ANALISIS KETAATAN PEDAGANG MEMBAYAR RESTRIBUSI PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh:

ENRO SUJITO

NPM 0920011030

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Megister Ilmu Lingkungan

Pada

Program Studi Magister Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lampung

Program Studi Magister Lingkungan

Program Pascasarjana

Universitas Lampung

Bandar Lampung


(2)

ANALISIS KETAATAN PEDAGANG

MEMBAYAR RESTRIBUSI

PENGELOLAAN SAMPAH PASAR TRADISIONAL

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ENRO SUJITO

Pertambahan penduduk akan diiringi dengan peningkatan jumlah sampah dan jika tidak diikuti dengan peningkatan pengelolaannya, akan menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat. Penelitian dilakukan untuk menganalisis ketaatan pedagang membayar restribusi pengelolaan sampah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung. Total produksi sampah tahun 2011 ± 708 m3/hari dikelola oleh: (1) DKP menangani 163 m3/hari. (2) DP Pasar menangani 120 m3/hari. (3) Kecamatan menangani 425 m3/hari. Faktor yang mempengaruhi WTP dianalisis menggunakan regresi logistik. CVM digunakan untuk menampung preferensi responden pada kondisi tertentu guna mengetahui keinginan membayar restribusi.

Faktor - faktor yang berpengaruh nyata adalah: umur, pendidikan, pendapatan katagori pedagang, status tempat berdagang, perlakuan terhadap sampah dan pelayanan UPT Dinas Pasar. Total WTP sebesar Rp 7.510.336 setiap harinya, dengan perincian Rp 4. 095.104 WTP untuk pasar besar; Rp 1. 468.534 WTP untuk pasar sedang dan Rp 1. 946.698 WTP untuk pasar kecil.


(3)

(4)

(5)

(6)

Halaman

Abstrak... i

Lembar pernyataan... ii

Persetujuan komisi pembimbing... iii

Pengesahan... iv

Riwayat Hidup... v

Sanwacana... vi

Daftar Isi... vii

Daftar tabel... viii

Daftar gambar... ix

BAB I. PENDAHULUAN………...…………....... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

1.4 Kerangka Pemikiran... 6

1.5 Kerangka Penelitian... 9

1.6 Definisi Operasional... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 13

2.1 Pengertian Sampah... 13

2.2 Penggolongan Sampah... 15

2.2.1 Penggolongan Sampah Berdasarkan Sumber Komposisi dan Bentuknya... 15

2.2.2 Penggolongan Sampah Berdasarkan Lokasi Sifat Proses Terjadinya dan Jenisnya... 16

2.3 Kualitas dan Kuantitas Sampah... 18

2.4 Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan... 18

2.5 Pengelolaan Sampah... 20

2.5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah... 24

2.5.2 Lingkup Pengelolaan Sampah... 24

2.5.3 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah... 25

2.5.4 Pemanfaatan sampah………... 25


(7)

2.7.1 Pengelompokan Pasar……….…..…...… 31

2.7.2 Pengelolaan Sampah Pasar... 32

2.7.3 Hubungan Pasar dengan Kesehatan Manusia... 33

2.7.4 Fasilitas Sanitasi Pasar... 33

2.7.5 Restribusi Berkaitan Persampah dan Pasar... 34

2.8 Contingent Valuation Method ( CVM )...... 37

2.9 Tinjauan Penelitian Sebelumnya... 40

BAB III METODE PENELITIAN……… 45

3.1 Tempat dan Waktu………... 45

3.2 Populasi dan Sampel.………...……… 45

3.3 Hipotesis... 49

3.4 Pengumpulan Data... 50

3.5 Pengolahan dan Analisa Data... 50

3.5.1 Analisis Kualitatif... 50

3.5.2 Analisis Kuantitatif... 51

3.5.2.1 Analisis ketaatan pedagang pasar tradisional membayar restribusi ……….……. 51

3.5.2.2 Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi pedagang terhadap ketaatan membayar restribusi ……….…... 52

3.5.3 Analisis perbedaan nilai kesediaan membayar rata-rata untuk membayar restribusi sampah para pedagang………...… 53

3.5.4 Analisis Contingent Valuation Method ( CVM )... 54

3.6 Pengujian Hipotesis... 55

3.6.1 Upaya yang dilakukan dalam pengelolaan sampah di pasar tradisionil... 55

3.6.2 Uji hipotesis ketaatan pedagang membayar restribusi sampah dan faktor- faktor yang berpengaruh... 55


(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….………....... 57

4.1 Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung……….…………... 57

4.1.1 Orientasi Wilayah………........ 58 4.2 Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung... 59

4.2.1 Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung……….…... 63

4.2.1.1 Pasar Besar……..………. 64

4.2.1.2 Pasar Sedang……… 64

4.2.1.3 Pasar Kecil...……….... 65

4.3 Karakteristik Responden……….. 65

4.3.1 Umur…...………....……. 65

4.3.2 Jenis Kelamin….……….…..………... 66

4.3.3 Tingkat Pendidikan……...……... 67

4.3.4 Pendapatan…....……...……….... 70

4.3.5 Status Tempat Berdagang.…....………..……... 72

4.3.6 Lama Berdagang……...………... 74

4.4 Upaya yang telah dilakukan dalam peningkatan pengelolaan sampah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung... 76

4.4.1 Pengumpulan sampah......………...... 76 4.4.2 Pengangkutan dan Pembuangan Akhir….…...……... 76

4.3.3 Upaya Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar……... 79

4.4.4 Jenis Sampah ...……... 82

4.4.5 Jumlah Sampah Dihasilkan Pedagang... 83

4.4.6 Upaya UPT Dinas Pasar dalam mengelola sampah pada setiap gang... 85

4.4.7 Ketersedian Alat Angkut Sampah di Setiap Pasar... 86


(9)

4.4.8 Persepsi Pedagang Terhadap Sampah Pasar …….…... 86 4.4.8.1 Perlakuan terhadap Sampah……….…… 87 4.4.8.2 Perlakuan Terhadap Sampah Setelah

Dikumpulkan……….….…... 89 4.4.8.3 Frekuensi Pengambilan Sampah Oleh

UPT Dinas Pasar... 90 4.4.8.4 Pendapat Pedagang Cara Menangani

Sampah……….……. 91 4.4.8.5 Kegunaan Pemisahan Sampah Organik-

anorganik……….…………...…... 92 4.4.8.6 Penanggung Jawab Kebersihan Pasar...……… 94 4.4.8.7 Dampak Negatif Sampah Pasar….……… 96 4.5 Pelayanan UPT Dinas Pasar Terhadap Pedagang

Dalam pengelolaan Sampah………... 99 4.5.1 Upaya UPT Dinas Pasar Dalam Mengelola

Sampah Pada Setiap Gang ... 99 4.5.2 Upaya UPT Dinas Pasar Mengelola Sampah Dengan

Menyediakan Tempat Pembuangan Sementara... 101 4.5.3 Upaya UPT Dinas Pasar Mengelola Sampah

Dari TPS Ke TPA... 103 4.5.4 Sanksi Bagi Pedagang Bila idak Bayar Restribusi... 104 4.5.5 Upaya UPT Dinas Pasar Menggalakan Partisipasi

Pedagang Menjaga Kebersihan Pasar... 105 4.5.6 Upaya UPT Dinas Pasar Menggalakan Partisipasi

Pedagang Menjaga Kebersihan Pasar... 107 4.5.7 Analisis Pengelolaan Sampah di Pasar Trasional.……… 108 4.6 Ketaatan para pedagang dalam membayar restribusi sampah

untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar tradisional……… 111 4.6.1 Restribusi………...………. 112 4.6.2 Pilihan Setuju atau Tidak Setuju Terhadap Usaha


(10)

4.6.3 Pilihan Bersedia atau Tidak Bersedia Membayar Terhadap Usaha Peningkatan Pengelolaan

Sampah Pasar………..…. 120

4.7 Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap ketaatan membayar restribusi sampah... 128

4.7.1 Analisis Regresi Linier Ketaatan Membayar Restribusi Dalam Usaha Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar... 128

4.7.1.1 Analisis Regresi Linier Ketaatan Membayar Restribusi Sampah di Pasar Besar... 128

4.7.1.2 Analisis Regresi Linier Ketaatan Membayar Restribusi Sampah di Pasar Sedang…………. 131

4.7.1.3 Analisis Regresi Linier Ketaatan Membayar Restribusi Sampah di Pasar Kecil……… 134

4.7.2 Analisis Regresi Logistik atas pilihan bersedia atau tidak bersedia membayar Usaha Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar……….. 137

4.7.2.1 Pasar Besar... 137

4.7.2.2 Pasar Sedang... 141

4.7.2.3 Pasar Kecil... 145

4.8 Besarnya kesediaan para pedagang membayar restribusi sampah pasar tradisional... 149

4.8.1 Analisis CVM Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar……….…...…… 149

4.8.1.1 Pembentukan Pasar Hipotetik……….. 149

4.8.1.2 Mendapatkan Nilai Penawaran (Obtaining Bids)... 150

4.8.1.3 Menghitung Rataan Nilai Kesediaan Membayar... 151

4.8.1.4 Menjumlahkan Data (Agregating Data)... 151 4.8.2 Analisis Sidik Ragam dan Perbedaan Nilai Kesediaan


(11)

4.9 Kebijakan Peningkatan Pengelolaan Sampah Pasar…….…….. 154

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….…………... 160

5.1 Kesimpulan………..……….…….. 160

5.2 Saran……….……….………. 162

PUSTAKA……… 163


(12)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan

perumahan, air bersih yang sehat, pembuangan air limbah dan tinja, pengelolaan

sampah dan lainnya, akan menimbulkan masalah lingkungan. Di kota-kota besar

di Indonesia pertambahan penduduk akan diiringi dengan peningkatan jumlah

sampah dan jika tidak diikuti dengan peningkatan pengelolaannya, akan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, antara lain sebagai sumber

penularan penyakit media perindukan vektor penyakit, gangguan kebersihan dan

keindahan serta estetika juga dapat menimbulkan bau busuk.

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam

yang berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat

konsentrasi dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus meliputi:

(a) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; (b) Sampah yang


(13)

akibat bencana; (d) Puing bongkaran bangunan; (e) Sampah yang secara teknologi

belum dapat diolah dan/atau; ( f ) Sampah yang timbul secara tidak periodik

(Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan

Sampah).

