Pengeluaran bukan
2. Pengeluaran bukan
makanan makanan
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan atas uraian teori yang dikemukakan diatas dan studi yang pernah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sementara untuk dijadikan hipotesis , yaitu:
1. Pendapatan berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris paribus).
2. Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris paribus ).
3. Jumlah waktu kerja berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari (ceteris paribus).
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengukur variable-variabel yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga masyarakat miskin dengan menggunakan konsep mikro ekonomi. Variabel-variabel ekonomi yang akan diteliti adalah pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dengan karakterisrik ekonomi dan juga sosial rumah tangga sebagai faktor pembeda. Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta dengan mengambil studi kasus di Kecamatan Banjarsari.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan hasil wawancara dengan responden (keluarga miskin) dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder juga digunakan dalam penelitian ini untuk memperdalam pembahasan lebih lanjut. Sedangkan data sekunder yang diperlukan didapat dengan menelaah berbagai laporan/publikasi yang ada pada lembaga dan instansi pemerintah khusunya yang berada di Kota Surakarta.
Populasi adalah merupakan keseluruhan elemen, atau unit elementer, atau unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan suatu obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga miskin penerima bantuan PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) di Kecamatan Banjarsari dengan jumlah keseluruhan sebanyak 2.271 keluarga miskin.
Sampel adalah bagian terkecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya, tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik simple random sampling (Nazir, 1998) yaitu pengambilan sampel acak dimana setiap elemen dari populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih kedalam sampel.
Penetapan jumlah sample penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan rumus Slovin (Nazir, 1998), yaitu:
Dimana :
n = Jumlah sampel N = Jumlah Keluarga miskin penerima PKMS
e = Presisi 10%
1 + Ne²
Kesehatan Masyarakat Surakarta). Data ini didapat penulis saat melakukan kegiatan magang di BAPPEDA untuk validasi data keluarga miskin penerima bantuan PKMS. Tehnik pengambilan sampel berdasarkan simple random sampling dilakukan dengan mengambil secara acak berdasarkan list keluarga miskin yang menerima bantuan PKMS, sehingga keluarga miskin yang didata adalah keluarga miskin yang benar- benar masuk kategori keluarga miskin berdasarkan penilaian dari BAPPEDA Kota Surakarta. Di kecamatan Banjarsari jumlah keluarga miskin penerima PKMS sebanyak 2.271 Keluarga, dengan demikian jumlah sampel yang akan diteliti adalah sejumlah:
= 95,78 digenapkan 96 n =
96 sampel
D. Definisi Operasional Variabel
Pengertian dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi makanan adalah total pengeluaran rumah tangga miskin untuk konsumsi bahan makanan selama satu bulan.
2. Konsumsi bukan makanan adalah total pengeluaran rumah tangga miskin untuk konsumsi bukan bahan makanan selama satu bulan
2.271 1+ (2.271) (0,1)²
dalam rumah. Jumlah tanggungan keluarga atau ukuran keluarga (family size) disini didefinisikan sebagai jumlah orang dalam satu keluarga yang terdiri dari; kepala keluarga, istri, dan anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga. Satuan ukuran yang dipakai adalah jumlah orang.
4. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan kepala keluarga dan juga pendapatan anggota keluarga yang bekerja, dihitung selama satu bulan. Satuan ukuran pendapatan rumah tangga adalah rupiah.
5. Jumlah waktu kerja untuk mengukur aktivitas ekonomi yaitu jumlah jam kerja yang dicurahkan kepala keluarga dan anggota keluarga lain yang bekerja pada aktivitas ekonomi. Ukuran jumlah jam kerja rumah tangga dihitung dalam satuan jam per bulan.
E. Teknik Analisa Data
1. Analisis Regresi Linier Berganda
Penelitian ini mencoba menghiutng pengaruh variabel-variabel independen (pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, jumlah waktu kerja) terhadap variabel dependen (pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi bukan makanan) dengan teknik analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis model). Hal ini dikarenakan penggunaan variabel yang lebih dari satu (multivariabels)
Y = f (X 1 ,X 2 ,X 3 )
Y = pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi bukan makanan
X 1 = Pendapatan rumah tangga
X 2 = Jumlah anggota rumah tangga
X 3 = Jumlah waktu kerja
Untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh variabel independen (pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, jumlah waktu kerja) terhadap variabel dependen (pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi bukan makanan) maka model yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:
Y 1 = b 0 +b 1 PDPT + b 2 ART+ b 3 JK + µ
Y 2 = b 0 +b 1 PDPT + b 2 ART + b 3 JK + µ
Keterangan:
Y 1 = Pengeluaran konsumsi berbagai jenis makanan (diukur dalam rupiah)
Y 2 = Pengeluaran konsumsi bukan makanan (diukur dalam rupiah)
PDPT = Pendapatan rumah tangga (diukur dalam rupiah)
ART = Jumlah anggota rumah tangga (diukur dalam satuan orang)
JK
= Jumlah waktu kerja (diukur dalam satuan jam kerja)
b 0 = Koefisien intersep (konstanta) b 0 = Koefisien intersep (konstanta)
µ = Kesalahan Pengganggu (disturbance)
2. Uji Statistik
Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel independen yang meliputi uji t (uji individu), uji F (uji bersama-sama), dan uji R 2 (uji koefisien determinasi).
a. Koefisien Determinasi (R 2 )
Nilai R 2 untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya
koefisien daterminasi (R 2 ) antara nol dan satu (0<R 2 <1). Jika koefisien daterminan
0, artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model tersebut tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Sedangkan jika koefisien determinan mendekati 1, artinya variabel independen semakin mempengaruhi variabel dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien determinasinya mendekati nilai
Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995: 134):
1) . Menentukan Hipotesis
a) H 0 :b 1 = b2 = b3 = 0 Berarti semua variabel independen secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b) H a :b 1 ¹b 2 ¹b 3 ¹0 Berarti semua variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.
2) . Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:
a) Nilai F tabel =F α;K-1;N-K . ......................................................(3.2) Keterangan: N = jumlah sampel/data K = banyaknya parameter
b) Nilai F hitung =
Keterangan: R = koefisien determinan 2
N = jumlah observasi atau sampel
Ho diterima Ho ditolak
F( a; K-1; N-K)
3) . Kriteria pengujian
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji F.
4) . Kesimpulan
a) Apabila nilai F hitung < F tabel , maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.
b) Apabila nilai F hitung > F tabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
c. Uji t
Uji t ini merupakan merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing- masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau konstan. Langkah- langkah pengujian t test adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995: 119):
1) Menentukan Hipotesisnya 1) Menentukan Hipotesisnya
b) Ha : b1 ¹ b 2 ¹b 3 ¹0
Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.
2) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut:
a) Nilai t tabel =t α/2 ;N – K .....................................................(3.4) Keterangan:
a = derajat signifikansi N = jumlah sampel (banyaknya observasi)
K = banyaknya parameter
b) Nilai t hitung =
() i
= koefisien regresi
Se (bi)
= standard error koefisien regresi
Ho ditolak
Ho diterima
Ho ditolak
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji t.
4) Kesimpulan
a) Apabila nilai –t tabel <t hitung < +t tabel , maka H o diterima. Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.
b) Apabila nilai t hitung > +t tabel atau t hitung < - t tabel , maka H o ditolak. Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
3. Uji Asumsi Klasik
Kebenaran spesifikasi model penelitian ini, diuji dengan menggunakan asumsi klasik multikoliniearitas dan heteroskedastisitas.
a. Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 1995: 320). Salah satu asumsi model klasik yang Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 1995: 320). Salah satu asumsi model klasik yang
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubunganyang sempurna atau sangat tinggi antar veriabel bebas dalam model regresi. Tidak adanya multikolonearitas dapat diketahui dengan nilai Variance Inflation Vactor (VIF) di bawah 10 (Hair et al, 1995).
b. Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah sebagai berikut:
2). Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2005: 95-96). Untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini digunakan statistik d dari Durbin- Watson (DW test) dimana angka-angka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU (angka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4- dL dan 4-dU. Jika nilainya mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi, sebaliknya jika mendekati 0 atau 4 terjadi autokorelasi (+/-).
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Banjarsari memiliki luas area 1.481,1ha atau sekitar 14,811 km 2 ,
kecamatan ini merupakan kecamatan terbesar di Kota Surakarta. Sampai tahun 2009 jumlah penduduk yang tercatat sebanyak 175.272 jiwa dengan kepadatan mencapai
10.630 per km 2 dan laju pertumbuhan penduduknya 0,25 persen (sumber :
Monografi Kecamatan, 2010). Hampir keseluruhan wilayah Kecamatan Banjarsari memiliki topografi datar dengan kemiringan lereng < 2% dengan kedalaman air tanah yang relatif dangkal. Keadaan tersebut menyebabkan Kecamatan Banjarsari merupakan lokasi yang ideal untuk permukiman.
Kelurahan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Banjarsari total berjumlah
13 kelurahan. Jumlah rumah tangga yang berada dalam 13 kelurahan adalah sebanyak 35.701 rumah tangga. Kelurahan Kadipiro merupakan kelurahan yang paling banyak memiliki rumah tangga, hal ini juga dikarenakan didukung luas wilayah Kelurahan Kadipiro yang juga memiliki luas wilayah yang paling besar diantara kelurahan-kelurahan yang lain.
Kelurahan di Kecamatan Banjarsari
No.
Kelurahan
Jumlah Rumah Tangga
Luas Wilayah (Km 2 )
14.811 Sumber: PPLKB Kecamatan Banjarsari 2010
Sebagian besar aktivitas ekonomi penduduk yang berada di Kecamatan Banjarsari adalah menjadi buruh pabrik yaitu sebanyak 21.366 penduduk, berada diurutan kedua penduduk di Kecamatan Banjarsari banyak yang menjadi buruh bangunan sebesar 19.579 penduduk.
Sumber: Surakarta dalam Angka 2010
Jumlah Keluarga miskin disuatu daerah dapat dilihat dari data jumlah keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Berdasarkan laporan dari Kecamatan Banjarsari, jumlah keluarga miskin didaerah ini sebanyak 11.251 (3.533 Pra-KS + 7.718 KS-I), seperti tampak pada table 4.3. Jumlah ini bila dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang didata yaitu sebanyak 35.071, maka 32,08 persen keluarga di Kecamatan Banjarsari termasuk golongan keluarga miskin.
Angka 32,08 persen ini bisa mengatakan bahwa Kecamatan Banjarsari memiliki angka keluarga miskin yang termasuk tinggi. Karena lebih dari sepertiga keluarga yang ada didaerah ini adalah keluarga miskin. Tingginya jumlah keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari ini berhubungan juga dengan tingginya jumlah
No
Aktivitas Ekonomi
Jumlah
1. Petani Sendiri
344
2. Buruh Tani
4. Buruh Indutri
21.366
5. Buruh Bangunan
8. CPNS/TNI/POLRI
9.392
9. Pensiunan
6.934
10. Lain-lain
37.935
Jumlah
116.336
Sejahtera I di Kecamatan Banjarsari
Sumber: PPLKB Kecamatan Banjarsari 2010 Bila dijumlahkan jumlah keluarga miskin di Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan, maka dapat diketahui bahwa lebih dari lima puluh persen keluarga miskin banyak yang berdomisili di kedua kelurahan tersebut. Tingginya tingkat keluarga miskin didua kelurahan ini yang paling utmam disebabkan oleh banyaknya jumlah rumah tangga yang tinggal di wilayah tersebut. Bisa dilihat dalam tabel 4.3 jumlah penduduk di Kelurahan Kadipiro dan Kelurahan Nusukan lebih tinggi dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lainnya.
