Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Domba pada CV Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA
PADA CV MITRA TANI FARM DI DESA TEGAL WARU
KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

LISNAWATI HERMAWAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Penggemukan Domba pada CV Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru
Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Lisnawati Hermawan
NIM H34061793

ABSTRAK
LISNAWATI HERMAWAN. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Domba
pada CV Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
CV Mitra Tani Farm adalah usaha penggemukan domba yang terletak di
Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Dalam menjalankan
usaha penggemukan domba, MT Farm dapat mengusahakan secara sendiri atau
secara bermitra dengan petani yang saat ini bekerjasama dengan unit bisnis MT
Farm "Rumah Kambing". Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis
kelayakan usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm dilihat dari aspek non
finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek
sosial dan lingkungan, 2) menganalisis kelayakan usaha penggemukan domba CV
Mitra Tani Farm jika diusahakan secara sendiri maupun bermitra dilihat dari
aspek finansial yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period, dan 3)

menganalisis nilai pengganti pada usaha penggemukan domba CV Mitra Tani
Farm jika terjadi penurunan produksi dan peningkatan biaya variabel terhadap
kelayakan usaha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usaha penggemukan
domba di CV Mitra Tani Farm layak untuk dijalankan berdasarkan aspek non
finansial dan aspek finansial baik dilakukan secara sendiri maupun bermitra
karena telah memenuhi kriteria penilaian investasi. Hasil perhitungan nilai
pengganti menunjukkan bahwa batas maksimum kenaikan harga bakalan pada
penggemukan sendiri adalah 6,33% dan batas maksimum penurunan persentase
karkas adalah 5,82%. Sedangkan batas maksimum kenaikan harga bakalan pada
penggemukan bermitra adalah 2,91% dan batas maksimum penurunan persentase
karkas adalah 2,67%.
Kata kunci: bakalan, domba, penggemukan, kelayakan, nilai pengganti

ABSTRACT
LISNAWATI HERMAWAN. Feasibility Analysis on Sheep Fattening Bussiness
at CV Mitra Tani Farm in Tegal Waru Village Ciampea Subdistrict Bogor
Regency. Supervised by ANNA FARIYANTI.
CV Mitra Tani Farm is a sheep and goats fattening bussiness located in
Tegal Waru Village Ciampea Subdistrict Bogor Regency. In working out the
sheep fattening, MT Farm can afford ownership or partnership with farmers who

currently partnering with the business units MT Farm "Rumah Kambing". The
purpose of this study are: 1) to analyze the feasibility of fattening sheep CV Mitra
Tani Farm viewed from the non-financial aspects such as market aspects,
technical aspects, management aspects, legal aspects, social and environmental
aspects, 2) to analyze the feasibility of fattening sheep CV Mitra Tani Farm if
cultivated by ownership or patnership views on the financial aspects of the NPV,

IRR, Net B/C, and Payback Period, and 3) to analyze the switching value of this
sheep fattening CV Mitra Tani Farm if there is a decrease in variable cost of
production and increase the feasibility of the venture. The results of this study
show 1,040 sheeps fattening business in CV Mitra Tani Farm is feasible based on
non-financial aspects and financial aspects show this bussiness which is feasible
by ownership or partnership because it has appropriated the investment criteria.
Switching value calculation results show the maximum limit of increasing lamb
price with ownership is 6,33% and the maximum decrease in carcass percentage is
5,82%. Therefore, the maximum of increasing lamb price with partnership is
2,91% and the maximum decrease in carcass percentage is 2,67%.
Keywords: fattening, feasibility, lamb, sheep, switching value

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA

PADA CV MITRA TANI FARM DI DESA TEGAL WARU
KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

LISNAWATI HERMAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Domba pada CV Mitra
Tani Farm di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor

Nama
: Lisnawati Hermawan
NIM
: H34061793

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian ini ialah usaha penggemukan domba, dengan judul Analisis
Kelayakan Usaha Penggemukan Domba pada CV Mitra Tani Farm di Desa Tegal
Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
pembimbing, serta Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Adam Guntara
STP, Bapak Budi Susilo Setiawan S.Pt, Bapak Amrul Lubis S.Pt, Bapak M.
Afnaan Wasom S.Pt yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ibunda tercinta Isah Haryani (almarhum),
ibunda Pimpin Soelistyanti, suami tersayang M. Bharatha Adi dan putri kecilku
Alysa Ayudia Inara juga kepada ayah serta seluruh keluarga dan kerabat, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Lisnawati Hermawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penggemukkan Domba dan Kambing di Indonesia
Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Kelayakan Usaha Ternak
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Sumber Data
Metode Pengolahan Data
Asumsi Dasar Penggemukan 1.040 ekor Domba
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan

Visi dan Misi Perusahaan
Lokasi Perusahaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Aspek Non Finansial
Analisis Aspek Finansial
Perbandingan Kelayakan Usaha Skenario I dan II
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vii
1
5
7
8

8
8
10
12
18
20
20
20
24
26
28
28
28
41
73
75
75
75
78
96


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

19
20
21
22

23

Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu (kg/kapita/tahun)
Populasi domba dan kambing di pulau Jawa tahun 2010-2012 (ekor)
Produksi daging domba dan kambing di pulau Jawa tahun2010-2012
Pemotongan domba dan kambing di Jawa Barat tahun 2008-2010
Produksi ternak dan kontribusi jenis ternak di Kabupaten Bogor
Jenis dan harga jual sayur organik MT Farm
Populasi dan pemotongan domba di Kabupaten Bogor tahun 2010
Biaya investasi penggemukan domba (penggemukan sendiri)
Umur ekonomis dari investasi penggemukan sendiri
Biaya tetap usaha penggemukan domba (penggemukan sendiri)
Skema pengadaan bakalan domba untuk penggemukan sendiri
Biaya penyusutan investasi pada usaha penggemukan domba
(penggemukan sendiri)
Hasil analisis finansial usaha penggemukan domba di MT Farm
Biaya investasi penggemukan 1.040 ekor domba secara sendiri
Biaya tetap usaha penggemukan 1.040 ekor domba secara sendiri
Skema pengadaan bakalan domba untuk penggemukan bermitra
Kebutuhan pakan transit bakalan per bulan pada penggemukan
bermitra
Kebutuhan pakan transit domba siap potong pada penggemukan
bermitra
Biaya transportasi per bulan penggemukan 1.040 ekor domba
(penggemukan bermitra)
Biaya penyusutan investasi pada usaha penggemukan 1.040 ekor
domba (penggemukan bermitra)
Hasil analisis finansial usaha penggemukan 1.040 ekor domba di MT
Farm (penggemukan bermitra)
Perbandingan komponen inflow, outflow, dan laba bersih usaha
penggemukan domba yang dilakukan sendiri dengan penggemukan
domba yang dilakukan secara bermitra
Perbandingan kriteria investasi usaha penggemukan domba yang
dilakukan sendiri dengan penggemukan domba yang dilakukan
secara bermitra