Salah satu kota yang saat ini mengalami kompleksitas berkaitan dengan

masalah sampah adalah kota Bandar Lampung, yang merupakan ibu kota Provinsi

Lampung, memiliki luas 197,22 km² dengan populasi penduduk sebanyak 879.651

jiwa dan kepadatan penduduk 4.460,253/km². Laju pertumbuhan penduduk per

tahun selama sepuluh tahun terakhir, yakni tahun 2000-2011 sebesar 1,59%. Pada

pada tanggal 17 September 2012 bertempat di Kelurahan Sukamaju, Walikota

Bandar Lampung Drs. H. Herman HN, MM meresmikan Kecamatan dan

Kelurahan baru di wilayah kota Bandar Lampung sebagai hasil pemekaran sesuai

dengan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012 tentang

Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan wilayah kota Bandar

Lampung telah dimekarkan menjadi 20 Kecamatan dari semula 13 Kecamatan

serta 126 Kelurahan dari semula 98 Kelurahan. Adapun 7 kecamatan baru hasil

pemekaran terdiri dari : Adapun 7 kecamatan baru hasil pemekaran terdiri dari:

(1) Kecamatan Labuhan Ratu pemekaran dari Kecamatan Kedaton; (2) Kecamatan

Way Halim merupakan penyesuaian dari sebagian wilayah Kecamatan Sukarame

dan Kedaton yang dipisah menjadi suatu kecamatan; (3) Kecamatan Kemiling

pemekaran dari Kecamatan Tanjung Karang Barat; (3) Kecamatan Langkapura

pemekaran dari Kecamatan Kemiling; (4) Kecamatan Enggal pemekaran dari


(14)

Kecamatan Tanjungkarang Timur;(6) Kecamatan Telukbetung Timur pemekaran

dari Kecamatan Telukbetung Barat;(7) Kecamatan Bumi Waras pemekaran dari

Kecamatan Telukbetung Selatan ((DISKOMINFO- Kota Bandar Lampung, 2012).

Total produksi sampah di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 ± 708

m3/hari (566,4 ton). Sampah bersumber dari pemukiman, pasar induk sayuran dan

pasar tradisional, pertokoan, restoran, hotel, jalan protokol, kawasan industri

perkantoran, pusat perbelanjaan, terminal dan stasiun kereta api, yang di buang ke

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung dengan menggunakan teknologi open

dumping.

Sampah di Kota Bandar Lampung dikelola oleh 3 instansi, yaitu:

(1) Dinas Kebersihan dan Pertamanan menangani sampah di jalan protokol

pertokoan restoran hotel, industri, perkantoran dan fasilitas umum sekitar 163

m3/hari (130,4 ton). (2) Dinas Pengelolaan Pasar, mengelola sampah di 10 pasar

tradisional sekitar 120 m3/hari (96 ton). (3) Kecamatan melalui Sokli, menangani

sampah pemukiman terminal bis antar kota dan dalam kota serta stasiun kreta api

sekitar 425 m3/hari (340 ton) (DKP Kota Bandar Lampung, 2012).

Target dan pendapatan daerah dari restribusi sampah pada 10 pasar

tradisional di Kota Bandar Lampung selama tahun 2008, target Rp 642.064.500

dengan realisasi Rp 500.173.000 (77,9%); tahun 2009 dengan target

Rp 516.840.000 dengan realisasi Rp 441.664.700 (85,45%); tahun 2010 target

Rp 1.036.725.600 dengan realisasi Rp 737.285.400 (71,12%) dan tahun 2011

target Rp 1.631.867.840 dengan realisasi Rp 532.119.360 (32,61%) (Dinas


(15)

Untuk mencapai target pendapatan dari restribusi sampah maka

dibutuhkan partisipasi aktif para pedagang yang menempatkannya sebagai

subjek dalam sistem pengelolaan sampah pasar tradisional. Dinas Pengelolan

Pasar Kota Bandar Lampung sebagai instansi yang bertanggung jawab atas

kebersihan pasar, belum dapat secara maksimal menangani sampah yang ada

dikarenakan dukungan dana sarana dan prasarana yang kurang memadai sebagai

akibat belum tercapainya target pendapatan dari restribusi sampah pasar di pasar

tradisional. Oleh sebab itu peningkatan upaya pengelolaan sampah diarahkan

pada sistem yang mampu membiayai sendiri, dengan sasaran sumber dana melalui

penarikan restribusi sebagai bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan

sampah.

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dalam pengelolaan sampah

agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat dengan mengedepankan partisipasi

masyarakat, maka untuk pengelolaan sampah pada pasar tradisional sangat

dibutuhkan partisipasi para pedagang dengan mewujudkan ketaatan membayar

restribusi kebersihan. Dengan partisipasi tersebut, diharapkan akan mendorong

pedagang pasar turut memelihara, mencegah serta menanggulangi kerusakan dan

pencemaran lingkungan akibat sampah.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas yang berkaitan pada pengelolaan sampah

maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bahwa masih

rendahnya ketaatan para pedagang pasar untuk membayar restribusi sampah di


(16)

Atas dasar hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan pada penelitian

ini adalah:

(1) Bagaimanakah upaya yang telah dilakukan dalam peningkatan pengelolaan

sampah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung ?.

(2) Bagaimanakah ketaatan pedagang pasar tradisional di Kota Bandar Lampung

dalam membayar restribusi sampah ?.

(3) Faktor- faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ketaatan membayar

restribusi sampah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung ?.

(4) Berapa besar kesediaan para pedagang membayar restribusi kebersihan pasar

tradisional di Kota Bandar Lampung ?.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang

pengelolaan sampah di pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Secara spesifik

tujuan penelitian ini adalah untuk:

(1) Mengkaji upaya yang telah dilakukan dalam peningkatan pengelolaan sampah

pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

(2) Mempelajari ketaatan para pedagang pasar tradisional di Kota Bandar

Lampung dalam membayar restribusi sampah.

(3) Mengidentifikasi faktor - faktor yang berpengaruh terhadap ketaatan

membayar restribusi sampah dalam mengoptimalkan pengelolaan sampah di


(17)

(4) Mengalisis besarnya kesediaan membayar restribusi sampah para pedagang

pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan serta

memberikan kontribusi pemikiran dalam pelaksanaan pengelolaan sampah pasar

tradisional di Kota Bandar Lampung. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

dipakai sebagai masukan dalam penerapan program peningkatan partisipasi

pedagang pasar tradisional dalam kesediaan membayar restribusi pengelolaan

sampah.

1.4 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung tidak jauh beda dengan

kota- kota lain di Indonesia. Sampah yang dihasilkan dikumpulkan di tempat

pebuangan sementara (TPS) lalu diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA)

dengan menggunakan truk sampah yang di biayai dari Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah (APBD) dan restribusi masyarakat. Dengan jumlah pasar

tradisional 10 pasar menghasilkan sampah sekitar 120 m3/hari (96 ton). Akibat

keterbatasan dana dan sarana lainnya, maka tidak seluruh sampah dapat terangkut

ke TPA yang hal ini dapat menimbulkan pencemaran air tanah, udara dan

mengganggu estetika lingkungan serta kesehatan. Maka sangat diharapkan

peranserta secara aktif dari masyarakat/ pedagang pasar tradisional untuk

membayar restribusi sampah dalam rangka membantu Pemda Kota Bandar


(18)

Untuk mengetahui besarnya kesediaan pedagang pasar tradisional

membayar restribusi dalam peningkatan pengelolaan sampah pasar, maka

digunakan Metoda Valuasi Kontingensi (Contingenty Valuation Method/CVM)

melalui survey untuk mewawancarai para pedagang tentang nilai harga yang

dibayarkan untuk peningkatan pengelolaan sampah.

Informasi tentang persepsi pedagang terhadap sampah serta kesediaan

membayar restribusi, selanjutnya di analisis sebagai bahan pertimbangan untuk

menghasilkan rekomendasi dalam peningkatan pengelolaan sampah pasar

tradisional di Kota Bandar Lampung.

Pengurangan sampah dititik beratkan pada manusia sebagai individu

penghasil sampah dan produsen barang produk, meliputi antara lain mengurangi

konsumsi barang penghasil sampah secara berlebihan dan menggunakan produk

yang dapat digunakan kembali/didaur ulang, seiring dengan promosi perusahaan

produk kemasan dalam meningkatkan motivasi konsumen dengan membeli

kembali kemasannya.

Dari segi komposisinya, penyumbang terbesar sampah organik berasal

dari pasar tradisional. Maka dengan melakukan pengelolaan dan pengolahan yang

baik akan dapat mengurangi jumlah sampah perkotaan. Jika sampah organik yang

telah dikumpulkan di TPS sebelum diangkut ke TPA lalu dibawa ketempat

pengomposan dan dilakukan pemisahan sampah dan sampah yang sulit terdaur

ulang selanjutnya di buang ke TPA. Secara umum kerangka pemikiran penelitian


(19)

Hukum, lembaga, PSM dana dan teknologi

APBD & restribusi

Kota Bandar Lampung

Pasar Tradisional

Pencemaran Lingkungan

Dikelola Sampah Tidak dikelola

Pewadahan

Analisis CVM

Pengangkutan, Pengolahan,TPS

Pengangkutan dengan truk TPA

Nilai WTP

Sampah tak terdaur ulang

Daur Ulang

Pemisahan Sampah

Kertas, kardus, Botol,beling, kaca Persepsi Pedagang

Plastik Pelet plastik

Kompos Produk Komersil

Rekomendasi

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Untuk sampah plastik dapat dibuat menjadi pelet plastik, untuk kertas kardus

botol, beling, kaca dan kotak buah yang masih dapat didaur ulang akan ditampung

ke pengumpul barang bekas. Sampah organik berupa limbah sayuran dilakukan


(20)

diperlukan beberapa aspek pendukung seperti aspek hukum kelembagaan,

peranserta masyarakat, dana dan teknologi.

1.5 Kerangka Penelitian

Pasar Tradisional(Kios,Los,PKL) Kota Bandar Lampung

Restribusi Sampah Sistem pengelolaan sampah dipasar tradisional

Analisis WTP

CVM

Umur

Nilai kesediaan membayar restribusi

Jumlah sampah

Pendidikan

Pendapatan

Lama berdagang

Status tempat berdagang

Ketaatan (ketidak taatan)

membayar restribusi

Gambar 2. Kerangka penelitian

Katagori pedagang

Perlakuan terhadap sampah

Pelayanan UPT Dinas Pasar


(21)

(1) Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh

pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha

berupa ruko, toko, kios dan amparan, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang

kecil, menengah dan koperasi, dalam skala usaha dan modal kecil dengan

proses jual beli melalui sistim tawar menawar (Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 420/MPP/10/1997).

(2) Pasar yang ada diklasifikasikan berdasarkan jumlah kios, los dan PKL atas

pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil. Pasar besar merupakan pasar

dengan jumlah kios, los dan PKL diatas 600 buah. Pasar sedang merupakan

pasar dengan jumlah kios, los dan PKL antara 500 sampai 599. Untuk pasar

kecil dengan jumlah kios, los dan PKL di bawah 500 buah. Selanjutnya

digunakan istilah pasar besar, pasar sedang dan pasar kecil.

(3) Sampah adalah segala zat padat atau semi padat yang terbuang atau yang

sudah tidak berguna, baik yang dapat membusuk atau yang tidak dapat

membusuk sebagai hasil dari kegiatan di pasar tradisional.

