KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO (BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014-2019)

(1)

SKRIPSI

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO

(BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014-2019)

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

FATIKH MUHAMMAD ALAUDIN 20120520175

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(2)

SKRIPSI

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO

(BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014-2019)

Diajukan Guna Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

FATIKH MUHAMMAD ALAUDIN 20120520175

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan judul :

“KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO

(BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014—2019)” Oleh :

FATIKH MUHAMMAD ALAUDIN 20120520175

Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada :

Hari, Tanggal : Jumat, 9 Desember 2016

Tempat : Ruang Ujian Ilmu Pemerintahan

Jam : 12.30 WIB

SUSUNAN TIM PENGUJI KETUA

Tunjung Sulaksono S.IP., M.Si.

PENGUJI I PENGUJI II

Bambang Eka C.Widodo, S.IP., M.Si. Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si.

Mengetahui

KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(4)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang telah saya buat dengan judul KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO (BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014-2019) adalah benar-benar karya ilmiah yang belum pernah dibuat sebelumnya untuk mendapatkan gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi manapun, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dibuat atau diterbitkan orang lain terkecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan dicantumkan dalam kutipan dan daftar pustaka. Apabila dikemudian hari dalam naskah skripsi ini terdapat unsur jiplakan dan terdapat seseorang yang merasa dirugikan atas skripsi ini, Saya bertanggung jawab dan bersedia menerima konsekuensi sesuai aturan yang berlaku.

Yogyakarta, 2 November 2016

Fatikh Muhammad Alaudin NIM : 20120520175


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT penguasa jagad raya, yang selalu mengasihi dan menyayangi hambaNya, dan tak pernah luput memberi nikmat yang tak terhingga terutama kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ALA DALANG WAYANG KI ENTHUS SUSMONO (BUPATI KABUPATEN TEGAL PERIODE 2014-2019” ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan teruntuk makhluk penuh kasih, manusia agung yang patut dicintai melebihi cinta kita kepada orang tua, rasulullah Muhammad SAW. Semoga kita semua selalu mentaati risalah yang telah diajarkannya.

Melalui pengantar ini, izinkan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tercinta, ayahanda Imam Sugiharto dan Ibunda Yeni Yuniar, yang tak pernah lelah mendidik anak-anaknya terutama kepada penulis, hingga dapat melakukan perburuan ilmu di tanah rantau (Tasikmalaya dan Yogyakarta). Ridho serta izin ayahanda dan ibundalah yang selalu menuntun penulis hingga pada titik sekarang ini. Selain itu terima kasih juga penulis sampaikan untuk dua adik tercinta, adinda Yusuf Salman Alfarisi, dan adinda Sifa Hayatun Nufus, semoga Aa (penulis) bisa menjadi contoh yang baik untuk kalian berdua. Tak lupa terima kasih juga untuk Keluarga Besar Bapak H. Amir Mahmud di Brebes dan Keluarga Besar Bapak Heriadi di Tasikmalaya.


(6)

memburu ilmu serta dalam penyelesaian skripsi ini, penulis sampaikan terima kasih teruntuk :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Ali Muhammad, S.IP., M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Titin Purwaningsih, S.IP., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemeritahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakrta.

4. Bapak Tunjung Sulaksono, S.IP., M,Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah selalu meluangkan waktu untuk dikunjungi penulis untuk bimbingan dan memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga kepada Bapak Bambang Eka Cahya Widodo S.IP., M.Si. dan Bapak Dr. Inu Kencana Syafii M.Si selaku penguji skripsi.

5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah disampaikan kepada penulis selama menuntut ilmu di Prodi Ilmu Pemerintahan, serta terima kasih kepada staff TU Prodi Ilmu Pemerintahan yang telah banyak membantu.


(7)

FISIPOL yang telah membimbing dan membantu penulis selama menjalankan amanat di BEM FISIPOL Periode 2015-2016.

7. Pemerintahan Kabupaten Tegal yang telah bersedia menerima penulis melakukan penelitian dan bersedia menjadi informan, terkhusus kepada Ki Enthus Susmono selaku Bupati Tegal, Ibu Fifi (Staff TU Setda) dan Pak Febrie (Staff Dalev Bappeda) yang telah banyak membantu proses penelitian skripsi.

8. Sahabat-sahabatku, Squad GGM : Reza Gufron Akmara, Gumilang Adi Pratama, Gunawan Saputra, Andri Widiyanto, Singgih Dwinarko, Dirlham Mustafa, M. Rizqy Vahlevy, Panca Setya Wardana, Jepri Fardilla Angga Prabowo, Fakhrurozi, Adi Ahidul Fatih. Bersama kalian, telah tertorehkan tinta persahabatan yang berharga.

9. Iman Amanda Permatasari yang telah banyak membantu bahkan hingga detik akhir penyelesaian skripsi ini, semoga impian kita membuat antologi sempat kita realisasikan, juga kepada Asih Prambudi, Indah Kurniasih Pratiwi, Lailatul Mukaromah, Maya Ulvia, Faza Fauzana, dan teman-teman Kelas IP D yang lain, terima kasih dan senang pernah bersama dengan kalian.

10.Kawan-kawan Ilmu Pemerintahan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga kita dapat bersama-sama memberi manfaat dengan ilmu yang didapat.

11.Mas Suleman dan Mas Mohammad Ichsan. Mas Sule, mentor dan kakak yang telah banyak membimbing dan memberikan pelajaran dan pengalaman


(8)

juga saya haturkan terima kasih, sebuah kehormatan bagi saya pernah dibimbingnya.

12.Pengurus BEM FISIPOL Periode 2015-2016 (Kadiv, Sekdiv, dan Staff) yang telah sangat membantu penulis saat dipercaya mengabdi untuk FISIPOL selama kurang lebih satu tahun, terima kasih banyak atas segala romantikanya. Khusus kepada BPH (M. Fatahillah, Gayatri Kumala Sari, Atykah Nadia Dwisari, dan Maya Audina Piratiwi), terima kasih selalu mendampingi penulis hingga dapat berlabuh dengan selamat di akhir masa kepengurusan.

13.Keluarga BEM FISIPOL 2012-2013 terutama Divisi Pengembangan Wawasan dan Intelektual, dan Keluarga BEM UMY 2013-2014 terutama Kementerian Luar Negeri, kebanggaan bagi saya menjadi bagian dari kalian. 14.Keluarga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Komisariat Fisipol,

kawah candradimuka bagi penulis selama beberapa tahun, terima kasih Kanda dan Yunda, tak ada sesal sebutirpun menjadi bagian dari kalian. Terima kasih juga kepada senior-senior HMI, Kanda Ahmad Sahide, Kanda Ahmad Baidawi, serta Kanda Yunda lainnya yang tidak bisa disebutkan semua. Yakusa !!!

15.Keluarga Komisariat Mahasiswa Brebes (KOMABES) UMY dan Kepengurusan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB)


(9)

yang kita lakukan bermanfaat, juga kepada Dosen Pendamping Bapak Isnaini Mualiddin, S.IP., MPA, dan Karang Taruna Jaya Kusuma Desa Singosaren, Banguntapan, Bantul yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan The

Political Academy.

17.Kelompok KKN 20 Dusun Pakis 2, Desa Dlingo, Kabupaten Bantul, dan juga seluruh warga Pakis 2 terutama Bu Masiyem dan keluarga, terima kasih untuk pengalaman yang berharga.

18.Para ahlul bait (Kontrakan Pak Pangat) : Sidik, Sumardi, Wawang, Dyas, Nunu, Mas Adib (alumni), terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya. 19.Nur Faizin (Nung), Hadi Winoto (Wiwin), Santi Rohimawati, yang telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

20.Keluarga Bandung Karate Club (BKC) Yogyakarta dan Dojo BKC SMPN 1 Kasihan yang telah memberikan banyak pelajaran berharga terutama dari Kang Boni. Terima kasih juga kepada Kepala SMPN 1 Kasihan Bantul dan guru-guru (Ibu Romana, Ibu Yeni, Ibu Fitri) yang telah memberikan kesempatan menimba pengalaman menjadi pelatih Ekstrakulikuler Karate. 21.Guru-guru di Brebes dan Cipasung yang telah membimbing penulis dengan

tutur ilmu dan pengetahuannya, juga kepada sahabat-sahabat Brebes dan Cipasung (Adit, Didin, Mas Eko, Nira, Agung, De Is, Eki Naufal), dan Teman-Teman SD, SMP, SMA, Ponpes Cipasung, dan teman-teman di UMY dan Yogyakarta yang tidak bisa disebutkan semuanya.


(10)

Masih banyak pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis baik dalam menuntut ilmu maupun dalam menyelesaikan skripsi ini, mohon maaf apabila tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas dengan kebaikan dan rahmat dari Allah SWT.

Di akhir pengantar ini izinkan penulis menyampaikan permohonan maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan terutama dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari masih perlu banyak belajar dalam membuat suatu karya. Kritik, saran, dan masukan sangat dibutuhkan penulis agar lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih.