1
2
2
3
4
27
30
44
49
50
52
54
55
59
64
66
67
68
69
70
71

74

74

DAFTAR GAMBAR
1
2

Hubungan antara NPV dan IRR
Alur kerangka pemikiran operasional

16
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Biaya investasi skenario I (penggemukan sendiri)
Penerimaan skenario I (penggemukan sendiri)
Cashflow skenario I (penggemukan sendiri)
Switching value kenaikan harga bakalan skenario I (penggemukan
sendiri)
5 Switching value penurunan perse ntase karkas pada skenario I
(penggemukan sendiri)
6 Biaya investasi skenario II (penggemukan bermitra)
7 Penerimaan skenario II (penggemukan bermitra)
8 Cashflow skenario II (penggemukan bermitra)
9 Switching value kenaikan harga bakalan skenario II (penggemukan
bermitra)
10 Switching value penurunan persentase karkas pada skenario II
(penggemukan bermitra)
11 Layout produksi penggemukan domba di MT Farm
12 Struktur Organisasi MT Farm

78
79
80
82
84
86
89
88
90
92
94
95

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan memiliki peranan yang strategis dalam upaya pemantapan
ketahanan pangan hewani, pemberdayaan ekonomi masyarakat di perdesaan dan
dapat memacu pengembangan wilayah. Peluang sektor pertanian di masa yang
akan datang sangat besar karena permintaan hasil ternak yang terus bertambah.
Data konsumsi hasil ternak nasional tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ketersediaan konsumsi daging, telur, dan susu (kg/kapita/tahun)
No

Jenis

Tahun

Pertumbuhan

2006

2007

2008

2009

2010

2006/2010(%)

1

Daging

6,35

6,27

6,43

6,6

6,95

8,63

2

Telur

4,98

5,59

5,35

5,17

7,23

31,12

3 Susu
11,06
11,79
9,51
11,6
16,42
32,64
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2010)
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa permintaan akan konsumsi
ternak di Indonesia terus meningkat. Konsumsi daging meningkat dari 6,35
kg/kapita/tahun pada tahun 2006 menjadi 6.95 kg/kapita/tahun pada tahun 2010.
Konsumsi telur mengalami pertumbuhan sebesar 31,12 persen dan konsumsi susu
meningkat 32,64 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2006.
Peternakan domba dan kambing merupakan sektor agribisnis yang perlu
mendapat perhatian untuk mewujudkan agribisnis yang berdaya saing, sehingga
dapat turut serta dalam memberikan sumbangan pada peningkatan perekonomian
nasional. Hal tersebut berdasarkan pada keadaan alam yang luar biasa dan
keadaan sosial-budaya yang sangat kondusif, terutama terkait dengan mayoritas
WNI beragama Islam. Keduanya merupakan faktor pendukung potensial bagi
pengembangan peternakan domba dan kambing di Indonesia.
Secara umum komoditas domba dan kambing terdistribusi di berbagai pulau
atau provinsi di seluruh wilayah Indonesia atau minimum menyebar di 25 provinsi
di seluruh Indonesia. Luasnya penyebaran populasi komoditas domba dan
kambing tersebut membuktikan bahwa berbagai wilayah di tanah air memiliki
tingkat kecocokan yang baik untuk pengembangan, baik kecocokan dari segi
vegetasi, topografi, klimat, atau bahkan dari sisi sosial-budaya daerah setempat.
Populasi domba dan kambing di pulau Jawa, Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa lokasi penyebaran kambing sangat cocok
bila dikembangkan di provinsi Jawa Tengah, pada provinsi tersebut populasi
kambingnya adalah yang paling tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di
Indonesia. Domba sangat cocok bila dikembangkan di provinsi Jawa Barat, karena
populasi domba di Provinsi Jawa Barat adalah yang paling tinggi di Indonesia
atau mencapai 61,34 % populasi domba nasional. Populasi domba di Indonesia
pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 8,29% dibandingkan

2

tahun 2011. Sedangkan populasi kambing di Indonesia pada tahun 2012
mengalami peningkatan sebesar 5,41% dibandingkan tahun 2011.
Tabel 2 Populasi domba dan kambing di pulau Jawa tahun 2010-2012 (ekor)
Nama
Provinsi
DKI Jakarta

Populasi Domba
2010

Populasi Kambing

2011

2012

2010

2011

2012

1.155

929

1.022

5.808

7.055

7.761

Jawa Barat

6.275.299

7.041.437

7.832.484

1.801.320

2.016.867

2.253.393

Jawa Tengah

2.146.760

2.226.709

2.342.190

3.691.096

3.724.452

3.836.150

Yogyakarta

136.657

147.773

154.908

331.147

343.647

359.406

Jawa Timur

750.961

942.915

957.059

2.822.912

2.830.915

2.907.845

Banten

628.926

626.114

654.853

790.524

774.629

812.973

Indonesia
10.725.488 11.790.612 12.768.241
Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2012)

16.619.599

16.946.186

17.862.203

Namun perkembangan peternakan domba dan kambing (doka) sampai saat
ini relatif jalan di tempat, perkembangan produksi dan produktivitasnya hampir
tidak mengalami kemajuan berarti, hal ini diduga akibat pola pemeliharaannya
yang masih bersifat tradisional dengan skala pemilikan yang kecil (small holders),
sehingga doka kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa suatu perencanaan yang
jelas untuk lebih berkembang, lebih produktif dan menguntungkan. Produksi
daging domba pada tahun 2012 justru mengalami penurunan sebesar 0,71% dan
produksi daging kambing mengalami peningkatan sebesar 3,45% dibandingkan
tahun 2011. Lebih lengkapnya produksi domba dan kambing di Indonesia 20102012 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Produksi daging domba dan kambing di pulau Jawa 2010-2012
Nama
Provinsi
DKI Jakarta

