Japanese Encephalitis

1.3.5. Japanese Encephalitis

Japanese Encephalitis (JE) merupakan satu di antara penyakit arbovirus yang bersifat zoonosis dan menyebabkan peradangan otak (encefalitis) pada manusia melalui gigitan nyamuk yang akhirnya dapat menyebabkan kematian, dan cacat mental.

Jenis nyamuk hasil RIKHUS VEKTORA yang telah dinyatakan sebagai vektor di wilayah Provinsi Sumsel antara lain Culex tritaeniorhyncus, Cx bitaenoirhynchus, Cx. gelidus dan Cx. fuscocephala, Cx. tritaeniorhyncus, Cx. quinquefasciatus dan Armigeres subalbatus. namun dari hasil pemeriksaan RT-PCR didapatkan hasil yang positif JE Ar. Subalbatus 3 pool(ekosistem HDP), Cx. Quinquefasciatus 6 pool(ekosistem HDP), Cx. tritaeniorhyncus 8 pool(ekosistem HDP). Adapaun spesies lain

Cx. bitaeniorhyncus, Cx. quinquefasciatus, Anopheles kochi, Armigeres subalbatus, An. vagus, An. fuscocephala dan Cx. tritaeniorhyncus terkonfirmasi sebagai vektor JE di Semarang, Cx. vishnui dan Cx. annulus di Pontianak, Cx. gelidus, Cx. tritaeniorhyncus, An. annularis dan An. vagus di Pulau Lombok. Dilaporkan pula bahwa spesies Cx. tritaeniorhyncus dan Cx. quinquefasciatus merupakan spesies dominan di Provinsi Riau dan Sumatera Utara yang kemungkinan memiliki peranan penting dalam penyebaran virus JE pada babi.

Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) merupakan salah satu kabupaten terpilih di wilayah Sumatera Selatan dalam pelaksanaan Rikhus Vektora Tahun 2015. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk pemutakhiran data mengenai sebaran reservoir penyakit guna mengetahui macam dan jumlah spesies, potensi dan peranannya di dalam penularan penyakit tular reservoir berbasis ekosistem.

Data reservoir yang dikumpulkan berdasarkan koleksi tikus dan kelelawar yang didapat dari enam ekosistem. Terdapat 6 desa terpilih untuk mewakili setiap ekosistem yang diteliti yaitu Desa Rantau Lurus sebagai ekosistem pantai dekat pemukiman, Desa Simpang Tiga Abadi sebagai ekosistem pantai jauh pemukiman, Desa Kijang Ulu sebagai ekosistem non hutan dekat pemukiman, Desa Air Itam sebagai ekosistem non hutan jauh pemukiman serta Desa Lingkis sebagai ekosistem hutan dekat pemukiman dan hutan jauh pemukiman.

genus dan 8 spesies. Tikus yang berhasil tertangkap cenderung lebih banyak di dekat B2P2VRP

1.3.6. Tikus dan Infeksi Penyakit Leptospirosis

Hasil koleksi tikus di lapangan diperoleh sebanyak 105 ekor tikus yang terdiri dari 4

pemukiman. Ekosistem Hutan dekat pemukiman terdapat lima spesies yaitu Bandicota

bengalensis, Rattus norvegicus, Rattus tanezumi, Rattus exulans, dan Rattus tiomanicus dengan dominansi spesies yang tertangkap adalah Rattus tanezumi sebanyak 57% dari seluruh tikus yang tertangkap. Rattus tanezumi dan Rattus norvegicus dikenal secara umum dijumpai pada habitat pemukiman, dan perkarangan. Pada ekosistem ini juga tertangkap jenis Rattus exulans, Rattus tiomanicus, dan Bandicota bengalensis dikarenakan perilaku tikus ini sangat tinggi untuk mencari makan, berkembangbiak, berlindung, dan bersarang. Habitat DOC. ketiga tikus tersebut berada di luar pemukiman seperti semak belukar, ladang, dan sawah, namun dikarenakan diluar pemukiman sangat jarang adanya makanan sehingga tikus yang biasanya berhabitat di luar pemukiman akan berpindah mencari makanan ke arah pemukiman.

Koleksi tikus pada ekosistem hutan jauh pemukiman menunjukkan dominansi spesies yang tertangkap adalah Rattus tanezumi sebanyak 57% dari seluruh tikus yang tertangkap. Koleksi tikus pada ekosistem hutan jauh pemukiman didapatkan dominansi spesies adalah Rattus tanezumi, Rattus argentiventer, dan Rattus exulans. Ekosistem non hutan dekat pemukiman didapatkan dominansi spesies adalah Rattus tanezumi sebesar 73% dari seluruh tikus tertangkap. Spesies pantai dekat pemukiman dan jauh pemukiman juga di dominansi dari spesies Rattus tanezumi masing-masing sebesar 61% dan 38%.

