Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian

A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak terikat oleh tempat dan waktu. Namun, demi memfokuskan lokasi dan objek penelitian, peneliti menentukan Banyumas dan Surakarta sebagai lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan Banyumas merupakan daerah terdekat dengan latar kejadian yang diangkat dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, sedangkan sampel dari masyarakat yang tinggal di daerah Surakarta dimaksudkan untuk menjadi pembanding informan dari daerah Banyumas. Perbedaan lokasi tersebut bertujuan agar data yang diperoleh memiliki banyak variasi sehingga tidak monoton dan dapat menghasilkan sebuah hasil akhir penelitian yang lebih kaya akan informasi.

Terlepas dari lokasi penelitian, hal yang paling penting dalam sebuah penelitian adalah objek penelitian. Pada analisis sosiologi sastra ini, objek penelitiannya adalah karya sastra novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari. Novel ini merupakan salah satu karya sastra yang menarik sebagai hasil imajinasi Tohari. Novel ini tidak hanya sekedar karya sastra yang menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan kehidupan yang dapat dijadikan renungang oleh masyarakat pembacanya.

Novel ini memiliki ciri khas hasil kepengaranngan Tohari yang berbeda dengan hasil karya sastra pengarang lainnya karena pada novel ini kental dengan nuansa Banyumas dan konflik kedesaan yang kompleks namun tetap mudah dimengerti oleh pembaca. Dengan ketebalan halaman yang hanya berkisar ratusan halaman, novel ini mampu mengemas amanat dari pengarang dengan nilai estetis yang tinggi. Memiliki banyak pesan dan pembelajaran kehidupan yang sangat bagus. Amanat dari pengarang terwakili dengan karakter yang dibawakan oleh para tokoh cerita yang menampilkan suatu situasi kehidupan sehingga lebih menarik untuk disimak.

Dalam penelitian kualitatif pada novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari dengan pendekatan sosiologi sastra ini ditemukan beberapa data penelitian sebagai berikut.

1. Analisis Koherensi Data Teks Novel (Data Objektif)

Pada koherensi data teks novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari banyak ditemukan data yang menarik untuk dikaji. Data-data yang peneliti perhatikan adalah data-data yang berkaitan dengan sosiologi sastra dari novel tersebut.

Koherensi data teks (data objektif) pada hakikatnya menekankan pada nilai-nilai karya sastra itu sendiri dan menjadikan karya sastra sebagai sumber informasi yang objektif, dan kemudian dikaitkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat sekarang. Namun, suatu analisis novel tidak dapat lepas dari analisis struktural novel tersebut. Secara structural, novel memiliki tujuh unsur intrinsik, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, gaya, setting, sudut pandang, dan suasana.

Banyak hal dapat ditemukan di dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, namun yang dominan muncul adalah konflik sosial yang terjadi di desa Tanggir. Konflik ini terjadi karena ketidakberesan pemerintahan lurah desa Tanggir yang biasa dipanggil dengan nama Pak Dirga. Dari awal kompetisi pemilihan lurah, dia sudah menunjukkan kecurangan yang akhirnya mengantarkannya duduk sebagai lurah desa Tanggir. Setelah menjadi lurah, dia melakukan penyelewengan dana kas lumbung koperasi desa Tanggir. Dia tidak mau menolong Mbok Ralem yang notabennya warga miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah desa demi penyembuhan penyakitnya. Pak Dirga bersama Poyo (pengurus lumbung desa Tanggir) melakukan manipulasi pada laporan keuangan lumbung desanya. Uang yang seharusnya dialokasikan untuk keperluan masyarakatnya justru digunakan untuk kepentingan pribadi Pak Dirga dan Poyo. Kedaan desa Tanggir semakin kacau dibawah kepemimpinan Pak Dirga yang sangat tidak amanah. Dalam Banyak hal dapat ditemukan di dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak, namun yang dominan muncul adalah konflik sosial yang terjadi di desa Tanggir. Konflik ini terjadi karena ketidakberesan pemerintahan lurah desa Tanggir yang biasa dipanggil dengan nama Pak Dirga. Dari awal kompetisi pemilihan lurah, dia sudah menunjukkan kecurangan yang akhirnya mengantarkannya duduk sebagai lurah desa Tanggir. Setelah menjadi lurah, dia melakukan penyelewengan dana kas lumbung koperasi desa Tanggir. Dia tidak mau menolong Mbok Ralem yang notabennya warga miskin yang membutuhkan bantuan pemerintah desa demi penyembuhan penyakitnya. Pak Dirga bersama Poyo (pengurus lumbung desa Tanggir) melakukan manipulasi pada laporan keuangan lumbung desanya. Uang yang seharusnya dialokasikan untuk keperluan masyarakatnya justru digunakan untuk kepentingan pribadi Pak Dirga dan Poyo. Kedaan desa Tanggir semakin kacau dibawah kepemimpinan Pak Dirga yang sangat tidak amanah. Dalam