(4) Sistem pengelolaan sampah di pasar tradisional adalah pelaksanaan

pengelolaan sampah pasar dalam wewenang Pemerintah Kota Bandar

Lampung melalui Dinas Pengelolan Pasar, yang meliputi: Pewadahan dan

pengumpulan sampah dari sumbernya ke tempat pembuangan sementara

(TPS), serta pemindahan pengangkutan, dan pembuangan sampah ke tempat


(22)

(5) Restribusi adalah restribusi jasa umum atas pelayanan yang disediakan atau

diberikan Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk tujuan kepentingan dan

kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan

berupa pelayanan persampahan/kebersihan pasar tradisional yang dikelola

oleh UPT Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung, sesui Peraturan

Walikota Bandar Lampung, Nomor 99 Tahun 2011 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Pemungutan Restribusi Pelayanan Pasar ( BAB IV, Struktur Dan

Besarnya Tarif Restribusi, Pasal 6, ayat 1) dengan beban restribusi sampah

masing-masing Rp 2.000/hari untuk kios; Rp 1.500/hari untuk los dan

Rp 1.000/hari untuk PKL.

(6) Responden adalah pedagang yang berjualan di pasar tradisional Kota Bandar

Lampung yang dibagi dalam pedagang di kios, los, dan pedagang kaki lima

(PKL). Kios yaitu bagian dari bangunan pasar yang satu sama lain dibatasi

dengan dinding serta dapat ditutup. Los merupakan bagian dari bangunan

tetap di dalam pasar yang sifatnya terbuka dan tanpa dinding keliling. PKL

adalah pedagang yang tidak mempunyai tempat khusus untuk berjualan atau

berjualan di pelataran pasar tradisional yang terkena.

(7) ContingentvValuation Method (CVM) digunakan untuk menampung

preferensi responden pada kondisi tertentu guna mengetahui keinginan


(23)

(8) Nilai kesediaan membayar restribusi merupakan sejumlah uang yang ingin

diberikan pedagang pasar untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi

lingkungan dan akan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

(9) Ketaatan membayar restribusi adalah tingkat kesadaran, kemampuan dan

kemauan pedagang pasar dalam membayar restribusi kebersihan pasar.

(10)Faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan membayar restribusi para

pedagang pasar adalah umur, pendidikan, pendapatan, status tempat

berdagang, lama berdagang, jumlah sampah, katagori pedagang, perlakuan

terhadap sampah dan pelayanan UPT Dinas Pasar Kota Bandar Lampung.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Secara terbatas yang dimaksud dengan sampah adalah tumpukan bahan

bekas dan sisa tanaman (daun, sisa sayuran, sisa buangan lain), atau sisa kotoran

hewan atau benda-benda lain yang dibuang. Dalam pengertian yang luas, sampah

diartikan sebagai benda yang dibuang, baik yang berasal dari alam ataupun dari

hasil proses teknologi (Reksosoebroto, 1990). Menurut Wasito (1970) sampah

ialah segala zat padat atau semi padat yang terbuang atau yang sudah tidak

berguna, baik yang dapat membusuk atau yang tidak dapat membusuk kecuali

zat-zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh manusia (kotoran atau najis

manusia). Sudarso (1985) menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan sampah

ialah bahan buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan binatang, yang

merupakan bahan yang sudah tidak penting lagi sehingga dibuang sebagai barang

yang sudah tidak berguna lagi. Sedangkan menurut Murtadho (1988), sampah

organik meliputi sampah semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya

berasal dari sektor pertanian dan makanan misalnya sisa dapur, sisa makanan,


(25)

Menurut Reksosoebroto (1990), bahwa penanganan sampah yang baik

akan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan.

Manfaat lain penanganan sampah yang baik adalah menurunkan 90% angka

kehidupan lalat menurunkan 90% angka kehidupan tikus menurunkan 30% angka

kehidupan nyamuk, menurunkan 70% angka kerusakan jembatan dan menurunkan

90% angka kerusakan pipa bangunan. Keuntungan pembuangan sampah yang

dapat diperoleh dari pengelolaan sampah yang baik dapat dilihat dari beberapa

segi yaitu: (1) Dari segi sanitasi, menjamin tempat kerja yang bersih, mencegah

tempat berkembang biaknya vektor hama penyakit dan mencegah pencemaran

lingkungan termasuk timbulnya pengotoran sumber air; (2) Dari segi ekonomi

mengurangi biaya perawatan dan pengobatan sebagai akibat yang ditimbulkan

sampah. Tempat kerja yang bersih akan meningkatkan gairah kerja dan akan

menambah produktivitas serta efisiensi pekerja, menarik banyak tamu atau

pengunjung, mengurangi kerusakan sehingga mengurangi biaya perbaikan

(3) Dari segi estetika, menghilangkan pemandangan tidak sedap dipandang mata

menghilangkan timbulnya bau–bauan yang tidak enak, mencegah keadaan

lingkungan yang kotor dan tercemar. Penanganan sampah yang baik akan

memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan.

Wasito (1970) mengemukakan bahwa pelaksanaan pengelolaan sampah

meliputi beberapa phase penyelenggaraan, dan pada phase pembuangan akhir

terdiri dari beberapa macam metode, yaitu: (1) Phase penyediaan atau phase

penampungan (2) Phase pengumpulan dan pengangkutan; (3) Phase pembuangan.


(26)

terbuka; (2) Pembuangan sampah dalam badan air; (3) Pembuangan sampah

dirumah-rumah bersama air kotor masuk ke instalasi pembuangan air kotor

dengan didahului pemotongan sampah; (4) Pembuangan sampah dengan cara

diolah menjadi kompos; dan (5) Pembuangan sampah melalui instalasi

pembakaran. Menurut Azwar (1995), semakin maju tingkat budaya masyarakat

maka semakin komplek sumber sampah dan dalam kehidupan sehari-hari dikenal

beberapa sumber sampah yaitu dari rumah tangga, daerah pemukiman, daerah

perdagangan daerah industri, daerah peternakan, daerah pertanian, daerah

pertambangan dan dari jalan. Selanjutnya Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa

sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik karena telah

diambil bagian utamanya atau karena pengolahan dan sudah tidak bermanfaat

sedangkan jika ditinjau dari sosial ekonomi sudah tidak ada harganya dan dari

segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian.

2.2 Penggolongan Sampah

2.2.1 Penggolongan Sampah Berdasarkan Sumber, Komposisi dan Bentuknya

Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Penghasil sampah adalah

setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah

(Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan

Sampah pasal 1).

Menurut Hadiwiyoto (1983) sumber sampah adalah: (1) Rumah tangga

termasuk asrama,rumah sakit, hotel dan kantor; (2) Pertanian meliputi

perkebunan perikanan,peternakan, yang sering juga disebut limbah hasil


(27)

kegiatan industry dan pabrik; (5) Hasil kegiatan pembangunan; dan (6) Sampah

jalan raya.

Berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam

yaitu: (1) Sampah yang seragam, bersumber dari industri dan perkantoran

(2) Sampah yang tidak seragam/ campuran bersumber dari pasar/tempat-tempat

umum, rumah tangga pertanian dan lainnya. Berdasarkan bentuknya sampah ada

tiga macam, yaitu: (1) Sampah padat (solid) misalnya daun, kertas, karton, sisa

bangunan, plastik, ban bekas; (2) Sampah berbentuk cair; (3) Sampah berbentuk

gas (Reksosoebroto, 1990).

2.2.2 Penggolongan Sampah Berdasarkan Lokasi, Sifat Proses Terjadinya dan Jenisnya

Berdasarkan lokasi terdapatnya sampah, dibedakan: (1) Sampah kota

(urban) yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar; dan (2) Sampah daerah

sampah yang terkumpul dari luar kota seperti pedesaan, permukiman dan pantai

dan terdapat 2 macam sampah berdasarkan sifat-sifatnya, yaitu: (1) Sampah

organik adalah sampah yang tersusun dari unsur karbon, hydrogen dan oksigen.

Merupakan sampah yang dapat terdegradasi oleh mikroba; (2) Sampah

Anorganik, merupakan bahan yang tersusun dari senyawa organik yang sulit

terdegradasi oleh mikroba (Soemirat, 2000).

Menurut Murtadho (1988), sampah organik meliputi sampah semi basah

berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan

makanan misalnya sisa dapur sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah, yang


(28)

dapat membusuk, yang berasal dari produk industri seperti plastik, karet, kaca dan

lain sejenisnya.Sedangkan menurut Azwar (1995), terdapat 2 macam sampah

berdasarkan terjadinya, yaitu: (1) Sampah alami dan; (2) Sampah non- alami.

Sampah terdiri dari 9 jenis, yaitu sampah makanan, sampah kebun/

pekarangan, sampah kertas, sampah plastik, sa mpahkaret dan kulit, sampah kain

sampah kayu, sampah logam, sampah gelas dan keramik, serta sampah berupa abu

dan debu (Hadiwiyoto, 1983)

Sampah dapat dibedakan atas dasar sifat biologis dan kimianya yaitu:

(1) Sampah yang dapat membusuk (garbage, sampah organik) seperti sisa

makanan daun, sampah kebun, pertanian, dan lainnya. Pembusukan sampah ini

menghasilkan gas metan gas H2S (bersifat racun bagi tubuh dan sangat bau

sehingga mengganggu estetika); (2) Sampah yang tidak dapat membusuk/sulit

membusuk (sampah Anorganik), yang dapat didaur ulang dan atau di bakar

(3) Sampah yang derupa debu/abu hasil pembakaran. Ukurannya relatip kecil < 10

mikron, dapat memasuki saluran pernapasan sehingga dapat menimbulkan

penyakitPneumoconiosis;(4) Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti

sampah industri (bahan beracun berbahaya/B3). Karena jumlah, konsentrasi, sifat

kimia, fisika dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas

menyebabkan penyakit yang reversible dan anreversible dan berpotensi

menimbulkan bahaya saat kini serta jangka panjang. Dalam pengelolaannya tidak

dapat diisatukan dengan sampah perkotaan (Soemirat, 2000).


(29)

Menurut Hadiwiyoto (1983), bahwa kuantitas dan kualitas sampah sangat

dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor

penting yang mempengaruhi produksi sampah, yaitu: (1) Jumlah penduduk

semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak pula produksi

sampahnya, hal ini berpacu dengan laju pertambahan penduduk; (2) Keadaan

sosial ekonomi, semakin tinggi sosial ekonomi masyarakat maka semakin banyak

sampah yang diproduksi yang biasanya bersifat sampah tidak dapat membusuk

dan hal ini tergantung bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku juga

kesadaran masyarakat; (3) Kemajuan teknologi, kemajuan teknologi akan

menambah jumlah maupun kualitas sampah karena pemakaian bahan baku yang

semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin

beragam pula.

