CHARACTERED EDUCATION OPTIMALIZATION WITH CUSTOMIZED METHOD OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN METODE PEMBIASAAN

(1)

ABSTRACT

CHARACTERED EDUCATION OPTIMALIZATION WITH CUSTOMIZED METHOD

By

IRMA DAHLIA

This research aimed to: (1) describe the learning application with customized method that could increase the students’ learning result, (2) describe the learning application with customized method that could optimize characterized value education, this education was done by using Classroom Action Research Approach (PTK) which was known as classroom action research.

The research result gained (1) characterized education by using customized method could increase students’ research result. This could be seen from the average score of the class before using customized method whereas the accomplishment were only 15 of 46 students, after using customized method (cycle 1), so that the average scores of the class increased 20 students reached KKM. In cycle 3, the increase of average scores of the class arrived to the criteria expected as 80%. (2) the application of learning by using customized method could optimize students character scores, (3) students character like honest, hard work, tolerant, friendly, creative, and communicative, independent, curious and eager to read became increased.


(2)

ABSTRAK

OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN METODE PEMBIASAAN

Oleh IRMA DAHLIA

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi, dan (2) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat mengoptimalkan pendidikan nilai karakter pada mata pelajaran geografi. Jenis penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal dengan classrom action reserch.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh (1) pendidikan karakter dengan metode pembiasaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran geografi, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai kelas sebelum menggunakan metode pembiasaan sebesar 67 dengan siswa yang tuntas hanya 15 siswa dari 46 orang, atau hanya 32,61%, kemudian setelah menggunakan metode pembiasaan (pada siklus 1), maka nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 74,28 dengan peserta didik yang telah memnuhi KKM meningkat menjadi 20 siswa. Pada siklus 2 didapat kemampuan nilai rata-rata kelas sebesar 79,07 dengan persentase yang tuntas sebesar 43,48% atau sebanyak 35 siswa dari 46 orang. Pada siklus 3, peningkatan nilai rata-rata kelas telah memenuhi kriteria yang diharapkan yaitu sebesar 81,89 ≥ 80%. (2) Pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat mengoptimalkan pendidikan nilai karakter pada mata pelajaran geografi, hal ini dapat dilihat dari deskripsi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran geografi dengan metode pembiasaan dari siklus 1 sampai siklus 3, karakter siswa seperti karakter kejujuran, kerja keras, toleransi, bersahabat, kreatif, toleransi dan komunikatif, mandiri, rasa ingin tahu dan gemar membaca selalu mengalami peningkatan.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang Bandar Lampung pada tanggal 21 oktober 1976. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak M.Husni Salman dan Ibu Rohimah.

Pendidikan Formal yang pernah ditempuh:

1. Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 1991.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di M.Ts Diniyyah putri yang diselesaikan pada tahun 1994.

3. Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN Diniyyah putri Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1997.

4. Pedidikan S1 di Universitas Negeri Lampung pada jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Pada Tahun 2003 Penulis menyelasaikan Studi S1 dan pada tahun yang sama penulis diangkat sebagai guru honorer di MAN I MODEL Bandar Lampung, dan pada tahun 2007 penulis diangkat sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) di MAN I MODEL Bandar Lampung.


(7)

MOTO

You only live once, but if you do it right, once is enough _Mae West


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan Menghaturkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin dan ridha-Nya lah karya kecilku ini ku persembahkan kepada untuk orang-orang

tercinta

kedua orang tuaku tercinta,

bapak Drs H.M. Husni Salman dan ibu Dra Rohimah yang selalu memberikan doa dalam setiap sujudmu dan kasih sayangmu yang telah memberikan

kekuatan dalam setiap langkahku dalam mencapai impian dalam hidupku.

Suamiku Rio Sanjaya Putra S.E dan anakku tersayang Rafan Khayri Sanjaya

Teman-teman seperjuanganku yang selama ini selalu menemaniku. Para pendidikku yang kuhormati terimakasih atas semua ilmu yang telah

diberikan.


(9)

SANWACANA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia yang tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini. Thesis dengan judul “Optimalisasi Pendidikan Karakter Dengan Metode Pembiasaan” ini penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulisan thesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan motivasi dan saran yang diberikan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung Sekaligus Sebagai Pembahas Thesis.

2. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Dr. H Pargito, M.Pd, Ketua Program Studi Magiter Pendidikan IPS Universitas Lampung, Juga Selaku Pembimbing 2 yang dengan sabar dan murah hati membimbing dan mengajarkan penulis.

4. Bapak Dr. R. Gunawan S, S.Pd SE, M.M, Sekertaris Program Studi Magister Pendidikan IPS Universitas Lampung, Juga Selaku Pembimbing 1,


(10)

selalu dalam lindungan Allah dan segera diberikan kesehatan amin.

5. Seluruh Bapak Ibu/Ibu Dosen Pengampu Pada Program Studi Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

6. Bapak Anthoni Iswantoro M.Ed Selaku Kepala Sekolah MAN 1 MODEL Bandar Lampung .

7. Sahabat-Sahabatku di MAN 1, babe Husnul, sitta, teteh poppy, mba sainu, mba mei, umi fety,mba asih bu nur widi, dan tante sofiah yang slalu memberikan motifasi...