No.
Kelurahan
Pra Sejahtera
Keluarga Sejahtera I
1. Kadipiro
2. Nusukan
3. Gilingan
4. Setabelan
5. Kestalan
6. Keprabon
7. Timuran
8. Ketelan
9. Punggawan
10. Mangkubumen
11. Manahan
12. Sumber
13. Banyuanyar
Jumlah
B. Karakteristik Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Banjarsari yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; umur responden, tingkat pendidikan, pekerjaan utama, pendapatan, bahkan sampai pada kondisi tempat tinggal. Gambaran tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin yang dijadikan sampel penelitian ini akan dibahas per karakter, sehingga diharapkan akan didapat suatu gambaran tentang masyarakat miskin di Kecamatan Banjarsari.
1. Umur Responden
Ditinjau dari karakteristik umur responden yang paling banyak dijumpai adalah responden dengan umur 31 tahun dengan frekuensi sebanyak enam orang (6,25%), dibawahnya umur 34 dan 60 tahun masing-masing mempunyai frekuensi lima orang (5,20%). Kelompok lain yang relatif banyak adalah responden dengan umur 36, 40, 43, 48 tahun dengan frekuensi yang sama yaitu sebanyak empat orang (4,16%).
tinggal sendirian di Kelurahan Nusukan. Responden ini bekerja sebagai pedagang sayur dalam skala yang kecil dan hanya didagangkan di depan rumahnya. Responden tidak memiliki pengalaman pendidikan formal.
Sementara responden yang paling muda berumur 25 tahun dan berjumlah dua orang responden. Keduanya sudah menikah dan mempunyai penghasilan sendiri. Responden yang satu memiliki tingkat pendidikan SMP dan satunya tingkat pendidikan SMA.
2. Pendidikan
Dilihat dari segi pendidikan, mayoritas responden hanya menyelesaikan pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD) saja yang mencapai 40 responden (41,67%). Ditingkat kedua banyak responden yang hanya menyelesaikan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 24 responden, bahkan terdapat 5 responden yang tidak mendapatkan pendidikan secara formal atau tidak sekolah. Paling rendah adalah responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) sebanyak 3 responden atau sebesar 3,12% dari keseluruhan responden yang menjadi sampel survey.
Frekuensi
Status Pendidikan
SD SMP SMA
SMK STM Tidak
Sekolah
Sumber: Data primer, diolah
Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Banjarsari masih rendah. Dengan pendidikan yang baik diharapakan mampu untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil yang mampu untuk memenuhi pasar tenaga kerja. Bila seseorang tidak memiliki tingkat pendidikan yang baik, maka seseorang tersebut juga tidak akan medapatkan pekerjaan dengan tingkat pendapatan yang mencukupi. Dengan penghasilan yang tidak tinggi atau bahkan cenderung kecil dan jumlah anggota keluarag yang banyak maka akan terjadi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Dan akhirnya keluarga tersebut dimasukkan dalam keluarga miskin.
Dalam penulisan ini penulis mencoba untuk mengklasifikasikan jenis pekerjaan secara lebih spesifik. Hal ini untuk menghindari kemungkinan bias dalam pendapatan pada bidang pekerjaan yang sama. Misalnya pekerjaan buruh, pendugaannya ada kemungkinan bahwa antara buruh bangunan dengan buruh industri atau buruh industri rumah tangga mempunyai perbedaan dalam segi pendapatan.
Pertimbangan lain yang mendasari identifikasi dalam pekerjaan responden secara lebih spesifik melihat perkembangan di beberapa negara (yang lebih maju) mengidentifikasi pekerjaan secara spesifik (misalnya; sopir taksi), sementara di Indonesia, termasuk di Kecamatan Banjarsari kebanyakan penduduknya diidentifikasi secara umum (misalnya; wiraswasta). Padahal kalau diamati perbedaan anatara wiraswasta satu dengan wiraswasta yang lainnya sangatlah besar (bahkan ada orang yang tidak mempunyai pekerjaan sama sekali menyebut dirinya wiraswasta).
Ditinjau dari segi pekerjaan utama yang digeluti responden, yang paling banyak dijumpai adalah responden yang bekerja sebagai buruh bangunan yang mencapai 21 orang dari total 96 sampel atau sebesar 21,87%, jenis pekerjaan ini bukan suatu pekerjaan yang rutin dilakukan jika hanya ada pesanan borongan untuk membangun saja maka responden bisa bekerja, jika tidak ada pesanan maka sebagian besar responden juga tidak bekerja. Sehingga penghasilan yang diterima oleh keluarga tiap bulan tidak pasti.
Pengem udi
PRT 5 Becak 6
Pedagang 14
Montir 5
Karyaw an
Toko 5
Juru Parkir 5
Buruh Pabrik 17
Buruh m ebel 6
Buruh Bangunan 21
Pekerjaan
Lain 9
Buruh Industri rum ah tangga 3
Buruh Bangunan
Buruh Industri rum ah tangga
Buruh m ebel
Buruh Pabrik
Juru Parkir
Karyaw an Toko
Montir
Pedagang
Pekerjaan Lain
PRT
Pengem udi Becak
dilakukan oleh responden. Buruh indutri rumah tangga disini adalah sebagai pemetik lombok untuk kemudian disetor ke tengkulak. Rata-rata penghasilan yang diterima oleh responden yang bekerja sebagai buruh industri rumah tangga sekitar Rp 250.000 - 400.000 per bulan, karena memang tidak bekerja selama seharian penuh.