Yogyakarta, November 2016


(11)

MOTTO

Seberapa besar atau kecil itu bukan masalah, yang terpenting adalah seberapa bermanfaat


(12)

HALAMAN PERSEMBAHAN


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

MOTTO ... x

HALAMAN PERSEMBAHAN ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

SINOPSIS ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Kerangka Dasar Teori ... 12

1.6. Definisi Konseptual ... 29

1.7. Definisi Operasional... 31

1.8. Metodologi Penelitian ... 34

1.9. Rencana Sistematika Bab ... 39

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 42

2.1. Kabupaten Tegal ... 42

2.2. Sejarah Kabupaten Tegal ... 44

2.3. Politik dan Pemerintahan Kabupaten Tegal ... 49


(14)

3.2. Evaluasi Kepemimpinan Ki Enthus Susmono ... 98

3.3. Implikasi Kepemimpinan Ki Enthus Susmono Terhadap Teori Kepemimpinan Transformasional ... 103

BAB IV PENUTUP ... 106

4.1. Kesimpulan ... 106

4.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(15)

DAFTAR TABEL

1.1Indikator Kepemimpinan Transformasional ... 31

2.1 Daftar Nama-Nama Bupati Kabupaten Tegal ... 47

2.2 Komposisi Anggota DPRD Kabupaten Tegal Periode 2004-2009 ... 50

2.3 Komposisi Anggota DPRD Kabupaten Tegal Periode 2014-2019 ... 51

2.4 Struktur Ogranisasi Kabupaten Tegal ... 53


(16)

DAFTAR GAMBAR

1.1Diagram Penanganan Korupsi Berdasarkan Wilayah ... 4 1.2Diagram Korupsi Berdasarkan Jabatan Tersangka ... 4 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Tegal ... 44 3.1 Ki Enthus Susmono melantik 13 Pejabat Eselon di Taman Makam Pahlawan Pura

Kusuma Persada ... 85 3.2 Ki Enthus Susmono melantik bawahannya di Lapas Tegalandong Kabupaten

Tegal ... 87 3.3 Prosesi Pelantikan Direktur PDAM Kabupaten Tegal oleh Ki Enthus Susmono .... 89 3.4 Ki Enthus Susmono melantik Kepala Dinas Pekerjaan Umum di ruas jalan yang

rusak di Desa Kertasari, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal ... 91 3.5 Prosesi makan nasi kebuli bersama dalam pelantikan 90 PNS di Pendopo Rumah


(17)

SINOPSIS

Salah satu problematika bangsa Indonesia yang cukup krusial pada saat ini adalah krisis kepemimpinan terutama di tataran daerah (Provinsi dan Kabupaten atau Kota). Salah satu dampak dari krisis kepemimpinan adalah terjadinya berbagai kriminalisasi salah satunya praktek korupsi. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2014 terdapat sebanyak 47 Kepala Daerah terjerat kasus korupsi. Selain korupsi, kurang inovatifnya Kepala Daerah membuat pembangunan di daerah cenderung lambat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kepemimpinan yang tidak hanya dapat merubah kondisi daerah, tetapi meningkatkan nilai dalam bekerja. Kepemimpinan tersebut adalah kepemimpinan transformasional.

Dewasa ini, terdapat beberapa Kepala Daerah yang dianggap telah merubah daerahnya ke arah yang lebih baik dan menjadi sorotan media, salah satunya adalah Ki Enthus Susmono, Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019. Ki Enthus Susmono yang merupakan seorang dalang wayang yang nyeleneh terpilih menjadi Bupati Kabupaten Tegal. Keunikannya mendalang ternyata dilakukan juga saat menjadi Bupati dengan banyak melakukan kebijakan yang terkesan unik dan berbeda, salah satunya adalah melantik bawahannya ditempat-tempat tertentu, seperti kuburan dan jalan raya.

Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif, peneliti mencoba meneliti kepemimpinan Ki Enthus Susmono dalam memimpin Kabupaten Tegal, bagaimana kepemimpinan transformasional yang dijalankan Ki Enthus Susmono selama menjadi Bupati semenjak dilantiknya pada tahun 2014. Sumber data yang dicari berupa primer dan sekunder, dengan pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi.

Setelah dilakukannya penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa Ki Enthus Susmono menjalankan kepemimpinan transformasional dengan menjalankan indikator menurut Bass dan Avolio (the Four I’s) yang kemudian lebih dirinci oleh James M. Kouzes dan Barry Z. Posner yang terdiri dari menyatakan visi yang jelas dan menarik, menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai, bertindak secara rahasia dan optimis, memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut, menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting, memimpin dengan memberikan contoh, memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu.

Dengan kepemimpinan Ki Enthus Susmono, Kabupaten Tegal mulai mendapatkan pujian dan penghargaan dari berbagai pihak dalam berbagai aspek. Meski demikian, terdapat juga kritikan juga kepada Ki Enthus Susmono salah satunya ketidaktotalan Ki Enthus Susmono sebagai Bupati karena ia masih menjalankan aktifitasnya sebagai dalang, sehingga banyak masukan dan saran agar Ki Enthus Susmono lebih total dan merubah gaya kepemimpinannya.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Semenjak bergulir era reformasi pasca kejatuhan rezim orde baru, Indonesia mulai membenahi berbagai macam aspek kebangsaan dan kenegaraan. Banyak berbagai macam perubahan yang sangat signifikan dengan banyak bermunculan aturan-aturan baru yang dianggap pro terhadap demokrasi. Salah satu aturan yang dikeluarkan adalah amandemen Undang-Undang Dasar Bab VI tentang Pemerintah Daerah Pasal 4 terkait pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang dilakukan secara demokratis. Selain itu pemerintah juga terus menyempurnakan aturan-aturan terkait pelaksanaan peraturan daerah yang dikeluarkan di era reformasi. Aturan terbaru tentang pemerintahan daerah yang telah dikeluarkan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Salah satu tujuan adanya Undang-Undang ini adalah agar terselenggaranya otonomi daerah dimana pemerintah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban secara otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan


(19)

Selain itu dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah juga menyebutkan terkait pemilihan kepala daerah yang selanjutnya dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, kemudian pada Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan yang terbaru adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan berbagai hal terkait tata cara pemilihan Kepala Daerah dimulai dari tahap pendaftaran calon hingga penetapan dan pelantikan Kepala Daerah terpilih. Selain itu Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa asas pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dengan demikian, rakyat dapat memilih figur kepala daerahnya yang dipercaya untuk mengurus daerahnya sesuai Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah.

Dengan banyaknya aturan-aturan yang mengatur pemerintah daerah maka pemerintahan daerah dapat menjalankan berbagai kegiatan baik pemilihan Kepala


(20)

Daerah maupun pengimplementasian otonomi daerah lainnya. Sayangnya dalam pengimplentasiannya (kebijakan otonomi daerah), banyak menemui berbagai macam kejanggalan baik ditingkatan pemilihan Kepala Daerah, maupun kinerja pemerintah daerah sendiri. Dalam lingkup pemilihan kepala daerah, banyak para kandidat kepala daerah yang melakukan tindakan negatif seperti black campaign, hingga money

politic. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman bahkan

mengakui adanya praktek money politic di berbagai daerah pada saat hajat akbar Pilkada serentak tahun 2015 lalu.1 Selain itu juga salah satu tahapan Pilkada yang sering terjadi konflik di dalamnya adalah tahapan pendaftaran dan penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Dalam pelaksanaan pemerintahan banyak Kepala Daerah yang bermasalah salah satunya terjerat kasus korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan kasus korupsi terbesar terjadi dalam lingkup pemerintah daerah. Selain itu ICW juga menyatakan sepanjang 2014, ada 43 Kepala Daerah yang menjadi tersangka korupsi. Data tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut :


(21)

Gambar 1.1 Diagram Penanganan Korupsi Berdasarkan Wilayah

Gambar 1.2 Diagram Korupsi Berdasarkan Jabatan Tersangka Sumber : Trend Korupsi 2014, ICW


(22)

Selain data dari ICW, menurut Kementerian Dalam Negeri terdapat 343 Kepala Daerah yang berperkara hukum baik di kejaksaan, kepolisian, mau pun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah.2 Hal tersebut menjadi rapor merah bagi kinerja pemerintah daerah khususnya untuk kepala daerah.

Dengan adanya catatan buruk tersebut, sangat perlu adanya perubahan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk menuntaskan segala permasalahan. Perubahan tersebut harus diawali oleh sosok pemimpin terlebih dahulu yang memang tidak memiliki permasalahan. Daerah baik provinsi, kabupaten, maupun kota membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki visi perubahan yang nyata, dengan kata lain daerah harus memiliki pemimpin yang transformatif, yang dapat merubah kondisi daerah secara nyata. Seorang pemimpin yang transformatif memiliki komitmen baik dalam bentuk tindakan maupun perkataan, serta lebih mementingkan sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada pengikut untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. Pemimpin transformatif akan menjalankan kepemimpinan yang transformasional.

Fenomena kepemimpinan di ranah kedaerahan yang terjadi di Indonesia pada saat ini mulai memperlihatkan para pemimpin-pemimpin daerah yang transformatif. Beberapa kepala daerah yang dianggap telah menjalankan kepemimpinan


(23)

transformasional diantaranya wali kota Surabaya Tri Rismaharini yang berlatarbelakang birokrat. Di kota Bandung, Muhammad Ridwan Kamil dengan latar belakang seorang arsitek dipercaya memimpin kota Kembang tersebut. Jauh dari hiruk pikuk kota-kota besar di pulau Jawa, terdapat seorang Profesor bidang Agrikultur yang dipercaya sebagai bupati kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah.

Salah satu kepala daerah yang juga dianggap melakukan sebuah transformasi adalah Enthus Susmono, bupati kabupaten Tegal periode 2014-2019. Sebelumnya Enthus Susmono berhasil memenangkan Pilkada kabupaten Tegal tahun 2013. Enthus Susmono dengan pasangannya Umi Azizah yang diusung hanya oleh Partai Kebangkitan Bangsa tanpa ada koalisi memenangkan pemilu dengan meraup suara sebanyak 233.313 suara (35,21%), mengungguli para kompetitornya3. Tidak hanya memenangkan Pilkada kabupaten Tegal, Enthus-Umi juga mendapatkan penghargaan dari Lembaga Penghargaan Indonesia dan Dunia (LEPRID). Penghargaan tersebut diberikan kepada Enthus-Umi karena dianggap selama masa Pilkada tidak melakukan

money politic, tidak melakukan kecurangan dan pelanggaran pidana Pemilu.

Enthus-Umi juga merupakan pasangan yang secara finansial dianggap lemah dibandingkan dengan calon yang lain. Penghargaan juga diberikan LEPRID kepada Ki Enthus

3

Tribunnews.com Senin, 4 November 2013, di akses pada Senin, 15 Februari 2016.