8. Mba Arif Fadhilah M.Ed selaku kolaborator dalam penelitian yang telah banyak memberikan motivasi belajar bagi penulis

9. Kak Agung Muhammad Igbal, M.Ag yang telah banyak memberikan motivasi bagi penulis

10. Bapak Ibuku tercinta Drs H.M Husni Salman dan Rohimah 11.Adik dan kakakku Anni Rahmani S.Sos, Fitriayani SH

12.Sahabatku Fatma Rosa S.Pd, Roseana S.Sos, Merita Sagita M.Pd, Into Gusman S.Pd, Sidik Darmadi S.Pd dan Rahmi Fitrina S.Pd,

13.Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan IPS angkatan 2012, dhe_box, Inaya, Degen, Iffa anak sholeh, Dwi, mba fitri, Tri Darma,ibu sofhi, ibu maryani, febra, heri, kak wahyudin, kak iqnatius, kak wardaya, Lilian, Iceu, desi, wardani, ibu Sumarti, ibu Maryani, Ibu Retno, Ibu Fatma, Ibu Hurus, Ibu Siti, mba Fau, Meri, Novi, Dewi, Rita, Cherli, Aprila, Titik Jenik, Putut, Sidik, Fajar, adi, Bpk Waluyo, Bpk Wartoyo, Bpk Dadang


(11)

14.Almarhum sahabat kami Magister Pendidikan IPS 2012 tercinta Bapak Padri. 15.Teman-teman Mahasiswa Magister Pendidikan IPS Fkip Universitas

Lampung.

16.Murid-murid Kelas XII ips MAN I MODEL Bandar Lampung yang banyak membantu dalam penelitian ini.

17.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah semoga karya ini bermanfaat bagi semua, akhir kata dengan kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, Januari 2014

Penulis Irma dahlia


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv BAB I. PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Fokus Penelitian ...8

1.4 Rumusan Masalah ...8

1.5 Tujuan Penelitian ...9

1.6 Kegunaan Penelitian ... 9

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Pendidikan Karakter ... 13

2.1.1 Tujuan Pendidikan Karakter...18

2.1.2 Fungsi Pendidikan Karakter ...19

2.1.3 Prinsip-prinsip pendidikan karakter ... 19

2.1.4 Ciri-ciri pendidikan karakter ...21

2.2 Teori Pembelajaran ... 22

2.3 Metode Pembelajaran ... 26

2.4 Pendidikan IPS ...32

2.4.1 Karakteristik Pendidikan IPS ...36 Halaman


(13)

xv 2.5 Pembelajaran Geografi dalam PendidikanIPS 39

2.6 Pembelajaran Geografi di SMA ...42

2.7 Pendidikan Karakter dengan Pembelajaran Geografi ...48

BAB III. METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Pendekatan Penelitian ... 49

3.2 Prosedur Penelitian ... 51

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ...59

3.4 Subjek dan Objek Penelitian ...59

3.5 Definisi Operasional Tindakan ...59

1. Pendidikan karakter ...60

2. Pendidikan karakter dalam pembelajaran geografi ... 60 3. Metode pembiasaan ...63

3.6 Teknik Pengumpulan Data ...65

3.6.1 Observasi ... 65

3.6.2 Tes ...69

3.6.3 Dokumentasi ... 70

3.7 Uji Persyaratan Instrumen ...70

3.7.1 Uji Validitas Instrumen ...70

3.7.2 Uji Reabilitas Instrumen ...71

3.7.3 Tingkat Kesukaran ...72

3.7.4 Daya Beda ... 72

3.8 Proses Analisis Data ... 73

3.8.1 Koding ...73

3.8.2 Reduksi Data ... 73

3.8.3 Penyajian Data ... 74

3.8.4 Validasi Data ... 74

3.8.5 Analisis Data ... 75

3.8.6 Menarik Kesimpulan dan Verifikasi Data ...75

3.9 Indikator Keberhasilan ... 76

3.9.1 Indikator dengan metode pembiasaan ...76 Halaman


(14)

xvi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...77

4.1 Gambaran Sekolah Tempat Penelitian ... 77

4.1.1 Sejarah MAN 1 Model Bandar Lampung ...77

4.1.2 Visi dan Misi ... 80

4.1.3 Program ... 82

4.1.4 Keadaan Peserta Didik ...87

4.1.5 Ekstrakulikuler ... 88

4.1.6 Sarana dan Prasarana Sekolah ... 89

4.1.7 Struktur Organisasi Sekolah ... 90

4.2 Deskripsi Pra Pelaksanaan Tindakan ... 91

4.3 Deskripsi Pengujian Instrumen/Alat Tes ... 93

4.3.1 Alat Tes Siklus 1 ...93

4.3.2 Alat Tes Siklus 2 ...94

4.3.3 Alat Tes Siklus 3 ...96

4.4 Hasil Penelitian ...97

4.4.1 Siklus 1 ... 97

4.4.2 Siklus 2 ... 126

4.4.3 Siklus 3 ... 150

4.5 Pembahasan Penelitian ... 170

4.5.1 Pelaksanaan pembelajaran berkarakter dengan metode pembiasaan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Geografi ... 170 4.5.2 Pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat mengoptimalkan nilai karakter pada mata pelajaran Geografi ... 177 4.5.3 Temuan Penelitian ...180

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 187

5.1 Simpulan ...187

5.2 Saran ...188

DAFTAR PUSTAKA ...189


(15)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Kondisi saat ulangan pada mata pelajaran geografi ... 3

1.2 Kondisi siswa dalam proses pembelajaran geografi ... 3

2.1 Deskripsi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa ... 15

2.2 Jangkauan sikap dan perilaku nilai budi pekerti ... 16

2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar... 46

3.1 Strategi pembelajaaran dengan metode pembiasaan ... 57

3.2 Nilai-nilai karakter, definisi operasional nilai karakter dan subindikator nilai karakter ... 61

3.3 Indikator pembelajaran dengan metode pembiasaan ... 64

3.4 Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran (IPKG) ... 66

3.5 Instrumen observasi pendidikan karakter ... 68

3.6 Interprestasi reliabilitas ... 71

4.1 Keadaan peserta didik ... 87

4.2 Sarana & prasarana sekolah ... 89

4.3 Rekapitulasi analisis butir soal siklus 1 ... 93

4.4 Rekapitulasi analisis butir soal siklus 2 ... 95

4.5 Rekapitulasi analisis butir soal siklus 3 ... 96

4.6 Hasil Pengamatan IPKG Siklus 1 ... 106

4.7 Deskripsi karakter kejujuran dengan metode pembiasaan Siklus 1 ... 108


(16)

xviii 4.8 Deskripsi Karakter Disiplin dengan Metode Pembiasaan Siklus 1 110 4.9 Deskripsi karakter kerja keras dengan metode pembiasaan

