Menurut Konsep Etnograi Komunikasi
1. Menurut Konsep Etnograi Komunikasi
a. Masyarakat Tutur, batasan utama yang membedakan masyarakat tutur yang satu dengan yang lain adalah kaidah-kaidah untuk berbicara. Sehingga suatu suku bangsa atau kebudayaan bisa saja memiliki dua atau lebih masyarakat tutur (Kuswarno, 2008: 38). Dalam hal ini Deteni dengan masyarakat mengalaminya, hal ini terjadi saat mereka berada ada satu forum diskusi atau obrolan informal harian.
Diketahui bahwa:
1) Deteni ketika berbicara dengan sesama Deteni dari bangsa yang sama, akan menggunakan bahasa mereka. Contoh, Deteni Myanmar dengan sesama Myanmar, akan menggunakan bahasa Myanmar, sebagaimana yang dilakukan narasumber M asal Myanmar dengan rekannya NK. Begitu juga dengan Mhm dan MH dari Irak dengan bahasa Arabnya. (Wawancara tidak dapat ditampilkan karena keterbatasan bahasa asing Peneliti)
2) Sesama Deteni namun dari bangsa yang berbeda akan menggunakan bahasa Inggris. Atau mengadakan fungsi orang ketiga sebagai penghubung atau penerjemah. Contoh, Deteni Irak dengan Myanmar. Mereka akan menggunakan bahasa Inggris, namun jika tidak juga mengerti, akan hadir orang ketiga yang mampu menjelaskannya. Hal ini seperti yang dilakukan Mhm asal Irak dengan NK asal Myanmar. Misalnya saat NK ingin menawarkan makanan pada Mhm. NK berkata. “ Want some?”, kemudian dibalas dengan “Yes, hank you.” Oleh Mhm seraya mengambil makanan tersebut.
3) Deteni dengan masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia. Ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Contohnya saja M dari Myanmar ketika bertanya kepada Bu Yuldani,
Perilaku Komunikasi Antarbudaya...
apa yang beliau masak. M berkata, “Ibu. Masak. Apa.” secara patah-patah. Kemudian Bu Yuldani akan membalasnya dengan menjelaskan apa yang beliau masak, “ Saya masak ikan sambal, ini namanya ikan sambal.”
4) Masyarakat dengan masyarakat menggunakan bahasa Minang. Hal ini sering ditemukan ketika Siregar dan Joko bercakap-cakap. Macam-macam yang mereka bicarakan jika sedang berkumpul. Misalnya saat Joko bertanya pada Syafri kemana Deteni Irak Mhm karena ia ingin menawarkan bawang bombai. Joko bertanya, “Kama si Mhm?” yang kemudian akan dibalas oleh Syafri, “Tadi ado stu. Manga?” hingga Joko menjelaskan maksudnya mengapa ia mencari Mhm, “Ko ha. Den ado bawang.”
Keempat pola tutur mereka, Deteni Myanmar dan Irak serta masyarakat ini, dapat disimpulkan ke dalam sebuah gambaran pola, sebagaimana yang digambarkan di bawah ini.
Gambar 4.1. Pola Kaidah Berbicara Deteni Myanmar, Irak dengan Masyarakat
Deteni dengan masyarakat biasa berkumpul bersama biasanya yang berkebangsaan Myanmar dan Irak, duduk-duduk setiap siang kira-kira pkl. 02.00 WIB. Mereka berkumpul di Joglo atau semacam pondokan di bawah pohon rindang. Kegiatan ini hampir setiap hari terjadi. Obrolan mereka bermacam-macam. Bahkan mereka bisa bercanda satu sama lain. Deteni dapat mengikuti gaya lelucon masyarakat. Yaitu jenis lelucon sindiran. Contohnya, lelucon yang diucapkan oleh MH kepada Syafri. Karena Syafri
Komunikasi Pariwisata, Budaya & Pengembangan Potensi Daerah
merokok dengan rokok dari merk yang lebih murah dari biasanya dan telah beberapa kali meminta rokok MH yang lebih mahal.
“Boss sudah tidak boss lagi. Rokok sudah tidak Marlboro. Bos kaya kalau selasa dan kamis saja”.
Hal ini memancing tawa Syafri dan masyarakat lainnya yang duduk bersama di sana. Karena mereka sama-sama tahu, bahwa di lingkungan tersebut setiap hari Selasa dan Kamis ada Pasar Kaget, sehingga Pak Syafri sebagai petugas keamanan mendapatkan banyak pemasukan dari biasanya, ditandai dengan merokok rokok merk terkenal seperti Marlboro.
Obrolan ini dilakukan terpisah antara perempuan dan laki- laki. Laki-laki berkumpul sesama laki-laki dan perempuan dengan perempuan, kegiatan obrolan sore ini hanya diikuti oleh yang berusia dewasa saja. Sementara yang remaja jarang atau hampir tidak pernah ikut dalam obrolan sore ini.
b. Akivitas Komunikasi, adalah aktivitas khas yang kompleks, yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan tindak-tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks komunikasi yang tertentu pula. Sehingga proses komunikasi dalam etnograi komunikasi, adalah peristiwa khas yang berulang. Kekhasan di sini tiada lain karena mendapat pengaruh dari apsek sosiokultural partisipan komunikasi (Kuswarno, 2008: 42).