Menurut Wasito (1970), bahwa kualitas sampah kota dilihat dari

komposisinya terdiri dari serat kasar (41- 61% ), lemak (3-9%), abu (4-20%), air

(30-60%), ammonia (0,5-1,4 mg/g sampah) senyawa nitrogen organik (4,8-14

mg/g sampah) total nitrogen (7-17 mg/g sampah) protein (3,1-9,3%) dan pH (5-8).

2.4 Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan

Soemirat (2000) mengemukakan, bahwa pengaruh sampah terhadap

kesehatan dapat dikelompokan menjadi efek yang langsung dan efek tidak

langsung.Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang disebabkan karena

kontak langsung dengan sampah tersebut. Misalnya sampah yang korosif terhadap

tubuh yang karsiogenik dan lainnya. Sampah rumah tangga yang cepat membusuk


(30)

efek yang tidak langsung adalah pengaruh tidak langsung dirasakan masyarakat

akibat proses pembusukan pembakaran, dan pembuangan sampah. Efek tidak

langsung lainnya dapat berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di

dalam sampah.

Menurut Wasito (1970), sampah sebagai media istirahat sekaligus

perindukan bagi lalat yang dapat menimbulkan penyakit Dysenterie basillaris

Dysenterie Amoebae, Typhus abdominalis, Cholera, danAscariasis.Disamping itu

sampah juga merupakan media yang disukai oleh tikus, sebagai sumber pembawa

penyakit Pest,Leptospirosis, Icterohaemorrhagica, danRate bite Fever.

Hasil dekomposisi sampah secara aerobik dilanjutkan secara fakultatif

setelah oksigen habis maka dilanjutkan secara Anaerobik akan menghasilkan lindi

(leachate) beserta gas yang mengandung zat padat tersuspensi yang sangat halus

dan hasil penguraian mikroba, biasanya terdiri dari Ca, Mg, Na, K, Fe, Khlorida

Sulfat Phosfat, Zn, Ni, CO2, H2O, NH3, H2S, Asam Organik. Pengaruh terhadap

kesehatan karena tercemarnya air, tanah dan udara dari hasil proses dekomposisi

sampah (Soemirat, 2000).

2.5 Pengelolaan Sampah

Tehnik pembuangan sampah dapat dilihat dari sumber sampah hingga ke

TPA. Usaha utama adalah mengurangi sumber sampah dari segi kuantitas dan

kualitas dengan: (1) Meningkatkan pemeliharan dan kualitas barang sehingga

tidak cepat menjadi sampah; (2) Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku


(31)

penggunaan pembungkus plastik diganti dengan kertas atau daun, untuk itu

diperlukan partisipasi dan kesadaran masyarakat (Soemirat, 2000).

Iriani (1984) menyatakan, bahwa sampah dan pengelolaannya merupakan

masalah yang mendesak di kota - kota di Indonesia. Proses urbanisasi yang terus

berlangsung dan masyarakat yang semakin konsumtif, menambah produksi dan

kompleksnya komposisi sampah kota. Meningkatnya biaya transportasi, peralatan

dan administrasi serta semakin sulitnya memperoleh ruang yang pantas untuk

pembuangan sampah, sehingga semakin jauh jaraknya dari kota dan menimbulkan

biaya pengelolaan semakin tinggi.

Menurut Anwar (1990), dalam ilmu kesehatan lingkungan suatu

pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat

berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebaran

penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak

mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulkan bau (estetis), dan tidak

menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Pencemaran lingkungan paling

utama pada kota-kota di Indonesia adalah pencemaram oleh sampah domestik

sehingga penanggulangannya harus mendapat prioritas utama. Dalam menyatakan

jumlah sampah pada umumnya ditentukan oleh kebiasaan hidup masyarakat

musim/ waktu, standart hidup, keragaman masyarakat, dan cara pengelolaan

sampah. Sehingga dalam pengelolan sampah meliputi tiga hal, yaitu:

(1) Penyimpanan sampah (refuse storage ); (2) Pengangkutan sampah; dan


(32)

Menurut Haeruman (1979), rencana pengelolaan sampah yang

komprehensif harus memperhatikan sumber sampah, lokasi, pergerakan atau

peredaran dan interaksi dari peredaran sampah dalam suatu lingkungan urban atau

wilayah, sehingga didapat dua tujuan utama, yaitu: (1) Pengelompokan sampah

perlu dilakukan untuk mempermudah penghitungan dalam satuan yang konsisten;

(2) Pembinaan ukuran intensitas sampah.

Beberapa metode penyimpanan sampah, antara lain: (1) Menggunakan

karung plastik (pada pemukiman); (2) Menggunakan bak penampung dari kayu

atau bata yang mempunya tutup, sehingga tidak tergenang saat hujan serta

menghindari bau yang keluar; (3) Penyimpanan dengan cara membiarkan

menumpuk di tempat terbuka; (4) Penyimpanan menggunakan pengendali

kelembaban dan tekanan udara pada ruang tertutup, sehingga sampah tidak rusak

(butuh biaya tinggi); dan (5) Penyimpanan diruang tertutup menggunakan udara

pendingin (Widyatmoko, 2002).

Hadiwiyoto (1983) menyatakan, bahwa dalam pengumpulan sampah

dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah: (1) Menggunakan bak

kotak tong sampah, bak skala kecil di rumah tangga ataupun skala besar di pinggir

jalan; (2) Menggunakan saluran peluncur (chlute) yang kemudian ditampung di

terminal penampungan; (3) Menggunakan mesin mekanis yang dilengkapi

penampungan sampah; (4) Menggunakan sistem udara (pneumatic) dengan

peralatan penyerap sampah dan ditampung pada wadah-wadah; (5) Menggunakan


(33)

terminal trasportasi sistem air; dan (6) Pengumpulan dengan cara manual seperti

sapu lidi, penggaruk dan mengumpulkan sapuan jalan.

Menurut Soemirat (2000) ada beberapa metode pengangkutan sampah

yaitu: (1) Dalam skala kecil diangkut secara manual dengan tenaga manusia

(2) Untuk jarak pendek tetapi bervolume besar, pengangkutan dengan

mesin-mesin mekanis; (3) Untuk wilayah yang mempunyai saluran air khusus sampah

maka untuk sampah yang mengapung diangkut menggunakan tenaga aliran air

(4) Untuk sampah ringan dan kecil diangkut menggunakan tenaga aliran udara

(pneumatic); (5) Untuk sampah dengan volume lebih besar, diangkut dengan

otomotif/ kendaraan bermotor/ truk; (6) Pengangkutan menggunakan kereta api

(7) Untuk jarak yang jauh, sampah dimasukan ke dalam petikemas selanjutnya

diangkut dengan pesawat udara, dan (8) Pengangkutan dengan kapal laut, untuk

negara-negara lain yang membutuhkan sampah.

Widyatmoko (2002) menyatakan, bahwa ada beberapa cara pemusnahan

dan pemanfaatan sampah, antara lain: (1) Open dumping, yaitu membuang

sampah di atas permukaan tanah; (2) Lanfill, membuang sampah dalam lubang

tanpa timbunan tanah (3) Sanitary lanfill, membuang sampah dalam lubang lalu

ditimbun dengan tanah secara berlapis-lapis sehingga sampah tidak berada dialam

terbuka; (4) Dumping in water, membuang sampah di perairan seperti laut dan

sungai; (5) Incenerator, yaitu pembekaran sampah secara besar-besaran pada

instalasi tertutup; (6) Pengomposan yaitu pengolahan sampah organik menjadi

pupuk kompos; (7) Daur ulang, yaitu memanfaatkan kembali barang yang masih


(34)

-kecil yang hasilnya dapat dimanfaatkan. Lebih lanjut Widyatmoko menyatakan

bahwa sampah dapat diubah menjadi sumber ekonomi dan bukan sebagai

pembawa bencana tetapi pembawa rezeki, sampah dijadikan sahabat dimana

kompos yang dihasilkan merupakan produk komersil sebagai sumber ekonomi

yang juga dapat dijadikan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia di

bidang pertanian, dan untuk menangani masalah sampah diperlukan beberapa

aspek pendukung seperti aspek hukum, kelembagaan, peran serta masyarakat dana

dan teknologi.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2008

Tentang Pengolahan Sampah; pasal 1 ayat 5: Pengelolaan sampah adalah kegiatan

yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan

dan penanganan sampah.

Pengelolaan sampah yang baik dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:

(1) Dari segi sanitasi, menjamin tempat kerja yang bersih mencegah tempat

berkembang biaknya vektor hama penyakit dan mencegah pencemaran

lingkungan hidup; (2) Dari segi ekonomi, mengurangi biaya perawatan dan

pengobatan bagi akibat yang ditimbulkan sampah; (3) Dari segi estetika,

menghilangkan pemandangan tidak sedap dipandang mata, menghilangkan

timbulnya bau yang tidak enak mencegah keadaan lingkungan yang kotor dan

tercemar (Reksosoebroto, 1990).


(35)

Menurut Widyatmoko (2002), bahwa kebijakan pengelolaan sampah

meliputi: (1) Penetapan instrumen kebijakan: (a) Instrumen regulasi, penetapan

aturan kebijakan (beleidregels) untuk melaksanakan kebijakan pengelolaan

sampah; (b) Instrumen ekonomik, penetapan instrumen ekonomi untuk

mengurangi beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan disinsentif)

(2) Mendorong pengembangan konsep 4 R, yaitu: upaya mengurangi (Reduce)

memakai kembali (Re-use), mendaur-ulang (Recycling) sampah, dan mengganti

(Replace); (3) Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan

(4) Pengembangan teknologi, standart dan prosedur penanganan sampah:

(a) Penetapan kriteria dan standart minimal penentuan lokasi penanganan akhir

sampah, (b) Penetapan lokasi pengolahan akhir sampah, (c) Luas minimal lahan

untuk lokasi pengolahan akhir sampah,(d) Penetapan lahan penyangga (buffer

zone), (e) Penetapan kriteria dan standar prasarana penanganan sementara sampah

bagi pengembang kawasan pemukiman; (5) Pengembangan program pengelolaan

sampah yang meliputi, antara lain: (a) Waste to energy, yaitu pemanfaatan sampah

organik sebagai sumber energi (biogas), (b) Pengembangan produk dan kemasan

ramah lingkungan, (c) Pengembangan teknik dan metoda penanganan sampah

yang ramah lingkungan (teknologi tepat guna).

2.5.2 Lingkup Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan

pengumpulan pemanfaatan, pengangkutan dan pengolahan. Berangkat dari

pengertian pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu


(36)

Sampah yang harus dikelola meliputi sampah yang dihasilkan dari: (1) Rumah

tangga; (2) Kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel

restoran dan tempat hiburan (3) Fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah

tahanan, rumah sakit, klinik, dan puskesmas; (4) Fasilitas umum: terminal bis

pelabuhan laut, bandar udara, halte kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar

(5) Industri; (6) Fasilitas lainnya: perkantoran dan sekolah; (7) Hasil pembersihan

saluran terbuka umum, seperti sungai danau dan pantai (Reksosoebroto, 1990).