Domba (ton)
2010

2011

Kambing (ton)
2012

2010

2011

2012

467

353

362

991

1.329

1.368

27.258

26.459

25.124

5.751

4.660

4.426

Jawa Tengah

5.412

6.927

7.136

11.829

12.948

13.077

Yogyakarta

1.476

2.196

2.546

719

1.174

1.326

Jawa Timur

4.640

5.045

5.148

17.386

16.923

17.269

Banten

2.695

2.957

3.103

3.829

3.510

3.683

Indonesia
44.865
46.793 46.463
Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2012)

68.793

66.345

68.632

Jawa Barat

Selain itu jumlah pemotongan doka termasuk domba dan kambing betina
produktif untuk kebutuhan lokal pun cukup tinggi, sehingga bila produktivitasnya
tidak ditingkatkan dan dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang

3

besar, dikhawatirkan akan terjadi pengurasan populasi domba dan kambing
nasional. Hal tersebut dapat terjadi karena perkembangan populasi doka tidak
sejalan dengan meningkatnya permintaan akan doka dan perkembangan populasi
penduduk.
Potensi untuk mengembangkan domba dan kambing di Indonesia sangat
terbuka lebar, karena kurang lebih tiga puluh persen kebutuhan pangan dan
pertanian dipenuhi oleh ternak. Potensi pasar ini akan terus berkembang sejalan
dengan pesatnya pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, peningkatan
kesadaran akan pentingnya gizi asal protein hewani, kesadaran masyarakat akan
pentingnya lamb untuk meningkatkan kecerdasan balita, termasuk campur tangan
pemerintah untuk membuka dan memperluas peluang pasar didalam negeri, akan
semakin membuka pasar domba dan kambing di dalam negeri.
Agribisnis komoditas ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia
mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam sepuluh tahun
mendatang akan ada 5 juta kepala keluarga muslim yang masing-masing kepala
keluarga akan menyembelih satu ekor ternak kambing ataupun domba untuk
kurban, satu ekor untuk setiap anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki
untuk akikah. Disamping itu untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan
dibutuhkan 2,5 juta ekor kado untuk keperluan membayar dam ataupun untuk
kurban para jemaah haji. 1
Populasi domba di Jawa Barat pada tahun 2010 mencapai 6.275.299 ekor
(58,50% populasi nasional) sedangkan kambing berjumlah 2.253.393 ekor dan
pemotongan domba yang tercatat di Jawa Barat pada tahun 2010 mencapai
1.731.743 ekor, sedangkan kambing sebanyak 364.910 ekor. Artinya permintaan
daging domba di Jawa Barat sangat tinggi dan nyaris menguras populasi yang ada
pada tahun berjalan, bila hal ini tidak segera diantisipasi bukan tidak mungkin
lambat laun domba akan punah dari bumi Jawa Barat. Pemotongan kambing dan
domba (ekor) di Jawa Barat tahun 2008-2010 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pemotongan kambing dan domba di Jawa Barat tahun 2008-2010 (ekor)
Kambing

Domba

Tahun
Jantan

Betina

Jumlah

Jantan

Betina

Jumlah

2008

278.764 104.565 383.329

1.242.694 295.522 1.538.216

2009

329.727 132.225 399.195

1.413.137 347.878 1.760.984

316.958 47.952 364.910
1.364.732 367.010 1.731.743
2010
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2010)
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah perkembangan usaha
bidang pertanian di Jawa Barat. Subsektor pertanian yang berkembang di
Kabupaten Bogor diantaranya peternakan. Tabel 5 menerangkan tentang produksi
berbagai jenis ternak di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 dan 2011.
1

Litbang Pertanian. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Kambing dan Domba.
http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b5domba [diakses 7 Maret 2013]

4

Produksi ternak di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 secara umum
mengalami kenaikan sebesar 5,65% dibandingkan tahun 2010. Namun kenaikan
tersebut terjadi hanya pada komoditi kambing, ayam buras, ayam ras, dan itik,
sedangkan komoditi hewan ternak lainnya mengalami penurunan produksi, seperti
domba. Pada tahun 2011, terjadi penurunan produksi domba sebesar 1,55%.
Jumlah populasi domba di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 adalah 280.798
ekor. Pada tahun 2011, terjadi penurunan populasi domba sebesar 26,55% (Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2011).
Tabel 5 Produksi ternak dan kontribusi berbagai jenis ternak di Kabupaten Bogor
No

Jenis

Tahun 2010

Kontribusi

Tahun 2011

Kontribusi

Peningkatan

Ternak

(kg)

(%)

(kg)

(%)

(%)

1.

Sapi

10.790.992

11,31

9.299.240

9,22

-13,82

2.

Kerbau

262.352

0,27

174.611

0,17

-33,44

3.

Kambing

869.807

0,91

1.007.742

1,00

15,86

4.

Domba

3.535.817

3,71

3.481.011

3,45

-1,55

5.

Babi

326.173

0,34

282.628

0,28

-13,35

6.

Ayam Buras

1.220.336

1,28

1.329.781

1,32

8,97

7.

Ayam Ras

78.328.166

82,09

85.126.464

84,44

8,68

8.
Itik
85.814
0,09
110.345
Jumlah
95.419.457
100,00 100.811.822
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2011)

0,11
100,00

28,59
5,65

Di daerah Bogor, usaha yang bergerak di bidang peternakan kambing dan
domba tercatat ada sembilan peternakan besar, baik yang bersifat pembibitan,
pengusahaan susu (perah) maupun penggemukan. Kesembilan peternakan besar
itu adalah peternakan Barakah di Cimande, MT Farm di Ciampea, pembibitan
domba Garut di Cisalopa, pembibitan domba Garut ‖Lesang‖ di Pagelaran,
pengusahaan kambing perah di Cibuntu, penggemukan domba di Leuwiliang,
pembibitan domba lokal di desa Benteng Gunung Leutik, Penggemukan domba di
Cimanggu dan pengusahaan kambing perah di pesantren Darul Fallah Ciampea.
Usaha peternakan kambing dan domba ini masing-masing memiliki populasi
berkisar 100-1200 ekor dengan populasi terbesar dimiliki oleh peternakan
Barokah yaitu 1200 ekor, kemudian terbesar kedua adalah Mitra Tani Farm
dengan populasi 750 ekor.
Usaha dalam bidang peternakan memiliki permintaan pasar yang masih
besar. Namun kendala utama yang menghambat berkembangnya usaha peternakan
adalah resiko dari faktor eksternal dan internal yang cukup tinggi. Beberapa faktor
resiko seperti penyakit, lahan yang semakin sempit, serta kekurangan modal untuk
pengembangan usaha sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan suatu usaha
peternakan. Manajemen yang baik dan analisis kelayakan terhadap investasi yang
digunakan sangat diperlukan untuk meminimalisasi resiko, baik internal maupun
eksternal usaha ternak.

