaga kualitas hidup membutuhkan asupan daging sebagai sumber
protein, energi, vitamin, dan mineral. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap
daging secara umum mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan peningkatan konsumsi perkapita pertahun
masyarakat dari tahun 2010 hingga 2012.
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi terhadap komoditas
daging terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingkat konsumsi tersebut
masih akan terus mengalami kenaikan pada tahun berikutnya mengingat jumlah
populasi masyarakat Indonesia yang juga terus meningkat setiap tahunnya yang
berkorelasi terhadap kebutuhan atas pangan yang semakin meningkat.
Peternakan domba merupakan salah satu usaha agribisnis yang banyak
digeluti oleh masyarakat. Peternakan domba yang sering dijumpai di masyarakat
masih bersifat tradisional dan belum dikelola secara baik. Domba merupakan
komoditas peternakan yang memiliki potensi dan peluang yang cukup besar untuk
dikembangkan, sebagai salah satu sumber protein hewani, domba juga memiliki
peluang untuk dimanfaatkan kulitnya sebagai hasil sampingan dari pemotongan
ternak yang akan dikonsumsi dagingnya. Selain itu, daging domba juga dapat
dijadikan sebagai alternatif pangan untuk menutupi kebutuhan daging nasional.
Tabel 2Produksi daging domba menurut propinsi tahun 2008-2012.
Provinsi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sumatra Utara

2008
24.212
6.067
9.360
1.318

Tahun (ton)
2009
2010
2011
34.440 27.258 26.459
7.131
5.412
6.927
4.597
4.640
5.045
1.471
1.569
1.589

2012
25.124
7.136
5.148
1.628

Pertumbuh
an(%)
-5.05
3.02
2.05
2.50

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (data diolah), 2013.

Tabel 2 menunjukkan produksi daging domba di provinsi Jawa Barat
cenderung meningkat tiap tahunnya, walaupun pada tahun 2010 sampai 2012
produksi domba turun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengusahaan ternak
domba di Jawa Barat terus menerus dikembangkan oleh pelaku usaha ternak
domba di Jawa Barat. Pengembangan usaha ternak domba di Jawa Barat
didukung dengan rencana daerah Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
yang didalamnya terdapat beberapa isu strategis daerah dan sasaran pembangunan
daerah diantaranya Peningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat yang direspon
melalui beberapa kebijakan, diantaranya peningkatan produksi 1 juta ekor sapi
perah dan 10 juta ekor domba atau kambing di tiga WKPP, dan jaminan
ketersediaan pangan daerah, sehingga diharapkan dapat tercapai kemandirian
pangan di setiap daerah di provinsi Jawa Barat.
Salah satu sentra penghasil domba di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor.
Kabupaten Bogor merupakan penghasil domba yang cukup terkenal di daerah
Jabodetabek. Populasi domba di Kabupaten/Kota Sentra Peternakan Provinsi Jawa
Barat pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

3

Tabel 3Populasi domba di lima kabupaten/kota sentra peternakan provinsi jawa
barat pada tahun 2012.
Kabupaten/Kota
Jantan
Betina
Jumlah (ekor)
Kabupaten Bogor
119.810
160.988
280.798
Kabupaten Bandung
116.669
106.738
223.407
Kabupaten Sukabumi
110.558
399.199
509.757
Kabupaten Cianjur
118.153
236.306
354.459
Kabupaten Garut
380.661
338.059
718.720
Sumber :DinasPeternakanProvinsiJawa Barat (2012)

Berdasarkan tabel diatas, pengembangan agribisnis peternakan khususnya
domba di Kabupaten Bogor memiliki peluang untuk dijadikan sebagai sentra
usaha komoditas melihat wilayah Bogor yang merupakan daerah strategis untuk
menjangkau konsumen yang ada di Jabodetabek.
Dalam setiap usaha terdapat berbagai macam kendala maupun risiko dan
ketidakpastian yang dihadapi, begitu halnya dengan pengusahaan ternak domba
yang memiliki kendala yang harus dihadapi. Beberapa kendala yang dihadapi oleh
para peternak adalah terjadi pada risiko produksi. Risiko ini merupakan faktor
utama yang sering dihadapi oleh petani maupun peternak, karena sangat
berpengaruh pada tingkat produktivitas dan pendapatan. Dalam risiko produksi
meliputi hama dan penyakit, iklim dan cuaca, bencana alam, serta teknologi.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk dapat mengelola risiko
adalah dengan menjalin hubungan kemitraan. Hubungan kemitraan sangat tepat
untuk dilakukan guna menekan risiko produksi. Hal ini bisa terwujud karena
dengan adanya kerjasama perusahaan dengan peternak maka dapat saling
mendukung untuk memperoleh keuntungan yang optimal.Dengan adanya
polakemitraan maka akan dapat memberikan kesempatan kepada para peternak
untuk menambahwawasan, mempermudah akses teknologi dan informasi, dalam
rangka menekanrisiko dan meningkatkan pendapatan usaha peternakan domba.
Sehingga para peternak kecil tidak lagi menjadikan usaha beternaknya sebagai
usaha sampingan namun sebagai sumber mata pencaharian utamanya.
Untuk
mendukung
kemajuan
program
kemitraan,
diperlukan
dukungankerjasama dari seluruh pihak yang terkait. Peranan perusahaan
danlembaga–lembaga kemitraan kepada petani mitra adalah memberikan
danmeningkatkan kualitas sumber daya manusia petani mitra melalui
pelatihan,pembinaan, keterampilan teknis produksi, dan menyusun rencana usaha
denganpetani mitra untuk disepakati bersama. Selain itu perusahaan mitra
jugamemberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan
usahabersama, menjamin pembelian hasil produksi petani mitra sesuai
dengankesepakatan, promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik,
sertapengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan
keberhasilan kemitraan.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari
kerjasama kemitraan usaha dari aspek risiko. Karena dengan demikian tujuan
terpenting dalam kemitraan usaha agribisnis dapat diketahui dan dipahami serta
terlaksana dengan baik.

