Pesan Simbolik Yang Terkandung Pada Tari Nampyog Nganten Di Pura Samuan Tiga
1. Pesan Simbolik Yang Terkandung Pada Tari Nampyog Nganten Di Pura Samuan Tiga
Kesenian memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Bali terutama dalam kehidupan keagamaan. Dalam berbagai bidang kesenian, seperti seni tari, seni tabuh, seni suara, seni lukis dan seni pahat selalu hidup berdampingan dengan kehidupan keagamaan terutama agama
Komunikasi Nonverbal Pada...
Hindu di Bali. Banyak kalangan masyarakat Bali yang percaya bahwa upacara keagamaan belum lengkap dan sempurna tanpa kehadiran Panca Gita atau lima macam bunyi-bunyian yang meliputi: mantra, genta, kidung, kulkul, dan tetabuhan/gamelan. Untuk itu seni pertunjukkan seperti seni tari, karawitan, wayang, drama, topeng dan yang lainnya merupakan sumber yang amat penting dalam pelaksanaan suatu upacara (Bandem, 1966:167).
Demikian pula halnya dengan piodalan di Pura Samuan tiga, pementasan Tari Nampyog Nganten sangat memegang peranan penting. Tanpa pementasan tari Nampyog Nganten upacara yang dilaksanakan belum lengkap dan sempurna.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan Tokoh Adat Ketua Paruman Pura Samuan Tiga berikut ini:
“Kawentenan sesolahan nampyog nganten puniki sampun ngawit saking riin pisan keanggen muput karya ritatkala Piodalan ring Pura Samuan Tiga puniki preside kepanggih ritatkala sesolahan nampyog nganten sampun puput wawu Ratu Manca-Manca preside budal suang-suang, yening durung puput Ratu Manca-Manca durung preside budal. Punika mawinan yan ten wenten sesolahan nampyog nganten Piodalan puniki kabaos nenten puput ”1.
Yang artinya: “Keberadaan tari Nampyog Nganten berlangsung sejak lama sebagai
pemuput Karya dalam pelaksanaan Piodalan di Pura Samuan tiga. Hal ini dapat dilihat dari setelah prosesi pementasan tari Nampyog nganten selesai maka pulanglah (budal) Ratu Manca-Manca ke tempat masing-masing. Tanpa adanya pementasan tari Nampyog Nganten, maka pelaksanaan Piodalan belum dikatakan lengkap”.
Ada beberapa macam gerakan nonverbal dalam pementasan Tari Nampyog Nganten pada pelaksanaan piodalan di Pura Samuan Tiga desa Adat Bedulu, meliputi:
1) Ngayah Ngigel atau ngayah penangkilan yaitu; menari mengitari areal Pura sebanyak tiga kali dengan membawa tiga batang dupa yang bermakna kehikmatan dan pengabdian serta menunjukkan bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
1 Wawancara dengan informan Tokoh Adat Ketua Paruman Pura Samuan Tiga (IWP), 15 April 2017
Komunikasi Pariwisata, Budaya & Pengembangan Potensi Daerah
Sebagaimana diungkapkan oleh informan permas (penari wanita) berikut ini:
“Ayah Penangkilan yaitu gerakan berjalan kedepan yang dilakukan oleh permas seperti ngelikes, disertai dengan putaran kedua tangan dan posisi tangan pada waktu diam adalah telapak tangan kiri tengah dengan arah diagonal kiri depan dan siku ada didekat pinggang. Ngaturang Penangkilan diilustrasikan sebagai gerak membawa tiga buah dupa. Ayah Penangkilan diawali di depan pelinggih Ratu Agung dengan gerak yang sama tiga kali, di depan Pengaruman Ageng ngaturang penangkilan dengan gerak yang sama sebanyak enam kali, di Surya tiga kali dan di Ajeng tiga kali, di depan palinggih Ratu Agung Sakti tiga kali dan di depan Ratu
Agung Panji tiga kali” 2 .
2) Ngeberan Saet atau Ngoberan ikat rambut yang berwarna putih terbuat dari kain. Gerakan ngoberan saet ini diikuti oleh para Pemangku yang membunyikan genta serta memercikan tirta atau air suci dan parekan (pengayah laki-laki) mengelilingi Pura sebanyak tiga kali.