Sumber: Data primer, diolah.
Sebagaimana data pada grafik 4.2 terdapat responden yang menjawab “pekerjaan lainnya” yang mencapai 9 orang (9,37%), hal ini disebabkan jenis pekerjaan yang digeluti sangat spesifik. Hasil penelitian menjumpai beberapa jenis pekerjaan yang termasuk pekerjaan lainnya, yaitu: tukang reparasi jam,
Grafik 4.2 Profil Pekerjaan Utama Keluarga Miskin Kecamatan Banjarsari
pekerjaan menjaga rumah.
4. Pendapatan
Tabel 4.4 memperlihatkan total pendapatan yang diperoleh rumah tangga responden dalam bentuk rupiah per bulan.
Sumber: Data primer, Diolah. Pendapatan paling rendah yang didapat dari responden kurang dari Rp 300.000 per bulan, hal ini diperoleh dari responden yang hanya hidup seorang diri dalam satu rumah tangga. Dari 4 responden yang memiliki pendapatan paling rendah mereka kebanyakan adalah responden yang berstatus duda maupun janda.
Tabel 4.4 Pendapatan Rumah Tangga
(Rupiah Per Bulan)
berkeluarga sendiri. Responden yang memiliki total pendapatan diatas Rp 2.100.000 kecenderungan disebabkan karena responden tersebut memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup banyak dan sebagian besar diantaranya telah bekerja mempunyai penghasilan sendiri tetapi masih tinggal dalam satu rumah.
5. Jumlah Anak dan Tanggungan Keluarga
Kondisi sosial lainnya ditinjau dari jumlah anak dan jumlah tanggungan keluarga. Jumlah anak dalam penelitian ini adalah anak yang masih dalam usia sekolah dan belum punya penghasilan sendiri. Hasil penelitian menjumpai responden yang tidak mempunyai anak yang berada dalam usia sekolah sebesar
28 responden, kebanyakan responden ini memiliki anak yang sudah bekerja dan memiliki penghasilan sendiri dan sedikit diantaranya tidak memiliki anak karena status mereka yang duda dan juga janda.
Banyak dari responden yang memiliki 1 anak di usia sekolah sebesar 34 atau sekitar 35,41% responden yang rata-rata masih berada dalam usia kelas Sekolah Dasar (SD). Paling banyak responden memiliki anak usia sekolah berjumlah 4 anak dengan frekuensi 2 responden. Grafik 4.3 akan memperlihatkan komposisi jumlah anak responen yang menjadi sample survey.
Sumber: Data primer, Diolah
Jumlah tanggungan keluarga atau ukuran keluarga (family size) disini didefiniskan sebagai jumlah orang dalam satu keluarga yang tinggal dalam satu rumah terdiri dari; kepala keluarga, isteri, dan anak, serta orang lain yang turut serta dalam keluarga.
Sebagaimana ditampilkan dalam grafik 4.4 jumlah tanggungan keluarga yang paling besar yaitu 8 orang sebanyak 2 responden dari total 96 responden yang disurvey. Tanggungan keluarga yang mencapai 8 orang ini disebabkan karena kakek dan nenek di keluarga tersebut masih hidup dan tinggal dalam satu rumah, selain itu juga ada responden yang dalam satu rumah tinggal juga dengan saudara sepupu. Mayoritas tanggungan keluarga responden yang diobservasi memiliki 4 orang tanggungan dalam keluarganya, biasanya keluarga ini terdiri dari kepala keluarga, isteri dan dua anak. Banyak dari responden yang memiliki
Jumlah Anak Usia Sekolah
Tidak Punya
Anak Usia
Tidak Punya Anak Usia Sekolah
Jum lah Anak 1 Jum lah Anak 2 Jum lah Anak 3 Jum lah Anak 4
Grafik 4.3 Jumlah Anak Usia Sekolah
pengeluaran keluarga yang banyak karena tanggungan keluarga yang juga cukup banyak.
Sumber: Data primer, Diolah.
6. Kondisi Rumah Tempat Tinggal
Belum lengkap rasanya bila melihat kondisi sosial masyarakat miskin tanpa melihat kondisi rumah tempat tinggal. Sebagian besar rumah masyarakat miskin yang dijumpai masuk dalam kondisi yang boleh dibilang memprihatinkan. Untuk menilai kondisi rumah tempat tinggal masyarakat miskin dalam penelitian ini, diajukan tujuh aspek pertanyaan. namun pada table 4.5 hanya ditampilkan enam aspek saja.