(24)

Susmono karena dia merupakan dalang wayang profesional yang pertama menjadi Bupati di Indonesia.4

Ki Enthus Susmono sudah sangat tersohor sebagai seorang dalang wayang. Kesohorannya tidak hanya di wilayah Tegal saja, tetapi juga di wilayah-wilayah yang secara geografis dekat dengan Tegal, maupun daerah-daerah di Jawa Tengah. Yang menarik darinya dan paling menonjol adalah gaya bermain wayangnya yang

nyeleneh, dan bisa dikatakan diluar pakem pewayangan. Sejatinya wayang adalah

salah satu bentuk drama dan teater yang paling rumit dan halus, yang secara terus-menerus dikembangkan oleh satu generasi dan diteruskan oleh generasi berikutnya.5 Dengan kata lain, lakon wayang yang digerakan dan diatur oleh seorang dalang harus diperagakan dengan halus. Inilah yang tidak dilakukan oleh Ki Enthus Susmono, dia memainkan peran wayang dengan teknik dan gaya yang berbeda, yakni dengan gaya yang nyeleneh, dan tak jarang mengeluarkan kata-kata yang diluar kesopanan. Selain itu wayang yang digunakan juga tidak melulu seperti wayang kulit atau golek (sejenis boneka yang terbuat dari kayu) pada umumnya yang mengisahkan Ramayana atau Mahabharata, tetapi wayang yang telah dibuat dan dimodifikasi sesuai dengan karakter yang diinginkan dalang. Namun demikian, hal itulah yang menjadi daya tarik bagi penonton, dan juga pementasan wayang yang dilakukan Ki Enthus tetap

4

Mediarakyat99.com, LEPRID Beri Penghargaan Enthus-Umi Atas Prestasi Saat Pilkada Kab.Tegal,


(25)

memberikan pesan moral dan nilai hiburan sesuai dengan tujuan dari pertunjukan wayang pada umunya.

Kini dengan kepiawaian memainkan perannya sebagai dalang, Ki Enthus Susmono mengaplikasikan hal tersebut kedalam roda kepemimpinannya. Di awal kepemimpinannya, Ki Enthus langsung mengeluarkan statement yang nyeleneh, dia menyatakan "bupatinya bupati sampah. kabupatennya kabupaten rongsok."6 Pernyataan tersebut keluar pada tanggal 7 November 2013, 4 hari setelah pasangan Enthus – Umi dinyatakan berhasil mengungguli rival-rivalnya. Apa yang disampaikan Ki Enthus tersebut dimaksudkan adalah bagaimana kepemimpinannya nanti akan membuat kebijakan tentang pengolahan dan pengelolaan sampah. Apa yang disampaikannya merupakan buah pikir yang berasal dari pengalamannya saat di tahan di penjara selama 2,5 bulan akibat ulahnya melakukan perusakan pagar Kantor Radio Citra Pertiwi FM, Slawi.

Beberapa bulan setelah memimpin, beberapa gebrakannya mulai bermunculan dan banyak diliput oleh media baik lokal maupun nasional. Tindakan nyeleneh lainnya oleh Ki Enthus adalah dengan melantik PNS baru di pemakaman. Dalihnya adalah agar para PNS baru tersebut ingat mati, sehingga mereka berhati-hati dalam bekerja. Selain di pemakaman, Ki Enthus juga melantik para PNS di lembaga pemasyarakatan. Tujuannya hampir sama, yakni agar para PNS baru tersebut

berhati-6

Tempo.co, Enthus Bupati 'Sampah', Tegal Kabupaten 'Rongsok', Jum'at, 08 November 2013. Di akses pada Senin, 13 Juni 2016 pukul 10.21.


(26)

hati dalam bekerja karena posisi mereka merupakan pelayan publik. Di lain kesempatan, Ki Enthus juga melantik Direktur baru PDAM ditempat penampungan air, penandatangannya pun dilakukan secara tidak wajar, yaitu dibawah meja. Untuk mengawasi kinerjanya, Ki Enthus juga telah melakukan perjanjian dengan KPK dan BPK untuk mengawasi kinerjanya terutama dalam hal keuangan. Hal nyeleneh lainnya yang dilakukan Ki Enthus adalah terkait bagaimana dia mengurangi tingkat perceraian yang tinggi di kabupaten Tegal. Dia menyatakan bahwa siapa saja yang akan bercerai, harus menemuinya terlebih dahulu untuk diberikan wejangan. Bagi yang membatalkan perceraiannya, akan diberikan reward berupa uang dari Ki Enthus, namun ada juga yang tetap ingin bercerai. Ki Enthus juga memiliki empat program unggulan yang dinamakan Empat Cinta, yakni : cinta pelayanan publik, cinta produk lokal, cinta desa, dan cinta budaya.

Apa yang telah dilakukan oleh Ki Enthus merupakan hal baru yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh pendahulunya. Keinginan Ki Enthus untuk merubah daerah yang pernah tercatat sebagai kabupaten terkorup se-Jawa Tengah oleh Komite Penyidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) pada 2013 dilakukannya dengan cara-cara baru. Dalam sebuah talk show, Ki Enthus menyampaikan ada salah satu misi yang ingin dicapainya, yaitu merubah perilaku dan kebiasaan buruk yang sudah mengakar di tataran pemerintahan Kabupaten Tegal, sehingga kedepannya akan muncul sebuah paradigma baru yang


(27)

baik dimana para pejabat publik dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Dalam skripsi ini peneliti akan meneliti kepemimpinan Ki Enthus Susmono yang merupakan Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019 sekaligus merupakan sebagai dalang, artinya adalah bahwa Ki Enthus Susmono akan mengatur laku Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal secara transformatif. Dengan demikian penulis membuat skripsi ini dengan judul “Kepemimpinan Transformasional Ala Dalang Wayang Ki Enthus Susmono (Bupati Kabupaten Tegal Periode 2014-2019)”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas, maka dapat diangkat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kepemimpinan Ki Enthus Susmono sebagai Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019 ?

2. Bagaimana Ki Enthus Susmono yang transformasional dapat menyesuaikan kebijakannya sebagai Bupati Kabupaten Tegal dengan kepemimpinan umum ?


(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana kepemimpinan yang dijalankan oleh Ki Enthus Susmono sebagai bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019 yang memiliki latar belakang seorang dalang wayang.

2. Mengetahui bagaimana Ki Enthus Susmono yang dianggap sebagai pemimpin transformatif menjalankan kepemimpin umum sebagai Bupati Kabupaten Tegal.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan, diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kepemimpinan bupati Kabupaten Tegal Ki Enthus Susmono yang memiliki latar belakang seorang dalang wayang.

2. Penelitian ini dapat memberikan referensi baru khususnya dalam kajian kepemimpinan.

3. Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para praktisi khususnya dalam ranah kepemimpinan.


(29)

1.5. Kerangka Dasar Teori 1. Kepala Daerah

Pemimpin adalah orang yang mengetahui jalan untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai, berusaha untuk menunjukan jalan kepada orang-orang yang dipimpinnya serta memimpin orang-orang dijalan tersebut.7 Dalam bahasa arab, pemimpin disebut imam, yang berarti orang yang memimpin, karena perilakunya bisa diteladani orang lain dan memiliki visi yang jelas.8 Istilah lain pemimpin adalah ulil amri yang berarti pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam sebagaimana tercantum dalam Q.S An-Nisa ayat 59 :

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri diantara kamu”

Di Indonesia sendiri dalam konstitusinya, pemimpin pemerintahan disebut Presiden untuk Pemerintah Pusat, dan Kepala Daerah untuk Pemerintah Daerah baik Provinsi, Kabupaten, atau Kota. Untuk Pemerintahan Daerah di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemimpin daerah disebut Kepala Daerah (Pemerintah Daerah) yang memimpin pelaksanaan urusan

7

Fuad Nashori, Psikologi Kepemimpinan, Penerbit Pustaka Fahima, 2009, Yogyakarta, hal.30 dalam M. Alwi Wahyudi SH., M.Hum, Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara, Pustaka Pelajar, 2014, Yogyakarta, hal. 97

8

Ibid, hal.96


(30)

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom dengan masa jabatan selama 5 (lima) tahun. Kepala Daerah untuk Daerah Provinsi disebut Gubernur, untuk Daerah Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Daerah Kota disebut Wali Kota. Kepala Daerah, baik Gubernur, Bupati, maupun Wali Kota memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :

1. Tugas Kepala Daerah :

a. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

b. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

c. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;

d. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;

e. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;


(31)

f. mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah (dihapuskan sesuai UU No 9 Tahun 2015)

g. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Kewenangan Kepala Daerah : a. mengajukan rancangan Perda;

b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; c. menetapkan Perkada dan Keputusan Kepala Daerah;

d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat;

e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pemerintahan Daerah

Dengan adanya otonomi daerah di Indonesia, maka segala bentuk sistem dan mekanisme pelaksanaan pemerintahan daerah telah diatur oleh Undang-Undang terutama setelah bangkitnya era reformasi di Indonesia. Beberapa kali pembentukan Undang tentang Pemerintahan Daerah telah dilakukan hingga Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang terbaru kini yakni Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai Undang-Undang tersebut, secara garis besar


(32)

Pemerintahan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten atau Kota memiliki sistem dan mekanisme yang sama dalam mengatur dan mengurui daerahnya, yang membedakan hanyalah wilayah kewenangannya saja.

Sesuai Undang-Undang, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan pada asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) disebut urusan pemerintahan konkuren yang didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategis. Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kota masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah.

Dalam hal pembagian wilayah, Daerah Kabupaten atau Kota dibagi atas Kecamatan, dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan dan/atau Desa. Daerah Kabupaten/Kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Bupati/Wali Kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah kabupaten/kota.


(33)

a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah Kabupaten/Kota; b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah Kabupaten/Kota; c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah Kabupaten/Kota;

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Kabupaten/Kota.

Selain aturan-aturan yang telah disebutkan diatas, Pemerintah Daerah baik Provinsi, dan Kabupaten atau Kota memiliki hak untuk membuat kebijakan-kebijakan daerah yang sekiranya diperlukan dengan catatan tidak keluar dari norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Dalam penyelenggaraannya, Pemerintah Daerah juga harus memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintah Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, yakni meliputi :

1) Pendidikan 2) Kesehatan

3) Pekerjaan umum dan penataan ruang

4) Ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan 5) Sosial

Urusan Pemerintah Wajib tersebut wajib diselenggarakan sebagai bentuk pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Selain itu, terdapat Urusan pemerintahan Pilihan, yakni Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.


