Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Keaslian Penulisan Sistematika Penulisan

kekuasaan itu disalahgunakan untuk keuntungan diri sendiri, kelompok maupun organisasi lain. Padahal penggunaan kekuasaan diskresi yang diberikan oleh pembuat undang-undang sebenarnya apabila jalur hukum yang disediakan untuk menyelesaikan suatu masalah malah menjadi kurang efisien, kurang ada manfaatnya maupun macet. Ditinjau dari sudut hukumpun setiap kekuasaan akan dilandasi dan dibatasi oleh ketentuan hukum. Namun, kekuasaan diskresi yang begitu luas dan kurang jelas batas-batasnya akan menimbulkan permasalahan terutama apabila dikaitkan dengan asas-asas hukum pidana yaitu asas kepastian hukum dan hak asasi manusia. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa masalah kebijaksanaan polisi atau penyampingan perkara pidana yang selanjutnya disebut diskresi kepolisian dalam sistem peradilan pidana ini, menarik perhatian penulis untuk meneliti lebih lanjut dan menulisnya, baik dari segi hukumnya maupun dari segi sosiologisnya. Sehingga dalam penelitian dan penulisan ini mengambil judul PELAKSANAAN DISKRESI OLEH POLISI DALAM PELAKSANAAN PENYIDIKAN. Dengan lebih mengarahkan pada kenyataan-kenyataan empiris yang terjadi dilapangan sebagai bahan analisis. Tekanan dalam penelitian ini adalah pada hal-hal yang dialami oleh responden polisi dalam penegakan hukum.

B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah skripsi ini adalah: 1. Apakah peraturan perundang-undangan yang ada sudah cukup menjamin bagi tindakan diskresi kepolisian dalam sistem peradilan pidana ? Universitas Sumatera Utara 2. Bagaimana pelaksanaan diskresi yang dimiliki oleh polisi dalam penyidikan? 3. Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat diskresi dalam penyidikan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang ada sudah cukup menjamin bagi tindakan diskresi kepolisian dalam sistem peradilan pidana. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan diskresi yang dimiliki oleh polisi dalam penyidikan. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat diskresi dalam penyidikan. Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Dari segi teoritis sebagai suatu bentuk penambahan literatur di bidang hukum kepidanaan tentang peran dan tugas kepolisian dan kaitannya dengan diskresi. 2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan para pihak yang berkepentingan sehingga didapatkan kesatuan pandangan tentang pelaksanaan penyidikan kepolisian.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Diskresi Oleh Polisi Dalam Pelaksanaan Penyidikan” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penlisan skripsi yang bertemakan mengenai kepolisian memang sudah Universitas Sumatera Utara cukup banyak diangkat dan dibahas, namun skripsi tentang diskresi belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Diskresi

Diskresi dalam Black Law Dictionary berasal dari bahasa Belanda “Discretionair” yang berarti kebijaksanaan dalam halnya memutuskan sesuatu tindakan berdasarkan ketentuan-katentuan peraturan, Undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan. 3 Diskresi dalam bahasa Inggris diartikan sebagai suatu kebijaksanaan, keleluasaan. 4 Menurut kamus hukum yang disusun oleh J.C.T Simorangkir diskresi diartikan sebagai kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri. 5 “discretion is power authority conferred by law to action on the basic of judgement of conscience, and its use is more than idea of morals than law” yang dapat diartikan sebagai suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan Thomas J. Aaron mendefinisikan diskresibahwa: 3 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum. Aneka Ilmu. Semarang, 1977, hal. 91. 4 M. John Echol Hasan Shadilly. Kamus Inggris Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hal. 185. 5 J. C. T. Simorangkir, Erwin, T. Rudy dan J. T. Prasetyo, Kamus Hukum. Sinar Grafika. Jakarta, 2002, hal. 38. Universitas Sumatera Utara berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebih menekankan pertimbangan-pertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum. 6 Menurut Wayne La Farve maka diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang peranan. 7

