Landasan Teori

2.2.5 Pengaruh kandungan informasi pada harga saham

Pasar modal yang efisien adalah pasar modal yang harga sahamnya merefleksikan informasi yang ada di pasar dan dapat menyesuaikan dengan cepat terhadap informasi baru.

Jogiyanto (1998) dalam Bandi dan Jogiyanto (2000) mengatakan bahwa “Untuk pengujian efisiensi pasar secara informasi melibatkan dua faktor, yaitu return abnormal dan kecepatan reaksi.” Peluncuran Indeks SRI-KEHATI dikatakan mengadung informasi, jika informasi tersebut menimbulkan reaksi pasar setelah peluncuran indeks tersebut diterima oleh pasar. Dengan kata lain terdapat abnormal return yang diterima oleh pasar, sebaliknya jika peluncuran Indeks SRI-KEHATI tidak memiliki kandungan informasi maka tidak ada abnormal return pada pasar disekitar tanggal peluncuran.

Abnormal return diuji dengan menggunakan Market Model yang digunakan oleh Brown and Warner (1985) dalam Kurniawati (2006), yakni model ekspektasi dapat dibentuk dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square ).

2.2.6 Pengaruh kandungan informasi pada volume perdagangan saham

Kandungan informasi dari suatu peristiwa (event) tidak hanya berpengaruh pada harga tapi juga pada volume perdagangan saham. Beaver (1968) dalam Bandi dan Jogiyanto (2000:204) menyatakan bahwa suatu laporan yang diumumkan (event) memiliki kandungan informasi, apabila jumlah lembar saham yang diperdagangkan menjadi lebih besar ketika earnings diumumkan daripada saat waktu lain selama tahun tersebut. Berdasarkan intuisi Beaver tersebut Bandi dan Jogiyanto (2000:204) berpendapat bahwa secara logis bisa disebutkan adanya kandungan informasi juga, apabila terjadi perubahan jumlah lembar saham yang diperdagangkan suatu event terjadi. Bamber dan Cheon (1985) menyatakan bahwa dalam investasi di pasar modal, volume perdagangan saham merupakan tindakan atau perdagangan investor individual. Peningkatan atau penurunan volume perdagangan saham merupakan minat investor terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Jadi volume merefleksikan perubahan dalam pengharapan investor individual. Sedangkan menurut Ambar dan Bambang (1992:242), volume perdagangan saham menunjukkan jumlah emiten yang ditransaksikan dengan tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli selama periode transaksi. Kegiatan perdagangan saham pada penelitian ini diukur dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA).

2.2.7 Kecepatan reaksi pasar

Salah satu aspek yang dinilai untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat secara informasi adalah kecepatan reaksi pasar terhadap sebuah Salah satu aspek yang dinilai untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat secara informasi adalah kecepatan reaksi pasar terhadap sebuah

Apabila investor mampu menggunakan informasi peluncuran Indeks SRI- KEHATI untuk mengambil keputusan investasi dengan segera, dan dapat menikmati abnormal return positif untuk waktu yang cukup panjang, artinya bahwa pasar modal di Indonesia yaitu Bursa Efek Indonesia telah efisien setengah kuat secara informasi.

2.2. 8 Beta

Beta adalah suatu pengukur risiko yang sistematis dari suatu saham atau suatu portofolio secara relatif terhadap risiko pasar, atau dapat juga dikatakan beta merupakan pengukur volatilitas return suatu saham atau suatu portofolio terhadap return pasar. Sebagai pengukur risiko yang sistematis dan relatif terhadap pasar, maka beta masih mengandung bias, terlebih bagi pasar modal yang perdagangannya tidak sinkron. Perdagangan yang tidak sinkron ini terjadi pada pasar yang perdagangannya jarang terjadi atau lebih populer dengan pasar yang tipis (thin market). Menurut Hartono (1999) dalam Kurniawati (2006), perdagangan pasar modal Indonesia masih tipis, karena pasar yang tipis ini merupakan ciri dari pasar modal yang sedang berkembang, seperti Indonesia, dan Beta adalah suatu pengukur risiko yang sistematis dari suatu saham atau suatu portofolio secara relatif terhadap risiko pasar, atau dapat juga dikatakan beta merupakan pengukur volatilitas return suatu saham atau suatu portofolio terhadap return pasar. Sebagai pengukur risiko yang sistematis dan relatif terhadap pasar, maka beta masih mengandung bias, terlebih bagi pasar modal yang perdagangannya tidak sinkron. Perdagangan yang tidak sinkron ini terjadi pada pasar yang perdagangannya jarang terjadi atau lebih populer dengan pasar yang tipis (thin market). Menurut Hartono (1999) dalam Kurniawati (2006), perdagangan pasar modal Indonesia masih tipis, karena pasar yang tipis ini merupakan ciri dari pasar modal yang sedang berkembang, seperti Indonesia, dan

Menurut Ariff dan Johnson (1990) dalam Kurniawati (2006), terjadinya permasalahan non-synchronous trading dalam pengestimasian beta disebabkan karena indeks pasar pada periode -t disusun dari harga penutupan (closing price) saham yang tidak sama dengan periode –t tersebut, sehingga semakin besar tingkat ketipisan pasar maka tingkat bias beta yang muncul juga semakin tinggi.