76
17
31
23
55
10
15
20
25
30
35
Tanggungan Keluarga 1 orang Tanggungan Keluarga 2 orang Tanggungan Keluarga 3 orang Tanggungan Keluarga 4 orang
Tanggungan Keluarga 5 orang
Tanggungan Keluarga 6 orang
Tanggungan Keluarga 7 orang
Tanggungan Keluarga 8 orang
Grafik 4.4 Jumlah Tanggungan Keluarga
Sumber: Data primer, Diolah. Aspek pertama yang dinilai adalah kepemilikan tanah tempat tinggal masyarakat miskin. Dari aspek kepemilikan tanah, kebanyakan para keluarga miskin yang diobservasi tidak memiliki sertifikat kepemilikan resmi terhadap
No
KARAKTERISTIK
FREKUENSI PERSENTASI
1. Kepemilikan Tanah
a. Bersertifikat b.Tidak Bersertifikat
c. Magersari
d. Menyewa
Sub Total
2. Lantai Rumah
a. Semen
b. Tegel
c. Tanah
Sub Total
3. Dinding Rumah
a. Bambu
b. Papan
c. Tembok Sebagian
d. Tembok Semua
Sub Total
a. Sendiri
b. Umum
Sub Total
5. Sarana Air Bersih
a. PDAM
b. Sumur Gali
c. Sumur Pompa
Sub Total
6. Bahan Bakar Rumah Tangga
a. Gas
b. Minyak Tanah
c. Arang
d. Kayu Bakar
Sub Total
Tabel 4.5 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Keluarga
hijau pinggiran sungai dan juga pinggir rel kereta api. Diperingkat kedua dengan frekuensi sebesar 32 responden adalah keluarga miskin yang memiliki sertifkat resmi atas bangunan rumah mereka. Mayoritas kepemilikan tanah mereka dapat dari usaha mereka sendiri dan juga merupakan harta warisan dari orang tua.
Aspek berikutnya adalah karakter jenis lantai dari rumah keluarga miskin. Lantai rumah dengan jenis semen menjadi yang paling banyak dijumpai dalam observasi keluarga miskin dengan frekuensi sebesar 74 responden, lantai semen yang banyak ditemui adalah lantai semen dengan karakter sebagian halus dan sebagian besar kasar. Masih ditemukan juga lantai rumah keluarga miskin yang berlantaikan tanah. Dinding rumah yang banyak dijumpai adalah dinding rumah dengan jenis tembok sebagian, rumah yang hanya memiliki tembok dibagian tertentu dan bagian rumah yang lain tidak bertembok (menggunakan papan, bambu, ataupun seng).
Sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) sebagian besar keluarga miskin menggunakan MCK secara bersama-bersama dengan anggota masyarakat lain atau memakai MCK umum. Presentase perbandingan antara keluarga miskin menggunakan MCK umum dengan pribadi mencapai 65,6 persen dibanding dengan 35,4 persen.
Sumber air bersih untuk keperluan mandi dan juga minum keluarga, sebagian besar rumah tangga yang diobservasi mengambil air bersih bersumber dari sumur gali, yakni sebesar 60 rumah tangga, sebagian lagi memakai sumur Sumber air bersih untuk keperluan mandi dan juga minum keluarga, sebagian besar rumah tangga yang diobservasi mengambil air bersih bersumber dari sumur gali, yakni sebesar 60 rumah tangga, sebagian lagi memakai sumur
Bahan bakar rumah tangga yang paling banyak dipakai oleh rumah tangga miskin adalah gas dengan persentase sebesar 56,3 persen atau separuh lebih dari total 96 rumah tangga yang diobservasi. Hal ini didukung oleh program pemerintah konversi minyak tanah ke gas yang memberikan kepada rumah tangga kompor gas dan juga tabung gas secara gratis.
C. Analisis Data
Konsumsi merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh setiap orang untuk bertahan hidup. Dalam ilmu ekonomi semua pengeluaran selain yang digunakan untuk tabungan dinamakan konsumsi. Bagi masyarakat miskin pengeluaran konsumsi lebih banyak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam bentuk pangan, pada saat bersamaan sangat sedikit pengeluaran konsumsi untuk jenis non pangan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya jenis konsumsi keluarga miskin dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu; konsumsi bahan makanan, dan konsumsi bukan bahan makanan.
1. Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan Dalam kelompok konsumsi bahan makanan ini dirinci menjadi 10 jenis
pengeluaran konsumsi sebagaimana disajikan dalam tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 diatas memperlihatkan rata-rata konsumsi beras keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari sebesar Rp 198.469,00 per keluarga per bulan, merupakan pengeluaran terbesr untuk konsumsi bahan makanan. Konsumsi bahan makanan jenis lain yang termasuk besar adalah pengeluaran konsumsi untuk sayuran, yaitu dengan rata-rata sebesar Rp 80.572,9 per keluarga per bulan.
Jenis konsumsi makanan yang relatif kecil adalah pada sub kelompok pengeluaran untuk teh ataupun kopi yaitu dengan rata-rata sebesar Rp 11.346,9 per keluarga per bulan. Buah-buahan menempati posisi kedua terkecil setelah teh dan kopi untuk pengeluaran konsumsi bahan makanan dengan rata-rata sebesar Rp 15.027,1.
Jenis Konsumsi
Mean
Std. Deviation
MINYAK GORENG
TEH/KOPI
TAHU & TEMPE
96 63.901
27872.135
Valid N (listwise)
96
Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
Tabel 4.6 Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Keluarga
Miskin di Kecamatan Banjarsari
Dalam pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan dirinci berdasarkan
7 jenis pengeluaran konsumsi. Adapun rata-rata pengeluaran berbagai jenis konsumsi bukan bahan makanan disajikan dalam table 4.7
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan untuk konsumsi jajan anak menempati posisi tertinggi dengan rata-rata sebesar Rp 117.146,00 per keluarga per bulan. Walaupun ada sebagian keluarga yang disurvei tidak memiliki anak usia sekolah tapi hampir setiap keluarga yang memiliki anak usia sekolah mereka harus menghabiskan rata-rata Rp 5.000,00 per hari per anak anak untuk kebutuhan jajan anak. Konsumsi akan tembakau menempati posisi kedua terbesar dalam konsumsi keluarga miskin, dari hasil survey ditemukan bahwa keluarga yang memiliki anggota keluarga yang merokok rata-rata menghabiskan 1 bungkus rokok selama
2 hari dengan rata-rata harga 1 bungkus rokok berkisar Rp 6.000 per bungkus.