Ketika mereka berada dalam suatu obrolan, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Deteni berusaha menggunakan bahasa Indonesia kepada masyarakat. Meski dengan bahasa yang patah-patah dan struktur yang tidak tepat, contohnya seperti ketika NK ingin mengatakan “Dia ngomong apa?”, NK akan mengatakan “Dia-apa-omong-?”, namun masyarakat setempat dapat mengerti dengan baik, sehingga mereka bisa membalas pertanyaan itu sesuai dengan jawabannya.
Saat dalam suatu obrolan, para Deteni tidak pernah mendominasi obrolan. Meski mereka lebih sering menjadi objek obrolan tersebut, ditanyai berbagai hal, tapi mereka tidak pernah mendominasi atau menonjolkan diri serta lebih memilih menunggu dalam percakapan.
Perilaku Komunikasi Antarbudaya...
c. Komponen komunikasi, menurut etnograi komunikasi adalah unit-unit komunikasi yang menunjang terjadinya satu peristiwa komunikasi. Komponen komunikasi pada etnograi komunikasi terdiri dari tipe peristiwa, topik, tujuan, setting, partisipan, dan norma interaksi. Hubungan antar komponen yang dimaksud adalah bagaimana setiap komponen komunikasi saling bekerja sama untuk menciptakan perilaku komunikasi yang khas dari kelompok masyarakat tersebut.
Obrolan sesama perempuan antara Deteni dengan masyarakat lebih banyak membicarakan hal-hal yang ringan saja, contohnya saja seperti yang digambarkan dalam pola di bawah ini antara Deteni Myanmar dan masyarkat. Masak apa hari ini, apa kabar, kapan belanja dan juga bumbu masakan. Mereka tidak membicarakan masalah pribadi seperti keluarga. Sementara bagi yang laki-laki, obrolan mereka lebih variatif, dari candaan, transaksi jual beli, obrolan mengenai isu perang di Negara Deteni dan mereka biasa dan bisa membicarakan tentang hal pribadi, seperti keluarga, anak, lebih terbuka.
Gambar 4. 2 Pola Komunikasi Deteni Myanmar dengan Masyarakat
(Sumber: Berdasarkan hasil wawancara dan observasi Peneliti 2015)
d. Kompetensi komunikasi, adalah tindak komunikatif individu sebagai bagian dari suatu masyarakat tutur. Dalam perspektif etnograi komunikasi lahir dari tiga keterampilan, yaitu keterampilan linguistik, keterampilan interaksi, dan keterampilan kebudayaan. Kemampuan atau ketidak mampuan dalam
Komunikasi Pariwisata, Budaya & Pengembangan Potensi Daerah
menguasai satu jenis keterampilan akan mengakibatkan tidak tepatnya perilaku komunikasi yang ditampilkan, sehingga dapat terjadinya misscommunication dan culture shock dalam budaya (Kuswarno, 2008: 43).
Keterbatasan bahasa adalah satu-satunya kesulitan yang dihadapi Deteni saat ingin membicarakan suatu hal kepada masyarakat. Terkadang mereka bingung membahasakannya agar masyarakat paham sepenuhnya apa yang mereka bicarakan. Meski Deteni sedikit-sedikit dapat menggunakan bahasa Indonesia, terkadang beberapa kali percakapan akan terhenti di tengah jalan tanpa respon. Selain dari keterampilan linguistic, dua keterampilan lainnya seperti interaksi dan kebudayaan bukanlah masalah bagi kedua belah pihak, karena keduanya menerapkan toleransi yang baik.
e. Varietas Bahasa, nantinya akan menunjukkan pemolaan komunikasi. Hymes menjelaskan bahwa dalam setiap masyarakat terdapat varietas kode bahasa dan cara-cara berbicara yang bisa dipakai oleh anggota masyarakat atau sebagai repertoir komunikatif masyarakat tutur. Pilihan bahasa dan tipe bahasa ini juga hanya dipahami oleh masyarakat tutur yang menggunakannya, sehingga tidak mungkin seseorang menggunakan semua jenis varietas bahasa ini. Kaidah bahasa ini seringkali dilakukan tanpa sadar sebagai akibat dari proses sosialisasi dan enkulturasi kebudayaan. Pemolaan komunikasi dan varietas bahasa inilah yang kemudaian akan menjadi tujuan utama penelitian etnograi komunikasi (Kuswarno. 2008: 46).
Deteni dengan masyarakat setempat selalu menggunakan sapaan dengan “Assalamualaikum!” yang secara terbuka diucapkan oleh masyarakat dengan nada tinggi, yang kemudian akan dijawab “Waalaikumsalam” oleh Deteni dengan nada lebih rendah. Namun salam ini hanya akan dilontarkan masyarakat kepada Deteni yang familiar wajahnya bagi mereka. Bagi yang tidak, masyarakat diam saja, cenderung acuh. Hal ini biasanya terjadi pada Deteni berkebangsaan Afganistan, menurut masyarakat mereka terlalu pendiam dan hampir tidak pernah keluar untuk sekedar berkumpul bersama masyarakat.
Perilaku Komunikasi Antarbudaya...