4

Perumusan Masalah
Mitra Tani Farm (MT Farm) merupakan salah satu peternakan domba yang
berada di Kabupaten Bogor. MT Farm saat ini terfokus pada usaha penggemukan
domba dan telah memiliki kapasitas usaha yang mampu menampung domba
sebanyak 1.500 ekor. Dalam kegiatan usahanya, perusahaan masih terus
melakukan peningkatan produksi dengan melakukan kerjasama kemitraan intiplasma dengan para peternak. Selain tujuan perusahaan dalam peningkatan
produksi, kemitraan yang dilakukan ini juga bertujuan untuk memberdayakan para
peternak kecil agar dapat memberikan peluang usaha bagi mereka dan
memberikan keuntungan besar bagi peternak kecil.
Program kemitraan yang dijalankan oleh MT Farm dengan para peternak
berjalan dengan baik dan saling menguntungkan. Hal ini lah yang dirasakan oleh
pihak MT Farm untuk terus meningkatkan kerjasama dengan para peternak
dengan menambah jumlah peternak plasma. Keberhasilan sistem kemitraan yang
dilakukan oleh MT Farm dengan para peternak telah membawa dampak terhadap
ketersediaan bahan baku dan produksi yang berkesinambungan serta pasokan
pasar yang terjamin. Hal ini menjadikan MT Farm sebagai salah satu peternakan
domba yang terkenal di daerah Jabodetabok dan Bandung serta telah mampu
meningkatkan pendapatan usaha bagi para peternak.
Dengan sistem usaha kemitraan yang dijalankan oleh para peternak dengan
MT Farm, berbagai kendala risiko usaha dapat teratasi dengan baik terutama
dalam risiko produksi.Keuntungan yang dirasakan oleh para peternak adalah
mereka menjadi lebih fokus dalam mengelola ternak mereka karena para peternak
hanya melakukan penggemukan domba selama 3 bulan dan itu dilakukan secara
per siklus. Sehingga perputaran usaha peternakan bisa dikatakan sangat cepat,
karena peternak tidak perlu menunggu terlalu lama dalam mendapatkan hasil
keuntungan dari usahanya. Untuk menjaga agar kegiatan usaha tetap berjalan
baik, MT Farm rutin mengadakan pemeriksaan ke setiap plasma apabila
mengalami penurunan produksi dan bekerjasama dalam bidang pemasaran dan
rutin mengadakan diskusi serta penyuluhan, seperti dalam hal pembuatan pakan
yang baik.
Berbeda keadaannya dengan peternak domba yang tidak melakukan
kemitraan usaha. Permasalahan risiko yang dihadapi lebih besar, terutama dalam
proses penanganan kegiatan produksi. Dalam menghadapi kendala atau risiko
usaha mereka cenderung lebih mengutamakan pengetahuan yang bersumber dari
pengalaman saja dan berbekal informasi yang diperoleh antar peternak. Para
peternak biasanya akan menghadapi permasalah pada risiko pasar dan risiko
produksi. Pada kondisi ini, peternak yang telah melakukan kemitraan akan dapat
mengatasi permasalah tersebut karena mereka telah mendapatkan kepastian pasar
dan juga bimbingan teknis terkait dengan pengelolaan dalam proses produksi.
Dari rumusan tersebut sangat perlu untuk dipahami dan diperhatikan
sehingga memunculkan pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
1. Seberapa besar tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh peternak domba
bermitra dengan yang tidak bermitra ?
2. Bagaimana fungsi kemitraan dalam upaya mengelola risiko produksi pada
usaha peternakan domba ?

5

TujuanPenelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi, mendeskripisikan, dan menganalisis kinerja kemitraan
dalam upaya mengelola risiko produksi pada usaha peternakan domba.
2. Mengidentifikasi, menganalisis, dan menghitung tingkat risiko produksiyang
dihadapi oleh peternak domba yang bermitra dan peternak tidak bermitra.

ManfaatPenelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pihakpihak yang terkait, seperti:
1. Bagi perusahaan mitra, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dan evaluasi terhadap program kemitraan yang dilakukan.
2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapakan dapat mengembangkan pengetahuan,
pemahaman dan melatih kemampuan dalam mengalisis masalah dan
penerapan teori yang diperoleh selama perkuliahan.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,
pengetahuan serta dapat menjadi acuan bagi penulisan ilmiah terkait.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan pada peternak domba mitra MT Farm yang melakukan
kemitraan dengan peternak domba yang berada di Desa Bojong Jengkol
kecamatan Ciampea, Bogor. Dan juga pada peternak domba non-mitra yang
berada di desa yang sama.
2. Dalam penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara dan
diskusi langsung di lokasi penelitian dan data sekunder berupa data penunjang
yang diperoleh dari literatur dan pihak-pihak atau instansi terkait.
3. Penelitian ini berfokus untuk menganalisa pengaruh kemitraan dalam upaya
untuk mengelola risiko produksi pada usaha ternak domba di tingkat peternak.

TINJAUAN PUSTAKA
Peran Kemitraan dalam Pengelolaan Risiko
Sutawi (2008) dalam Zein (2011) mengatakan bahwa kemitraan merupakan
salah satu alternatif dalam upaya untuk menekan risiko yang dihadapi oleh petani.
Dengan cara mengalihkan risiko harga dan risiko produksi kepada perusahaan
agribisnis yang memiliki posisi lebih kuat untuk menghadapi risiko. Kemitraan
dapat menekan risiko usaha dengan cara memberi jaminan pasar, diversifikasi
produk, memberikan nilai tambah, dan perluasan wilayah pemasaran. Sehingga

6

biaya menanggung risiko yang dihadapi petani menjadi berkurang, oleh karena itu
petani dapat melakukan diversifikasi dan portofolio aset produktif.
Kemitraan merupakan salah satu upaya menekan risiko dengan
caramembagi risiko antara perusahaan dengan mitra tani. Hal ini terlihat pada
peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Pendapat ini diperkuat olehhasil
Penelitian Puspitasari (2009) dan Febridinia (2010) yang menyebutkanbahwa
kemitraan memberikan dampak positif bagi pendapatan dan produktivitaspetani
mitra. Pada penelitian tersebut dijelaskan mengenai pengaruh kemitraanterhadap
pendapatan peternak, studi kasus pada peternak ayam broiler.Pendapatan peternak
mitra pada skala usaha yang sama ternyata lebih besar daripendapatan peternak
non mitra. Dengan bermitra peternak dapat lebihmengefisienkan faktor-faktor
input produksi seperti pakan, obat-obatan, danvaksin.
Tripathi et al. (2005) mengatakan,untuk membangun ekonomi Agraris yang
menjamin harga yang lebih baik dari hasil pertanian untuk para petani dan
berkualitas baik bahan baku untuk agro industri, pertanian berbasis kemitraan
adalah alternatif sistem usahatani. karena menyediakan harga terjamin untuk para
petani dan kualitas produk pertanian yang diinginkan untuk perusahaan mitra.
Dalam penelitiannya mengenai produksi kentang menunujukkan dampak dari
kemitraan agribisnis telah cukup terlihat dalam menekan risiko usaha dan sangat
menguntungkan pada hasil dan profitabilitas produksi kentang. di India, beberapa
perusahaan India dan multinasional telah melakukan langkah-langkah tersebut dan
telah menunjukkan keberhasilannya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Zein (2011), dalam penelitiannya
mengenai kemitraan usahatani kedelai edamame menyatakan bahwa peranan
kemitraan tidak terlihat nyata dalam menekan sumber-sumber risiko yang muncul
pada usaha yang dijalankan oleh petani mitra. Lebih lanjut, pada besaran risiko
yang diukur dengan koefisien variasi juga tidak menunjukkan perbedaan
perbedaan yang signifikan mengenai tingkat risiko harga, produksi, dan
pendapatan yang dihadapi oleh petani mitra dan non-mitra. Namun petani kedelai
edamame lebih banyak menghadapi risiko produksi dan pendapatan dibandingkan
risiko harga, hal ini menunjukkan bahwa kemitraan lebih berperan dalam
menekan tingkat risiko harga.
Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap peningkatan
produktivitas petani mitra adalah dengan adanya petugas lapang yang bertugas
mendampingi petani untuk melakukan proses budidaya (Puspitasari, 2009).
Melalui petugas lapang, petani mendapatkan banyak informasi penting berkaitan
dengan teknik budidaya dan pemeliharaan tanaman yang benar. Petugas lapang
juga terjun langsung di kebun milik petani apabila dibutuhkan untuk melihat
langsung kondisi tanaman dan juga memberikan masukan manajemen produksi
lahan mereka. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan ikut bertanggung jawab
pada hasil produksi mitra, karena dengan kestabilan produksi petani mitra dapat
menjamin pasokan bahan baku mereka dan risiko produksi mereka dapat
diminimalisir dampaknya.
Dalam penelitian Astria (2011) dan Stiandy (2011) menyatakan bahwa hasil
dari perhitungan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total menyimpulkan
bahwa dengan mengikuti kemitraan, petani mitra mengalami kerugian. Sehingga
program kemitraan yang dijalankan oleh petani belum mendatangkan manfaat
bagi mereka. Hal tersebut terjadi akibat adanya kendala manajemen yang tidak