Konflik lainnya adalah konflik percintaan. Konflik ini dimunculkan oleh tokoh Sanis. Dia berada di kondisi yang cukup rumit. Sanis yang merupakan gadis desa yang polos, yang menaruh hati pada lelaki yang berumur jauh lebih dewasa darinya mulai terlibat konflik percintaan ketika dia dipinang oleh Pak Dirga. Pak Dirga yang saat itu sudah beristri Bu Runtah masih berkeinginan menikahi Sanis. Sanis maupun ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolak kehendak Pak Dirga karena pada zamannya jabatan seorang lurah sangat ditakuti oleh warganya. Sehinga mau atau tidak mau, Sanis harus tetap bersedia menjadi istri muda lurah Dirga. Di sisi lain, Sanis masih memiliki rasa kepada Pambudi. Namun, ketika Pambudi pulang ke Tanggir, ternyata Pambudi sudah menjalin hubungan dengan Mulyani.

Selain konflik-konflik tersebut, unsur sosiologis budaya dari novel ini juga sangat menarik. Banyak nuansa Banyumas yang ditampilkan dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dari setting tempat, novel ini berlatarkan lokasi di daerah kaki Bukit Cibalak yang memang secara fisiknya ada di daerah Banyumas. Dari segi bahasanya juga ada beberapa bahasa atau istilah dari Banyumas yang dimunculkan oleh pengarang. Nama tokoh yang dimunculkan dalam cerita juga cukup identik dengan nama-nama pada masyarakat Banyumas di zamannya.

kebenarannya sangat dekat dengan realita yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Banyumas itu sendiri. Hal-hal tentang kebanyumasan ini jugalah yang menjadi ciri khas dari karya sastra Tohari (2005).

2. Analisis Data Genetik

Dari novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Tohari (2005) dapat ditemukan beberapa data genetik. Data genetik hakikatnya adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Berdasarkan hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data wawancara pada Tohari dapat ditemukan beberapa hasil wawancara, seperti fakta bahwa novel Di Kaki Bukit Cibalak merupakan novel pertama Tohari yang sebelumnya di terbitkan pada harian Kompas.

Tohari mengemukakan bahwa alasannya menulis berbagai karya sastra dengan kekhasan latar cerita Banyumas tidak lain karena beliau menganggap hanya mampu menulis sebuah cerita yang terinspirasi dari lingkungannya. Jika jauh dari itu, beliau sendiri menganggap akan muncul rasa hambar dalam ceritanya.

Tohari saat ini berumur 64 tahun. Beliau tinggal di desa Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas. Beliau hidup di keluarga sederhana dan di lingkungan pesantren. Lingkungan hidupnya yang berada di pedesaan sangan menyumbang banyak ide dalam tulisannya. Beliau juga pernah mengenyam pendidikan tinggi di beberapa Universitas.

Didapatkan sebuah keterangan, bahwa Tohari lebih memilih menulis sesuatu yang pada dasarnya langsung dialami sendiri sehingga dapat menghasilkan suatu tulisan yang memiliki nyawa dan dapat tergambar serealistis mungkin. Beliau mengutarakan bahwa beliau kurang dapat menulis suatu tulisan yang benar-benar fiktif tanpa dialaminya.

