17. Pasal 210 KHI menjelaskan bahwa: “orang yang telah berumur sekurang- kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat
menghibahkan sebanyak-banyaknya 13 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi”.
18. Pasal 211 KHI menjelaskan bahwa: “hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan”.
19. Pasal 212 KHI menjelaskan bahwa: “hanya hibah orang tua kepada anaknya yang dapat ditarik kembali”.
20. Pasal 213 KHI menjelaskan bahwa: “hibah yang diberikan oleh penghibah yang dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat
persetujuan dari ahli warisnya”. 21. Pasal 214 KHI menjelaskan bahwa: “warga negara Indonesia yang berada di
negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan konsulat atau kedutaan Republik Indonesia setempat, yang isinya tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan pasal ini”.
B. Syarat-syarat Wasiat
Menurut mayoritas ulama fiqih jumhur al-fuqaha, bahwa ada empat rukun atau syarat wasiat, yaitu:
30
a. Orang yang berwasiat Al-mushi al-muwashshi, adalah setiap pemilik yang sah hak kepemilikannya terhadap orang lain, bersifat mukallaf, berhak
berbuat kebaikan, orang yang tidak mempunyai hutang yang dapat menghabiskan seluruh hartanya, dan dengan kehendaknya sendiri. Pemberi
wasiat harus berakal, merdeka, baliqh dan tidak dibatasi karena kedunguan atau kelalaian.
30
Ibid. hal.145-153.
Universitas Sumatera Utara
b. Orang yang menerima wasiat Al-Maushilah, adalah orang atau badan hukum yang dapat bertindak sebagai penerima wasiat dan secara hukum
dipandang cakap untuk memiliki sesuatu hak atau benda.
Adapun syarat yang harus dipenuhi pihak penerima wasiat yaitu: 1 Pihak penerima wasiat sudah ada pada waktu perwasiatan terjadi.
2 Penerima wasiat adalah orang atau badan hukum. 3 Penerima wasiat bukan pembunuh pewasiat atau melakukan percobaan
pembunuhan ketika pewasiat masih hidup. 4 Penerima wasiat bukan sesuatu badan yang mengelola kemaksiatan.
5 Penerima wasiat bukan ahli waris dari penerima wasiat. c. Adanya sesuatu yang diwasiatkan Maushilah Bih, disyaratkan dapat berupa
harta milik pemberi wasiat atau manfaat tertentu milik pemberi wasiat, yang merupakan milik sah dari pemberi wasiat serta yang diwasiatkan tersebut
dapat bermanfaat bagi penerima wasiat dan dapat berpindah milik dari seorang kepada orang lain.
d. Shigat, pada prinsipnya ijab kabul dilaksanakan berdasarkan atas kesepakatan bebas di antara para pihak dan tanpa di antara para pihak dan tanpa adanya
unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan, serta dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dan disaksikan dua orang saksi.
Sementara menurut Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 194 disebutkan bahwa yang berhak melakukan wasiat adalah orang yang sudah mencapai umur
sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tidak dalam tekanan pemaksaan, harta benda yang diwasiatkan pun harus hak milik pewasiat dan pelaksanaan
wasiat saat pewasiatnya sudah meninggal. Dan disebutkan juga dalam Pasal 195 KHI bahwa suatu wasiat dapat dilakukan secara lisan atau secara tertulis di
hadapan dua orang saksi, atau di hadapan notaris. Dan harta boleh di wasiatkan
Universitas Sumatera Utara
sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan, kecuali ahli waris menyetujuinya.
C. Bentuk Dan Sifat Wasiat