(34)

Adanya otonomi daerah bukan berarti Pemerintah Daerah dengan sebebas-bebasnya melakukan segala aturan ataupun kebijakan beserta implementasinya, namun dilaksanakan sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan juga tetap harus berkoordinasi antara Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dengan Pemerintah Pusat.

3. Kepemimpinan Transformasional

Hughes (2006) mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan yakni suatu fenomena yang kompleks yang melibatkan tiga hal utama, yakni pemimpin, pengikut, dan situasi. Merton (1969) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan interpersonal dimana orang-orang didalamnya melakukan tugasnya bukan karena perintah dari pemimpin, melainkan karena suatu keinginan. G. U. Cleeton dan C. W. Manson (1934) berpendapat bahwa kepemimpinan yaitu menunjukan kemampuan mempengaruhi orang-orang dan mencapai hasil melalui himbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan dengan melalui penggunaan kekuasaan.9 Sejalan dengan itu, menurut Peter G. Northouse (2003) kepemimpinan adalah suatu proses dimana individu mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan umum.10 Individu yang dimaksud adalah seorang pemimpin yang mana memiliki kewenangan untuk mempengaruhi banyak orang sehingga apa yang ingin dituju (kepentingan umum) dapat tercapai. Kepemimpinan juga dianggap sebagai kekuatan untuk


(35)

menggerakan dan memengaruhi orang serta sebagai alat, sarana, atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. Beberapa faktor dalam kepemimpinan yang dapat menggerakkan orang yaitu : ancaman, penghargaan, otoritas, dan, bujukan.11

Kepemimpinan merupakan sebuah kombinasi antara keahlian dan praktik, sehingga sebuah kepemimpinan tidak hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalankan sebuah kepemimpinan. Kepemimpinan juga tidak hanya ditemukan dalam sebuah komunitas atau organisasi dalam masyarakat, melainkan dapat ditemukan dan dilakukan dimanapun dan kapanpun. Setiap orang, dimanapun dan kapanpun dapat menjalankan sebuah kepemimpinan, hal ini yang disebut kepemimpinan adalah sebuah hubungan, maksudnya adalah kepemimpinan merupakan hubungan antara mereka yang terpanggil untuk memimpin dan mereka yang memilih untuk mengikuti.12

Kepemimpinan Transformasional sendiri memiliki beberapa definisi dan pandangan oleh beberapa peneliti. Transformasional yang dalam bahasa inggris adalah to transform berarti merubah sesuatu hal menjadi hal yang berbeda dari sebelumnya. Kepemimpinan transformasional pada awalnya didasarkan pada ide James McGregor Burns (1978) mengawali pemahaman tentang kepemimpinan transformasional yang mengedepankan nilai-nilai moral dari para pengikut dalam

11

Veithzal Rivai,dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Rajawali Pers, 2012, hal. 2.

12

James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, The Leadership Challenge, terj. Revyani Sjahrial, Penerbit Erlangga, 2004, hal. 21.


(36)

upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi.13 Kepemimpinan transformasional menekankan pada proses dimana para pemimpin menyerukan nilai dan emosi para pengikut sebagai sebuah fitur sentral.

Bass (1985) mengusulkan gagasannya tentang kepemimpinan transformasional dengan menggunakan pendapat Burn sebagai pondasi. Bass mengatakan kepemimpinan transformasional lebih meningkatkan motivasi dan kinerja pengikut dibandingkan dengan kepemimpinan yang lain (transaksional). Selain itu Bass juga mengemukakan efek dari kepemimpinan transformasional terhadap para pengikutnya dimana efeknya adalah adanya rasa kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut. Selain itu para pengikutnya tidak segan untuk melakukan hal yang lebih dari harapan awal. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan :

1) Membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan,

2) Mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri,

3) Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi14 Pendapat yang lain dikemukakan oleh Anderson (1988), “leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that


(37)

achieve high performance”. Masih menurut Anderson, kepemimpinan transformasional juga diartikan sebagai visi perencanaan, komunikasi dan tindakan kreatif yang berdampak positif pada sekelompok orang dalam sebuah susunan nilai dan keyakinan yang jelas, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan jelas dan dapat diukur. Kepemimpinan transformasional ini mengarahkan pada loyalitas dan rasa hormat dari bawahan kepada atasan, sehingga segala bentuk tugas atau perintah dari atasan kepada bawahan akan dilaksanakan dengan penuh kesetiaan, bahkan rasa bangga.

Untuk mengetahui seorang pemimpin apakah seorang pemimpin menjalankan kepemimpinan transformasional atau bukan, Bass juga menentukan tiga komponen atau indikator sebagai sebuah patokan atau acuan untuk mengetahui sebuah kepemimpinan transformasional. Tiga komponen atau indikator tersebut adalah :

1. Pengaruh ideal (Idealized Influence). Pengaruh ideal berarti perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin.

2. Stimulasi intelektual (Intelectual Stimulation). Stimulasi intelektual adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru.


(38)

3. Pertimbangan individual (Individualized Consideration). Pertimbangan individual memiliki arti bahwa seorang pemimpin dapat memberikan dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi pengikut.

Selain ketiga komponen tersebut, Bass dan Avolio (1990) menambahkan satu komponen baru yakni motivasi inspirasional (Inspirational Motivation). Inspirasi didefinisikan sejauh mana seorang pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya bawahan, dan membuat model perilaku yang tepat. Ke empat komponen tersebut kemudian sering disebut the Four I’s.15 Indikator-indikator tersebut dalam buku Kepemimpinan dalam Organisasi karya Gary Yukl disebut sebagai perilaku transformasional. Dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan apakah kepemimpinan seseorang dikatakan kepemimpinan transformasional ditentukan oleh empat perilaku (komponen) yaitu pengaruh ideal, pertimbangan individual, motivasi inspirasional, dan stimulasi intelektual.

Kepemimpinan transformasional juga melibatkan unsur karisma dalam implementasinya. Bass (1985) menyebutkan karisma merupakan unsur kepemimpinan transformasional yang dibutuhkan, tetapi itu saja tidaklah mencukupi bagi proses transformasional.16 Kepemimpinan transformasional telah mencakup

15

Jurnal : Kepemimpinan Transormatif Dalam Inovasi Pemerintah di Pemerintahan Kota Yogyakarta


(39)

segala aspek jenis kepemimpinan yang efektif (baik dari segi perilaku maupun tindakan).

Agar semakin mendukung seorang pemimpin dapat menjalankan kepemimpinan transformasional, terdapat beberapa poin yang dapat membantu seorang pemimpin mengimplementasikan teori kepemimpinan transformasional. Poin-poin tersebut dikumpulkan menjadi sebuah pedoman untuk menjalankan kepemimpinan transformasional. Pedoman untuk kepemimpinan transformasional meliputi17 :

a) Menyatakan visi yang jelas dan menarik

Seorang pemimpin yang ingin menerapakan teori kepemimpinan transformasional harus membangun atau memperkuat sebuah visi. Visi yang jelas akan sangat membantu sebuah organisasi mencapai tujuan, sasaran, dan prioritasnya, atau akan menentukan seperti apa organisasi itu berjalan . Selain itu dengan adanya visi yang jelas juga akan membentuk sebuah rasa tujuan bersama yang kemudian visi tersebut akan menjadi pedoman dalam melakukan tindakan atau keputusan.

Visi juga harus disampaikan dengan cara yang menarik. Dari mulai segi pemilihan kata hingga bagaimana visi tersebut dapat diketahui oleh khalayak. Dengan gaya dan bahasa yang persuasif dan menggunakan beberapa teknik seperti perumpaaan, simbol, ataupun slogan, maka visi tersebut akan mudah ditangkap dan menjadi daya tarik bagi masyarakat.

17

Ibid, hal. 315.


(40)

b) Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai

Seorang pemimpin yang transformatif akan meyakinkan kepada pengikut bagaimana visi tersebut memungkinkan untuk dicapai. Pemimpin akan membuat strategi-strategi yang dapat membuat pengikut percaya untuk mencapainya. Menurut Nadler (1988), akan lebih mudah strategi tersebut dilakukan jika menentukan tema jelas yang relevan dengan nilai bersama dari para anggota organisasi.

Pemimpin juga tidak perlu merasa tahu semua bagaimana strategi mencapai visi tersebut, tetapi akan lebih baik ketika para pengikut diberikan peran penting dalam melakukan strategi apa yang diperlukan. Strategi yang harus dilakukan pun bukan strategi yang konvensional, melainkan strategi yang mendatangkan keyakinan khususnya pada pemimpin terutama dalam kondisi krisis.

c) Bertindak secara rahasia dan optimis

Sebelum pemimpin memperlihatkan keyakinan terhadap visi yang akan dicapai, maka para pengikut tidak akan meyakininya. Dengan sikap yang optimis dari seorang pemimpin, maka akan timbul penularan sikap optimis tersebut dari para pengikut terutama optimis dalam mencapai keberhasilan, serta optimis untuk tetap berusaha mengahadapi halangan ataupun kemunduran. Sikap optimis seorang pemimpin dapat dimunculkan dari


(41)

pemimpin transformatif tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang bersifat tak menentu seperti “Saya kira, barangkali, mungkin”, dan juga tidak boleh menampakan gerak tubuh yang memperlihatkan kelemahan seperti mengerutkan dahi, gugup, gemetar, ataupun memalingkan pandangan (menghindari kontak mata).

d) Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut

Seorang pengikut akan memiliki kinerja yang lebih baik ketika seorang pemimpin memiliki harapan dan keyakinan yang tinggi kepada pengikutnya. Seorang pemimpin akan mengingatkan kepada pengikut tentang bagaimana mereka dapat mengatasi halangan untuk mencapai keberhasilan. Selain itu pemimpin dapat melakukan analogi antarsituasi saat ini dengan keberhasilan dari tim atau unit organisatoris serupa. Pemimpin juga dapat menggambarkan kekuatan dan kelemahan para pengikut, dan juga meyakinkan bahwa mereka sama baik atau bahkan lebih baik dari yang lain.

e) Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting

Sebuah tindakan dramatis dan simbolis akan sangat diperlukan oleh seorang pemimpin transformatif. Para pengikut cenderung akan merasa jenuh dengan hal yang sudah biasa dilakukan. Tindakan simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai penting akan lebih


(42)

mungkin memberikan pengaruh saat pemimpin itu membuat resiko kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan sendiri, atau melakukan hal-hal yang tidak konvensional.

f) Memimpin dengan memberikan contoh

Seperti dalam sebuah peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, seorang pemimpin dituntut untuk menjadi panutan bagi pengikutnya. Apabila seorang pemimpin dapat memberikan contoh yang baik terhadap pengikutnya, maka pengikut tersebut akan menjadikan pemimpinnya contoh bagi dirinya untuk melakukan tugas.