7

dikelola dengan baik serta adanya penyimpangan kerjasama yang hanya
menguntungkan satu pihak saja.
Berdasarkan hasil kajian kemitraan terdahulu, maka bisa diketahui bahwa
manfaat kemitraan terhadap pengelolaan risiko berdampak positif bagi kedua
belah pihak. Para petani yang bermitra bisa mendapatkan manfaat usaha melalui
pinjaman sarana produksi, menambah ilmu pengetahuan melalui bimbingan dan
penyuluhan dari pihak terkait, mendapatkan jaminan penjualan hasil panen, serta
pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak bermitra.
Perusahaan inti juga dapat memperoleh manfaat dengan terjaminnya pasokan
hasil dan bahan baku serta kualitas yang terjamin.Program kemitraan yang banyak
diterapkan oleh petani maupun perusahaan tidak selalu menghasilkan dampak
positif. Berbagai permasalahan dan kendala sering terjadi pada usaha akibat
prinsip kemitraan yang tidak terealisasi dengan baik mengakibatkan kerugian
pada pihak tertentu. Adanya penanganan risiko yang tidak terintegrasi dengan
baik akibat kurang berjalannya kerjasama yang mengarah pada pembagian risiko
atau risk sharing. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
permasalahan yang dialami oleh petani adalah terjadinya anomali cuaca, biaya
transaksi yang mahal yang tidak ditanggung oleh pihak perusahaan, kendala
manajemen, bibit, serta harga jual yang berpengaruh terhadap penerimaan yang
diperoleh oleh para petani.

Gambaran Tentang Analisis Risiko pada Usaha
Pada penelitian Sahar (2010), meneliti tentang manajemen risiko
pembenihan larva ikan bawal. Metode pengolahan data yang digunakan adalah
analisis probabilitas risiko dan analisis dampak risiko (Value at Risk). Dari
analisis probabilitas risiko yang menggunakan tiga variabel risiko yaitu risiko
produksi, risiko harga, dan risiko penerimaan diketahui bahwa kemungkinan
terjadi risiko paling besar terdapat pada kegiatan produksi yakni 33.36 persen.
Berdasarkan hasil dari analisis dampak risiko menunjukkan bahwa kegiatan
produksi menghasilkan nilai terbesar dibandingkan dengan yang lain.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Solihin
(2009), menganalisis tentang tingkat risiko produksi pada studi kasus produk
ayam broiler dengan menggunakan metode z-score untuk menghitung nilai
penyimpangan rata-rata indeks prestasi produksi petani terhadap indeks prestasi
produksi standar dan Aziz (2009) yang menggunakan metode analisis risiko
coefficient variance dengan komoditas yang sama yaitu ayam broiler. Dari hasil
perhitungan diketahui bahwa risiko produksi pada usaha tersebut memiliki tingkat
penyimpangan produksi yang tinggi dan memiliki peluang yang besar untuk
menanggung kerugian pada setiap periode produksi. Faktor-faktor penyebab yang
sama dari hasil kedua penelitian tersebut mengenai risiko produksi, yaitu tingkat
fluktuasi penerimaan produksi dan harga input produksi yang tinggi, inkonsistensi
cuaca yang mengakibatkan ayam menjadi stres dan nilai FCR nya menurun yang
berdampak pada tingkat mortalitas menjadi tinggi.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dampak yang
ditimbulkan akibat adanya risiko sangat berpengaruh besar terhadap penerimaan
perusahaan.Risiko dapat diminimalisir dampaknya dengan menerapkan