2.5.3 Pelaksanaan Pengelolaan Sampah

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2008

Tentang Pengolahan Sampah, BAB III, bagian ke empat, pasal 9: Pelaksanaan

pengelolaan sampah di daerah adalah wewenang Pemerintah Kabupaten/ Kota

yang meliputi: (1) Penetapan lokasi tempat penanganan akhir sampah dengan

mengacu kriteria dan standart minimal lokasi penanganan akhir sampah.

(2) Rencana lokasi tempat pengolahan akhir sampah harus dicantumkan dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/ kota. (3) Penetapan lokasi

tempat penanganan akhir sampah dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang

Daerah. (4) Menetapkan tarif retribusi sampah.

2.5.4 Pemanfaatan Sampah

Murtadho (1983) mengatakan, bahwa pemanfatan sampah menjadi suatu

produk bernilai ekonomi merupakan aspek yang diharapkan semua pihak. Akan

tetapi di dalam pemanfaatan sampah padat diperlukan teknologi yang tepat sesuai


(37)

lapangan pekerjan yang pada akhirnya akan mendatangkan penghasilan bagi

masyarakat. Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1983), bahwa sampah dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam bahan yang berguna tergantung teknologi

yang digunakan. Antara lain dapat dibuat sebagai pupuk, bio gas, alkohol dan

bahan pakan ternak.

2.6 Persepsi

Menurut Yusuf (1991), secara sederhana persepsi diartikan sebagai suatu

aktivitas pemberian makna, arti atau tafsiran terhadap suatu objek sebagai hasil

pengamatan yang dilakukan oleh seseorang. Proses pembentukannya melalui tiga

mekanisme, yaitu: selectivity, closure, dan interpretation. Proses selectivity

terjadi ketika seseorang mendapat informasi maka akan berlangsung proses

penyeleksian pesan mana yang dianggap penting dan tidak penting. Proses

closure terjadi ketika seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang

berurutan sedanganinterpretation berlangsung ketika yang bersangkutan memberi

tafsiran terhadap informasi tersebut secara menyeluruh.

Persepsi adalah pandangan pengertian dan interprestasi yang diberikan

oleh seseorang tentang suatu objek yang diinformasikan kepadanya terutama

mengenai bagaimana cara orang tersebut memandang, mengartikan

menginterprestasikan informasi itu dengan cara mempertimbangkan hal tersebut

dengan dirinya dan lingkungan tempat dimana dia berada dan melakukan

interaksi. Persepsi merupakan hasil upaya penginderaan terhadap setiap stimulus


(38)

Sarwono (1991) mengemukakan, bahwa persepsi adalah pengamatan

terhadap suatu objek melalui aktivitas sejumlah penginderaan yang di satukan dan

di kordinasikan dalam pusat syaraf yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi

persepsi antara lain adalah pengalaman masa lampau, sedangkan yang

membedakan persepsi antara individu adalah tingkat kebutuhan, sistem nilai yang

dimiliki kebiasaan hidup, kebudayaan dan umur seseorang.

2.7 Pengertian Pasar

Pasar adalah suatu tempat tertentu, bertemunya antara penjual dan

pembeli termasuk fasilitasnya dimana penjual dapat memperagakan barang

dagangannya dengan membayar restribusi (DEPKES. RI, 1993).

Pasar Tradisional adalah tempat terjadinya transaksi jual beli antara

pembeli dan penjual dengan karakteristik: (a) Adanya proses tawar menawar

(b) Kuantitas pembelian dapat disesuaikan dengan keinginan pembeli; dan

(c) Komoditas yang diperdagangkan adalah milik pedagang ( Kementrian

Perdagangan RI, 2011).

Pasar Tradisional, yang selanjutnya disebut Pasar adalah pasar yang

dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha

Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta

dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh

pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala


(39)

menawar (Peraturan Menteri Perdagangan R.I. Nomor : 04/M-DAG/PER/1/2010 Pasal 1, ayat 5).

Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli

(Chourmain, 1994). Pasar merupakan pusat dan ciri pokok dari jalinan

tukar-menukar yang menyatukan seluruh kehidupan ekonomi (Belshaw, 1981). Pasar di

dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu: penjual, pembeli dan barang atau jasa yang

keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli

menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang

yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datang ke pasar hanya

sekedar main saja atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan

informasi tentang sesuatu (Majid, 1988).

Pasar secara harfiah berarti tempat berkumpul antara penjual dan pembeli

untuk tukar menukar barang, atau jual beli barang. Pasar dalam konsep urban

Jawa adalah kejadian yang berulang secara ritmik dimana transaksi sendiri bukan

merupakan hal yang utama, melainkan interaksi sosial dan ekonomi yang

dianggap lebih utama. Menurut letaknya, pasar dibedakan atas pasar yang terdapat

di kota dan pasar yang terdapat di desa. Sekalipun ada dua jenis pasar namun

keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam hal kepentingan ekonomi

masyarakat kota (Saraswati, 2000).

Pasar tradisional mempunyai fungsi yang strategis, yaitu: (1) Kontribusi

ekonomi; (2) Penciptaan lapangan pekerjaan; (3) Peneningkatan kesejahteraan


(40)

kestabilan harga dan inflasi Nasional; (6) Pendapatan asli daerah (PAD); dan

(7) Penguatan nilai sosial budaya Indonesia melalui aktivitas perdagangan

(Kementrian Perdagangan RI, 2011).

Adanya pasar kota maupun pasar desa maka terjadi hubungan yang

timbal balik antara masyarakat kota dengan masyarakat desa. Menurut bentuknya

pasar dibedakan atas pasar terbuka dan pasar tertutup. Pasar terbuka adalah pasar

pelataran terbuka dan para pedagang menjual barang dagangannya secara bebas

sedangkan pasar tertutup terdiri atas los - los panjang yang dibagi atas kios-kios

untuk tempat berjualan. Sesuai dari barang yang diperdagangkan, pasar terdiri dari

pasar hewan pasar kembang, pasar klontong dan pasar biasa. Jika ditinjau dari

waktu dibukanya pasar terdiri dari pasar pagi, pasar sore dan pasar malam

(Saraswati, 2000).

Menurut Nastiti (2003) dalam Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad

VIII-IX Masehi dikatakan bahwa: “Timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan

ekonomi masyarakat setempat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri

terpenuhi memerlukan tempat pengaliran untuk dijual. Selain itu pemenuhan

kebutuhan akan barang-barang, memerlukan tempat yang praktis untuk

mendapatkan barang-barang baik dengan menukar atau membeli. Adanya

kebutuhan-kebutuhan inilah yang mendorong munculnya tempat berdagang yang

disebut ”pasar”. Alasan inilah yang melatar belakangi manusia membutuhkan

“pasar” sebagai tempat untuk memperoleh barang atau jasa yang diperlukan

tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri. Keberadaan pasar dapat dianggap sebagai


(41)

Pengertian tradisional adalah bersifat turun temurun. Jadi dapat

disimpulkan bahwa pasar tradisional berkaitan dengan suatu tradisi. Kata tradisi

dalam percakapan sehari-hari sering dikaitkan dengan pengertian kuno atau

sesuatu yang bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang. Tradisi pada intinya

menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi,

namun tradisi itu bukanlah statis. Arti paling dasar dari kata tradisi yang berasal

dari kata tradium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke

masa kini (Sedyawati, 1992).

Pasar selain mempunyai peranan dalam aktivitas ekonomi ternyata juga

mempunyai peranan dalam aktivitas sosial. Pasar pada prinsipnya adalah tempat

dimana para penjual dan pembeli bertemu. Tetapi apabila pasar telah

terselenggara dalam arti para pembeli dan penjual sudah bertemu serta

barang-barang kebutuhan sudah disebarluaskan maka pasar memperlihatkan peranannya

bukan hanya sebagai pusat kegiatan ekonomi tetapi juga sebagai pusat

kebudayaan. Pasar dilihat dari segi pengertian ekonomi ialah suatu tempat

menetap yang penduduknya terutama hidup dari perdagangan dari pada pertanian

(Depdikbud. RI, 1990).

Pengertian yang lebih luas dikemukakan oleh Geertz (1977) bahwa pasar

sebagai suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup suatu gaya umum dari

kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek. Pasar sebagai tempat jalinan

hubungan penjual dan pembeli dalam melaksanakan transaksi tukar-menukar, baik

pada suatu tempat maupun dalam suatu keadaan yang lain. Pasar dapat dilihat dari


(42)

(2) Sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus

barang dan jasa tersebut dan; (3) Sebagai sistem sosial dan kebudayaan dimana

mekanisme itu tertanam.

Ciri khas pasar yang paling menonjol dari arus barang dan jasa adalah

jenis barang yang diperjualbelikan, yaitu bahan pangan, sandang dan lain-lain

serta dapat juga berupa kegiatan pengolahan dan pembuatan barang-barang

produksi. Dalam mekanisme ekonomi pasar cenderung untuk lebih menekankan

persaingan antar penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar. Proses

dari perdaganganpun akhirnya berlangsung (Sedyawati, 1992).

2.7.1 Pengelompokan Pasar

Menurut Nastiti (2003), terdapat beberapa kelas pasar tradisional

umumnya berdasarkan area (luas meter persegi) dan jumlah pedagang yang juga

diklasifikasikan berdasarkan jumlah kios, los dan pedagang kaki lima. Metode

klasifikasi berbeda pada setiap Pemerintah Daerah, namun biasanya pasar Kelas I

atau Kelas A adalah pasar besar dengan jumlah pedagang lebih dari 600

pedagang. Untuk kelas II atau kelas B adalah pasar sedang, dengan jumlah

pedagang antara 500 – 600 pedagang. Sedangkan untuk kelas III atau kelas C

adalah pasar kecil, dengan jumlah pedagang lebih kecil dari 500 pedagang.

Pengklasifikasi pasar terdiri dari: (1) Pasar Tradisional, yang merupakan tempat

bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual

pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar. Bangunan

biasanya terdiri dari kios, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual


(43)

pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label

harga yang tercantum dalam barang, berada dalam bangunan dan pelayanannya

dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga.

Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah sayuran, daging

sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama

(contoh dari pasar modern adalahhypermarket, pasar swalayan dan minimarket).

2.7.2 Pasar Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah pasar bagian dari sanitasi pasar, yang merupakan

usaha pengendalian melalui kegiatan pengawasan dan pemeriksaan terhadap

pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh sampah pasar yang erat hubunganya

dengan timbul atau merebaknya suatu penyakit.