Jenis Konsumsi
Mean
Std. Deviation
BAHAN BAKAR
SABUN, SHAMPO ,ODOL
TAGIHAN LISTRIK
SPP ANAK
ROKOK TEMBAKAU
JAJAN ANAK
Valid N (listwise)
Tabel 4.7 Rata-rata Konsumsi Bukan Bahan Makanan Keluarga Miskin di Kecamatan Banjarsari
Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0 Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
3. Model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan
Hasil dari estimasi model OLS akan menunjukkan apakah ada atau tidaknya pengaruh dan jika ada pengaruh maka dapat diketahui seberapa besar masing-masing variabel-variabel bebas (pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan jumlah waktu kerja) terhadap variabel tidak bebas ( konsumsi bahan makanan dan konsumsi bukan bahan makanan). Berikut hasil estimasi model OLS untuk variabel dependent konsumsi bahan makanan dengan batuan program olah data SPSS 17.0
a. Dependent Variable: KBM Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
Coefficients a
95,0% Confidence Interval for B
B Std. Error
Beta
Lower Bound Upper Bound 1 (Constant) 41964.000 26395.162
.115 -10459.071 94387.070 PDPT
Tabel 4.8 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bahan Makanan Tabel 4.8 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bahan Makanan
Signifikan pada α = 0,05
Keterangan:
KBM = Pengeluaran konsumsi bahan makanan PDPT = Pendapatan rumah tangga ART = Jumlah anggota rumah tangga JK
= Jumlah waktu kerja
4. Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan
Sebagaimana rumusan model OLS dengan variabel dependen konsumsi bukan bahan makanan. Hasil estimasi terhadap model, dijumpai:
Coefficients a
. Dependent Variable: KBBM a Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
95.0% Confidence Interval for B
B Std. Error
Beta
Lower Bound Upper Bound 1 (Constant)
Tabel 4.9 Hasil Estimasi Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan
KBM = 41964,000 + 0,175(PDPT) + 52541,366 (ART) + 83,626 (JK)
makanan sebagai berikut:
Signifikan pada α = 0,05
Keterangan:
KBBM = Pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan PDPT = Pendapatan rumah tangga ART = Jumlah anggota rumah tangga JK
= Jumlah waktu kerja
5. Uji Statistik
Estimasi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan model eanalisis regresi linier berganda.Sedangkan untuk membuktikan bahwa pengaruhnya signifikan perlu dilakukan uji hipotesis. Untuk menguji hipotesis yang diajukan pada penelitian ini digunakan uji serempak dengan uji F dan uji parsial dengan uji t. Dimana dengan pengujian yang dilakukan dapat mengetahui pengaruh antara pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, dan jam kerja terhadap pengeluaran konsumsi bahan makanan dan konsumsi bukan bahan makanan.
a. Uji Koefisien Determinasi
Sebelum melakukan pengujian hipotesis sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, terlebih dahulu akan dilakukan uji kesesuaian model (goodness of
KBBM = 62633,769+ 0,296 (PDPT) + 46599,831(ART) + 515,831 (JK)
pada tabel berikut ini.
a. Predictors: (Constant), JK, ART, PDPT
Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
Berdasarkan hasil estimasi yang ditunjukkan pada tabel 4.12, terlihat bahwa nilai R-Square model konsumsi bahan makanan sebagai variabel dependen sebesar 0,851 yang berarti variasi kemampuan variabel independen (pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan jam kerja) dalam menjelaskan besarnya konsumsi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari sebesar 85,1 persen, sisanya sebesar 14,9 dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Model yang kedua untuk konsumsi bukan bahan makanan nilai R-Square sebesar 0,531 yang berarti variasi kemampuan variabel independen (pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan jam kerja) dalam menjelaskan besarnya konsumsi keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari hanya sebesar 53,1 persen. Sisanya sebesar 46,9 persen dijelaskan oleh variabel lain.
Model Konsumsi Bahan
Makanan
Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan
Tabel 4.10 Uji Goodness of Fit Model Konsumsi Bahan Makanan dan Bukan Bahan Makanan
model pengeluaran konsumsi bahan makanan lebih baik dibandingkan dengan model pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan.
b. Uji Parsial
Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara parsial (individu) dilakukan dengan membandingkan t-hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi (sig) pada hasil estimasi.
Jumlah sampel (n) = 96, variabel bebas (k) = 3. Menurut Koutsoyiannis, (1981) menjelaskan bahwa besarnya k adalah variabel bebas termasuk konstanta. Dengan demikian k = 4, dijumpai degree of freedom (DF) = 96 – 4 = 92. Pada
DF = 92 dijumpai t-tabel pada pengujian dua ekor ; α =0.01 sebesar 2,63 , pada
α = 0,05 sebesar 1,66
Uji Parsial untuk Konsumsi Bahan Makanan
1). Sebagaimana hasil estimasi yang ditampilkan dalam tabel 4.6 bahwa variabel pendapatan (PDPT) dijumpai t-hitung sebesar 5,264 > 1,66 berarti variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini diperkuat dengan nilai sig. = 0,000 yang berada dibawah toleransi 0,05.
sebesar 8,323 > 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,000 yang berada dibawah toleransi 0,05.
3). Variabel jumlah waktu kerja dijumpai t-hitung sebesar 0,649 < 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,518 yang berada dibawah toleransi 0,05.
Uji Parsial untuk Konsumsi Bukan Bahan Makanan
1). Hasil estimasi yang ditampilkan dalam tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel pendapatan (PDPT) dijumpai t-hitung sebesar 4,418 > 1,66 berarti variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini diperkuat dengan nilai sig. = 0,000 yang berada dibawah toleransi 0,05.