3) Ngoberan Anteng yaitu gerakan mengibas-ngibaskan selendang yang dipakai dengan mengelilingi Pura sebanyak tiga kali. Gerakan ini dilakukan dengan lambat dan lemah gemulai sehingga memberikan rasa ketenangan dan kesucian lahir bathin.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan permas (penari wanita) berikut ini:
“Ngober Anteng adalah gerak yang dilakukan sambil berjalan dengan kedua tangan direntangkan lurus kesamping dan dengan tangan kiri permas memegang cerik atau selendang sendiri mengelilingi areal Mandala Penataran Agung sebanyak tiga kali putaran. Gerakan ini merupakan simbol pembersihan areal pura dilakukan dengan lambat, lemah gemulai, sehingga dapat
memberikan rasa ketenangan dan kesucian lahir batin” 3 .
4) Ngober Makedeng, yaitu; selendang permas (penari wanita) yang dibelakang ditarik oleh permas yang didepannya dan seterusnya mengelilingi areal Pura sebanyak tiga kali. Gerakan
2 Wawancara dengan informan permas (PR) 21 April 2017 3 Wawancara dengan informan permas (PW) 21 April 2017
Komunikasi Nonverbal Pada...
ini mengandung makna kebersamaan dan meningkatkan rasa kesadaran yakni lebih memahami rasa persatuan dan kesatuan.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan permas (penari wanita) berikut ini:
“Ngober Mekedeng adalah menari mengelilingi areal Mandala Penataran Agung sebanyak tiga kali putaran dengan cerik/selendang permas yang berada di depan menarik selendang permas yang ada di belakangnya dan begitu seterusnya. Tiga buah dupa yang dibawa para permas pada saat menari Nampyog Nganten selanjutnya diletakkan di sebuah Batu Lempeng di Mandala Batan Manggis yang sebagai simbol tamu, di Pelinggih inilah Permas dan Parekan melaksanakan natab banten Pamiakala memohon keselamatan dan kesejahteraan. Tiga buah dupa yang dibawa setiap permas akan terus diganti sesuai dengan masa habisnya dupa. Gerakan ini mengandung makna kebersamaan dan meningkatkan rasa kesadaran yakni lebih
memahami rasa persatuan dan kesatuan” 4 .
5) Ngombak, yaitu suatu gerakan yang dilakukan dengan saling memegang satu dengan yang lainnya. Gerakan ini menyerupai ombak di laut yang bergelombang menyapu pasir-pasir di pantai, memiliki arti penyucian atau pembersihan areal Pura dan palinggih.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan permas (penari wanita) berikut ini:
“Ngombak adalah gerak yang dilakukan dengan berpegangan tangan dengan gerakan maju dan mundur untuk mendekati dan menjauhi pelinggih pada waktu maju, tangan diayunkan ke atas dan pada waktu mundur tangan diayunkan ke bawah. Gerakan ini dilakukan dengan jalan agak cepat (berlari-lari). Selain gerakan ngombak, para permas juga bertugas untuk memendet dengan gerakan seperti ngumbang sambil mengelilingi pelinggih- pelinggih dengan membawa bermacam-macam alat upacara seperti dupa, canang rebong, kendi, penastan dan canang sari” 5.
6) Ngerejang, yaitu; tarian yang mempunyai ciri khas gerakan yang lamban dan lemah gemulai mengikuti irama angklung. Gerakan
4 Wawancara dengan informan permas (PR) 21 April 2017 5 Wawancara dengan informan permas (PW) 21 April 2017
Komunikasi Pariwisata, Budaya & Pengembangan Potensi Daerah
ini dilakukan dengan suka cita dan penuh ketulusan melaksanakan upacara piodalan.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan permas (penari wanita) berikut ini:
“Ngerejang adalah gerak menari dengan kedua tangan berada diatas kepala sambil berjalan agak cepat mengelilingi area Mandala Penataran Agung. Gerakan ini dilakukan dengan suka cita dan penuh ketulusan melaksanakan upacara Piodalan” 6.
7) Siat Sampian, yaitu; suatu prosesi terakhir dari rangkaian upacara yang dilakukan oleh permas dan parekan (pengayah laki-laki). Siat sampain atau perang sampian ini dilakukan dengan saling pukul menggunakan sampain dangsil yang telah dipersiapkan sebelumnya. Para permas dan parekan dengan suka cita dan penuh ketulusiklasan tanpa mengenal lelah melaksanakan siap sampian. Setelah prosesi ini berakhir para permas dan parekan ke Beji melaksanakan pembersihan dan persembahyangan.