Novel Di Kaki Bukit Cibalak menjadi bagian istimewa bagi Tohari. Novel ini menjadi awal kesuksesannya di dunia sastra. Novel Di Kaki Bukit Novel Di Kaki Bukit Cibalak menjadi bagian istimewa bagi Tohari. Novel ini menjadi awal kesuksesannya di dunia sastra. Novel Di Kaki Bukit

Beberapa karya Tohari memperoleh apresiasi yang sangat baik dengan menerbitkannya dalam beberapa bahasa lain di luar negeri. Bahkan Ronggeng Dukuh Paruk beberapa kali difilmkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Inilah salah satu bukti dedikasi yang luar biasa dari seorang Tohari di duia sastra. Selain kiprahnya di dunia sastra, beliau juga sempat terjun di dunia jurnalistik, sempat bekerja di beberapa majalah terbitan Jakarta. Saat ini beliau tetap bertahan dalam kehidupan yang sederhana, religius, dan berusaha bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

3. Analisis Data Afektif

Analisis data afektif hakikatnya adalah kajian sosiologi pembaca yang mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan oleh karya satra. Sebuah karya sastra akan lebih bermakna jika amanat yang terkandung didalamnya dapat dimaknai dengan baik oleh pembaca. Bagian ini menjadi salah satu objek penelitian analisis data afektif yang menjadi bagian dari penelitian sosiologi sastra pada novel Di Kaki Bukit Cibalak.

Data afektif ini diperoleh dari beberapa informan yang peneliti wawancarai. Informan ini diklasifikasikan berdasarkan dua hal, yaitu

a. lokasi tempat tinggal informan, masyarakat yang tinggal di daerah

Banyumas dan masyarakat yang tidak tinggal di Banyumas;

b. posisi pembaca, pembaca ahli dan pembaca awam. Dari klasifikasi ini, ditemukan beberapa hal yang sedikit berbeda. Informan yang termasuk masyarakat Banyumas dapat lebih mengerti keadaan masyarakat Banyumas saat itu maupun saat ini. Hal ini tidak terjadi pada b. posisi pembaca, pembaca ahli dan pembaca awam. Dari klasifikasi ini, ditemukan beberapa hal yang sedikit berbeda. Informan yang termasuk masyarakat Banyumas dapat lebih mengerti keadaan masyarakat Banyumas saat itu maupun saat ini. Hal ini tidak terjadi pada

Secara garis besar, pembaca lebih mengenal karya Tohari dengan novelnya Ronggeng Dukuh Paruk. Tohari adalah Ronggeng Dukuh Paruk dan Ronggeng Dukuh Paruk adalah Tohari, hampir seperti itulah yang ada dipikiran masyarakat. Terkait dengan novel Di Kaki Bukit Cibalak, para pembaca mengenal novel tersebut karena sebelumnya telah mengenal novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Tohari itu sendiri. Meskipun novel Di Kaki Bukit Cibalak merupakan tulisan pertama dari Tohari (2005) namun pamornya kalah dengan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Terlepas dari itu, pembaca menganggap novel Di Kaki Bukit Cibalak sebagai novel yang memiliki amanat sangat dalam.

Melalui rangkaian cerita yang berkonflik dapat diambil pelajaran yang berharga dari hal tersebut. Amanatnya cukup mudah dipahami karena konflik yang disampaikan sangat realistis dan dekat dengan permasalahan masyarakat sesungguhnya. Dari pemaparan tokoh dan penokohannya, pembaca akhirnya dapat mengenali berbagai karakter sifat dan sikap seseorang di masyarakat. Diharapkan dari berbagai penyajian tokoh dan penokohan dalam cerita, pembaca dapat termotivasi untuk menjadi tokoh baik yang ada dalam cerita, dan dari penyajian konflik-konflik tersebut diharapkan pembaca dapat mempunyai gambaran solusi yang dapat dilakukannya jika pembaca mengalami permasalahan semacam itu.