Adapun persyaratan pengelolaan sampah pasar mengacu pada Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, BAB V, Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Pasar, sebagai berikut: (1) Setiap kios/los/lorong tersedia tempat

sampah basah dan kering; (2) Tempat sampah terbuat dari bahan kedap air, tidak

mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah dibersihkan; (3) Tersedia alat angkut

sampah yang kuat, mudah dibersihkan dan mudah dipindahkan; (4) Tersedia

tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat, kedap air atau

kontainer, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau petugas pengangkut sampah


(44)

(6) Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 m dari

bangunan pasar, dan (7) Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.

2.7.3 Hubungan Pasar dengan Kesehatan Manusia

Menurut Warsito (1990), pasar mempunyai hubungan yang sangat

penting dalam mempengaruhi kesehatan manusia, karena: (a) Pasar yang kurang

diperhatikan segi kebersihannya merupakan sumber berkembang biaknya vektor

penyakit; (b) Pasar yang tidak memperhatikan lokasinya maka akan dapat

menimbulkan gangguan bagi pedagang dan pengunjung; (c) Pasar merupakan

tempat yang paling baik untuk penularan penyakit bagi para pedagang dan

pengunjung, melalui droplet infection/ lewat dahak seperti TBC, direct contact

atau sentuhan langsung dengan penderita penyakit, indirect contact atau kontak

tidak langsung melalalui peralatan makan yang dipergunakan para pedagang.

2.7.4 Fasilitas Sanitasi Pasar

Fasilitas- fasilitas yang penting dan harus mendapat perhatian di pasar

yang terdiri dari pembuangan sampah, penyediaan air bersih dan jamban/ urinoir.

Untuk fasilitas pembuangan sampah harus memenuhi persyaratan, yaitu:

(1) Tersedia kotak tempat sampah dan bak penampungan sampah yang tertutup

rapat dan kedap air mudah diangkat, jumlah dan fasilitasnya disesuaikan dengan

kebutuhan; (2) Bak penampungan sampah yang sebelum diangkut dianjurkan

mempunyai volume yang cukup, sebesar dua kali lebih besar dari volume rata-rata


(45)

2.7.5 Restribusi Berkaitan Persampah dan Pasar

Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan

Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan dan Pembiayaan.

Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai

penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun yang bersangkutan

maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya (Darise, 2009).

Pendapatan Daerah, menurut Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 bersumber dari: (1) Pendapatan Asli Daerah; (2) Dana Perimbangan

dan (3) lain-lain Pendapatan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari:

(1) Pajak Daerah; (2) Restribusi Daerah; (3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan; dan (4) Lain-lain PAD yang sah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. Maka pungutan derah disesuaikan dengan kebijakan otonomi

daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan

kemandirian daerah. Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan Pemerintahan Daerah.

Kebijakan Retribusi Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip Demokrasi

Pemerataan dan Keadilan, Peran serta Masyarakat, akuntabilitas dengan


(46)

menerbitkan Peraturan Daerah Nomor. 05 Tahun 2011 tentang Restribusi Jasa

Umum. Menurut Pasal 1 ayat (7) BAB I Ketentuan Umum dalam Perda ini

disebutkan: Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah Pungutan

Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus

disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan.

Retribusi Jasa Umum, sebagaimana penjelasan BAB I, Pasal 1 ayat (8)

adalah Jasa yang disediakan atau yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang

pribadi atau badan.

Sesuai dengan BAB II, pasal 2, Jenis Retribusi Jasa Umum dalam

Peraturan Daerah ini adalah: (1) Retribusi Pelayanan Kesehatan; (2) Retribusi

Pelayanan Persampahan/ Kebersihan;(3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu

Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; (4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan

Pengabuan Mayat; (5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

(6) Retribusi Pelayanan Pasar; (7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

(8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; (9) Retribusi Penyediaan

dan/atau Penyedotan Kakus; (10) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

(11) Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang; dan (12) Retribusi Pengendalian

Menara Telekomunikasi.

Pasal 10 ayat (1) BAB V, dalam Restribusi Pelayanan Persampahan


(47)

/Kebersihan adalah pelayanan Persampahan/Kebersihan yang diselenggarakan

oleh Pemerintah Daerah meliputi: (a) Pengambilan/ pengumpulan sampah dari

sumbernya ke lokasi pembuangan sementara; (b) Pengangkutan sampah dari

sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara ke lokasi

pembuangan/pembuangan akhir sampah; (c) Penyediaan lokasi pembuangan

/ pemusnahan akhir sampah.

Dalam BAB IX, Restribusi Pelayanan Pasar, Bagian Kesatu (Pasal 29)

dengan nama Retribusi Pelayanan Pasar dipungut Retribusi sebagai pembayaran

atas penyediaan jasa pelayanan Pasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Daerah. Pasal 30, ayat (1) Objek Retribusi Pelayanan Pasar adalah penyediaan

fasilitas pasar tradisional/sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola

Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang.

Adapun besarnya restribusi harian sampah yang dikelola oleh Dinas

Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung hingga bulan Desember tahun 2010

sesuai dengan Perda Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Restribusi Pasar dan Perda

Nomor 07 Tahun 2000, Tentang Kebersihan Pasar. Untuk kios, los dan

Amparan/pedagang kaki lima (PKL) dengan beban restribusi sampah

masing-masing Rp 750/hari, Rp 450/hari dan Rp 300/hari. Sejak bulan Juni 2011

diberlakukan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 112 Tahun 2011

tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Restribusi Pelayanan Persampahan

/Kebersihan, dimana tarif restribusi sampah untuk Ruko satu lantai sebesar

Rp. 75.000/bulan; Ruko dua lantai sebesar Rp. 100.000/bulan dan Ruko tiga lantai


(48)

Restribusi Pelayanan Persampahan /Kebersihan di Lingkungan Pasar diatur

dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor. 101 Tahun 2011. Dalam

BAB IV, pasal 6, Struktur dan Besarnya Tarif Restribusi dengan ketetapan, untuk

ukuran tempat berdagang ≥16m2 dikenakan tarif Rp. 4.000/hari, ukuran tempat

berdagang 12 m2- 15 m2dikenakan tarif Rp. 3.000/hari, ukuran tempat berdagang

≤ 9 m2 dikenakan tarif Rp. 2.000/hari, dan ukuran tempat berdagang 1 m2

( Insidentil) dikenakan tarif Rp. 1.000/hari. Akibat kuatnya penolakan seluruh

pedagang pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung atas Perwali ini, dan

pedagang tetap membayar sesuai Perda Nomor 12 Tahun 1995, dan Perda Nomor

07 Tahun 2000. Selanjutnya pada bulan September 2011, diberlakukan Peraturan

Walikota Bandar Lampung, Nomor 99 Tahun 2011 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Pemungutan Restribusi Pelayanan Pasar ( BAB IV, Struktur Dan

Besarnya Tarif Restribusi, Pasal 6) dengan beban restribusi sampah

masing-masing Rp 2.000/hari untuk Kios; Rp 1.500/hari untuk Los dan Rp 1.000/hari

untuk Amparan/PKL.

2.8Contingent Valuation Method( CVM )

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan salah satu dari valuasi ekonomi lingkungan yang bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi pada

sumberdaya alam dan lingkungan, dimana nilai ekonomi dapat didefinisikan

sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang yang ingin mengorbankan

barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Beberapa metode

valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan selain CVM, antara lain


(49)

(Averting Behaviuor Method) metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)dan

lain-lain. Dengan mengunakan pengukuran nilai ekonomi, maka nilai ekosistem

dapat diterjemahkan dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter

barang dan jasa (Fauzi, 2004).

Menurut Hansley dan Spash (1993), bahwa CVM merupakan metode

tehnik survey untuk mewawancarai penduduk tentang nilai/ harga yang akan

mereka berikan pada komoditas yang tidak memiliki pasar, seperti barang

lingkungan. Prinsip dasar dari metode CVM adalah jika seseorang mempunyai

preferensi yang benar tapi tersembunyi terhadap barang lingkungan dan

diasumsikan orang tersebut dapat mentransformasikan preferensi tersebut kedalam

bentuk moneter.

Menurut Fauzi (2004), CVM pada hakikatnya bertujuan untuk

mengetahui: (1) Kesediaan untuk membayar (WillingnessToPay/WTP), untuk

memperoleh peningkatan kualitas lingkungan (air, udara, tanah dan sebagainya)

(2) Kesediaan untuk menerima (Willingness To Accept/WTA), sebagai kompensasi

atas diterimanya kerusakan lingkungan. Dalam penerapan pendekatan CVM

terdapat tahapan, yaitu:

Tahap Pertama: Membuat Hipotesis Pasar

Hipotesis pasar dapat dibuat dalam suatu kuisioner yang berisi informasi

lengkap dari peningkatan kualitas lingkungan yang inigin dicapai, siapa yang

melaksanalkan peningkatan kualitas tersebut, bagaimana dana untuk perbaikan


(50)

Tahap Ke Dua: Mendapat Nilai Penawaran(Obtaining Bids)

Nilai ini diperoleh dengan teknik payment cards, yaitu dengan cara

menanyakan apakah responden bersedia membayar pada kisaran nilai tertentu dari

nilai yang sudah ditentukan sebelumnya.

Tahap Ke Tiga: Menghitung Rataan Nilai Kesediaan Membayar

Perhitungan dari dugaan rata-rata nilai kesediaan membayar restribusi

sampah oleh pedagang ditentukan dengan rumus :

n

Rata- rata WTP = WTP x F): (∑ F)

i = 0

Keterangan :

Rata- rata WTP = Dugaan rata-rata nilai WTP

F = Frekuwensi( jumlah pedagang yang bersedia membayar pada nilai tertentu)

n= jumlah kelas

i= sampel ( 1,2, ... n)

Tahap Ke Empat: Mengagregatkan Data

Tahap ini melibatkan konversi data rata-rata sampel ke rata-rata populasi

secara keseluruhan. Salah satu cara mengkonversi adalah mengalikan rata-rata

sampel dengan populasi (N) sehingga didapat total kesediaan membayar.

Menurut Yakin (1997), setelah diadakan kajian komparasi terhadap

metode-metode valuasi dapat disimpulkan: (1) Tidak ada satu tehnikpun yang


(51)

beberapa kasus tapi tidak pada kasus yang lain; (3) Penentuan tehnik yang

digunakan tergantung pada masalah yang dinilai dan sumber daya yang tersedia.

Namun demikian, untuk kasus-kasus dimana berbagai macam metode bisa

diterapkan CVM mempunyai keunggulan ditinjau dari aspek teknis dan praktis

dalam penerapannnya, serta dapat memvaluasi baik nilai guna maupun non guna.

2.9 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berkaitan dengan sampah di Kota Bandar Lampung talah

banyak dilakukan. Pada umumnya penelitian yang dilakukan berkaitan

pengelolaan sampah, aspek ekonomi dari sampah, pencemaran yang ditimbulkan

oleh sampah peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah dan lainnya.

Indrianti (1994) mengkaji model pengelolaan sampah di Kota Padang

Model ini memfokuskan penelitan pada kebersihan kota dan semua aspek

penunjangnya sebagai prinsip K3 (Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan)

sebagai dasar pelaksanaannya.