Siklus 1 ... 112 4.10 Deskripsi karakter toleransi dan kreatif dengan metode pembiasaan

Siklus 1 ... 114 4.11 Deskripsi karakter bersahabat dan komunikatif dengan metode

pembiasaan Siklus 1 ... 116 4.12 Deskripsi karakter rasa ingin tahu dengan metode pembiasaan

Siklus I ... 118 4.13 Deskripsi karakter gemar membaca dengan metode pembiasaan

Siklus I ... 120 4.14 Hasil Tes Siklus I ... 123 4.15 Hasil Pengamatan IPKG Siklus 2 ... 130 4.16 Deskripsi karakter kejujuran dengan metode pembiasaan

Siklus 2 ... 132 4.17 Deskripsi karakter disiplin dengan metode pembiasaan

Siklus 2 ... 135 4.18 Deskripsi karakter kerja keras dengan metode pembiasaan

Siklus 2 ... 137 4.19 Deskripsi karakter toleransi dan kreatif dengan metode pembiasaan

Siklus 2 ... 139 4.20 Deskripsi karakter bersahabat dan komunikatif dengan metode

pembiasaan Siklus 2. ... 141 4.21 Deskripsi karakter ingin tahu dengan metode pembiasaan

Siklus 2 ... 143 4.22 Deskripsi karakter gemar membaca dan mandiri dengan metode

pembiasaan Siklus 2 ... 145 4.23 Hasil Tes Siklus 2 ... 147 4.24 Hasil Pengamatan IPKG Siklus 3 ... 154


(17)

xix 4.25 Deskripsi karakter kejujuran dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 155 4.26 Deskripsi karakter disiplin dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 157 4.27 Deskripsi karakter kerja keras dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 159 4.28 Deskripsi karakter toleransi/kreatif dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 161 4.29 Deskripsi karakter bersahabat dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 162 4.30 Deskripsi karakter ingin tahu dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 164 4.31 Deskripsi karakter gemar membaca dengan metode pembiasaan

Siklus 3 ... 166 4.32 Hasil Tes Siklus 3 ... 168 4.33 Hasil belajar siswa berbasis karakter dengan metode

pembiasaan ... 171 4.34 Temuan-temuan penelitian dari siklus 1 sampai siklus 3, pada


(18)

xxi DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Alur pikir pembangunan pendidikan karakter

(Kemdiknas, 2011) ... 17

3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas yang dimodifikasi dari Kemmis dan Taggart dalam Hopkins (1993: 48) ... 52

4.1 Siswa sedang mengamati peta ... 100

4.2 Guru Sedang Memimpin Pembentukan Kelompok Belajar ... 101

4.3 Peserta didik sedang mempelajari peta melaui globe ... 102

4.4 Guru sedang mengamati jalannya diskusi kelompok ... 103

4.5 Diagram deskripsi nilai kejujuran siswa dengan pendekatan pembiasaan (Siklus 1) ... 110

4.6 Diagram deskripsi nilai karakter disiplin siswa dengan pendekatan pembiasaan pada (Siklus 1) ... 112

4.7 Diagram deskripsi nilai karakter kerja keras dengan pendekatan pembiasaan pada (Siklus 1) ... 114

4.8 Diagram deskripsi nilai karakter toleransi dan kreatif dengan pendekatan pembiasaan pada (Siklus 1) ... 116

4.9 Diagram deskripsi nilai karakter bersahabat/komunikatif dengan pendekatan pembiasaan pada (Siklus 1) ... 118

4.10 Diagram deskripsi nilai karakter rasa ingin tahu dengan pendekatan pembiasaan pada (Siklus 1) ... 120

4.11 Diagram deskripsi nilai karakter gemar membaca & mandiri dengan pendekatan pembiasaan pada (Siklus 1) ... 122


(19)

xxii 4. 13 Diagram deskripsi nilai kejujuran siswa dengan pendekatan pembiasaan

(Siklus 2) ... 134 4.14 Diagram deskripsi nilai karakter disiplin siswa dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 2) ... 136 4.15 Diagram deskripsi nilai karakter kerja keras dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 2) ... 138 4.16 Diagram deskripsi nilai karakter toleransi dan kreatif dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 2) ... 140 4.17 Diagram deskripsi nilai karakter bersahabat/komunikatif dengan

pendekatan pembiasaan pada (Siklus 2) ... 142 4.18 Diagram deskripsi nilai karakter rasa ingin tahu dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 2) ... 144 4.19 Diagram deskripsi nilai karakter gemar membaca & mandiri dengan

pendekatan pembiasaan pada (Siklus 2) ... 146 4.20 Diagram deskripsi ketuntasan belajar pada siklus 2 ... 148 4.21 Diagram deskripsi nilai kejujuran siswa dengan pendekatan pembiasaan