5

Perumusan Masalah
CV Mitra Tani Farm adalah sebuah usaha ternak penggemukan domba yang
terletak di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Perusahaan
ini sudah berdiri sejak tahun 2004. Usaha yang dikembangkan perusahaan ini
terdiri dari usaha pembibitan (breeding) dan penggemukan domba (fattening).
Selain itu CV Mitra Tani Farm juga mengembangkan usaha jual beli bakalan
(trading), jual beli daging domba dalam bentuk karkas, penjualan domba untuk
aqiqah (Salamah Aqiqah), dan mengembangkan unit usaha ―Rumah Kambing‖,
yakni program binaan dengan para petani daerah sekitar Ciampea dalam
pengusahaan ternak domba.
Unit usaha pembibitan (breeding) merupakan usaha penyediaan bibit atau
bakalan domba yang kemudian akan digemukan dengan cara mengawinkan
domba dewasa. Namun saat ini unit usaha pembibitan ini belum berkembang dan
tidak dijadikan fokus utama usaha MT Farm. Hal ini dikarenakan pembibitan
tersebut membutuhkan biaya yang besar, resiko tinggi, dan tidak quick yielding
(cepat menghasilkan). Selain itu skala usaha pembibitan domba ini masih kecil,
manajemen sederhana, dan teknologi yang seadanya. Oleh sebab itu MT Farm
lebih berfokus untuk mengembangkan unit usaha penggemukan domba
(fattening).
Penggemukan domba adalah pemeliharaan domba dalam keadaan kurus
untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu yang
relatif singkat (3-5 bulan). Penggemukan domba sebenarnya dapat menghasilkan
keuntungan yang cukup besar dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti
pemilihan bakalan, pemberian pakan, manajemen pemeliharaan, pertimbangan
kesehatan ternak, dan penguasaan pasar yang baik. Skala usaha yang
menguntungkan untuk usaha penggemukan domba pada dasarnya semakin banyak
domba yang dipelihara akan semakin ekonomis usaha tersebut.
Bakalan domba adalah domba yang berusia dibawah satu tahun (4 bulan-12
bulan). Bakalan merupakan bahan baku utama dari penggemukan domba. Saat ini
bakalan diperoleh dari daerah Jawa Timur (Malang, Kediri, Nganjuk), Jawa
Tengah (Solo, Magelang, Wonosobo, Salatiga), dan Jawa Barat (Bandung, Garut,
Cianjur, Karawang, Bogor). Banyaknya bakalan yang dipesan fluktuatif,
tergantung dari banyaknya bakalan yang dibutuhkan. Pemesanan tidak bersifat
rutin, tetapi tergantung dari kesiapan supplier dalam menyediakan bakalan.
Saat ini kebutuhan bakalan adalah sebanyak 54-90 ekor per bulan. Jumlah
ini untuk memenuhi permintaan bakalan dari para petani dalam program binaan
―Rumah Kambing‖. Petani yang bermitra dengan perusahaan sebanyak 18 petani,
dimana setiap petani rata-rata membutuhkan 3-5 ekor bakalan domba/kambing
setiap bulan untuk digemukkan. Rumah Kambing merupakan program binaan MT
Farm dengan petani dan lembaga keuangan tertentu dengan modal usaha berasal
dari dana bantuan lembaga keuangan dan sebagian dari MT Farm. Profit sebesar
15% adalah bagian yang didapat perusahaan dari program ini.
Selain kebutuhan akan bakalan, kebutuhan domba untuk aqiqah (unit usaha
Salamah Aqiqah) adalah sebanyak 20-30 ekor setiap bulan. Salamah Aqiqah
menyediakan domba berkualitas dalam bentuk hidup, daging, dan masakan (siap
saji).

