Penyiapan Lahan untuk Padi

A.2.1.2 Penyiapan Lahan untuk Padi

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :

a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan

b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan

162 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

1. Jangka Waktu Penyiapan Lahan

Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah: - Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah - Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk

menanam padi sawah atau padi ladang kedua Faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Kondisi sosial budaya yang ada di daerah

penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah di dekatnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier.

Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil satu bulan.

Perlu diingat bahwa transplantasi (pemindahan bibit ke sawah) mungkin sudah dimulai setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier dimana pengolahan lahan sudah selesai.

2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Rumus berikut dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan.

PWR = N.d + Pd + F .......................................................................... (A.2.1) dimana :

PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm) S a = Derajat kejenuhan tanah setelah, penyiapan lahan dimulai, (%) S b = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai, (%)

Lampiran II 163

N = Porositas tanah dalam % pada harga rata-rata untuk kedalaman tanah

d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm) Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan, (mm) F1 = Kehilangan air di sawah selama 1 hari, (mm)

Untuk tanah berstruktur berat tanpa retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada permulaan transplantasi tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan, ini berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjadi 250 mm untuk menyiapkan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transpantasi selesai.

Bila lahan telah dibiarkan beda selama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih), maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk yang 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga kebutuhan air untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah di dekatnya yang kondisi tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyiapan di lapangan. Walau pada mulanya tanah-tanah ringan mempunyai laju perkolasi tinggi, tetapi laju ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun. Kemungkinan ini hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentuan diatas.

Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam harga-harga kebutuhan air diatas.

3. Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan

Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam 1/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

164 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

IR = M e /(e − ) ..................................................................................... (A.2.2) Dimana:

IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/hari M = Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat

evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = E o + P, mm/hari

E o = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1, ET o selama penyiapan lahan, mm/hari P = Perkolasi k = MT/S T = jangka waktu penyiapan lahan, (hari) S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni

200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas. Untuk menyikapi perubahan iklim yang selalu berubah dan juga dalam rangka

penghematan air maka diperlukan suatu metode penghematan air pada saat pasca konstruksi.

Pada saat ini perhitungan kebutuhan air dihitung secara konvensional yaitu dengan metode genangan, yang berkonotasi bahwa metode genangan adalah metode boros air.

Metode perhitungan kebutuhan air yang paling menghemat air adalah metode Intermitten yang di Indonesia saat ini dikenal dengan nama SRI atau System Rice Intensification .

SRI adalah metode penghematan air dan peningkatan produksi dengan jalan pengurangan tinggi genangan disawah dengan sistem pengaliran terputus putus (intermiten). Metode ini tidak direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, tetapi bisa sebagai referensi pada saat pasca konstruksi.

Tabel A.2.1 memperlihatkan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan yang dihitung menurut rumus diatas.

Lampiran II 165

Tabel A.2.1. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan (IR)

T = 45 hari PMm/hari

ME o +

T = 30 hari