(Siklus 3) ... 157 4.22 Diagram deskripsi nilai karakter disiplin siswa dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 3) ... 158 4.23 Diagram deskripsi nilai karakter kerja keras dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 3) ... 160 4.24 Diagram deskripsi nilai karakter toleransi dan kreatif dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 3) ... 162 4.25 Diagram deskripsi nilai karakter bersahabat/komunikatif dengan

pendekatan pembiasaan pada (Siklus 3) ... 164 4.26 Diagram deskripsi nilai karakter rasa ingin tahu dengan pendekatan

pembiasaan pada (Siklus 3) ... 165 4.27 Diagram deskripsi nilai karakter gemar membaca & mandiri dengan

pendekatan pembiasaan pada (Siklus 3) ... 167 4.28 Diagram deskripsi ketuntasan belajar pada siklus 3 ... 168 4.29 Diagram hasil belajar dari siklus 1 sampai siklus 3 ... 172


(20)

xxiii 4.30 Data Siswa yang Dinyatakan Tuntas ... 173 4.31 Data Siswa yang Dinyatakan belum Tuntas ... 174 4.32 Hasil pengamatan 7 indikator karakter dari siklus 1 sampai

siklus 3 ... 179 4.33 Hasil Penelitian Siklus 1, 2, dan 3... 184


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 RPP Siklus I ... 193

2 RPP Siklus II ... 199

3 RPP Siklus III ... 204

4 Hasil Pengamatan IPKG Siklus I... 209

5 Hasil Pengamatan IPKG Siklus II ... 211

6 Hasil Pengamatan IPKG Siklus III ... 213

7 Angket Observasi Nilai Kejujuran ... 214

8 Angket Observasi Nilai Kedisiplinan ... 216

9 Angket Observasi Nilai Kerja Keras ... 218

10 Angket Observasi Nilai Toleransi & Kreatif ... 220

11 Angket Observasi Nilai Bersahabat/Komunikatif ... 222

12 Angket Observasi Nilai Rasa Ingin Tau ... 224

13 Angket Observasi Nilai Gemar Membaca & Mandiri ... 226

14 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Sebelum Siklus ... 228

15 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 230

16 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 232

17 Daftar Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus III ... 234


(22)

I. PENDAHULUAN

Pembahasan pada bagian pendahuluan mencakup beberapa hal pokok yang berupa latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang Masalah

MAN 1 Model Bandar Lampung sebagai lembaga pendidikan Islam, menjadi pusat pendidikan tafaqquh fiddien yang berorientasi pada penguasaan “ilmu hati” yaitu ilmu keagamaan tentang keimanan dan ketaqwaan kepada Alah SWT (IMTAQ). Sebagai lembaga pendidikan MAN 1 Model Bandar Lampung juga menyelenggarakan pendidikan tafaqquh fiddunya yang berorientasi pada penguasaan ”ilmu alat” yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan untuk pencerdasan, pembudayaan, dan pemberadaban bangsa.

MAN 1 Bandar Lampung berharap memiliki kemampuan berkompetesi dalam mutu layanan dan lulusan pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya baik di tingkat nasional maupun Internasional. Kemampuan tersebut akan dinyatakan dengan tingkat akreditasi program dan satuan pendidikan dan tingkat kelulusan pada ujian nasional maupun ujian internasional seperti melalui ujian yang


(23)

diselenggarakan oleh the Internasional Bacheloriate Organization (IBO), Cambridge Certification, atau Universitas Al-Azhar.

MAN 1 Model Bandar Lampung telah mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan situasi masyarakat, yaitu memadukan antara IPTEK dan IMTAQ. Implikasi dengan penerapan ini menimbulkan adanya perubahan. Upaya yang dilakukan yaitu melakukan perubahan-perubahan dari tahun ketahun menuju arah yang lebih baik. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan telah disusun dalam bentuk perencanaan madrasah. Pembelajaran yang dilakukan telah menerapkan sistem full day school, dengan tujuan siswa akan mendapat nilai lebih yang berhubungan dengan kualitas pendidikan.

Hasil pengamatan yang telah dilakukan selama penelitian di MAN 1 Model Bandar Lampung, ada beberapa peserta didik yang memperlihatkan adanya sikap kurang terpuji dalam kehidupan sehari-hari, seperti: (1) membudayanya ketidakjujuran, hal ini terlihat saat peserta didik sedang mengerjakan ulangan, baik itu ulangan harian maupun ulangan semester; (2) kurangnya tanggungjawab peserta didik, hal ini terlihat ketika guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah, tetapi tugas tersebut sering dikerjakan di sekolah dengan melihat pekerjaan teman yang sudah selesai (mencontek); dan (3) kurangnya kepedulian peserta didik terhadap lingkungan di sekitar sekolah, hal ini terbukti beberapa peserta didik tidak melaksanakan tugas piket di kelas dan membuang sampah tidak pada tempatnya (Hasil pengamatan di Semester Genap, 2013).

Hasil pengamatan tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 sebagai berikut.


(24)

Tabel 1.1 Kondisi saat ulangan pada mata pelajaran geografi

Kelas ∑

Siswa

Kondisi saat ulangan ∑ Siswa yang tidak jujur % Mencon-tek Tanya teman Buka internet

XI IPS 1 40 - 1 - 1 2,5

XI IPS 2 40 2 4 1 7 17,5

XI IPS 3 40 1 2 - 3 7,5

XI IPS 4 40 2 2 2 6 15

XII IPS 1 40 - - - - 0

XII IPS 2 40 1 2 1 4 10

XII IPS 3 40 4 2 - 6 15

XII IPS 4 40 4 6 1 11 27,5

Sumber: Hasil pengamatan peneliti (Semester Genap, 2013)