8

manajemenrisiko. Setelah dilakukan analisis risiko, maka pihak manajemen sudah
memilikiinformasi penting untuk menyusun kebijakan dan tindakan preventif
yangharus dilaksanakan untuk menghadapi dan meminimalisir dampak risiko
yangakan dihadapi dalam setiap siklus produksinya.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Risiko dan Ketidakpastian
Risiko dalam konteks sederhana dapat diartikan sebagai peluang akan
terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Menurut Kountur (2008),
risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan
kerugian, dan terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai
risiko, yaitu (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan
kemungkinan, jadi bisa saja terjadi bisa tidak terjadi, (3) jika sampai terjadi, maka
akan menimbulkan kerugian.
Istilah risiko pada umumnya muncul pada saat proses pengambilan
keputusan. Dimana proses pengambilan keputusan harus didasarkan pada
perkiraan atau ramalan terhadap hasil yang akan dicapai. Semakin tinggi tingkat
ketidakpastian suatu kejadian, maka semakin tinggi pula risiko yang akan
disebabkan oleh pengambilan keputusan itu. Dengan demikian, mengidentifikasi
sumber-sumber risiko yang akan dihadapi sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Nelson et al. (1978) dalam Soedjana (2007), menyatakan
bahwa faktor risiko di bidang pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar,
usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia.
Untuk mengetahui kemungkinan yang akan terjadi, biasanya para petani
menggunakan informasi yang telah diperoleh. Tingkat pengetahuan dan
pengalaman sangat mempengaruhi dalam proses pengambilan suatu keputusan,
karena keputusan yang baik merupakan pilihan yang telah dipertimbangkan
dengan baik dan didasarkan pada informasi yang tersedia.
Ketidakpastian dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kejadian di masa
yang akan datang yang tidak dapat diduga secara pasti serta peluang kejadian
tersebut sulit untuk diperkirakan. Menurut Robinson dan Barry (1987) dalam Zein
(2011) menyatakan bahwa ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian
yang tidak dapat diketahui oleh pelaku usaha sebagai pembuat keputusan. Peluang
kejadian yang sulit diukur oleh pelaku usaha dapat dikarenakan beberapa hal,
diantaranya tidak ada informasi atau data pendukung baik berdasarkan data
historis atau pengalaman pelaku usaha selama mengelola kegiatan usaha dalam
menghadapi suatu kejadian.
Risiko dan ketidakpastian merupakan permasalahan yang bukan hal baru di
bidang pertanian, karena pada umumnya para petani telah disibukkan dengan
proses penanganan risiko dan ketidakpastian yang selalu mereka hadapi dalam
kegiatan usaha. Dalam proses pengambilan suatu keputusan terdapat banyak
kemungkinan kejadian, dan diantaranya merupakan kejadian yang berada di luar
kemampuan petani untuk mengontrol dan mengantisipasi kejadian tersebut.Hal

9

terpenting yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan yang terkait
dengan risiko dan ketidakpastian adalah suatu keputusan yang baik belum dapat
menjamin kenyataan baik yang akan diperoleh.
Sumber Risiko
Setiap bidang usaha pada umumnya akan menghadapi risiko. Risiko
merupakan kejadian buruk atau suatu keadaan sulit yang tidak diinginkan oleh
setiap pelaku usaha. Bidang usaha agribisnis merupakan salah satu bidang yang
memiliki tingkat risiko yang cukup kompleks. Karena setiap bagian yang ada
selalu memiliki risiko yang harus dihadapi, seperti dalam menghadapi kondisi
alam yaitu iklim dan cuaca. Untuk mengantisipasi berbagai timbulnya risiko,
maka pelaku usaha perlu untuk mengetahui sumber-sumber risiko yang timbul
pada kegiatan usaha yang dijalankan. Nelson et al. (1978) dalam Soedjana (2007)
menyatakan terdapat beberapa sumber risiko pada bidang pertanian meliputi:
1. Risiko Produksi
Risiko produksi terjadi karena variasihasil akibat berbagai faktor yang
sulit diduga, seperti cuaca, penyakit, hama,variasi genetik, dan waktu
pelaksanaankegiatan. Beberapa contoh adalah variasihasil tanaman pangan,
bobot ternak, kualitas hasil, pertumbuhan ternak, dayatampung padang
penggembalaan, tingkatkematian, dan kebutuhan tenaga kerja.
2. Risiko Harga dan Pasar
Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkandengan keragaman dan
ketidaktentuanharga yang diterima petani dan yang harusdibayarkan untuk
input produksi. Jeniskeragaman harga yang dapat didugaantara lain adalah
trend harga, siklusharga, dan variasi harga berdasarkanmusim. Tingkat harga
dapat berpengaruhpada harapan pedagang, spekulasi,program pemerintah, dan
permintaankonsumen.
3. Risiko Usaha dan Finansial
Risiko usaha dan finansial berkaitandengan pembiayaan dari usaha
yangdijalankan, modal yang dipengaruhinyaserta kewajiban kredit. Risiko
usahamenjadi semakin tinggi bila modal investasiatau pinjaman modal usaha
menjadi lebihbanyak. Pengeluaran untuk biaya tunaiyang semakin tinggi akan
meningkatkanrisiko tidak tersedianya uang tunai untukmembayar hutang dan
kewajiban finansiallainnya.
4. Risiko Teknologi
Adopsi cara baru, yang dikaitkandengan risiko teknologi, berkaitan
dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilankeputusan dan akibat
cepatnyakemajuan teknologi. Adopsi teknologibaru yang terlalu cepat atau
terlalu lambatmerupakan risiko yang harus dihadapi.Pembelian suatu alat baru,
misalnya,
harusmemperhitungkan
kemajuan
teknologiyang
akan
mempengaruhi tingkat efisiensinyadalam waktu yang singkat.
5. Risiko Kerusakan
Risiko kerusakan merupakan sumberrisiko tradisional, misalnya
kehilanganharta karena kebakaran, angin, banjir, serta bencana alam lainnya
ataupencurian. Kehilangan yang disebabkanoleh tingginya inflasi dirasakan
semakinmeningkat.