Rattus tanezumi yang tertangkap di lapangan tidak seluruhnya didapatkan di pemukiman. Pada ekosistem hutan jauh pemukiman Rattus tanezumi diperoleh di hutan sekunder dan di ekosistem pantai jauh pemukiman Rattus tanezumi ditangkap di area tambak bandeng daerah pasang surut sungai.

Tikus dikenal sebagai reservoir penyakit antara lain pes, leptospirosis, hantavirus, salmonellosis, dan beberapa penyakit lainnya. Tikus merupakan reservoir penting dalam penularan leptospirosis pada manusia. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira, famili Leptospiraceae. Kasus leptospirosis pada manusia terjadi akibat kontak dengan air dan tanah yang tercemar oleh urin hewan yang mengidap Leptospira. Bakteri Leptospira yang virulen akan masuk dalam tubuh manusia melalui membran mukosa, seperti hidung, mulut dan konjungtiva (selaput yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan bola mata serta luka kulit). Potensi tikus sebagai reservoir leptospirosis umumnya didominasi oleh spesies-spesies komensal.

Spesies tikus yang telah terkonfirmasi sebagai reservoir leptospirosis diantaranya adalah Rattus rattus, Rattus norvegicus, Mus musculus, Bandicota bengalensis dan Bandicota indica. Di Indonesia isolasi bakteri Leptospira spp. dari ginjal tikus ditemukan pada spesies Rattus norvegicus, Rattus tanezumi, Rattus exulans dan Suncusmurinus di Jakarta, Rattus hoffmani di Sulawesi, Rattus argentiventer, Maxomys bartelsi, Rattus tanezumi dan Rattus norvegicus di Jawa Barat serta Rattus tanezumi di Sumatera.

Pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan uji MAT dan PCR didapatkan hasil spesies Rattus norvegicus dan Rattus tanezumidi ekosistem hutan dekat pemukiman. Kedua tikus tersebut termasuk dalam jenis tikus domestik. Tikus domestik memiliki kebiasaan dekat dengan aktivitas manusia. Rattus tanezumi dikenal sebagai tikus rumah karena mempunyai habitat di pemukiman dan telah beradaptasi dengan baik dengan aktivitas kehidupan manusia. Selain itu, tikus ini juga menggantungkan hidupnya (pakan dan tempat tinggal) pada kehidupan manusia sehingga disebut sebagai commensal rodent.

Kondisi pemukiman di ekosisten ini saat pengumpulan data merupakan pemukiman di daerah bantaran sungai dengan jarak rumah yang berdekatan dan sanitasi lingkungan yang kurang mendukung. Jenis rumah sebagian masyarakat adalah rumah panggung dengan adanya genangan air di bawahnya. Beberapa masyarakat membuang sampah rumah tangganya langsung di bawah rumah. Hasil penelitian Anies, menunjukkan rumah dengan genangan air ditemukan tikus dan terkonfimasi leptospirosis. Aktivitas mandi, cuci, dan kakus masyarakat sebagian besar dilakukan di sungai. Sungai menjadi salah satu sumber pengganti air bersih oleh masyarakat. Risiko infeksi bakteri leptospirosis pada manusia dapat terjadi dengan cara kontak air yang patogen. Hal ini sejalan dengan penelitian David yang menunjukkan hasil bahwa kebiasaan mandi di sungai mempunyai risiko 2,5 kali (OR = 2,5; B2P2VRP 95% CI = 1,3-4,6) terkena leptospirosis. Begitu juga dengan kebiasaan mencuci baju di sungai, mempunyai risiko 2,4 (OR = 2,4; 95% CI = 1,2-4,7). Faktor yang terkait kejadian leptospirosis salah satunya adalah personal hygiene. Selain itu, beberapa faktor lingkungan seperti kebersihan rumah, keberadaan tikus di sekitar rumah dan adanya sumber air tergenang juga menjadi faktor terjadinya leptospirosis.

Selain melakukan pemeriksaan leptospirosis, koleksi tikus juga diperiksa untuk diagnosis hantavirus. Infeksi hantavirus merupakan penyakit zoonotik bersumber rodensia. Hantavirus termasuk dalam virus RNA, famili Bunyaviridae. Virus tersebut dapat diisolasi dari tikus yang DOC. penularannya terutama melalui droplet udara yang tercemar urin, ludah dan/atau feses dari tikus yang terinfeksi. Hantavirus pada roden telah dilaporkan di Asia Tenggara meliputi Vietnam, Kamboja, Thailand, Singapura dan Indonesia.