Tabel 1.2 Kondisi siswa dalam proses pembelajaran geografi

Kelas ∑

Siswa

Kondisi di kelas

Siswa % Mencontek pekerjaan temannya Tidak piket Buang sampah sembarangan

XI IPS 1 40 1 1 1 3 7,5

XI IPS 2 40 1 2 4 7 17,5

XI IPS 3 40 4 1 2 7 17,5

XI IPS 4 40 3 1 2 6 15

XII IPS 1 40 - 1 1 2 5

XII IPS 2 40 1 1 2 4 10

XII IPS 3 40 3 2 2 7 17,5

XII IPS 4 40 4 3 5 12 30

Sumber: Hasil pengamatan peneliti (Semester Genap, 2013)

Tabel 1.1 menunjukkan masih ada peserta didik yang tidak jujur dalam mengikuti ulangan dan yang paling dominan dilakukan oleh peserta didik pada saat ulangan yaitu bertanya kepada teman, sedangkan kelas yang paling banyak melakukan ketidakjujuran pada saat ulangan yaitu pada kelas XII IPS 4. Sementara Tabel 1.2 menunjukkan bahwa peserta didik masih kurang dalam hal tanggungjawab dan kurang kepedulian terhadap lingkungan di sekitar kelas. Berdasarkan Tabel 1.1 dan Tabel 1.2, kelas yang paling dominan melakukan sikap kurang terpuji dalam kehidupan sehari-hari di sekolah dan di kelas yaitu pada XII IPS 4.


(25)

Apabila indikasi-indikasi tersebut tidak disikapi dengan tepat dikawatirkan akan tumbuh generasi yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dan tindak lanjut untuk memperbaiki karakter peserta didik, yang dapat dimulai dari proses pembelajaran di dalam kelas. MAN 1 Model Bandar Lampung sebagai salah satu sekolah Islam dalam hal ini menginstruksikan kepada seluruh guru bidang studi untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam perangkat pembelajaran dan proses pelaksanaannya. Hal ini dilakukan mengingat masih banyak peserta didik yang kurang memiliki kesadaran untuk menginternalisasikan dan melaksanakan nilai-niai karakter dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, tempat tinggal, maupun di lingkungan sekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka salah satu pembelajaran dalam pendidikan yang sangat penting adalah pembelajaran geografi. Mata pelajaran geografi merupakan bagian dari kurikulum pengajaran di sekolah dan salah satu komponen terpenting di bidang pendidikan yang harus dikembangkan. Mata pelajaran geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan.

2. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.

3. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat (Suhendi, 2011: 8).

Berkaitan dengan ungkapan di atas, dalam mata pelajaran geografi ada suatu upaya dalam menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pesesrta didik. Namun, dalam pelaksanaan yang terjadi selama ini, proses pembelajaran geografi di MAN 1 Bandar Lampung masih kurang memperhatikan nilai-nilai karakter dalam diri


(26)

peserta didik. Peserta didik masih dicekoki dengan pengetahuan-pengetahuan, peserta didik masih dituntut untuk memiliki kemampuan kognitifnya.

Hal tersebut dimungkinkan karena guru yang mengajar mata pelajaran geografi di MAN 1 Model Bandar Lampung, hanya ada dua. Pertama, diampu oleh guru dengan latar belakang pendidikan S1 Pendidikan Geografi. Pembelajaran yang dilakukan selama ini masih berorientasi pada aspek kognitif dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan, dan diskusi. Kedua, guru dengan latar belakang pendidikan S1 Pendidikan Sejarah. Pembelajarannya yang dilakukannya hanya ceramah dan penugasan saja. Berdasarkan keterangan tersebut, sudah jelas bahwa dalam proses pembelajaran seorang guru kurang memperhatikan pentingnya mengintegrasikan pendidikan karakter dalam mata pelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru tidak dapat mengeksplorasi kemampuan siswa, sehingga diperlukan penggunaan berbagai model, strategi, metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan karakter siswa. Oleh karena itu, perlu sesuatu perubahan dalam proses pembelajaran di kelas, yaitu dengan menerapkan metode-metode baru. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan saja, melainkan juga memperoleh pembelajaran yang berorientasi pada aspek sikap.

Peneliti menganggap bahwa metode pembiasaaan mampu untuk mengoptimalkan tumbuhnya nilai-nilai karakter dalam pembelajaran geografi. Suatu penelitian menyatakan bahwa, pelaksanaan metode pembiasaan terhadap nilai-nilai ibadah pada siswa di RA Masyithoh Melikan Wonolelo digunakan untuk melatih siswa berperilaku baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Metode pembiasaan terhadap


(27)

nilai-nilai ibadah pada siswa di RA Masyithoh Melikan Wonolelo Pleret Bantul adalah melatih siswa terbiasa dalam melakukan ibadah dan dilandasi dengan kesadaran untuk senantiasa menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama Islam sejak dini. Hasil dari kegiatan aplikasi metode pembiasaan terhadap nilai-nilai ibadah yang telah dipraktekkan oleh RA Masyithoh Melikan Wonolelo berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terbukti telah mampu mendidik siswa menjalankan ibadah (Koesoemo, 2011).

Karakter yang dihasilkan dari pembiasaan yang diterapkan, diantaranya, ketaatan dalam beribadah, tolong menolong dan kasih sayang kepada sesama, suka akan kebersihan dan hidup sederhana. Faktor pendukung pelaksanaan pembiasaan yaitu kesadaran guru dalam mengajar yang tinggi, sarana prasarana yang memadahi, dan program pembiasaan yang jelas dan terjadwal (Ngabdullah, 2008: 72).

Metode pembiasaan adalah cara yang digunakan oleh pendidik kepada peserta didik dalam proses belajar-mengajar, dengan melakukan suatu perbuatan atau keterampilan tertentu secara terus-menerus dan konsisten untuk waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan atau keterampilan itu benar-benar dikuasai dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan, dalam hal ini yaitu pendidikan agama Islam

(Ni’mah, 2009: 90).