Tindakan berbicara lebih keras daripada perkataan. Seorang pemimpin transformatif melakukan sebuah contoh terutama untuk hal yang tidak menyenangkan, berbahaya, tidak konvensional, atau kontroversial, sehingga pengikut terinspirasi untuk melakukannya juga. Memimpin dengan memberikan contoh disebut “pembuatan model peran”. Pemimpin transformatif akan menjadi tokoh yang selalu disorot oleh bawahan dalam setiap perilaku dan tindakan, tidak hanya dalam ranah kerja tetapi juga dalam hal sekecil apapun. Pemimpin transformatif akan menjadi teladan sehingga dia akan selalu berada di depan bawahannya, artinya dia akan melakukan sesuatu terlebih dahulu yang kemudian dapat diikuti oleh bawahannya.


(43)

memberi keyakinan terhadap nilai-nilai bersama, dan poin kedua adalah selaraskan tindakan dengan nilai.18 Poin pertama yaitu bagaimana seorang pemimpin membangun dan memberi keyakinan terhadap nilai-nilai bersama dan menjadikannya landasan. Dengan cara tersebut maka akan tercipta hubungan kerja yang produktif dan tulus, serta mengurangi adanya konflik yang disebabkan ketidaksepahaman dan ketidaksepakatan antara pemimpin dan bawahan. Poin yang kedua yaitu bagaimana seorang pemimpin memberikan teladan dengan cara menyelaraskan antara tindakan dengan nilai-nilai bersama yang telah dibangun. Seorang pemimpin akan diukur konsistensinya terhadap perbuatan dan perkatannya.

g) Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu Hal penting dalam pengimplementasian teori kepemimpinan transformasional oleh seorang pemimpin adalah pemberian kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai sebuah visi. Pemberian kewenangan ini disebut pendelegasian dimana pengikut baik secara individual maupun tim diberikan kesempatan untuk melakukan usaha yang terbaik untuk mencapai sebuah visi. Para pengikut akan memikirkan solusi terhadap suatu permasalahan serta bertanggungjawab terhadap usulan solusinya. Dengan begitu, memberikan kewenangan berarti memberikan sumber daya yang

18

James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, op.cit., hal. 81.


(44)

memadai bagi bawahan untuk menjalankan sebuah tugas di mana mereka diberikan tanggung jawab.

Memberikan kewenangan berarti melibatkan orang lain atau bawahan untuk turut serta terlibat dalam mencapai visi yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, dan juga merupakan suatu tujuan yang harus dilakukan bersama bukan karena paksaan. Kepemimpinan adalah mengenai melibatkan orang lain sehingga mereka dapat melihat bagaimana ketertarikan dan aspirasi mereka sendiri sejalan dengan visi dan karenanya mereka dapat digerakkan untuk memberikan energi individual mereka dalam usaha merealisasikan visi tersebut.19

4. Kebijakaan Publik

Kebijakan atau dalam bahasa inggris disebut policy berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (Negara kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris Pertengahan policie, yang berarti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan.20 Kebijakan publik juga dapat diartikan sebagai pola ketergantungan yang kompleks dari


(45)

pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.21

Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja Dan Revisi Kebijakan Publik Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat Dan Daerah, bahwa kebijakan adalah keputusan yang dibuat oleh suatu lembaga pemerintahanan atau organisasi dan bersifat mengikat para pihak yang terkait dengan lembaga tersebut. Sedangkan pengertian kebijakan publik sendiri menurut peraturan ini adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak.

Kebijakan atau police juga diartikan sebagai “specific decisions about what role various lines of business in the organization will play and how resources will be

allocated among them” (keputusan spesifik tentang apa yang akan dilakukan oleh

suatu organisasi dan bagaimana sumber daya dalam organisasi akan digunakan atau dialokasikan).22 Kebijakan publik secara sederhana diartikan sebagai apa yang dilakukan dan hendak dilakukan oleh pemerintah serta apa yang tidak dilakukan atau

21

Ibid, hal. 132.

22

Ulung Pribadi, Diktat Formulasi Kebijakan Publik, 2013.


(46)

tidak hendak dilakukan oleh pemerintah.23 Menurut Thomas R. Dye (1989) dalam bukunya Introducing Public Policy, kebijakan publik adalah “whatever government

choose, to do or not to do”, artinya kebijakan publik atau negara adalah apapun yang

diambil pemerintah, baik melakukan sesuatu itu atau tidak melakukan sama sekali.24 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat diinternalisasikan bahwa setiap tindakan pemimpin atau kepemimpinan, baik melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan apapun merupakan suatu kebijakan yang nantinya akan berdampak pada kondisi masyarakat yang dipimpinnya.

1.6. Definisi Konseptual 1. Kepala Daerah

Kepala Daerah (pemerintah daerah) adalah unsur yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom dengan masa jabatan selama 5 (lima) tahun. Kepala Daerah untuk Daerah Provinsi disebut Gubernur, untuk Daerah Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Daerah Kota disebut Wali Kota.

2. Pemerintahan Daerah

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pemerintahan Daerah terdiri dari Provinsi, dan Kabupaten atau Kota. Pemerintahan Daerah

23

Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, 2006, Yogyakarta,


(47)

memiliki wilayah administratif untuk menjalankan tugas dan kewenangannya masing-masing. Kabupaten atau Kota dibagi atas Kecamatan, dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan dan/atau Desa.

3. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses antara pemimpin dan pengikut atau bawahan secara bersama-sama meningkatkan moralitas dan motivasi ke tingkat yang lebih tinggi (James McGregor Burns,1978). Selain itu James McGregor Burns (1978) mengungkapkan bahwa kepemimpinan transformasional mengedepankan nilai-nilai moral dari para pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Kepemimpinan transformatif juga memiliki arti yaitu kepemimpinan yang berfokus pada gaya berkomitmen.25

4. Kebijakan Publik

Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang ditetapkan oleh lembaga pemerintahan atau organisasi untuk mengikat pihak terkait sebagai instrument yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan atau untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Kebijakan publik secara sederhana diartikan sebagai apa yang dilakukan dan hendak dilakukan oleh pemerintah serta apa yang tidak dilakukan atau tidak hendak dilakukan oleh pemerintah.

25

James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, op.cit., hal. 163.


(48)

1.7. Definisi Operasional

Untuk mengetahui apakah Ki Enthus Susmono menjalankan kepemimpinannya sebagai bupati menggunakan teori kepemimpinan transformasional, maka definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman tentang bagaimana kepemimpinan transformasional seharusnya dilakukan. Selanjutnya pedoman tersebut akan dijadikan sebagai indikator untuk melihat kepemimpinan Ki Enthus Susmono. Indikator tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.1

Indikator Kepemimpinan Transformasional

No Indikator Instrumen

1 Menyatakan visi yang jelas dan menarik

-Bagaimana cara Ki Enthus Susmono menyampaikan visinya kepada bawahan dan juga masyarakat

-Dalam bentuk apa saja visi tersebut disampaikan

2 Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai

-Bagaimana Ki Enthus Susmono meyakinkan bawahan bahwa visi yang ada dapat dicapai

-Apa strategi yang digunakan Ki Enthus


(49)

3 Bertindak secara rahasia dan optimis

-Apa saja tindakan yang dilakukan Ki Enthus Susmono yang dilakukan secara rahasia kepada bawahan

-Bagaimana Ki Enthus Menularkan dan menjadikan bawahan berpikir dan bertindak optimis

4 Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut

-Bagaimana cara Ki Enthus Susmono

memberikan harapan dan keyakinan kepada

bawahan terutama disaat bawahan menghadapi kendala ataupun halangan dalam suatu pekerjaan

5 Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting

-Apa dan bagaimana tindakan simbolis yang dilakukan Ki Enthus Susmono kepada bawahan -Apa makna atau nilai dari tindakan-tindakan

simbolis yang telah dilakukan Ki Enthus Susmono kepada bawahan


(50)

6 Memimpin dengan memberikan contoh

-Apakah Ki Enthus Sumono memberikan contoh dalam

kepemimpinannya -Bagaimana Ki Enthus Susmono memberikan contoh kepada bawahan sehingga bawahan dapat terinspirasi dan dapat menjadi contoh dalam bekerja

7 Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu

-Apakah Ki Enthus Susmono melakukan pendelegasian

kewenangan terhadap bawahan

-Bagaimana Ki Enthus Susmono menjalankan fungsi pendelegasian terhadap bawahan


(51)

1.8. Metodologi Penelitian

Sebagai langkah untuk membuktikan kebenaran suatu fenomena, seorang peneliti akan melakukan penelitian terlebih dahulu untuk mencari data dan fakta untuk dibuktikan. Penelitian diartikan sebagai systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information (data) in order to increase our understanding

of a phenomenon about which we are interested or concerned26 (proses sistematis

terhadap pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi (data) dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang fenomena yang menarik atau yang menjadi perhatian kita). Sedangkan metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian.27

Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa rangkaian proses guna mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Rangkaian tersebut terdiri dari menentukan jenis penelitian, jenis dan sumber data, unit analisa data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.

1. Jenis Penelitian

Seperti pada jamaknya penelitian sosial, pada penelitian tentang kepemimpinan Ki Enthus Susmono ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan penyajian secara deskriptif. Bodgan dan Taylor (1975) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

26

Paul D. Leedy dan Jeanne E. Ormod, Practical Reaserch (planning and design), Pearson Education International, USA, 2010, hal . 2.

27

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, 2010, hal. 6.