2). Variabel jumlah anggota keluarga (ART) dijumpai t-hitung sebesar 3,433 > 1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai
1,66 berarti variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap konsumsi masyarakat miskin Kecamatan Banjarsari. Hal ini juga diperkuat dengan nilai sig. = 0,066 yang berada diatas toleransi 0,05
c. Uji Simultan
Uji simultan (serempak) dilakukan untuk menguji signifikansi secara bersama-sama variabel bebas dalam dalam mempengaruhi variabel terikat. Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya pengujian simultan dilakukan dengan menguji F (Fisher Test). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai F-tabel dengan F-hitung. Untuk Degree of Freedom pada
pengujian F adalah v 1 = (k-1) = (4 -1) = 3, dan v 2 = (n-k) = (96 – 4)= 92,
dijumpai pada F table; pada α= 0,05 sebesar 2,72
Berdasarkan hasil estimasi pada model konsumsi bahan makanan dijumpai F-hitung sebesar 175,036 > 2,72 yang berarti bahwa variabel pendapatan (PDPT), jumlah anggota keluarga (ART), dan jumlah waktu kerja (JK) secara simultan sangat signifikan berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi bahan makanan keluarga miskin di Kecamatan Banjarsari. Hal ini diperkuat dengan nilai sig. sebesar 0,000 yang berada dibawah toleransi kesalahan 0,05.
Demikian halnya dengan pengujian pada model dua (pengeluaran Demikian halnya dengan pengujian pada model dua (pengeluaran
6. Uji Asumsi Klasik
Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin dicapai adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan adakalanya sering dijumpai dalam model regresi (terutama regresi linier berganda) berbagai masalah terutama pelanggaran terhadap asumsi klasik. Penggunaan model regresi berganda didasarkan kepada asumsi klasik dimana dengan terpenuhinya asumsi- asumsi tersebut penaksiran kuandrat terkecil dari koefisien regresi dapat menjadi penaksir terbaik yang terhindar dari bias. Menurut Gujarati (1999) pengujian asumsi klasik yang penting adalah uji multikolinearitas, uji heterokedostisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas data. Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan dua pengujian yaitu multikolinearitas dan autokorelasi.
a. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan di antara variabel-variabel independen dalam model regresi (Gujarati dan Porter, 2009). Tidak adanya multikolonearitas dapat diketahui dengan nilai Variance Inflation Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan di antara variabel-variabel independen dalam model regresi (Gujarati dan Porter, 2009). Tidak adanya multikolonearitas dapat diketahui dengan nilai Variance Inflation
Variabel
VIF
Pendapatan (X 1 )
Anggota Rumah Tangga (X 2 )
JamKerja (X 3 )
5,698 1,817 4,760
Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
Hasil perhitungan VIF menunjukkan faktor-faktor dalam variabel bebas memiliki nilai kurang dari 10. Hal ini berarti dalam model regresi tidak terdapat masalah multikolinieritas antar faktor-faktor variabel bebas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2005) salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedatisitas dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabek terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedatisitas dapat dilihat ada tidaknya pola tertentu dari grafik scatterplot. Bila ada pola tertentu ( bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan terjadi heteroskedatisitas, sebaliknya bila terjadi pola yang tidak jelas, serta titik menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinieritas Model Konsumsi Bahan Makanan dan Model Konsumsi Bukan Bahan makanan
Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa titik-titik yang berada pada grafik scatterplot tidak membentuk pola yang jelas dan cenderung menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedatisitas pada model konsumsi bahan makanan.
Sebagaimana metode yang digunakan pada model konsumsi bahan makanan, uji heteroskedatisitas juga dilakukan untuk model konsumsi bukan bahan makanan dengan menggunakan metode grafik plot. Hasil pengujian secara grafik sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik Scatterplot model Pengeluaran
Konsumsi Bahan Makanan
Sebagaimana tampilan pada gambar 4.2 memperlihatkan bahwa titik-titik yang berada pada grafik scatterplot tidak membentuk suatu pola yang jelas dan cenderung menyebar diatas dan dibawah angka nol pada sumbu Y, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedatisitas pada model konsumsi bukan bahan makana
c. Uji Autokorelasi
Kita dapat menyatakan data bebas dari autokorelasi apabila nilai Durbin-Watson antara batas tabel nilai batas atas (du) dan (4-du) pada tingkat keyakinan 1%. Sedang menurut Singgih (2000) bila nilai Durbin-Watson (DW test) lebih kecil dari 5 berarti bebas dari auto korelasi. Berdasarkan perhitungan
Gambar 4.2 Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi
Bukan Bahan Makanan
Watson sebesar 2,074 (tabel 4.9) lebih kecil dari 5, maka regresi dinyatakan bebas dari autokorelasi. Begitu pula dengan persamaan konsumsi bukan bahan makanan (kbbm) juga menunjukkan tidak adanya autokorelasi karena besarnya Durbin-Watson adalah 2,216 (tabel 4.9) lebih kecil dari 5.
Variabel Dependen
Durbin-Watson
Konsumsi Bahan Makanan (KBM) Konsumsi Bukan Bahan Makanan (KBBM)
2,074 2,216
Sumber: Data Primer, Diolah dengan SPSS 17.0
D. Interpretasi Ekonomi
1. Pengaruh Pendapatan terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin
Model konsumsi bahan makanan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel pendapatan (PDPT) sebesar 0,175 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) yang berarti bahwa kenaikan pendapatan Rp 1.000,00 akan meningkatkan pengeluaran konsumsi untuk jenis bahan makanan sebesar Rp 175,00. Untuk model konsumsi bukan bahan makanan koefisien regresi variabel pendapatan (PDPT) sebesar 0,296 hal ini mengandung pengertian bahwa kenaikan pendapatan Rp 1.000,00 akan meningkatkan pengeluaran konsumsi
Tabel 4.12 Hasil Uji Autokorelasi
yang positif ini sesuai dengan hipotesis diawal penelitian yang menyatakan bahwa variabel pendapatan mempunyai hubungan positif terhadap pengeluaran konsumsi keluarga miskin.