Pembiasaan adalah salah satu metode yang sangat penting dalam penginternalisasian nilai-nilai agama Islam, terutama bagi anak-anak. Mereka belum menginsafi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Demikian pula, mereka belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa. Ingatan mereka belum kuat. Mereka langsung melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Di samping itu, perhatian mereka dengan mudah


(28)

langsung beralih kepada hal-hal yang baru dan disukainya. Apalagi pada anak-anak yang baru lahir, semua itu belum ada sama sekali atau setidaknya, belum sempurna sama sekali (Aly dalam Niswah, 2011: 11).

Penanaman kebiasaan yang baik, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Beberapa metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini. ”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan dalam pendekatan pembiasaan antara lain: metode latihan (drill), metode pemberian tugas, metode demonstrasi dan metode eksperimen” (Ramayulis, 2005: 129).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memilih metode pembiasaan sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Dalam metode pembiasaan peserta didik dilatih agar terbiasa melakukan suatu kegiatan yang nantinya akan menjadi kebiasaan yang melekat dalam diri peserta didik, sehingga menjadi nilai-nilai individual. Untuk itu, peneliti memilih judul “Optimalisasi pendidikan karakter dengan metode pembiasaan.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada pembahasan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang terjadi pada sekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1) Banyaknya siswa yang nyontek pada saat kegiatan ulangan mata pelajaran geografi.


(29)

2) Banyaknya siswa yang bertanya pada temannya saat kegiatan ulangan mata pelajaran geografi.

3) Banyaknya siswa yang membuka internet pada saat kegiatan ulangan mata pelajaran geografi.

4) Masih banyak siswa di sekolah yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

5) Masih banyak siswa yang tidak melaksanakan piket sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

1.3 Fokus Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas dan untuk memperoleh pembahasan yang lebih mendalam, maka penelitian ini difokuskan pada beberapa hal berikut.

1. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi.

2. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat mengoptimalkan pendidikan nilai karakter pada mata pelajaran geografi.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembahasan latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus penelitian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi?


(30)

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat mengoptimalkan pendidikan nilai karakter pada mata pelajaran geografi?

1.5 Tujuan Penelitian

Mengacu pada fokus penelitian dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembiasaan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran geografi dengan metode pembiasaan yang dapat mengoptimalkan pendidikan nilai karakter.

1.6 Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi, baik bagi peneliti, guru, siswa, sekolah, dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini.

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengadakan penelitian lain yang berkaitan dengan pendekatan pendidikan karakter.

2. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan berguna untuk menemukan pengetahuan sendiri tentang nilai-nilai karakter yang ada dalam diri peserta didik.

3. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam mengaplikasikan pendidikan karakter dengan mengintegrasikannya ke dalam berbagai mata pelajaran.


(31)

4. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan berbagai kebijakan tentang kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru yang berkaitan dengan peningkatan nilai afektif.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup subjek, objek, tempat, waktu, dan kajian ilmu. Secara rinci masing-masing ruang lingkup tersebut dapat disajikan sebagai berikut.

1.7.1 Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru geografi, siswa, dan kolaborator yang terdiri atas dua orang. Guru geografi di MAN 1 Model Bandar Lampung terdiri atas dua orang, karenanya peneliti juga berkolaborasi dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum.

1.7.2 Objek penelitian

Objek pada penelitian ini berupa pembelajaran pembiasaan nilai-nilai karakter yang terdapat pada diri peserta didik pada saat pembelajaran geografi.

1.7.3 Tempat penelitian

Tempat yang dijadikan lokasi penelitian yaitu MAN 1 Model Bandar Lampung.

1.7.4 Waktu penelitian


(32)

1.7.5 Kajian keilmuan

Geografi merupakan salah satu kajian dari Social Studies. Menurut Sapriya (2009: 13-14) mulanya ada tiga tradisi Social Studies yang kemudian mengalami perkembangan menjadi lima tradisi. Kelima tradisi Social Studies tersebut, yaitu:

1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social Studies as citizenship transmission);

2. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (Social Studies as social sciences);

3. IPS sebagai penelitian mendalam (Social Studies as reflektive inquiry);

4. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (Social Studies as social criticism); dan

5. IPS sebagai pengembangan pribadi individu (Social Studies as personal development of the individual).

Berdasarkan kutipan di atas, maka kawasan pendidikan IPS yang berkaitan dengan nilai karakter yaitu IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social Studies as citizenship transmission), karena di dalam program citizenship transmission ada suatu upaya untuk mengajarkan nilai-nilai karakter. Dengan demikian, tujuan citizenship transmission adalah membentuk karakter yang baik yang dapat ditanamkan dalam diri peserta didik. Kaitannya dengan penelitian ini, diharapkan peserta didik memiliki nilai-nilai karakter yang baik dan lebih memiliki sikap dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Ketika pelaksanaan pembelajaran tentu saja tidak dapat secara langsung menyampaikan kelima tradisi tersebut sebagai materi. Oleh karena itu, dalam kurikulum pembelajaran IPS kelima tradisi tersebut dikembangkan menjadi sepuluh tema. Kesepuluh tema pembelajaran IPS menurut NCSS (1994: 15) dapat dikemukakan sebagai berikut.


(33)

1. Budaya (culture).

2. Waktu, kontiunitas, dan perubahan (time, continuity, and change). 3. Orang, tempat, dan lingkungan (people, places and environment). 4. Individu, pengembangan, dan identitas (individual, development, and

identity).

5. Individu, kelompok, dan lembaga (individual, groups, and institution). 6. Kekuasaan, wewenang, dan pemerintahan (power, outhority and

governance).