10

6. Risiko Sosial dan Hukum
Risiko sosial dan hukumberkaitan dengan peraturan pemerintahdan
keputusan lainnya, seperti peraturanbaru mengenai penggunaan input
produksi,pembatasan subsidi, dan perencanaanlokasi baru untuk daerah
pertanian.
7. Risiko Faktor Manusia
Risiko faktor manusia berkaitandengan perilaku, kesehatan, dan sifatsifatseseorang yang tidak terduga sehinggadapat mengakibatkan risiko dalam
usahatani. Kehilangan pekerja utama pada saatkeahliannya diperlukan dapat
mempengaruhitingkat produksi yang akan dicapai.Ketidakjujuran dan tidak
dapat dipercayanyaseseorang dapat pula mengakibatkanpelaksanaan usaha tani
menjadikurang efisien yang akhirnya menurunkanproduksi.
Risiko dan ketidakpastian dapat menimbulkan masalah karena akan
menyebabkan sistem ekonomi menjadi kurang efisien. Karena adanya
ketidakpastian, petani akan mempertimbangkan bahkan tidak mau untuk
meningkatkan skala usahanya untuk efisiensi tenaga kerja dan peralatan.
Ketidakpastian juga dapat berimplikasi pada tata laksana bagi petani. Oleh karena
itu, Soedjana (2007) mengatakan perlu melakukan beberapa pendekatan dalam
pengambilan keputusan yang melibatkan risiko. Yaitu, terlebih dahulu melakukan
analisis terhadap keputusan yang akan diambil dari berbagai pilihan yang tersedia,
kemungkinan kejadiannya, serta manfaatnya bila keputusan itu harus ditentukan,
memperkirakan peluang yang akan terjadi dengan tingkat manfaat yang akan
diperoleh, dan mempertimbangkan perilaku, kemampuan, dan tujuan pengambil
keputusan berkaitan dengan tingkat risiko yang harus dihadapi karena keputusan
yang telah diambil.
Skala Pengukuran Risiko
Dalam kegiatan usaha, untuk mengetahui adanya risiko yang dihadapi dapat
dilihat dengan menggunakan indokator adanya fluktuasi dari return atau
penerimaan hasil yang diperoleh. Dampak dari risiko dapat dinilai dengan
mengukur nilai penyimpangan yang terjadi terhadap return dari suatu usaha.
Menurut Elton dan Gruber (1995)dalam Aziz (2009), terdapat ukuran risiko yang
dapat dianalisis yaitu nilai ragam(variance), simpangan baku (standart deviation),
dan koefisien variasi (coefficientvariation). Ketiga ukuran tersebut memiliki
hubungan satu dengan yang lainnyadan nilai ragam (variance) sebagai penentu
ukuran yang lainnya. Hubungantersebut adalah nilai standart deviation
merupakan akar kuadrat dari nilaivariance. Nilai koefisien variasi merupakan
rasio perbandingan dari nilai standartdeviation dengan nilai return dari suatu aset
dimana return yang diperoleh berupapendapatan rata-rata selama periode waktu
tertentu.
Nilai ragam (variance) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari
returndengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang setiap kejadian. Nilai
variancemenunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance, maka semakin
kecilpenyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam
melakukankegiatan usaha. Semakin besar nilai variance maka semakin
besarpenyimpangannya sehingga semakin besar risiko yang dihadapi dalam
melakukankegiatan usaha. Nilai standart deviation merupakan akar dari variance.
Nilaistandart deviation menunjukkan bahwa semakin kecil nilai standart