6

Sedangkan kebutuhan daging domba dalam bentuk karkas atau potongan
adalah sebanyak 10 ekor/hari atau 260 ekor/bulan. Karkas adalah bagian tubuh
ternak yang disembelih selain kepala, kulit, jeroan, kaki bawah, ekor, dan bulu.
Karkas yang biasanya dibutuhkan oleh MT Farm adalah domba dengan berat
kurang lebih 13 kg. Untuk memenuhi permintaan ini, MT Farm melakukan
trading dengan membeli karkas domba dari supplier lalu menjualnya kembali
kepada konsumen dengan margin keuntungan tertentu. Keuntungan yang
diperoleh hanya dari selisih harga jual dengan harga beli karkas domba dari
supplier. MT Farm tidak melakukan usaha penggemukan sendiri untuk memenuhi
permintaan tersebut.
Oleh karena itu MT Farm bermaksud mengeluarkan investasi seperti
kandang, tanah, kendaraan, bangunan kantor dan peralatan usaha untuk dapat
memenuhi permintaan daging domba tersebut dengan mengembangkan usaha
penggemukan domba sebanyak 1.040 ekor dalam satu periode penggemukan (tiga
bulan). Dalam mengusahakan penggemukan domba tersebut, MT Farm dapat
mengusahakannya sendiri atau bekerjasama dengan petani yang saat ini bermitra
dengan MT Farm dalam unit usaha ―Rumah Kambing‖.
Pada usaha penggemukan domba, biaya yang digunakan terdiri dari biaya
tetap dan variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan Mitra Tani Farm berupa upah
karyawan, biaya telepon dan listrik, dan biaya penyusutan peralatan. Sedangkan
biaya variabelnya berupa biaya pembelian bakalan, biaya pakan, biaya
transportasi, dan biaya obat-obatan.
Karena besarnya investasi yang dibutuhkan dalam mengoperasikan usaha
penggemukan domba ini, maka pengkajian aspek finansial (keuangan) perlu
diperhitungkan. Jumlah dana yang diperlukan dan kelayakan dari usaha yang akan
dijalankan merupakan komponen yang sangat penting. Studi kelayakan usaha
pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan suatu usaha berdasarkan
kriteria investasi. Beberapa kriteria tersebut adalah nilai bersih kini (Net Present
Value = NPV), tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return = IRR),
rasio biaya manfaat (Net Benefit Cost Ratio = Net B/C), dan jangka waktu
pengembalian modal investasi (Payback Period = PP).
Selain pengkajian aspek finansial (keuangan), pengkajian aspek non
finansial juga perlu diperhitungkan. Aspek non finansial dalam penelitian ini
meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek
sosial. Aspek pasar merupakan aspek yang menjadi prioritas utama dalam
menentukan layak tidaknya suatu usaha. Jika pasar yang dituju tidak jelas,
prospek usaha kedepannya pun tidak jelas, maka resiko kegagalan usaha menjadi
besar. Untuk itu, dalam menentukan layak tidaknya usaha penggemukan domba
MT Farm dari aspek pasar, perlu dikaji dengan baik struktur pasar yang terbentuk
dan peluang pasar yang ada. Melalui strategi pemasaran yang baik pula maka
peluang pasar yang tersedia dapat diraih dengan baik.
Analisis aspek teknis pada usaha penggemukan domba MT Farm dinilai
layak jika secara teknis usaha tersebut dapat dilakukan dan sustainable
(berkelanjutan). Aspek teknis tersebut diantaranya dengan menganalisis lokasi
perusahaan, luasan produksi, dan layout perusahaan (terutama layout kandang
domba/kambing). Aspek manajemen dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan dan implementasi usaha dapat direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan sehingga rencana usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak.

7

Sedangkan suatu usaha dikatakan layak secara aspek hukum jika usaha
tersebut legal. Legal atau tidaknya suatu perusahaan ditentukan oleh ada tidaknya
surat izin untuk mendirikan usaha. Dan suatu usaha dikatakan layak dari aspek
sosial jika memberi dampak positif terhadap penghasilan negara, berpengaruh
positif terhadap devisa negara, membuka peluang kerja, dan berdampak positif
terhadap pengembangan wilayah dimana usaha dijalankan.
Pada usaha penggemukan domba di Mitra Tani Farm, bakalan merupakan
bahan baku yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penggemukan. Ketika
perusahaan memerlukan bakalan untuk memenuhi permintaan konsumen,
pemasok bakalan harus mengumpulkan bakalan terlebih dahulu agar sesuai
dengan jumlah yang dipesan, dan itu membutuhkan waktu kurang lebih satu
minggu. Pemasok mengumpulkan bakalan dari petani-petani setempat di pasar
ternak. Dengan adanya kesulitan dalam mencari bakalan, maka produksi
perusahaan pun menjadi terganggu, sehingga produk yang dihasilkan menjadi
fluktuatif atau dapat menurun. Selain produksi yang menurun, harga bakalan
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Harga bakalan dipengaruhi
oleh harga keseimbangan di pasar. Ketika harga bakalan sedang tinggi, otomatis
biaya variabel pun meningkat. Sehingga hal ini mengakibatkan penetapan harga
jual yang lebih mahal atau perusahaan dapat mengalami penurunan laba atau
kerugian. Beberapa hal tersebut dapat dianalisis seberapa besar pengaruhnya
terhadap kelayakan investasi pada usaha penggemukan domba di MT Farm.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang
dianggap perlu untuk dikaji, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm layak atau tidak
untuk dilaksanakan jika dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingungan?
2. Apakah layak atau tidak usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm
jika diusahakan secara sendiri jika dilihat dari aspek finansial yaitu NPV,
IRR, Net B/C, dan Payback Period?
3. Apakah layak atau tidak usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm
jika diusahakan secara bermitra jika dilihat dari aspek finansial yaitu NPV,
IRR, Net B/C, dan Payback Period?
4. Bagaimana nilai pengganti (switching value) pada usaha penggemukan
domba di CV Mitra Tani Farm terhadap kelayakan usaha?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm
dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm jika
diusahakan secara sendiri dilihat dari aspek finansial yaitu NPV, IRR, Net
B/C, dan Payback Period.
3. Menganalisis kelayakan usaha penggemukan domba CV Mitra Tani Farm jika
diusahakan secara bermitra dilihat dari aspek finansial yaitu NPV, IRR, Net
B/C, dan Payback Period.

8

4.

Menganalisis nilai pengganti (switching value) pada usaha penggemukan
domba CV Mitra Tani Farm jika terjadi penurunan produksi dan peningkatan
biaya variabel terhadap kelayakan usaha.
Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, seperti:
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2. Bagi peneliti yaitu dapat memberikan pengalaman serta media penerapan
ilmu yang didapat selama kuliah.
3. Bagi pembaca, penelitian dapat menambah wawasan dan informasi mengenai
prospek dan kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing serta
sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor dengan menganalisis
kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing di CV Mitra Tani Farm
berdasarkan:
1. Aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, aspek sosial dan lingkungan.
2. Aspek finansial (keuangan), menganalisis usaha berdasarkan parameter NPV,
IRR, Net B/C, dan Payback Period.
3. Analisis nilai pengganti (switching value) yang akan mengkaji kelayakan
usaha apabila terjadi penurunan produksi dan peningkatan biaya variabel.

TINJAUAN PUSTAKA
Penggemukkan Domba dan Kambing di Indonesia
Menurut Harianto (2010) jenis domba secara umum dibagi tiga, yaitu tipe
pedaging, tipe bulu (wol), dan domba dwifungsi atau tipe pedaging sekaligus
bulu. Domba tipe pedaging potensial sebagai penghasil daging karena postur
tubuhnya besar dan penambahan bobotnya cepat. Ciri domba tipe pedaging
diantaranya bentuk badan padat, dada lebar dan dalam, leher pendek, serta garis
punggung dan pinggang yang lurus. Kelebihan daging domba dibandingkan
dengan daging kambing adalah teksturnya lebih empuk, halus, dan tidak berbau
amis. Domba tipe bulu (wol) memiliki bulu dengan kualitas baik sebagai bahan
baku wol. Domba tipe wol memiliki ciri-ciri diantaranya tubuh lebih ringan,
berdaging lebih tipis, dan lebih lincah daripada domba tipe pedaging. Sementara
itu, domba dwifungsi memiliki postur tubuh yang besar sekaligus memiliki
kualitas bulu yang baik sebagai bahan baku wol.
Jenis domba tipe pedaging diantaranya hampshire, oxford, dan southdown.
Sementara itu domba tipe wol diantaranya domba merino, dorset, dan suffolk.