7. Produksi, distribusi, dan konsumsi (production, distribution and consumtion).

8. Sain, teknologi, dan masyarakat (science, technology and society). 9. Koneksi global (global connections).

10.Cita-cita dan praktek warga negara (civic ideals and practices).

Mengacu pada kesepuluh tema di atas, maka posisi geografi dalam pendidikan IPS masuk pada poin ke tiga yaitu orang, tempat, dan lingkungan (people, places and environment). Hal ini didukung oleh Sapriya (2009: 25) yang menyatakan bahwa “Geografi dibagi ke dalam dua spesialisasi pokok: geografi fisik dan geografi budaya (manusia). Geografi fisik di sini meliputi: iklim, tanah, air, udara, flora dan fauna, sedangkan geografi budaya yaitu interaksi antara manusia dengan lingkungan fisiknya.” Berdasarkan kutipan tersebut, maka dalam mata pelajaran geografi mempelajari tentang manusia, tempat, dan lingkungan, di mana ketiganya saling berkaitan satu sama lain.


(34)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan pada tinjauan pustaka mencakup beberapa hal pokok yang berupa pendidikan karakter, teori pembelajaran, metode pembelajaran, Pendidikan IPS, pembelajaran geografi di SMA/MA, dan pendidikan karakter dengan pembelajaran geografi. Pembahasan secara rinci masing-masing kajian tersebut dikemukakan sebagai berikut.

2.1 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menurut Lickona dalam Gunawan (2012: 23) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggungjawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Pendidikan karakter menurut Aunillah (2011: 18-19) adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.

Lain halnya dengan pendapat Musfiroh dalam Aunillah (2011: 19-20), “Menurutnya, karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku


(35)

(bebaviors), motovasi (motivation), dan keterlampilan (skills). Makna karakter itu sendiri sebenarnya bersal daribahasa Yunani “to mark” atau menandai dan memfkuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku jelek dikatakan sebagai orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia.”

Menurut Elkind dan Sweet dalam Gunawan (2012: 23), yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Dalam hal ini, guru membantu membentuk watak peserta didik agar senantiasa positif. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan caranya berperilaku, berbicara, ataupun menyampaikan materi, bertoleransi, serta berbagai hal terkait lainnya.

Ramli dalam Aunillah (2011: 222) menyatakan bahwasanya pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan pendidikan moral atau akhlak. Dalam penerepan pendidikan karakter, faktor yang harus dijadikan sebagai tujuan adalah terbentuknya kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik, dan hal itu sama sekali tidak terkait dengan angka dan nilai. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan di Indonesia, pendidikan karakter ialah pendidikan nilai, yaitu penanaman nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa Indonesia.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah suatu proses dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang dirangkai dalam bentuk sikap (attitudes), perilaku (bebaviors),


(36)

motovasi (motivation), dan keterlampilan (skills). Berikut ini akan dideskripsikan mengenai nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Deskripsi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa

No Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja

keras/ketekunan

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta tanah air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/

komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai

bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.


(37)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

No Nilai Deskripsi

18. Tanggungjawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber: Hasan, dkk. (2010: 9-10)

Nilai-nilai karakter yang berkaitan dengan nilai-nilai kepahlawanan yaitu nilai budi bekerti. Budi pekerti dapat dikatakan identik dengan moralitas dan perilaku. Secara ringkas menuliskan butir-butir nilai budi pekerti yang berkaitan dengan sikap dan perilaku yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Jangkauan sikap dan perilaku nilai budi pekerti No. Jangkauan Sikap dan

Perilaku Butir-butir Nilai Budi Pekerti 1. Sikap dan perilaku dalam

hubungannya dengan Tuhan

Berdisiplin, beriman, bertaqwa, berpikir jauh ke depan, bersyukur, jujur, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengabdian

2. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri

Bekerja keras, berani memikul resiko (the risk taker), berdisiplin, berhati lembut/berempati, berpikir matang, berpikir jauh ke depan (future orinted, visioner), bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bertanggungjawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, meng-hargai karya orang lain, mengmeng-hargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah,

pengabdian, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka, ulet.

3. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga

Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, menghargai kesehatan,

menghargai waktu, tertib, pemaaf, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka.


(38)

Tabel 2.2 (Lanjutan)

No. Jangkauan Sikap dan

Perilaku Butir-butir Nilai Budi Pekerti 4. Sikap dan perilaku dalam

hubungannya dengan masyarakat dan bangsa

Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bertenggang rasa/toleran, bijaksana, cerdik, cermat jujur, berkemauan keras, lugas, setia, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka.

5. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar

Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, menghargai kesehatan, pengabdian.

Sumber: Diadaptasi dan dikembangkan dari Sedyawati dalam Samani dan Hariyanto (2012: 47).

Sebagai gambaran dan pedoman, dalam rangka melaksanakan pendidikan terintegrasi karakter dan dalam membentuk peserta didik untuk menjadi generasi berkarakter, maka pendidikan harus melalui alur. Dalam penelitian ini menggunakan alur pembangunan pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Kemdiknas (2011). Alur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.


(39)

2.1.1 Tujuan pendidikan karakter

Ada beberapa tujuan pendidikan karakter, diantaranya (1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; (2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; (3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab siswa sebagai generasi penerus bangsa; (4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; (5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (Sulistyowati, 2012: 27-28).