(52)

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.28 Selain itu Kirk dan Miller (1986) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.29

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan memaparkan data atau informasi hasil pengamatan secara deskriptif yakni menjelaskan dan menjabarkan data dan hasil penelitian dengan menggunakan kata-kata, gambar, ataupun dokumen-doukumen yang menunjang penelitian ini.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data pada penelitian ini adalah dengan menggunankan jenis data primer dan sekunder. Menurut Sugiyono (2009) data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.30 Kriyantono (2010) menambahkan bahwa data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan.31 Sehingga dapat disimpulkan bahwa data primer diperoleh secara langsung dari narasumber yang mengetahui tentang permasalahan yang diteliti, sehingga dalam penelitian ini data yang

28

Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 3.


(53)

diperoleh lebih komprehensif terkait kepemimpinan Ki Enthus Susmono selaku Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019.

Sedangkan data sekunder adalah data yang dikoleksi oleh orang lain dan telah melalui proses statistik.32 Data sekunder menjadi sumber penunjang atau pelengkap dimana data sekunder ini digunakan untuk memperkaya hasil yang diperoleh dari data primer. Data sekunder ini dapat diperoleh dari berbagai macam sumber seperti berita ataupun dokumen yang berasal dari media baik media cetak, media elektronik, maupun dokumen lain yang menunjang.

3. Unit Analisa Data

Unit analisa data menurut Hamidi (2005) adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek penelitian.33 Unit analisa data dalam penelitian ini adalah kepemimpinan Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019, Ki Enthus Susmono. Kepemimpinan yang dimaksud disini adalah tentang bagaimana Ki Enthus menjalankan tugas dan wewenangnya serta kebijakan apa saja yang dilakukan atau dikeluarkan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan sumber dan informasi yang dibutuhkan peneliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan

32

Metode Pengumpulan data, diakses melalui https://www.academia.edu/8024955/ METODE_PENGUMPULAN_DATA pada Sabtu, 13 Agustus 2016, pukul 07.42.

33

Bab II Metode Penelitian, diakses melalui repository.usu.ac.id /bitstream/ 123456789 / 25944 /4 / Chapter % 20II.pdf pada selasa, 15 Agustus 2016, pukul 09.17.


(54)

dan sesuai. Pada penelitian tentang kepemimpinan Ki Enthus Susmono ini teknik yang dilakukan adalah interview atau wawancara dan dokumentasi.

a) Interview atau Wawancara.

Interview atau wawancara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

seorang peneliti dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumber dengan maksud tertentu. Tujuan wawancara menurut Lincoln dan Guba (1985) antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain.34

Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada sumber data primer yang sekiranya diperlukan untuk memenuhi data yang diperlukan seperti wawancara langsung kepada Ki Enthus Susmono, bagian protokoler bupati, ataupun narasumber lain.

b) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan proses mengumpulkan data berupa dokumen-dokumen baik berupa tulisan, gambar, rekaman suara atau video dari berbagai media. Dokumen digunakan untuk keperluan penelitian digunakan sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.35

Dalam penelitian terkait kepemimpinan Ki Enthus Susmono, dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dari dokumen seperti


(55)

buku, surat kabar, rekaman video, dan teknik dokumentasi lainnya yang dapat memberikan informasi terkait kepemimpinan Ki Enthus Susmono.

5. Teknik Analisa Data

Analisa data digunakan sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.36 Untuk mengalisa data yang sudah didapat, maka peneliti akan menggunakan teknik analisa data sebagai berikut37 :

a) Reduksi Data

Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan studi.

b) Penyajian Data

Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Dari pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna dari segala gejala yang diperolehnya di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas, dan proposisi.

36

Ibid, hal. 103.

37

Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penerbit Tiara Wacana, 2006, Bandung, hal. 22-23 .


(56)

1.9. Rencana Sistematika Bab

Pada penelitian ini perlu menyusun rencana sistematika penulisan bab sehingga penulisan penelitian ini akan lebih teratur. Rencana penulisan sistematika bab terdiri dari :

a) Bab I Pendahuluan

Pada bab I tentang pendahuluan penelitian ini, penulis menjabarkan tentang latar belakang masalah yaitu tentang permasalahan kepemimpinan khususnya di tingkat kepala daerah, serta potensi munculnya kepemimpinan transformasional di berbagai daerah di Indonesia. Selanjutnya pada bab I ini penulis menjelaskan tentang rumusan masalah terkait penelitian yang akan dilakukan, kemudian menjelaskan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Bab I ini juga berisi tentang kerangka dasar teori yang digunakan peneliti yang digunakan sebagai acuan penelitian.

Bagian lain yang terdapat pada bab I adalah definisi konseptual dan definisi operasional. Selain itu, pada bab I terdapat metodologi penelitian yang berisi tentang jenis penelitian, jenis dan sumber data, unit analisa data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

Pada bagian akhir bab I terdapat bagian rencana sistematika bab yang mana pada bagian ini menjelaskan tentang susunan penulisan bab dari awal hingga akhir sehingga penelitian untuk skripsi ini akan tersusun dengan baik.


(57)

b) Bab II Deskripsi Objek Penelitian

Bab selanjutnya dalam skripsi ini adalah bab II yang menjelaskan atau mendeskripsikan tentang objek yang digunakan untuk penelitian. Objek utama penelitian ini adalah Bupati kabupaten Tegal periode 2014-2019, Ki Enthus Susmono. Untuk melengkapi data agar lebih komprehensif, maka data yang dicari dalam penelitian ini tidak hanya tentang bagaimana kepemimpinan Ki Enthus Susmono, tetapi juga tentang gambaran secara luas mengenai biografi Ki Enthus Susmono, serta mengenai mendeskripsikan Kabupaten Tegal terutama dari segi politik dan pemerintahan.

c) Bab III Analisis Kepemimpinan Ki Enthus Susmono

Pada bab III skripsi ini akan memaparkan tentang analisis yang telah dilakukan penulis mengenai kepemimpinan Ki Enthus Susmono yang bersumber dari data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Analisis ini akan dikerucutkan mengenai kepemimpinan transformasional Ki Enthus Susmono.

d) Bab IV Penutup

Pada bagian terakhir skripsi ini, terdapat bab IV yaitu penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisikan tentang penjelasan secara singkat dari keseluruhan hasil penelitian dari kepemimpinan Ki Enthus Susmono selaku Bupati Kabupaten Tegal periode 2014-2019. Kemudian pada bagian saran berisikan tentang saran atau masukan oleh penulis khususnya


(58)

kepada Ki Enthus Susmono selaku Bupati Kabupaten Tegal terutama dalam hal kepemimpinan transformasional. Selain itu saran juga secara umum diberikan kepada Pemerintahan kabupaten Tegal.


(59)

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1. Kabupaten Tegal

Kabupaten Tegal merupakan salah satu dari tiga puluh lima jumlah Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah dengan ibu kota kabupaten berada di Slawi. Secara geografis, Kabupaten yang memiliki luas 878,7 Km² ini berada di pesisir utara pulau jawa yang juga berbatasan langsung dengan beberapa daerah seperti pada sebelah utara berbatasan dengan Kota Tegal dan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pemalang, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Brebes, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas. Kabupaten Tegal memiliki 18 (delapan belas) Kecamatan serta 281 (dua ratus delapan puluh satu) Desa dan 6 (enam) Kelurahan. Ke 18 Kecamatan tersebut secara topografi terbagi atas beberapa wilayah yaitu :20

1. Daerah pantai meliputi Kecamatan Kramat, Suradadi dan Warureja. 2. Daerah dataran rendah meliputi Kecamatan Adiwerna,

Dukuhturi,Talang,Tarub, Pagerbarang, Dukuhwaru, Slawi, Lebaksiu, sebagian wilayah Surodadi, Warurejo, Kedungbanteng dan Pangkah.

20

Geografis, diakses melaui www.tegalkab.go.id pada Senin 8 Agustus 2016 pukul 10.51


(60)

3. Daerah Dataran Tinggi : Meliputi Kecamatan Jatinegara, Margasari, Balapulang, Bumijawa, Bojong dan sebagian Pangkah, Kedungbanteng.

Secara demografis jumlah penduduk Kabupaten Tegal terbilang padat, meskipun realita yang terjadi kebanyakan masyarakat Kabupaten Tegal merantau ke kota besar seperti Jakarta untuk bekerja sebagai pedagang warteg dan pandai besi. Jumlah penduduk Kabupaten Tegal berturut-turut dari tahun 2011 hingga 2014 mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kabupaten Tegal mencapai 1.392.260 jiwa, kemudian pada tahun 2012 meningkat hingga 1.421.001 jiwa. Selanjutnya jumlah penduduk Kabupaten di tahun 2013 naik menjadi 1.415.009 jiwa. Pada tahun 2014 kembali meningkat hingga mencapai 1.420.132 jiwa.21 Data terbaru dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah menyebutkan jumlah penduduk Kabupaten Tegal pada tahun 2015 mencapai 1.424.890 jiwa.22 Jika diurutkan, pada tahun 2015 Kabupaten Tegal menempati urutan ke-5 sebagai Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terbanyak di Jawa Tengah. Gambaran keseluruhan wilayah Kabupaten Tegal dapat dilihat pada peta administrasi berikut :

21

Demografi, ibid.


(61)

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Tegal

(Sumber : www.tegalkab.go.id)

2.2. Sejarah Kabupaten Tegal

1. Kabupaten Tegal dan Kerajaan Mataram

Kabupaten Tegal memiliki sejarah yang cukup panjang. Berdiri sejak 18 Mei 1601, Kabupaten Tegal memiliki sejarah yang dikaitkan dengan bidang agraris. Tokoh yang berperan besar dalam sejarah Kabupaten Tegal adalah Ki Gede Sebayu yang merupakan juru demung dari trah Kerajaan Pajang. Selain itu, sejarah keagrarisan Kabupaten Tegal juga dipercaya telah ada sejak zaman Mataram Kuno.


(62)

Bukti-bukti tentang sejarah keagrarisan Kabupaten Tegal tersebut dikuatkan dengan adanya artefak kuno dan Candi Pedagangan, dan juga wilayah Kabupaten Tegal yang sebagian besar dikelilingi daerah pertanian sering dikaitkan dengan Kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang memiliki daerah berbasis agraris.