9

Jenis domba dalam negeri biasanya diarahkan sebagai domba pedaging karena
pemanfaatan bulu domba untuk pembuatan wol di Indonesia masih sangat jarang.
Di Indonesia ada beberapa jenis domba yang umum diternakkan untuk
dimanfaatkan dagingnya, yaitu:
1). Domba Lokal
Jenis domba lokal yang banyak diternakkan di Indonesia diantaranya domba
garut, domba ekor tipis, dan domba ekor gemuk.
a. Domba Garut (Priangan)
Domba garut atau domba priangan merupakan salah satu jenis domba
unggulan. Postur tubuhnya besar dan kuat menjadikannnya sebagai domba aduan
yang tangkas di arena lomba. Domba garut sebenarnya bukan domba asli
Indonesia. Namun, sudah dianggap domba lokal karena sudah dipelihara secara
turun-temurun, khususnya oleh masyarakat di daerah Garut, Jawa Barat. Domba
garut diperkirakan merupakan hasil persilangan domba asli Indonesia, domba
merino dari Asia Kecil, dan domba gemuk dari Afrika Selatan.
Domba garut jantan memiliki ciri khas, yaitu tanduknya besar dan
melengkung ke belakang. Tanduk berbentuk spiral serta pangkal tanduk kanan
dan kiri hampir menyatu. Sementara itu, domba betina tidak memiliki tanduk.
(Harianto, 2010). Domba garut jantan umumnya memiliki bobot 60-80 kg.
Sementara itu bobot domba betina hanya setengah dari bobot domba jantan, yaitu
sekitar 30-40 kg. Angka reproduksi cukup tinggi dan mampu beranak sepanjang
tahun. Domba ini juga adaptif atau mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Keunggulan lain dari domba garut adalah kualitas kulitnya yang bagus. Kulit
domba garut merupakan salah satu kulit berkualitas terbaik di dunia.
b. Domba Ekor Tipis
Penamaan domba ini berasal dari bentuk ekornya yang tidak memiliki atau
sangat sedikit cadangan lemak sehingga ekornya terlihat tipis. Domba lokal yang
banyak diternakkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara ini memiliki
postur tubuh relatif kecil dibandingkan dengan jenis domba lainnya. Domba ini
sering disebut sebagai Domba Kacang atau Domba Jawa karena memiliki tubuh
yang kecil (Zahira, 2012).
Pertambahan bobot domba ekor tipis agak lambat, sekitar 90-100 gram per
ekor per hari. Bobot badan domba jantan berkisar 30-50 kg, sedangkan betinanya
15-35 kg. Persentase karkasnya berkisar 44%-49% (Harianto, 2010). Secara fisik,
domba ekor tipis memiliki ciri-ciri diantaranya warna bulu dominan putih dengan
warna hitam di beberapa bagian tubuh seperti di seputar mata, hidung, dan
beberapa bagian tubuh lainnya. Domba jantan memiliki tanduk berukuran kecil
dan melingkar. Sementara itu, domba betina tidak bertanduk. Keunggulan domba
ekor tipis adalah mampu melahirkan kembar hingga mencapai lima anakan sekali
kelahiran. Ukuran tubuhnya yang kecil menolong ternak ini untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang kurang baik (Siregar, 2012).
c. Domba Ekor Gemuk
Menurut Harianto (2010) layaknya domba ekor tipis, nama domba ini juga
berasal dari bentuk ekornya. Ciri khas domba ekor gemuk baik jantan maupun
betina adalah bentuk ekornya yang membesar akibat menyimpan timbunan lemak,
tetapi bagian ujung ekornya mengecil. Di habitat aslinya, cadangan lemak
berfungsi sebagai sumber energi pada musim kering saat pakan alami berkurang.
Ciri fisik lainnya dari domba ekor gemuk adalah memiliki warna bulu yang putih.

10

Bulunya ini termasuk jenis bulu bukan wol. Domba jantan dan betina umumnya
tidak bertanduk.
Daging domba ekor gemuk berkarakter khas karena memiliki kandungan
lemak diantara dagingnya. Karena itu, dagingnya relative tetap empuk meskipun
umur domba sudah cukup tua. Jenis daging seperti ini cocok dibuat satai atau
steak. Keunggulan domba ekor gemuk sebagai domba pedaging diantaranya
memiliki postur tubuh yang cukup besar. Bobot domba jantan mencapai 50-70 kg,
sedangkan domba betina 30-40 kg. Selain itu, pertumbuhannya relative cepat
dengan rata-rata pertambahan bobot 100-120 gram per hari. Domba ini juga
mampu beranak sepanjang tahun.
2). Domba Impor
Selain jenis domba yang sudah lama diternakkan di dalam negeri dan
dianggap domba lokal, ada beberapa jenis domba yang diimpor. Beberapa
diantaranya domba dorset, domba merino, domba texel, domba rambouillet,
domba Suffolk, dan domba st. croix.
Domba impor umumnya merupakan domba tipe pedaging dengan bobot
tubuh cukup besar, di atas rata-rata bobot domba lokal seperti domba dorset dari
Inggris, domba Suffolk atau domba rambouillet dari Prancis yang bobot jantan
dewasanya mencapai 125-150 kg. Begitu pula bobot betina domba Suffolk dan
domba rambouillet yang mencapai 125 kg. Saat ini keberadaan domba impor di
Indonesia jarang. Hal ini disebabkan daya adaptasi domba impor dengan wilayah
di Indonesia tergolong kurang (Harianto, 2010).
3). Domba Hasil Persilangan
Menurut Harianto (2010) untuk meningkatkan kualitas genetik domba lokal,
telah dilakukan upaya untuk menyilangkan beberapa jenis domba. Selain
persilangan antara dua jenis domba, ada juga persilangan dari tiga jenis domba
berbeda. Hasil persilangannya disebut sebagai domba sintesis.
Jenis domba hasil persilangan diantaranya domba sintesis garut dan domba
sintesis sumatera. Domba sintesis garut berasal dari persilangan antara domba
st.croix, domba garut, dan domba moulton charolais dengan perbandingan 25%,
50%, dan 25%. Tujuan penyilangannya adalah menghasilkan ternak yang tahan
terhadap iklim tropis dan produksi susunya tinggi. Produksi susu yang tinggi ini
dimanfaatkan untuk konsumsi anakan sehingga pertumbuhannya bagus. Domba
sintesis sumatera berasal dari persilangan antara domba st.croix, barbados
blackbelly, dan domba lokal sumatera. Hasilnya berupa domba yang memiliki
ukuran tubuh lebih besar daripada domba lokal sumatera.
Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Kelayakan Usaha Ternak
Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha ternak domba dan kambing
telah banyak dilakukan. Umumnya hasil analisis kelayakan menyatakan bahwa
usaha ternak domba dan kambing layak untuk dijalankan.
Penelitian Siregar (2012) mengkaji tentang analisis kelayakan
pengembangan bisnis domba tawakkal di desa Cimande Hilir Kabupaten Bogor.
Secara keseluruhan, analisis aspek non finansial pengembangan bisnis layak untuk
dijalankan kecuali pada aspek hukum. Pada aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial dan lingkungan masih mendukung karena baik dari