11

deviation maka semakin kecil risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha, dan
semakin besar nilai standart deviation maka semakin besar pula risiko yang
dihadapidalam kegiatan usaha. Coefficient variation diukur dari rasio standart
deviationdengan return yang diharapkan. Semakin kecil nilai coefficient variation
makasemakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha, dan
semakinbesar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko yang dihadapi
dalammelakukan kegiatan usaha.
Ukuran risiko yang dapat dijadikan sebagai ukuran paling tepat
dalammemilih alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan
risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha tersebut untuk setiap return
yangdiperoleh adalah koefisien variasi (coefficient variation). Coefficient
variationmerupakan ukuran risiko yang telah membandingkan alternatif dari
beberapakegiatan usaha dengan satuan yang sama.
Konsep Kemitraan
Menurut Undang–Undang No. 9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama
usahaantara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
disertaipembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan Usaha Besar
denganmemperlihatkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat,
salingmemerlukan.
Badan FAO (Food and Agriculture Organization) menyatakan bahwa
kemitraan pertanian dapat didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang
dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan petani, dengan
menentukan kondisi untuk produksi dan pemasaran produk pertanian. Biasanya,
petani berkomitmen untuk menyediakan jumlah produk pertanian tertentu yang
telah disepakati. Produk tersebut harus memenuhi standar kualitas pembeli dan
akan diberikan pada waktu yang ditentukan oleh pembeli. Penentuan harga
produk sesuai dengan kesepakatan, dan pembeli juga memberikan dukungan
produksi melalui pasokan input pertanian, persiapan lahan, serta penyediaan
sarana dan prasarana.
Kemitraan usaha adalah suatu bentuk kerjasama usaha yang dilakukan
antara dua pihak yang memiliki hubungan yang didasarkan pada ikatan usaha
yang saling menguntungkan dan memiliki prinsip win-win solution, saling
membutuhkan dan saling mengisi satu sama lainnya. Dalam pengertian yang luas,
keberadaan kemitraan akan memberikan nilai tambah bagi pihak yang melakukan
kerjasama seperti manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan, dan tambahan
keuntungan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dijalankan secara
beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal, yang dimulai
dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan
usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan
mengevaluasi sampai target sasaran tercapai.
Jika kondisi yang telah ditetapkan dalam kontrak perjanjian merugikan salah
satu pihak mitra, baik untuk alasan ketidakseimbangan dalam kekuatan pasar,
perilaku oportunistik atau praktek-praktek lain yang tidak adil, akan menyebabkan
hubungan antara kedua pihak akan memburuk. Dibawah skenario, usaha
kemitraan tidak akan berhasil dan kesempatan untuk saling menguntungkan antara
kedua pihak tidak akan tercapai (Food and Agriculture Organization of the United
Nations).

12

Bentuk-bentuk Pola Kemitraan
Terdapat berbagai bentuk pola dalam sistem kemitraan usaha yang dapat
diterapkan oleh pelaku usaha yang ingin bermitra, diantaranya adalah pola intiplasma, pola sub-kontrak, pola dagang umum, pola keagenan, pola waralaba, pola
kerjasama operasional agribisnis (KOA).
1. Pola Inti Plasma
Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
(petani-nelayan, kelompok tani-kelompok nelayan, gabungan kelompok
tani/kelompok nelayan, koperasi dan usaha kecil) dengan perusahaan mitra
(perusahaan besar dan perusahaan menengah) yang didalamnya perusahaan
mitra bertindak sebagai inti (penyediaan sarana produksi pertanian, penyediaan
prasarana pertanian, pembinaan manajemen, pembinaan teknologi, permodalan
dan pemasaran hasil) dan kelompok mitra sebagai plasma (menjual seluruh
hasil produksinya kepada inti, mematuhi peraturan / petunjuk yang diberikan
inti). Perusahaan mitra sebagai inti akan mengolah produk dengan input atau
bahan baku yang didapat dari plasma yaitu petani mitra.
Petani plasma

Petani plasma

Perusahaan initi

Petani plasma

Petani plasma

Gambar 1Pola kemitraan inti-plasma
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

2. Pola Sub Kontrak
Pola sub kontrak merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra memproduksi
komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.
Pada umumnya pola sub kontrak merupakan hubungan kerjasama yang bersifat
jangka pendek dan memiliki kecenderungan mengisolasi produsen kecil
sebagai subkontrak pada suatu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni,
terutama dalam hal penyediaan bahan baku dan pemasaran.
Petani mitra

Perusahaan mitra

Petani mitra

Gambar 2Pola kemitraan sub-kontrak
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

3. Pola Dagang Umum
Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara kelompok
mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan
hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang
diperlukan perusahaan mitra. Pola kemitraan ini memerlukan struktur

13

pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik mitra usaha besar maupun
mitra usaha kecil. Sifat dari kemitraan ini pada dasarnya adalah membeli dan
menjual terhadap produk yang dimitrakan.
Perusahaan mitra

Petani mitra

Konsumen
/ industri

Gambar 3 Pola kemitraan dagang umum
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

4. Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya
kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari
perusahaan mitra.
Petani mitra

Perusahaan mitra

Konsumen
akhir

Gambar 4 Pola kemitraan keagenan
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

5. Pola Waralaba
Pola waralaba merupakan pola kemitraan antara kelompok mitra usaha
yang memberikan hak lisensi, merk dagang, bantuan manajemen dan saluran
distribusinya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang
disertai bantuan manajemen.
Pemilik Waralaba

Penerima waralaba

 Hak lisensi
 Merk dagang
 Bantuan
manajemen

 Saluran distribusi

Gambar 5 Pola kemitraan waralaba
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

6. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola KOA merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok
mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra

14

menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau
membudidayakan suatu komoditi pertanian.
Petani mitra