2. Pengertian Polisi

Dari beberapa pengertian diskresi tersebut maka dapat dikatakan bahwa secara sederhana diskresi adalah suatu wewenang menyangkut pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seseorang, dalam hal ini polisi. Menurut Alvina Treut Burrow dikatakan bahwa discretion adalah “ability to choose wisely or to judge for our self Alvina, 1996: 226. Definisi ini menghantar pada pemahaman bahwa faktor bijaksana dan sikap tanggungjawab seseorang mempunyai unsur penting dalam diskresi. Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian sebagamana diatur di dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Dari kutipan atas bunyi pasal tersebut maka kita ketahui polisi adalah 6 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi Diskresi Kepolisian. Pradnya Paramita. Jakarta, 1991, hal. 16. 7 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 15. Universitas Sumatera Utara sebuah lembaga yang memiliki fungsi dan pelaksanaan tugas sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan. Di dalam perundang-undangan yang lama yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 1961 ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum. Tugas inipun kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 30 4 a Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 yaitu Undang-Undang Pertahanan Keamanan Negara, disingkat Undang-Undang Hankam. Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 yang mencabut Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 maka Kepolisian ini tergabung di dalam sebutan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dimana di dalamnya Kepolisian merupakan bagian dari Angkatan Laut, Angkatan Darat, serta Angkatan Udara. Sesuai dengan perkembangan zaman dan bergulirnya era reformasi maka istilah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali kepada asal mulanya yaitu Tentara Nasional Indonesia dan keberadaan Kepolisian berdiri secara terpisah dengan angkatan bersenjata lainnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data penelitian ini adalah data sekunder Sedangkan sumber data penelitian ini didapatkan melalui: a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai 1 Undang-Undang Dasar 1945 Universitas Sumatera Utara 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti. c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.

3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah meliputi pihak keplisian. Sedangkan sampel penelitian ini adalah 3 orang Polisi. 4. Metode dan Alat Pengumpulan Data Banyak alat yang dapat dipakai oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Alat pengumpulan data yang dipergunakan didalam penelitian ini, yaitu : 1 Studi dokumen atau bahan pustaka Bahan pustaka dimaksud yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 2 Wawancara Wawancara dilakukan terhadap informen dan responden yang telah ditetapkan. Wawancara dimaksud berupa wawancara terarah yang lebih dahulu dipersiapkan pelaksanaannya dengan membuat pedoman wawancara sehingga hasil wawancara relevan dengan permasalahan yang teliti.

5. Analisis Data

Untuk menganalisis data, digunakan analisis yuridis kualitatif adalah Universitas Sumatera Utara pengkajian hasil olah data yang tidak berbentuk angka yang lebih menekankan analisis hukumnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif dengan menggunakan cara-cara berfikir formal dan argumentatif. 8 Bab ini membahas tentang Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum, Diskresi Polisi Dalam Sistem Peradilan Pidana, serta Peraturan Data yang terkumpul mengenai perumusan suatu Perda akan diolah dengan cara mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum dimaksud, yaitu membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum. Data yang diolah tersebut diinterprestasikan dengan menggunakan cara penafsiran hukum dan kontruksi hukum yang lazim dalam ilmu hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif dalam bentuk penyajian yang bersifat yuridis normatif.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang: Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan. BAB II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 8 M. Syamsuddin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Grafindo Persada, Jakarta, 2007, Universitas Sumatera Utara Perundang-Undangan Yang Berhubungan Dengan Tindakan Diskresi Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana. BAB III. PELAKSANAAN DISKRESI YANG DIMILIKI OLEH POLISI DALAM PENYIDIKAN Bab ini membahas tentang Polisi Sebagai Penyidik, Wewenang Polisi Selaku Penyidik serta Letak Diskresi Dalam Penyidikan Yang Dilakukan Oleh Polisi. BAB IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG DAN MENGHAMBAT DISKRESI DALAM PENYIDIKAN Bab ini membahas tentang Dimensi Penegakan Hukum Pidana Dalam Konteks Sistem Peradilan Pidana, Pelaksanaan Diskresi Kepolisian serta Faktor Pendorong dan Penghambat Diskresi Polisi Dalam Penyidikan. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran. hal. 133. Universitas Sumatera Utara

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN

DENGAN TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

A. Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum

Setiap penegak hukum pasti mempunyai kedudukan dan peranan. Hal itu senada dengan yang diungkapkan Soerjono Soekanto bahwa: Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan status dan peranan role. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu didalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang- sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya dalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak- hak dan kewajibankewajiban tadi merupakan peranan atau role. 9 Polisi sebagai aparat penegak hukum, dalam perspektif sosiologis, selalu memiliki apa yang disebut dengan status dan role. Status melahirkan role, artinya kedudukan yang ia miliki menyebabkan adanya hak-hak dan kewajian tertentu. Inilah yang disebut wewenang. Kalau hak, merupakan wewenang untuk berbuat, maka kewajiban merupakan beban atau tugas. Berdasarkan pendapat diatas apabila dikaitkan dengan polisi, maka sebagai aparat penegak hukum polisi didalam tugasnya selalu memiliki kedudukan dan peranan. Hal tersebut seperti pendapat yang dikemukakan oleh Utari bahwa: 10 Peranan polisi dalam penegakan hukum dapat ditemukan didalam perundang-undangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban polisi yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 1 butir 1 “Kepolisian Negara adalah segala ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Pasal 2 “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di 9 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 13 10 Indah Sri Utari, Persepsi Polisi terhadap Hak Asasi Manusia Dalam Konteks Penegakan Hukum. UNDIP, Semarang, 1997, hal. 99. 15 Universitas Sumatera Utara