Hal ini berarti bahwa kenaikan pendapatan dalam rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari akan menaikkan juga jumlah pengeluaran konsumsi keluarga tersebut. Kondisi ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Sili Antari (2006) yang meneliti tentang pengaruh pendapatan, pendidikan, dan remitan terhadap pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen di Kabupaten Badung Propinsi Bali, yang menunjukkan bahwa variabel pendapatan merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi pengeluaran konsumsi pekerja migran nonpermanen. Teori yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes juga mengungkapkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya.
2. Pengaruh Jumlah Anggota Rumah Tangga terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin
Didalam model konsumsi bahan makanan koefisien jumlah anggota keluarga (ART) dijumpai koefisien regresi sebesar 52541,366 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) hal ini berarti apabila variabel independen lain konstan, maka setiap perubahan yang terjadi pada variabel jumlah anggota keluarga dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga 1 orang, akan menambah pengeluaran konsumsi makanan sebesar Rp 52.541,36 yang Didalam model konsumsi bahan makanan koefisien jumlah anggota keluarga (ART) dijumpai koefisien regresi sebesar 52541,366 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) hal ini berarti apabila variabel independen lain konstan, maka setiap perubahan yang terjadi pada variabel jumlah anggota keluarga dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga 1 orang, akan menambah pengeluaran konsumsi makanan sebesar Rp 52.541,36 yang
5% (tabel 4.7) yang berarti bahwa bertambahnya jumlah anggota keluarga sebanyak 1 orang akan mempertambah pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar Rp 46.599,83.
Hasil penelitian konsisten dengan hasil penelitian dari Khairil Anwar (2007) yang menjelaskan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin. Secara teori seperti yang dikemukakan oleh Spencer (1977) faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi antara lain; pendapatan disposable, banyaknya anggota keluarga,usia anggota keluarga, pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan di masa yang akan datang. Jadi banyaknya jumlah anggota keluarga memang sangat berpengaruh terhadap besarnya jumlah pengeluaran konsumsi sauatu rumah tangga.
3. Pengaruh Jumlah Waktu Kerja terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin
Model konsumsi bahan makanan koefisien regresi variabel jam kerja (JK) sebesar 83,626 tetapi tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) hal ini berarti bahwa variabel jumlah waktu kerja tidak mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi bahan makanan keluarga miskin. Demikian halnya dengan koefisien regresi untuk variabel jumlah jam kerja (JK) sebesar 515,831 Model konsumsi bahan makanan koefisien regresi variabel jam kerja (JK) sebesar 83,626 tetapi tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% (tabel 4.6) hal ini berarti bahwa variabel jumlah waktu kerja tidak mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi bahan makanan keluarga miskin. Demikian halnya dengan koefisien regresi untuk variabel jumlah jam kerja (JK) sebesar 515,831
PENUTUP
Dalam bab ini akan disajikan beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Berdasarkan hasil dari penelitian dan analisa data yang dilakukan, maka peneliti dapat mengambil suatu kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan mempunyai pengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin, hal ini ditunjukkan dengan hasil regresi untuk model konsumsi bahan makanan sebesar dan juga model konsumsi bukan bahan makanan berpengaruh positif dan signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya peningkatan pendapatan maka akan menambah jumlah pengeluaran konsumsi rumah tangga.
2. Jumlah anggota keluarga juga mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin. Hasil regresi menunjukkan positif dan signifikan untuk kedua model yang digunakan. Dimana untuk model konsumsi bahan makanan
menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga 1 orang, akan menambah pengeluaran konsumsi makanan sebesar Rp 52.541,36. Untuk model konsumsi bukan bahan makanan memperlihatkan hasil yaitu dengan menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga 1 orang, akan menambah pengeluaran konsumsi makanan sebesar Rp 52.541,36. Untuk model konsumsi bukan bahan makanan memperlihatkan hasil yaitu dengan
3. Hasil regresi untuk jumlah waktu kerja dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan untuk kedua model (konsumsi bahan makanan dan konsumsi bukan bahan makanan) yang diteliti. Hal tersebut berarti menandakan bahwa jumlah waktu kerja tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin.
B. Saran
Pada bagian akhir penelitian ini, penulis ingin menyarankan beberapa hal sebagai implikasi dari penelitian ini, yaitu:
1. Pemerintah kota perlu melakukan langkah strategis untuk menanggulangi masalah kemiskinan, rencana penanggulangan dapat dilakukan dengan cara mengindentifikasi golongan yang termasuk keluarga miskin absolute dan keluarga miskin relatif , memperluas lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektor-sektor produktif.
2. Pemerintah kota diharapkan terus melakukan pemerataan dalam penyaluran program-program bantuan seperti beras miskin, bantuan pendidikan, bantuan jaminan kesehatan dll. Hal tersebut dapat membantu 2. Pemerintah kota diharapkan terus melakukan pemerataan dalam penyaluran program-program bantuan seperti beras miskin, bantuan pendidikan, bantuan jaminan kesehatan dll. Hal tersebut dapat membantu
3. Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan sebaiknya dalam pelaksanaannya melibatkan kelembagaan lokal. Di beberapa negara yang berhasil dalam program pengentasan kemiskinan, keterlibatan kelembagaan lokal telah dapat membantu pelaksanaan program sehingga dapat mengurangi penyimpangan dan bantuan yang diterima oleh rumah tangga miskin bisa tepat sasaran.