Perusahaan mitra

- Lahan
-Sarana
-Tenaga

-Biaya
-Modal
-Teknologi
-Manajemen

Gambar 6 Pola kemitraan KOA
Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

Prinsip-prinsip Kemitraan
Berdasarkan rumusan yang telah dibuat oleh badan FAO, terdapat prinsipprinsip dalam kemitraan pertanian yang bertujuan untuk menciptakan kegiatan
usaha kemitraan yang bertanggung jawab. Hal tersebut dimaksudkan untuk
memberikan panduan kepada petani dan pengusaha yang terlibat dalam hubungan
kemitraan.
1. Tujuan umum
Petani dan perusahaan mitra harus memiliki tujuan yang sama ketika
terlibat dalam kemitraan. Pengaturan harus didasarkan pada prinsip bahwa
kerjasama akan melindungi para pihak dari risiko yang mungkin terjadi dan
memfasilitasi pelaksanaan kegiatan usaha yang sesuai dengan kewajiban
masing-masing pihak. Tujuannya adalah bahwa perjanjian harus
mempromosikan produk pertanian dan menjamin pasar yang aman untuk
komoditi, sehingga memungkinkan petani untuk mendapatkan peningkatan
pendapatan dan perusahaan mitra untuk memperoleh laba atas investasi mereka
(win-win situation). Kepatuhan terhadap suatu kerangka hukum untuk
mengatur perjanjian antara petani dan perusahaan mitra dan harus setuju dalam
menjalankan kerjasama sesuai kontrak.
Kontrak yang sah harus memenuhi sejumlah persyaratan esensial.
Diantaranya, kedua pihak harus memiliki kapasitas hukum untuk kontrak
kerjasama dan persetujuan. Dalam kasus-kasus dimana sebuah
kelompok/asosiasi masuk kedalam kontrak harus dibuat jelas apakah tanggung
jawab terletak pada anggota individu atau kelompok. Ini akan tergantung pada
jenis asosiasi/kerjasama yang dipilih untuk kelompok dan peraturan hukum
nasional yang berlaku. Kontrak harus ditutup dengan penerimaan tawaran yang
dibuat sesuai dengan kesepakatan.Kontrak harus jelas dengan menentukan
pihak-pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, kontrak harus didasarkan pada
tujuan (pelayanan yang merupakan kewajiban petani dan pembeli) seperti
penjualan produk yang ditunjuk oleh petani dan pembayaran oleh perusahaan
mitra. Terakhir, kontrak harus didasarkan pada tugas dan tanggung jawab
antara petani dan perusahaan mitra yang merinci mengenai harga dan metode
pembayaran. Tujuan dan pertimbangan-pertimbangan kontrak harus sah, yaitu

15

mereka tidak boleh melakukan hal yang ilegal, bermoral atau bertentangan
dengan kebijakan publik.
2. Dokumentasi yang jelas
Setiap kegiatan harus memiliki dokumentasi yang jelas. Terutama,
kontrak harus dinyatakan dalam tulisan, sehingga para pihak memiliki
dokumen kesepakatan dan hak untuk memperoleh pelaksanaan kewajiban
masing-masing, seperti yang diuraikan dalam persyaratan. Kesepakatan tertulis
disusun untuk memberikan pedoman yang jelas mengenai kualitas produk yang
disepakati, kondisi mengenai penetapan harga, pembayaran dan pengiriman
produk dan untuk mencegah konflik yang timbul akibat kesalahpahaman.
3. Isi kontrak yang jelas
Kotrak harus ditulis dalam bahasa yang jelas dan koheren, menggunakan
huruf yang terbaca dan kata-kata yang dimengerti oleh petani yang rata-rata
berpendidikan rendah. Kebingungan dan kesalahpahaman dengan mudah dapat
timbul jika syarat-syarat perjanjian tidak jelas dan sulit dipahami. Kerjasama
akan menguntungkan jika kontrak yang disusun dalam bahasa yang dapat
dipahami oleh kedua pihak.
4. Pengungkapan
Petani dan perusahaan mitra harus membuat pengungkapan penuh dari
semua informasi yang diperlukan untuk kesimpulan dari perjanjian dan
transparan dalam hubungan kerjasama mereka. Kontrak harus jelas
menunjukkan jumlah komoditas yang harus disediakan oleh petani selama
periode waktu tertentu, standar kualitas yang diperlukan dan cara pengiriman.
Syarat dan ketentuan untuk pasokan produksi yang harus dipenuhi oleh petani
harus jelas diuraikan dalam kontrak. Kontrak harus menetapkan jangka waktu
dan kondisi untuk memutus kerjasama, yakni pemberitahuan tertulis mengenai
penghentian dalam jangka waktu yang disepakati.
5. Transparansi dalam penentuan harga
Harga dan proses pembayaran merupakan elemen kunci dari setiap
kontrak, dan titik-titik ini harus jelas dipahami dan