Penelitian mengenai nilai ekonomi lingkungan khususnya sebagai

dampak dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan oleh Niskanen

(1998) mengenai nilai eksternal lingkungan sebagai dampak dari reforestasi di

Thailand menghitung manfaat ekonomi dari lingkungan dalam hal penyerapan

karbon dan peningkatan fungsi perlindungan terhadap erosi serta menghitung

biaya ekonomi lingkungan dalam hal konsumsi air oleh tanaman dalam proses

transpirasi dan kehilangan nutrisi tanah pada kegiatan pemanenan, dari beberapa


(52)

Yulianti dan Ansusanto (2002) melakukan penelitian menggunakan

Metoda Valuasi Kontingensi (CVM) untuk menilai kualitas udara di Yogyakarta.

Kegiatan transportasi dianggap sebagai penyumbang terbesar pencemaran udara

di Yogyakarta dan masyarakat dianggap tidak cukup mendapat perlindungan

kenyamanan yang dirasakan sebagai suatu ketidak adilan. Dengan prinsip

polluters pay, perorangan atau pemerintah sebagai pencemar diharapkan

melakukan pembayaran atas biaya kerusakan lingkungan. Metode valuasi

kontingensi digunakan untuk mengetahui keinginan membayar (WTP) dari

masyarakat untuk pemulihan kualitas udara.

Penelitian menggunakan CVMdan WTP dilakukan oleh Amurwaraharja

(2003) menganalisis teknologi pengolahan sampah dengan metoda valuasi

kontingensi dan proses hirarki analitik yang dilakukan di Jakarta Timur. Hasil

penelitiannya menunjukkan teknologi yang merupakan prioritas utama untuk

kegiatan pengolahan sampah di Jakarta Timur adalah pengkomposan dan

incinerator. Nilai WTPpada perumahan tertata ternyata lebih besar dari pada nilai

WTP pada perumahan tidak tertata dan nilai WTPpedagang di pasar tradisional

lebih besar jika dibandingkan dengan nilai WTPpedagang di pertokoan. Penelitian

ini membuktikan adanya hubungan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan

besarnyaWTPpenduduk di pemukiman danWTPpedagang.

Irfansyah (2004) meneliti teknologi dan penilaian ekonomi dari

pengolahan sampah Pasar Kebon Kembang Kota Bogor. Penelitian ini


(53)

pengelolaan sampah dengan teknologi komposting insenerasi, sanitary landfill

dan bio gas, serta mengamati faktor-faktor yang mempengaruhiWTP.

Harahap (2007) melakukan penelitian tentang Analisis Kesediaan

Membayar Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Fasilitas Air

Minum dan Sanitasi di Indonesia, Aplikasi Model Hedonic Price dan Model

Logistic. Tujuan dari penelitian, adalah: (i) Mengetahui pengaruh ketersediaan

fasilitas air minum dan sanitasi terhadap harga rumah; (ii) Mengetahui besarnya

marginal implicit price (Marginal Willingness to Pay WTP) fasilitas air minum

dan sanitasi; dan (iii) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepemilikan

rumah tangga terhadap fasilitas air minum dan sanitasi. Dengan menggunakan

metode hedonic price dihasilkan bahwa: (i) Ketersediaan fasilitas air minum dan

air pompa mempengaruhi harga rumah di perkotaan sementara ketersediaan

fasilitas toilet yang dilengkapi dengan tangki septik mempengaruhi harga rumah

baik di perkotaan maupun di perdesaan; (ii) Penanganan sampah yang baik yaitu

melalui pengumpulan oleh Dinas terkait mempengaruhi harga rumah di perkotaan

dan perdesaan; (iii) Besarnya kesediaan membayar untuk air perpipaan dan air

pompa di perkotaan sebesar Rp 6.850 per bulan sementara kesediaan membayar

untuk ketersediaan fasilitas toilet dengan tangki septik mencapai Rp15.800 per

bulan, dan kesediaan membayar untuk pengangkutan sampah oleh Dinas terkait

mencapai Rp 1.950 per bulan.

Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2008) dengan Judul: ” Profil

Pemulung di bawah Usia Kerja Pada TPA Sampah Bakung Kecamatan Teluk


(54)

pemulung di bawah usia kerja pada tempat pembuangan akhir sampah Kota

Bandar Lampung yang berlokasi di Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung

Barat baik fisik maupun non-fisik dengan titik tekan kajian pada proporsi badan

warna kulit, kelengkapan jasmani pendidikan, jam kerja pendapatan, jarak, status

tinggal anak, dan suku bangsa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.

Marwan (2007) meneliti tentang: “ Faktor Pendorong Penduduk

Bantaran Sungai Membuang Sampah ke Sungai Umban” (Studi Kasus di

Kelurahan Tanjung Aman Kecamatan Kotabumi Selatan, Lampung Utara).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pendorong penduduk bantaran

sungai di Kelurahan Tanjung Aman Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara

membuang sampah ke Sungai Umban. Hasil penelitian ini membuktikankan

bahwa akibat tidak terangkutnya sampah rumah tangga di daerah bantaran Sungai

Umban, mendorong penduduk bantaran sungai memanfaatkan Sungai Umban

sebagai tempat sampah mereka yang tanpa biaya retribusi.

Sari (2008) meneliti “ Pengelolaan Sampah Pasar Sentral Kotabumi

Kecamatan Kotabumi, Lampung Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengelolaan sampah Pasar sentral Kotabumi, yang bersifat deskriptif

dengan menggambarkan pengelolaan sampah di pasar tersebut. Luas seluruh pasar

sekitar 50.000 m2, memiliki 972 tempat berdagang dan hanya 597 yang terisi

dalam bentuk toko, kios dan amparan dengan produksi sampah sekitar 6,2 m3/hari

diangkut oleh sebuah Truk Sampah yang berkapasitas 4 m3 dengan frekuensi


(55)

6 km dari pasar. Dari hasil penelitian dengan menggunakan sampel sebanyak 119

pedagang diperoleh hasil bahwa 74,79% tidak memiliki tempat sampah.

Putri (2008) meneliti “Pengelolaan Sampah Di Pasar Kopindo

Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Tujuan umum penelian ini untuk

mengetahui sistem pengelolaan sampah di Pasar Kopindo. Luas wilayah pasar

sekitar 4. 522 m2 dan memiliki 582 buah tempat berdagang, dengan produksi

sampah sekitar 4,881m3/hari yang bersumber dari pedagang toko/kios, los dan

kaki lima. Adapun sarana dan prasarana kebersihan yang digunakan adalah 14

buah sapu lidi (2 rusak), 5 buah gerobak sampah (1 rusak), 14 keranjang sampah

(4 rusak), TPS 2 buah dan Truk sampah 2 buah. Jumlah petugas kebersihan

sebanyak 14 personil yang terdiri dari 2 orang supir dan 12 petugas kebersihan.

Sarana dan prasaran pengelolaan sampah yang telah rusak dan tidak memenuhi

syarat, harus dilakukan penggantian atau perbaikan.

Widiyawati (2009) meneliti efektifitas pembuatan kompos dengan

menggunakan bateri EM4 dari sampah organik yang bersumber dari Pasar

Tradisional di Kecamatan Natar Lampung Selatan. Bahan kompos yang

digunakan 7,5 kg sampah limbah sayuran; 7,5 kg daunan kering dan 7,5 kg

kotoran sapi; dengan teknologi pengkomposan menggunakan sistem an-aerobik


(56)

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada pasar tradisional yang dikelola oleh UPT

Dinas Pengelola Pasar Kota Bandar Lampung, yaitu: pasar UPT Pasar Panjang,

UPT Pasar Kangkung, UPT Pasar Cimeng, UPT Pasar Way Halim, UPT Pasar

Tugu, UPT Pasar Bambu Kuning, UPT Pasar SMEP, UPT Pasar Pasir Gintung,

UPT Pasar Bawah UPT Pasar Tamin, yang dimulai pada bulan Maret 2011.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang yang ada di pasar

tradisional yang dikelola oleh UPT Dinas Pengelola Pasar Kota Bandar Lampung

dengan jumlah total 5.203 pedagang, yang terdiri dari 1.122 berdagang pada kios

2.034 berdagang pada los, dan 2.047 berdagang sebagai PKL (Tabel 1). Tehnik

pengambilan sampel menggunakan penarikan sampel acak sederhana (simple

ramdom sampling), dimana setiap pasar terdiri dari pedagang pada Kios, Los dan

Amparan /PKL, yang setiap pedagangnya mempunyai kesempatan yang sama

untuk diambil sebagai sampel. Pengambilan sampel pertama secara acak dan

selanjutnya ditetapkan besar selangnya ( interval).

Tabel 1. Populasi pedagang pasar tradisional Kota Bandar Lampung

No Pasar Kios Los PKL TOTAL

1 Panjang 157 16 500 673

2 Kangkung 18 569 109 696


(57)

4 SMEP 150 173 315 638

5 Pasir Gintung 0 313 215 528

6 Tugu 128 178 240 546

7 Cimeng 8 352 125 485

8 Way Halim 155 210 68 433

9 Bawah 25 108 105 238

10 Tamin 41 115 35 191

TOTAL 10 1.122 2.034 2.047 5.203

(Sumber : Dinas Pengelola Pasar Kota Bandar Lampung, Tahun 2012)

Untuk penentuan besar sampel, menggunakan rumus estimasi proporsi

dengan presisi mutlak: n = [{ Z2/2P(1–P)]/ d2}(Nasir, 1983)

Dimana :

N = Jumlah populasi

n = Perkiraan besar sampel

P = Proporsi populasi yang menempati Kios, Los dan PKL (∑Xi/∑ N).

d = Presisi.

Z/2 = Nilai distribusi Z

Besar proporsi pedagang yang menempati Kios, Los, dan Amparan/PKL

masing-masing adalah: PKios=(∑XiKios/∑ N), PLos (∑XiLos/∑ N) dan PPKL (∑XiPKL/∑ N). Penarikan sampel dilakukan melalui two stage simple ramdom

samplingdengansample fractiontahap pertama (f1) dalam bentuk rumus:

f1 Kios= nKios= [{ Z2/2. PKios(1–PKios)}/ d2] f1 Los= nLos= [{ Z2/2. PLos(1–PLos)}/ d2] f1 PKL= nPKL= [{ Z2/2. PPKL(1–PPKL)}/ d2]

Diperoleh besar sampel tahap pertama (f1)=247 pedagang (Tabel 2).


(58)

α 0,025 = 0,5 - 0,025 = 0,475; Z/2 = 0,475= 1,960); presisi (0,1) dan proporsi

pedagang menempati Kios (P= 1.122/ 5.203= 0,13); Los (P= 2.034/ 5.203= 0,391)

dan PKL (P= 2.047/5.203= 0,393).