Beta yang bias tersebut dapat mengurangi keakuratan hasil expected return yang diharapkan dari suatu investasi, sehingga investor perlu melakukan estimasi ukuran beta yang tidak bias. Permasalahan mengenai ketidakakuratan terhadap hasil estimasi ini mendorong peneliti untuk mengurangi bias yang terjadi tersebut. Hartono dan Surianto (1998) dalam Kurniawati (2006), menunjukkan bahwa apabila distribusi data dinormalkan terlebih dahulu, maka periode koreksi beta yang bias dapat dipercepat, dan metode koreksi yang paling tepat untuk pasar modal Indonesia adalah metode Fowler dan Rorke (1983), yang mana dalam metode ini digunakan bobot untuk pemberian standar nilai yang berimbang karena faktor rentang lead atau lag yang ditetapkan. Keunggulan dari metode Fowler dan Rorke ini adalah bahwa beta yang dihasilkan jika dihadapkan pada lead maupun lag time yang semakin sedikit akan mampu menghasilkan hasil yang sesuai dengan fluktuasi return pasar saham gabungan. Namun jika digunakan untuk menghitung lead maupun lag time yang semakin panjang justru akan menampilkan hasil yang bias karena semakin panjang waktu, maka pembagi Beta yang bias tersebut dapat mengurangi keakuratan hasil expected return yang diharapkan dari suatu investasi, sehingga investor perlu melakukan estimasi ukuran beta yang tidak bias. Permasalahan mengenai ketidakakuratan terhadap hasil estimasi ini mendorong peneliti untuk mengurangi bias yang terjadi tersebut. Hartono dan Surianto (1998) dalam Kurniawati (2006), menunjukkan bahwa apabila distribusi data dinormalkan terlebih dahulu, maka periode koreksi beta yang bias dapat dipercepat, dan metode koreksi yang paling tepat untuk pasar modal Indonesia adalah metode Fowler dan Rorke (1983), yang mana dalam metode ini digunakan bobot untuk pemberian standar nilai yang berimbang karena faktor rentang lead atau lag yang ditetapkan. Keunggulan dari metode Fowler dan Rorke ini adalah bahwa beta yang dihasilkan jika dihadapkan pada lead maupun lag time yang semakin sedikit akan mampu menghasilkan hasil yang sesuai dengan fluktuasi return pasar saham gabungan. Namun jika digunakan untuk menghitung lead maupun lag time yang semakin panjang justru akan menampilkan hasil yang bias karena semakin panjang waktu, maka pembagi

2.2.9 Efisiensi pasar bentuk setengah kuat secara informasi: peluncuran Indeks SRI-KEHATI

Berdasarkan kriteria, tahapan seleksi, prinsip hingga tujuan Indeks SRI- KEHATI yang semuanya berlatarbelakangkan Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility yang memenuhi semua aspek kebutuhan masing- masing stakeholdernya, maka dapat diduga bahwa 25 perusahaan yang berhasil tercatat dalam Indeks SRI-KEHATI memiliki nilai tambah yang tinggi bagi perusahaannya dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tidak tercatat dalam Indeks SRI-KEHATI. Dan apalagi bahwa Indeks ini merupakan indeks pertama di Asia Tenggara dan indeks kedua di Asia yang mengusung tema sosial dan lingkungan. Informasi mengenai peluncuran Indeks SRI-KEHATI oleh Bursa Efek Indonesia pada tanggal 8 Juni 2009 bisa kita duga menimbulkan reaksi di dalam pasar modal Indonesia. Reaksi tersebut diuji melalui tahapan pengujian kandungan informasi dan kecepatan reaksi pasar, yang tidak hanya ditunjukkan dengan adanya abnormal return, tetapi juga didukung dari adanya aktivitas perdagangan yang tercermin dari volume perdagangan yang signifikan pada saham-saham perusahaan yang bersangkutan. Kedua pengujian tersebut yaitu pengujian kandungan informasi dan pengujian kecepatan reaksi adalah untuk Berdasarkan kriteria, tahapan seleksi, prinsip hingga tujuan Indeks SRI- KEHATI yang semuanya berlatarbelakangkan Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility yang memenuhi semua aspek kebutuhan masing- masing stakeholdernya, maka dapat diduga bahwa 25 perusahaan yang berhasil tercatat dalam Indeks SRI-KEHATI memiliki nilai tambah yang tinggi bagi perusahaannya dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tidak tercatat dalam Indeks SRI-KEHATI. Dan apalagi bahwa Indeks ini merupakan indeks pertama di Asia Tenggara dan indeks kedua di Asia yang mengusung tema sosial dan lingkungan. Informasi mengenai peluncuran Indeks SRI-KEHATI oleh Bursa Efek Indonesia pada tanggal 8 Juni 2009 bisa kita duga menimbulkan reaksi di dalam pasar modal Indonesia. Reaksi tersebut diuji melalui tahapan pengujian kandungan informasi dan kecepatan reaksi pasar, yang tidak hanya ditunjukkan dengan adanya abnormal return, tetapi juga didukung dari adanya aktivitas perdagangan yang tercermin dari volume perdagangan yang signifikan pada saham-saham perusahaan yang bersangkutan. Kedua pengujian tersebut yaitu pengujian kandungan informasi dan pengujian kecepatan reaksi adalah untuk