11

internal ataupun eksternal peternakan masih mempunyai prospek untuk
dilakukannya pengembangan. Dari aspek hukum Peternakan Domba Tawakkal
disarankan untuk mengurus izin dari Dinas Peternakan Kabupaten agar
Peternakan Domba Tawakkal mempunyai badan hukum yang sah.
Sedangkan Oktavianty (2010) melakukan penelitian mengenai analisis
kelayakan unit usaha pembibitan domba ekor tipis di Peternakan Domba
Tawakkal Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Hasil dari
penelitian ini menyebutkan bahwa secara aspek non-finansial dan finansial usaha
yang dijalankan Peternakan Domba Tawakkal layak.
Menurut Siregar (2012) secara finansial usaha peningkatan kapasitas
produksi Peternakan Domba Tawakkal layak untuk dilaksanakan. Mengingat
kriteria kelayakan yang dianalisis menghasilkan nilai-nilai yang layak. Net
Present Value yang didapatkan sebesar Rp 1.754.996.948,00 Net Benefit Cost
Ratio sebesar 1,85, Internal Rate of Return sebesar 20,12 persen dan Payback
Period selama 6,18 tahun (enam tahun dua bulan). Analisis switching value yang
dilakukan terhadap skenario pengembangan bisnis didapatkan penurunan harga
jual domba jantan sebesar 20,9212438305787 persen atau peningkatan harga
pakan hijauan sebesar 134,360111490054 persen mengakibatkan bisnis menjadi
tidak layak untuk dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan harga domba
jantan lebih berpengaruh terhadap proses bisnis yang dijalankan daripada
peningkatan harga pakan hijauan. Persentase perubahan harga domba jantan harus
menjadi perhatian serius bagi Peternakan Domba Tawakkal agar tidak terjadi
kerugian yang besar apabila fenomena yang terjadi dalam kenyataannya melewati
batas-batas yang dapat ditolerir.
Selain itu telah dilakukan penelitian oleh Bahmat (2012) tentang analisis
kelayakan pengembangan usaha penggemukan domba dan kambing di peternakan
Bapak Sarno, Desa Cipaten, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh belum mampunya peternakan ini untuk memenuhi
permintaan pasarnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka usaha
penggemukan domba dan kambing ini akan mengembangkan usahanya dengan
melakukan penambahan jumlah ternak dan pembangunan kandang baru. Hasil
analisis kelayakan finansal usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak
Sarno pada kondisi sebelum pengembangan memiliki nilai Net Benefit yaitu
85.570. 875 rupiah sedangkan pada kondisi pengembangan nilai Net Benefi yang
diperoleh yaitu 100.796.700 rupiah. Maka nilai incremental net benefit yang
diperoleh dari usaha penggemukan domba dan kambing yaitu 15.225.825 rupiah.
Berdasarkan kriteria investasi usaha penggemukan domba dan kambing ini layak
untuk dijalankan karena nilai yang diperoleh sesuai dengan kriteria investasi. Nilai
Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar 1.201.056 rupiah
dengan umur usaha delapan tahun. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) lebih
besar dari satu yaitu 1,012. Nilai Internal Rate of Return (IRR) adalah 12 persen,
sama denga tingkat Discount Rate (DR) yang ditentukan yaitu 12 persen. Payback
Period (PP) yang dihasilkan dari analisis tersebut adalah delapan tahun atau sama
dengan umur ekonomis usaha yaitu delapan tahun.
Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha penggemukan domba dan
kambing milik Bapak Sarno masih tetap layak dijalankan dan mendapatkan
keuntungan apabila terjadi peningkatan harga bakalan kambing 0,29 persen dan
penurunan harga penjualan kambing sebesar 0,14 persen.