Kabupaten Tegal juga diyakini telah ada sejak zaman Sultan Agung yang merupakan raja Mataram (1613-1645). Sultan Agung kemudian menyerahkan Tegal kepada Wirosuto yang merupakan paman dari Sultan Agung. Wirosuto juga dinobatkan sebagai Adipati Tegal oleh Sunan Amangkurat karena jasanya dalam melawan trunajaya, kemudian diberi gelar Arya Martalaya. Adipati Tegal menguasai sepanjang Tegal hingga Losari. Pada saat kolonialisme oleh Belanda, Kabupaten Tegal menjadi batu loncatan yang digunakan Mataram sebagai lumbung makanan untuk persiapan penyerangan ke Batavia dibawah kepemimpinan Sultan Agung. Meskipun pada akhirnya penyerangan tersebut gagal karena Belanda telah mencurigai gerak-gerik Mataram yang kemudian membumihanguskan Tegal terutama kapal-kapal yang memuat bahan makanan dan gunungan padi.23

2. Peristiwa Tiga Daerah

Pada era proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang merupakan puncak dari perjuangan rakyat Indonesia, sebagian besar bahkan seluruh rakyat Indonesia merasakan kegembiraan yang gegap gempita dengan ekspresinya yang


(63)

beragam, bahkan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dianggap sebagai revolusi. Salah satu ekspresi rakyat Indonesia pada saat peristiwa pasca proklamasi kemerdekaan terjadi di tiga daerah dibawah Keresidenan Pekalongan yakni Brebes, Tegal, Pemalang yang dikenal dengan nama Peristiwa Tiga Daerah. Daerah Tegal menjadi salah satu bagian dari peristiwa tersebut. Sejarah mencatat Peristiwa Tiga Daerah ini sebagai sejarah revolusi nasional. Peristiwa ini berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 1945. Peristiwa Tiga Daerah ini lebih dikenal sebagai peristiwa pembantaian kepada oknum yang dianggap bekerja sama dengan penjajah, serta kepada orang-orang Indo, Manado, dan Ambon. Akhir dari Peristiwa Tiga Daerah ini adalah ditangkapnya para revolusioner tiga daerah tersebut karena dianggap melakukan tindakan radikalisme kiri.24

3. Pemimpin Kabupaten Tegal dari Masa ke Masa

Dengan panjangnya sejarah yang tercatat mengenai Kabupaten Tegal, maka panjang pula deretan pemimpin Kabupaten Tegal dari masa ke masa. Berikut nama-nama pemimpin Kabupaten Tegal dari masa ke masa:25

24

Aman, Revolusi Sosial di Brebes, Penerbit Ombak, 2015, Yogyakarta, hal. 123.

25

www.tegalkab.go.id. Op.cit., Bupati Tegal dari masa ke masa.


(64)

Tabel 2.1

Daftar Nama-Nama Bupati Kabupaten Tegal

No Nama Masa Jabatan

1 Ki Gede Sebayu ( Juru Demung )

setingkat dengan Bupati 1601 - 1620

2 Ki Gede Honggowono ( Juru Demung ) setingkat

dengan Bupati 1620 - 1625

3 Pangeran Adipati Martoloyo 1625 - 1678

4 Tumenggung Sindurejo ( Pranantaka ) 1678 - 1679

5 Tumenggung Honggowono ( Reksonegoro ) 1679 - 1680

6 Tumenggung Secowijoyo ……..- 1697

7 Tumenggung Secomenggolo 1697 - 1700

8 Tritonoto 1700 - 1702

9 Tumenggung Bodroyudo Secowardoyo I

(Reksonegoro II ) 1702 - 1746

10 Tumenggung Secowardoyo II ( Reksonegoro III ) 1746 - 1776

11 Tumenggung Kartoyodo ( Reksonegoro IV ) 1776 - 1800

12 R.M.Panji Haji Cokronegoro VI 1800 - 1816

13 Tumenggung Surenggrono 1816 - 1816

14 Tumenggung Sumodiwangso / Surodiwongso,

Suroloyo ( Reksonegoro ) 1816 - 1819

15 Tumenggung Secomenggolo 1819 - 1821

16 R.M.A. Reksonegoro VI 1821 - 1857

17 Tumenggung Sosronegoro 1857 - 1858

18 Mas Ronggo Surodipuro 1858 - 1862

19 R. Tumenggung Widyoningrat 1862 - 1864

20 R. Tumenggung Panji Sosrokusumo 1864 - 1869

21 R.M. Ore ( R.M.A. Reksonegoro VII ) 1869 - ….

22 R.M. Kis ( R.M.A. Reksonegoro VIII ) …. - 1903

23 R.M. Suyitno ( R.M.A. Reksonegoro IX ) 1903 - 1929

24 R.M. Susmono ( R.M.A. Reksonegoro X ) 1929 - 1935

25 J. Patih R. Subiyanto 1935 - 1937

26 R. Tumenggung Slamet Kertonegoro 1937 - 1942


(65)

30 Prawoto Sudibyo 1946 - 1948

31 R. Soeputro 1948 – 1949

32 R.M. Susmono Reksonegoro 1949 – 1950

33 R.M. Sumindro 1950 – 1955

34 R.M. Projosumarto 1955 – 1960

35 Sutoro 1960 – 1966

36 Pj. Munadi 1966 – 1966

37 Pj. R. Sutarjo 1967 – 1967

38 Letkol.R. Supandhi Yudodharmo 1967 - ….

39 Letkol. R. Samino Sastrosuwignyo 1973 – 1977

40 Drs. Herman Sumarmo (Ymt) 1977 – 1978

41 Hasyim Dirjosubroto 1978 – 1989

42 Drs. H. Wienachto 1989 – 1991

43 Drs. Sudiatno (Ymt) 1991 – 1991

44 Drs. H. Soetjipto 1991 – 1998

45 Drs. Setiawan Sadono (Plt) 1999 – 1999

46 Drs. H. Soediharto 1999 – 2004

47 Bupati : Agus Riyanto, SSos, MM

Wakil Bupati : HM. Hammam Miftah, S.Ag, MM

2004 – 2009

48

Bupati : Agus Riyanto, S.Sos, MM. Wakil Bupati : HM. Herry Soelistyawan, SH, M.HUM

2009 – 2012

49

H. M. Herry Soelistyawan, SH, M.Hum Plt. Bupati Tegal,: Drs. Haron Bagas Prakosa, M.Hum (Menggantikan Bupati sebelumnya yang meninggal dunia)

Januari 2013 - Mei 2013

Mei 2013 - Agustus 2013

50 Ir. Satrio Hidayat (Pj. Bupati) Agustus 2013 - 2014


(66)

51 Bupati : Enthus Susmono Wakil Bupati : Dra. Umi Azizah

2014- 2019

(Sumber : www.tegalkab.go.id)

2.3. Politik dan Pemerintahan Kabupaten Tegal 1. Politik Kabupaten Tegal

Berbicara perihal politik di Kabupaten Tegal, dapat dikatakan cukup dinamis, Berbagai elemen baik instrastruktur maupun suprastruktur politik aktif dalam mewarnai dinamika politik lokal di Kabupaten Tegal. Masyarakat Kabupaten Tegal sebagai bagian dari infrastruktur politik di Kabupaten Tegal dapat dikatakan memiliki kepedulian dalam berpartisipasi di ranah politik. Seperti yang dikatakan oleh budayawan Tegal Atmo Tan Sidik bahwa masyarakat Tegal memiliki watak yang lugas dan tidak basa-basi sehingga apabila ada suatu kejanggalan dalam kondisi tertentu, mereka akan bertindak secara cepat.26 Salah satu contoh partisipasi politik masyarakat terjadi pada tahun 2008 yakni pada saat Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tegal, saat itu dinamika politik Kabupaten Tegal cukup memanas hingga terjadi ketegangan antara kubu pendukung calon nomor urut satu Agus Riyanto-Moch. Hery atau Arah dan pasangan calon nomor urut dua Andika Regalita-Dul Basir atau Kabba. Peristiwa tersebut dapat menjadi bukti bahwa dinamika


(67)

politik lokal Kabupaten Tegal tidak hanya sekedar pelengkap demokrasi, tetapi sebagai bentuk realisasi demokrasi sejati khususnya dalam bidang politik.

Dinamika politik lokal Kabupaten Tegal juga tidak hanya dimonopoli oleh satu partai. Setidaknya pada saat pasca reformasi hajatan demokrasi seperti pemilihan kepala daerah dan anggota legislatif, terjadi kompetisi oleh berbagai partai, namun cenderung dikuasai oleh dua partai yang bergantian berkuasa di DPRD Kabupaten Tegal, yakni PDI-P dan PKB. Dinamika tersebut dapat dilihat dengan partisipasi partai-partai tersebut dalam pemilihan anggota legislatif terhitung sejak reformasi hingga terakhir yaitu tahun 2014. Pada pemilu legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berhasil mengirim kader-kadernya untuk menduduki dan mendominasi lembaga legislatif sekaligus menjadi Ketua DPRD Kabupaten Tegal untuk masa 5 tahun hingga tahun 2004. Di pemilihan legislatif selanjutnya yaitu tahun 2004, terjadi pergeseran dominasi dari PDI-P ke PKB. PKB berhasil merebut dan menguasi DPRD Kabupaten Tegal untuk periode 2004-2009. Komposisi DPRD Kabupaten Tegal periode 2004-2009 dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.2

Komposisi Anggota DPRD Kabupaten Tegal Periode 2004-2009

No Partai Jumlah Kursi

1 PKB 14

2 PDI-P 12


(68)

4 PAN 5

5 PKS 4

6 PPP 4

(Sumber : kpud-tegalkab.go.id)

Diperhelatan pemilu legislatif tahun 2009, kembali PDIP merebut dominasi di lembaga legislatif Kabupaten Tegal untuk periode 2009-2014 dengan menempati 13 kursi DPRD Kabupaten Tegal. Sedangkan PKB menempatkan 8 kadernya di DPRD Kabupaten Tegal.