Tabel 2. Besar sampel tahap pertama pedagang pasar tradisional

No Tempat P Derajat kepercayaan Presisi 1-P n=

2 2

Berdagang 95% (Z/2= 1,960) {Za/2.P(1–P)}/d

1 Kios 0,21 1,96 0,1 0,79 64

2 Los 0,391 1,96 0,1 0,609 92

3 PKL 0,393 1,96 0,1 0,607 91

4 ∑ n 247

Besar sampel tahap kedua (f2) pedagang disetiap pasar tradisional

terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sampel tahap kedua (f2) pedagang disetiap pasar tradisional

Kota Bandar Lampung

No Pasar Kios Los PKL TOTAL

1 Panjang 10 5 19 34

2 Kangkung 1 22 5 28

3 Bambu Kuning 23 0 10 33

4 SMEP 8 8 14 30

5 Pasir Gintung 0 14 10 24

6 Tugu 7 8 10 25

7 Cimeng 1 15 13 29

8 Way Halim 9 9 3 21

9 Bawah 3 6 5 14

10 Tamin 2 5 2 9

TOTAL 10 64 92 91 247

Sample fraction tahap kedua (f2) pedagang disetiap pasar tradisional:

nij = ( Ni/∑ N). n ij; (f2 Kios) = n= (NKios/∑N).n Kios; (f2 Los)= n = (NLos /∑N).n Los


(1)

(2) Seluruh responden taat membayar restribusi harian sesuai katagori tempat berdagang dimana 36,84% membayar restribusi Rp 1.000/ hari; 37,65% membayar restribusi Rp 1.500/ hari, dan 25,51% membayar restribusi Rp 2.000/ hari. 77,33% pedagang setuju dengan program pengelolaan sampah pasar. 72,06% pedagang bersedia membayar restribusi untuk peningkatan pengelolaan sampah pasar.

(3) Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap ketaatan membayar restribusi sampah pasar tradisional dari model regresi logistik WTP pedagang pada pasar besar mempunyai nilai Hosmer & Lemeshow test (0,850) dan nilai R2(0,344) sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah: umur pendapatan pendidikan, lama berdagang, katagori pedagang dan pelayanan UPT Dinas Pasar. Model regresi logistik WTP pedagang pada pasar sedang mempunyai nilai Hosmer & Lemeshow test (0,697) dan nilai R2(0,387) sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah: umur, pendapatan status tempat berdagang dan pelayanan UPT Dinas Pasar. Sedangkan model regresi logistik WTP pedagang pada pasar kecil mempunyai nilai Hosmer & Lemeshow test (0,399) dan nilai R2(0,648), faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah: umur, pendidikan katagori pedagang, perlakuan terhadap sampah dan pelayanan UPT Dinas pasar.

(4) Total WTP sebesar Rp 7.510.336 setiap harinya, dengan perincian Rp 4. 095.104 WTP untuk pasar besar, Rp 1. 468.534 WTP untuk pasar sedang dan Rp 1. 946.698 WTP untuk pasar kecil.


(2)

162 (1) Peningkatan pelayanan kebersihan di pasar tradisional perlu dilakukan

melalui penyediaan sarana dan prasarana pembuangan sampah berupa penyediaan tempat sampah yang berbeda untuk sampah organik dan anorganik serta sosialisasi konsep 4 R secara intensif , yaitu: mengurangi (reduce), memakai kembali (re-use), mendaur-ulang (recycling), dan mengganti (replace).

(2) Partisipasi pedagang pasar tradisional dalam ketaatan membayaran retribusi berpotensi untuk ditingkatkan dengan memasukkan pertimbangan nilai lingkungan.

(3) Perlu diusahakan penyediaan lokasi pembuatan kompos di sekitar lokasi TPS pasar yang dikelola melalui Bank sampah yang dikordinir oleh UPT Dinas Pasar.

(4) Perlu dikaji lebih mendalam keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sampah pasar terutama dalam usaha pembuatan kompos untuk membantu permodalan dan pemasaran kompos.

(5) Peraturan yang menyangkut pengelolaan sampah pasar sebaiknya segera diterbitkan.

(6) Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang berkaitan ketaatan pedagang pasar tradisional membayar restribusi sampah untuk meningkatkan pengelolaan pasar tradisional yang bersih dan sehat


(3)

Amsyari, F. 1977. Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Ghalia Indonesia. Jakarta

Amurwaraharja, I. P. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah dengan Proses Hirarki Analitik dan Metoda Valuasi Kontingensi (Studi Kasus di Jakarta Timur) [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung Dalam Angka Tahun 2010. Bandar Lampung

Belshaw, C. S. 1981. Tukar-Menukar Tradisional dan Pasar Modern. Gramedia. Jakarta.

Chourmain, I. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi. Depdikbud. Jakarta

Darise, N. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah (Edisi 2). PT. Indeks. Jakarta. DEPKES.RI. 1993. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Tempat- Tempat Umum.

PPM&PLP. Jakarta.

Depdikbud.RI. 1993. Dampak Pembangunan Ekonomi (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Pedesaan Sumatera Selatan. Palembang.

---1990. Peranan Pasar Pada Masyarakat Pedesaan Sumatera Barat. Jakarta.

Fahrudin, A. 2010. Valuasi Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Konservasi Terumbu Karang”Kelurahan Pulau Panggang Zona Taman Nasional Kepulauan Seribu. Kementrian Perikanan dan Kelautan. Jakarta.

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fitri, E. Y. 2008. Profil Pemulung di bawah Usia Kerja Pada TPA Sampah Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung Tahun 2008 (Skipsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Fitri, Y. 2008. Pengolahan Sampah Padat di RS Jiwa Prov. Lampung. [Karya Tulis Ilmiah]. Poltekes Tajungkarang, Jurusan Kesehatan Lingkungan. Bandar Lampung.


(4)

165 Geertz, C. 1977. Penjaja dan Raja terjemahan Supomo. Gramedia. Jakarta.

Harahap, B. N . 2007 . Analisis Kesediaan Membayar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Fasilitas Air Minum Dan Sanilasi Di Indonesia, Aplikasi Model Hedonic Price dan Model Logistik [Tesis]. Program Pascasarjana Ilmu EkonomiFEUI. Jakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Ida Ayu. Jakarta.

Haeruman, H. J. 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Hanley, N and Splash, C. L. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment. Edwar Elgar Publishing Limited. England.

Indriarti. G. 1994. Model Pengelolaan Sampah Kotamadya Padang. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. Vol.14. Nomor 3. Jakarta.

Irfansyah, R. 2004. Teknologi dan Penilaian Ekonomi dari Pengelolaan Sampah Pasar: Kasus Pasar Kebon Kembang Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor [Skripsi]. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Iriani. 1994. Sistem Organisasi Pengelolaan Sampah Pemukiman di Kota Medan (Tesis). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Kementrian Perdagangan. RI. 2011. Kebijakan & Program Revitalisasi Pasar. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 420/MPP/Kep/10/1997. Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Jakarta.

Keputusan Mentri Kesehatan. RI. Nomor: 519/MENKES/SK/VI/2008, Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Jakarta

Ledermann. 1980. Handbook of Applicable Mathematics.Volume II. Probability. Jhon Wilny & Sons Ltd. Lancaster.

Majid, M. D. 1988. Pasar Angkup (Studi Kasus Perilaku Pasar). Dalam Perdagangan, Pengusaha Cina, Perilaku Pasar (Pengantar Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti). PT. Pustaka Grafika Kita. Jakarta.

Marwan, A. M. G. 2007. Faktor Pendorong Penduduk Bantaran Sungai Membuang Sampah ke Sungai Umban (Studi Kasus di Kelurahan Tanjung Aman Kecamatan Kotabumi Selatan, Lampung Utara) [Skripsi]. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Mattjik, A. A., dan Sumertajaya, I. M. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua. IPB Press. Bogor.

Mulyana. 2005. Pengujian Autokorelasi Periodik Untuk Data Deret Waktu Dengan Komponen Musiman Periodik. Laporan Penelitian. FMIPA-UNPAD. Bandung.

Murtadho, D. J., dan Sa’id, E. G. 1988. Penanganan Limbah Padat. MSP. Jakarta.


(5)

Nasir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Nastiti, T. S. 2003. Pasar di Jawa Masa Mataram Kuna Abad VIII-IX Masehi. PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta

Niskanen, A. 1997. Value of External Environmental Impacts of Reforestation in Thailand. Ecological Economics JournalNo.26 (1998) pp 287 -297. Peraturan Menteri Perdagangan R.I. Nomor: 04/M-DAG/PER/1/2010. Tentang

Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Perdagangan Tahun 2010. Jakarta

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 99 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Restribusi Pelayanan Pasar. Dinas Pengelolaan Pasar Kota bandar Lampung. Tahun 2011

Putri, V. B. 2008. Pengelolaan Sampah Di Pasar Kopindo Kecematan Metro Pusat Kota Metro [Karya Tulis Ilmiah]. Poltekes Tajungkarang, Jurusan Kesehatan Lingkungan. Bandar Lampung

Reksosoebroto, S. 1990. Hygiene dan Sanitasi. APK-TS. Jakarta.

Saraswati, U. 2000. Peranan Pasar Bagi Kerajaan Banten. Dalam Paramita. No. 2. Hal. 137-149. Jakarta.

Sari, E. P. 2008. Pengelolaan Sampah Pasar Sentral Kotabumi Kecamatan Kotabumi Lampung Utara [Karya Tulis Ilmiah]. Poltekes Tajungkarang, Jurusan Kesehatan Lingkungan. Bandar Lampung.

Sarwono, S. W., 1991. Teori-Teori Psikologi Sosial. PT Rajawali Press. Jakarta.

Sedyawati. 1992. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Direktorat Kesenian. Jakarta.

Soemirat, J. S. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press Bulak Sumur. Yogyakarta.

Soedarso. 1985. Pembuangan Sampah. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. Jakarta.

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung

Sunyoto, D. 2010. Uji Khi Kuadrat & Regresi Untuk Penelitian. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sutijono, B. 1981. Sistem Pembuangan Sampah. Depkes. SPPH. Tanjungkarang. Syah, M. 1995. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. Jakarta.

Wasito, S. 1990. Sanitasi Pembuangan Sampah. Depkes. APK. Jakarta. Widiyawati. 2009. Efektifitas Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Bateri EM4 dari Sampah Organik dari Pasar Tradisional di Kecamatan Natar,


(6)

167 Lampung Selatan [Karya Tulis Ilmiah]. Poltekes Tajungkarang, Jurusan Kesehatan Lingkungan. Bandar Lampung.

Widyatmoko, H. 2002. Menghindari, Mengolah, dan Menyingkirkan Sampah. Abdi Tandur. Jakarta

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika Presindo. Jakarta.

Yulianti, L.I.M., dan Antosusanto, D. J. 2002. Contingent Valuation Methods dalam Penilaian Kualitas Udara di Yogyakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 9: 61-68. Yogyakarta.