12

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Fitrial (2009) menganalisis
tingkat kelayakan finansial dan non finansial dari penggemukan kambing dan
domba yang dikelola oleh peternakan Mitra Tani Farm. Analisis aspek non
finansial dinyatakan layak untuk dijalankan. Kemudian analisis finansial usaha
penggemukan kambing dan domba di peternakan MT Farm selama lima tahun
dengan tingkat diskonto 8.5 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp 359 346 744,
Net B/C dan Gross B/C sebesar 2.53, IRR sebesar 11.7 persen dan PP sebesar 1.5
tahun. Hasil yang diperoleh dari masing-masing kriteria nvestasi tersebut sesuai
dengan nilai indikator yang ditetapkan, sehingga usaha penggemukan ambing dan
domba peternakan MT Farm dinilai layak. Melalui switching value analisys
menunjukkan bahwa usaha penggemukan kambing dan domba MT Farm dapat
mentolerir kenaikan harga input mencapai 5.34 persen dan penurunan kuantitas
penjualan output sebesar 4.79 persen.
Penelitian terdahulu yang dikaji memiliki manfaat yang dapat diambil antara
lain adalah penggunaan metode pada penelitian sebelumnya. Adapun penelitian
ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah objek penelitian yang sama yaitu
domba yang diteliti oleh Siregar (2012) dan Oktavianty (2010). Selain itu,
persamaan lain dengan penelitian terdahulu adalah metode yang digunakan serta
analisis kelayakan usaha yaitu NPV (Net Present Value), Net B-C Ratio, IRR
(Internal Rate of Return), Payback Period dan Analisis Switching Value.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis didefinisikan sebagai sebuah kegiatan atau suatu aktifitas yang
mengalokasikan sumber-sumber daya yang dimiliki ke dalam suatu kegiatan
produksi yang menghasilkan barang atau jasa, dengan tujuan barang dan jasa
tersebut bisa dipasarkan kepada konsumen agar dapat memperoleh keuntungan
atau pengembalian hasil (Johan, 2011). Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Kasmir dan Jakfar (2009), bisnis adalah usaha yang dijalankan yang tujuan
utamanya untuk memperoleh keuntungan.
Studi kelayakan adalah sebuah studi untuk mengkaji secara komprehensif
dan mendalam terhadap kelayakan suatu usaha (Johan, 2011). Layak atau tidak
layak dijalankannya sebuah usaha merujuk pada hasil pembandingan semua faktor
ekonomi yang akan dialokasikan ke dalam sebuah usaha atau bisnis baru dengan
hasil pengembaliannya yang akan diperoleh dalam jangka waktu tertentu.
Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk
menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang
lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar,
2009). Dengan kata lain kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan
akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Layak disini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak

13

hanya bagi perusahaan yang menjalankan, tetapi juga bagi investor, kreditor,
pemerintah, dan masyarakat luas.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), studi kelayakan bisnis adalah suatu
kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang
akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut
dijalankan. Sementara itu, menurut Suliyanto (2010), studi kelayakan bisnis
merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah suatu ide bisnis
layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk
dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi
semua pihak (stake holder) dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan.
Sedangkan menurut Subagyo (2007), studi kelayakan bila diletakkan pada objek
pendirian sebuah usaha baru disebut studi kelayakan proyek. Jika objeknya adalah
pengembangan usaha, berarti usaha sudah berjalan, namun direncanakan ada
pengembangan studi kelayakannya disebut studi kelayakan bisnis. Menurut
Gittinger (1986), proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau
biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan
wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan
pelaksanaan dalam satu unit.
Investasi adalah keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang ini untuk
membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil, dan sebagainya) atau aktiva keuangan
(saha, obligasi, reksadana, wesel, dan sebagainya) dengan tujuan untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih besar dimasa yang akan datang (Haming dan
Basalamah, 2010). Penilaian investasi dalam studi kelayakan bisnis bertujuan
untuk menghindari terjadinya keterlanjuran investasi yang tidak menguntungkan
karena bisnis yang tidak layak. Karena kekeliruan dan kesalahan dalam menilai
investasi akan menyebabkan kerugian dan risiko yang besar.
Aspek-aspek Kelayakan Usaha
Aspek-aspek kelayakan usaha perlu diperhatikan dalam melakukan studi
kelayakan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang
diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Banyaknya aspek yang perlu
diperhatikan dalam suatu studi kelayakan sangat tergantung kepada karakteristik
dari masing-masing usaha. Masing-masing aspek ini tidak berdiri sendiri tapi
saling berkaitan antara satu aspek dengan aspek yang lain. Menurut Gittinger
(1986), aspek-aspek analisis kelayakan terdiri dari aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi.
Sedangkan menurut Husnan dan Muhammad (2000), aspek-aspek studi kelayakan
terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, keuangan, dan ekonomi negara. Namun
tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, maka
terkadang juga ditambah studi tentang dampak sosial.
1). Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan prioritas utama dari studi kelayakan usaha. Banyak
dijumpai kegagalan usaha karena tidak tersedianya pasar potensial yang cukup.
Analisis aspek pasar dilakukan dengan mengamati kecenderungan permintaan
suatu usaha untuk melihat potensi pasar yang masih terbuka luas. Analisis
pemasaran dari suatu usaha adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh
usaha dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan
pelaksanaan usaha (Gittinger, 1986).

14

Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang mana individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui proses
penciptaan, penawaran dan pertukaran produk dan nilai. Kegunaan kegiatan
pemasaran adalah selalu mengusahakan tersedianya komoditas dalam bentuk yang
diinginkan, menyuguhkan tepat pada lokasi dan saat yang dibutuhkan (Kottler,
1997).
Berdasarkan definisi tersebut pemasaran tidak terlepas dari bauran
pemasaran atau marketing mix. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya
dalam sasaran (Kotler 1997). Alat bauran pemasaran diklasifikasikan menjadi
empat unsur yang dikenal dengan empat P yaitu produk (poduct), harga (price),
tempat (place) dan promosi (promotion).
Alat bauran pemasaran yang paling mendasar adalah produk yang
mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemasan produk. Harga adalah
jumlah uang yang pelanggan bayaruntuk produk tertentu. Tempat termasuk
berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk dapat
diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran dan menghubungkan berbagai
penyedia fasilitas pemasaran untuk menyediakan produk dan pelayanannya secara
efisien kepada sasaran. Promosi meliputi semua kegiatan yang dilakukan
perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada
pasar sasaran. Perusahaan harus memperkerjakan, melatih dan memotivasi tenaga
penjualnya. Selain itu perusahaan dapat membuat program komunikasi dan
promosi yang terdiri dari iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat serta
pemasaran langsung online.
2). Aspek Manajemen
Menurut Nurmalina et.al, (2010), aspek manajemen mempelajari tentang
manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi.
Dalam masa pembangunan bisnis, hal yang dipelajari adalah siapa pelaksana
bisnis tersebut, bagaimana jadwal penyelesaian bisnis tersebut, dan siapa yang
melakukan studi masing-masing aspek kelayakan bisnis. Sedangkan manajemen
dalam operasi, hal yang dipelajari adalah bagaimana organisasi/ badan usaha
dipilih, bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing
jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan
siapa-siapa anggo