Dominasi komposisi DPRD Kabupaten Tegal kembali berpindah dari PDI-P ke PKB pada pemilihan dewan legislatif tahun 2014. PKB berhasil mengungguli seteru politiknya sejak era reformasi meskipun berbeda tipis, yaitu satu kursi. Komposisi perolehan kursi lembaga legislatif Kabupaten Tegal periode 2014-2019 sesuai nomor urut partai tersaji dalam tabel berikut27 :

Tabel 2.3

Komposisi Anggota DPRD Kabupaten Tegal Periode 2014-2019

No Urut Partai Jumlah Kursi

1 Partai Nasional Demokrat 1

2 Partai Kebangkitan Bangsa 12


(69)

4 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 11

5 Partai Golongan Karya 6

6 Partai Gerakan Indonesia Raya 5

7 Partai Demokrat 3

8 Partai Amanat Nasional 2

9 Partai Persatuan Pembangunan 4

10 Partai Hati Nurani Rakyat 3

14 Partai Bulan Bintang 0

15 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 0

(Sumber : kpud-tegalkab.go.id)

Dengan demikian, konstelasi politik di Kabupaten Tegal dari tahun 2014 hingga 2019 mendatang di dominasi oleh Partai Kebangkitan Bangsa baik di lembaga legislatif mapun lembaga eksekutif, karena di tahun dan periode yang sama kursi Bupati dan Wakil Bupati diduduki oleh kader dari partai bumi yang dikelilingi sembilan bintang tersebut, yakni Enthus Susmono dan Umi Nurazizah.

2. Pemerintahan Kabupaten Tegal

Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu Kepala Daerah baik Gubernur maupun Bupati/Walikota yang dibantu oleh perangkat daerah sebagai unsur pembantu Gubernur atau Bupati/Walikota,


(70)

serta DPRD Provinsi maupun Kabupaten dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Sebagai unsur pembantu, perangkat daerah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Kabupaten Tegal sebagai Pemerintahan Daerah di tingkat Kabupaten juga menata organisasi perangkat daerahnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Struktur organisasi di Kabupaten Tegal dapat dilihat sebagai berikut28 :

Tabel 2.4

Struktur Ogranisasi Kabupaten Tegal

NO NAMA PERANGKAT

1 Bupati Kabupaten Tegal

2 Wakil Bupati Kabupaten Tegal 3 Sekretariat Daerah :

A. Asisten Administrasi Pemerintahan, terdiri dari : 1. Bagian Pemerintahan

2. Bagian Hukum

3. Bagian Kemasyarakatan


(1)

V-24

Tujuan dan sasaran merupakan derivasi dari visi dan misi Kabupaten Tegal yang telah disusun. Tujuan merupakan usaha yang dilakukan untuk dapat mewujudkan kondisi yang diharapkan pada akhir periode RPJMD. Sementara sasaran merupakan kondisi yang diinginkan dapat terwujud pada akhir periode RPJMD. Sasaran lebih bersifat spesifik dan terukur karena memuat juga indikator kinerja sasaran. Berikut ini disajikan tujuan dan sasaran menurut masing-masing misi dalam RPJMD.

Tujuan

Misi I (Kesatu) : Mewujudkan birokrasi yang bersih dan responsif terhadap pemenuhan hak dasar rakyat melalui reformasi birokrasi.

Tujuan Misi I (Kesatu) adalah:

a. Mewujudkan aparatur yang kompeten yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap terpuji, dan diakui secara formal.

b. Memenuhi hak-hak dasar masyarakat sesuai Standar Pelayanan Minimal.

Sasaran:

Tujuan: a. Mewujudkan aparatur yang kompeten yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap terpuji, dan diakui secara formal

Sasaran dari tujuan ini adalah :

1) Meningkatnya kapasitas dan disiplin pegawai agar terwujud aparatur yang bersih dan berwibawa

2) Meningkatnya kualitas pelayanan aparatur birokrasi yang tanggap, ramah dan memuaskan kepada masyarakat

3) Meningkatnya kualitas manajemen pemerintahan dengan sistem e-government 4) Meningkatnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan dan aset

daerah.

Tujuan: b. Memenuhi hak-hak dasar masyarakat sesuai Standar Pelayanan Minimal. Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Meningkatnya kualitas layanan administrasi kependudukan 2) Meningkatnya kualitas layanan pendidikan.

3) Meningkatnya kualitas layanan kesehatan.

4) Meningkatnya perlindungan terhadap kelompok rentan (perempuan, anak, korban bencana), Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dan masyarakat berkebutuhan khusus (difabel).


(2)

V-25 Tujuan

Misi II (kedua) : Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada sektor perdagangan, industri dan pertanian.

Tujuan Misi II (kedua) adalah :

a. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada sektor pertanian

b. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada sektor perdagangan

c. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada ekonomi lokal unggulan

d. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan di wilayah tertinggal e. Mewujudkan ruang yang manusiawi dan berkelanjutan

Sasaran:

Tujuan: a. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada sektor pertanian

Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Meningkatnya produksi unggul pertanian terutama pertanian organik (pertanian akrab lingkungan)

2) Meningkatnya fasilitas perdagangan pertanian dan perikanan 3) Meningkatnya infrastruktur pertanian

4) Revitalisasi kelembagaan pertanian

5) Meningkatnya penegakan hukum di bidang pelestarian lahan pertanian pangan berkelanjutan

6) Meningkatnya kapasitas litbang pertanian dan industri pendukungnya

7) Meningkatnya keterlibatan jejaring paseduluran dan CSR petani, peternak, dan nelayan di wilayah tertinggal

8) Meningkatnya pemanfaatan TIK di bidang pertanian dan industri pendukungnya. 9) Meningkatnya kemitraan antara pengusaha besar dan petani

10) Bertumbuhnya pelaku baru usaha pertanian dan industri pendukungnya

Tujuan: b. Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada sektor perdagangan

Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Berkembangnya fasilitas perdagangan dan usaha perdagangan perorangan 2) Meningkatnya jejaring perdagangan pasar tradisional


(3)

V-26

4) Meningkatnya jaminan keamanan bagi konsumen dalam mengonsumsi produk barang dan jasa

Tujuan: c Mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada ekonomi lokal unggulan

Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Meningkatnya produk dan pelaku ekonomi lokal unggulan dan ekonomi kreatif 2) Meningkatnya kapasitas litbang ekonomi lokal unggulan

3) Meningkatnya kolaborasi dan alih pengetahuan jejaring ekonomi lokal unggulan dan antardaerah

4) Mendayagunakan klaster industri, pertanian, dan pariwisata 5) Menerapkan sistem insentif ekonomi lokal unggulan

6) Meningkatnya pemanfaatan telecenter ekonomi lokal unggulan (nonpertanian dan perdagangan)

7) Meningkatnya produksi lokal yang berkualitas (terstandardisasi dan bersertifikat) serta penggunaan produksi lokal oleh Pemerintah Daerah

Tujuan: d. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan di wilayah tertinggal Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Meningkatnya pembangunan infrastruktur pusat-pusat pertumbuhan di wilayah tertinggal (kecamatan perbatasan, pesisir, dan wilayah dengan konsentrasi penduduk miskin tinggi)

2) Menguatnya kolaborasi kota satelit (kota kedua yang berfungsi sebagai pendukung Slawi-Adiwerna) dengan kota pusat pertumbuhan (Slawi-Adiwerna) 3) Meningkatnya pemanfaatan TIK dalam pengembangan pusat pertumbuhan di

wilayah tertinggal

4) Meningkatnya kapasitas pemangku kepentingan dalam pengembangan pusat pertumbuhan di wilayah tertinggal

Tujuan: e. Mewujudkan ruang yang manusiawi dan berkelanjutan Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Terarahnya pengembangan wilayah

2) Menguatnya penegakan hukum aturan tata ruang 3) Mewujudkan ruang yang manusiawi

4) Mewujudkan ruang yang berkelanjutan 5) Mewujudkan rintisan kota kembar (sister city)


(4)

V-27 Tujuan

Misi III (ketiga) : Mewujudkan kehidupan paseduluran dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama

Tujuan Misi III (ketiga) adalah:

a. Meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dan antarumat beragama b. Mewujudkan keadilan dalam kehidupan beragama

Sasaran:

Tujuan: a. Meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dan antarumat beragama.

Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Menguatnya pemahaman nilai-nilai agama dan kepercayaan yang inklusif.

2) Menguatnya dialog dan kerjasama umat beragama, antarumat beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Tujuan : b. Mewujudkan keadilan dalam kehidupan beragama. Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Menguatnya pembangunan kehidupan beragama

Tujuan

Misi IV (Keempat) : Mengembangkan seni budaya dan pengetahuan tradisional Tujuan Misi IV(Kempat) adalah:

a. Melindungi dan memanfaatkan seni budaya

b. Mengaktualisasikan pengetahuan tradisional dalam kehidupan bermasyarakat.

Sasaran:

Tujuan: a. Melindungi dan memanfaatkan seni budaya Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang seni budaya lokal. 2) Terpromosikannya seni budaya lokal

3) Meningkatnya peran seni budaya dalam pembangunan 4) Meningkatkan perolehan HKI di bidang seni budaya 5) Peningkatan peran seni budaya dalam kegiatan ekonomi

Tujuan: b. Mengaktualisasikan pengetahuan tradisional dalam kehidupan bermasyarakat.


(5)

V-28

1) Meningkatnya pendataan dan saintifikasi pengetahuan tradisional masyarakat 2) Terpromosikannya pengetahuan tradisional masyarakat

3) Berkembangnya pemanfaatan Pengobatan Tradisional

Tujuan

Misi V (Kelima) : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat

Tujuan Misi V (kelima) adalah:

a. Meningkatkan fungsi kelembagaan desa

b. Memberdayakan masyarakat dalam pembangunan desa

Sasaran:

Tujuan: a. Meningkatkan fungsi kelembagaan desa. Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Berdayanya kelembagaan desa

Tujuan : b. Memberdayakan masyarakat dalam pembangunan desa. Sasaran dari tujuan ini adalah:

1) Menurunnya kesenjangan pembangunan antardesa dan antarwilayah. 2) Meningkatnya derajat hidup masyarakat desa


(6)