Sementara itu Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sambutan dalam Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), Jumat (20/5/2011) malam, yang tertulis dalam surat kabar KOMPAS bahwa ada lima hal dasar yang menjadi tujuan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. Gerakan tersebut diharapkan menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang IPTEK. Kelima hal dasar tersebut yaitu (1) manusia Indonesia harus bermoral, berahlak, dan berperilaku baik. Oleh karena itu, masyarakat diimbau menjadi masyarakat religius yang anti kekerasan; (2) bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional. Berpengetahuan dan memiliki daya nalar tinggi; (3) bangsa Indonesia menjadi bangsa yang inovatif dan mengejar kemajuan serta bekerja keras mengubah keadaan; (4) memperkuat semangat harus bisa. Seberat apapun masalah yang dihadapi jawabannya selalu


(40)

ada; dan (5) manusia Indonesia harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa dan negara serta tanah airnya.

2.1.2 Fungsi pendidikan karakter

Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama yaitu pengembangan, perbaikan, dan penyaring. Fungsi pertama berperan untuk mengembangkan potensi siswa menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa. Fungsi perbaikan, yaitu memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggungjawab dalam pengembang potensi siswa lebih bermartabat; dan fungsi penyaring untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat (Sulistyowati, 2012: 27).

Hasan, dkk. (2010: 7) fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa yaitu (1) pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; (2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan (3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

2.1.3 Prinsip-prinsip pendidikan karakter

Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, apabila dalam pelaksanaannya, guru memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter.


(41)

Kemendiknas dalam Gunawan (2012: 35-36) memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter dapat terlaksana secara efektif sebagai berikut.

1. Mempromosikan nilai-nilai dasar sebagai basis karakter.

2. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pikiran, perasaan dan perilaku.

3. Mengggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter.

4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

5. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik.

6. memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

7. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral ang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

9. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas daam membangun inisiatif pendidikan karakter.

10.Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

11.Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan menifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Character Education Partnership (CEP) dalam Sudarmanto (2011: 4-5) menyatakan bahwa terdapat sebelas prinsip pendidikan karakter, sebagai berikut.

1. The school community promotes core ethical value and supportive performance value as the froundation of good character.

2. The school difines character comprehensively to include thinking, feeling, and behavior.

3. The school use a comprehensive, intentional, and proactive approach to characterdevelopment.

4. The school creat a caring community.

5. The school provides students with opportunities for moral action. 6. The school offers a meaningful and challenging academic curriculum

that respects all learners, develops their character, and helps them to succed.

7. The school fosters students’ self-motivation.

8. The school ataff is an ethical learning community that shares responsibility for character education and adheres to the same core value that guide students.


(42)

9. The school fosters shared leadership ang long-range support of the character education initiative.

10.The school angages families and community members as partners in the character-building effort.

11.The school regularly assesse its culture and climate, the functioning of its staff as character educators, and the extent to which its students manifest good character.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, Budimansyah dalam Gunawan (2012: 36) berpendapat bahwa program pendidikan karakter di sekolah perlu dikembangkan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Pendidikan karakter di sekolah harus dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas). Hal ini mengandung arti bahwa proses epengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang penjang, mulai sejak awal peserta didik masuk seklah hingga mereka lulus sekolah pada suatu satuan pendidikan.

2. Pendidikan karakter hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran (terintegrasi), melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan pendidikan. Pembinaan karakter bangsa dilakukan dengan mengintegrasikan dalam seluruh mata pelajara, dalam kegiatan kurikuler mata pelajaran, sehingga semua mata pelajaran diarahkan pada pengembangan nilai karakter tersebut. Pengembangan nilai-nilai karakter juga dapat dilakukan dengan melalui pengembangan diri, baik melalui konseling maupun kegiatan ekstra kulikuler, seperti kegiatan keppramukaan dan lain sebagainya.

3. Sejatinya nilai-nilai karakter tidak diajarkan (da;lam bentuk pengetahuan), jika hal tersebut diintegrasikan dalam mata pelajaran. Kecuali bila dalam bentuk mata pelajaran agama (yang di dalamnya mengandung ajaran) maka tetap diajarkan dengan proses, pengetahuan (knowing), melakukan (doing), dan akhirnya membiasakan (habit). 4. Prosese pendidikan dilakukan peserta didik dengan secara aktif (active

learning) dan menyenangkan (enjoy full learning). Prosese ini menunjukkan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Sedangkan guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan oleh agama.

2.1.4 Ciri-ciri pendidikan karakter

Ada empat ciri dasar pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasarkan seperangkat nilai. Nilai menjadi pedoman


(43)

normative setiap tindakan. Kedua, koherensi yang member keberanian, yang membuat seseorang teguh pada perinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi. Koherensi ini merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain, tanpa kohorensi maka kredibilitas seseorang akan runtuh. Ketiga, otonomi maksudnya seseorang menginternalisasikan nilai-nilai dari luar sehingga menjadi nilai-nilai pribadi, menjadi sifat yang melekat, melalui keputusan bebas tanpa paksaan dari orang lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih. (Adisusilo, 2012: 78).

2.2 Teori Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2009: 61). Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Sagala (2009: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 12 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selanjutnya menurut Trianto (2009: 17), pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang komplek, yaitu usaha sadar dari seorang


(44)

guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Makna tersebut jelaslah bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yangg telah ditetapkan sebelumnya.

Selanjutnya menurut Sanjaya (2006: 79), menyatakan terdapat beberapa karakteristik penting dari istilah pembelajaran yaitu (1) pembelajaran berarti membelajarkan siswa, (2) proses pembelajaran berlangsung di mana saja, dan (3) pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.

Berkaitan dengan pembelajaran, maka dalam penelitian ini mengadopsi beberapa teori pembelajaran yang berkaitan. Susana (2009: 1-2) menuliskan beberapa teori pembelajaran. Secara rinci diuraikan sebagai berikut.

1. Teori belajar humanistik. Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk ke dalam tokoh kunci humanisme. Tujuan utama dari humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia automomous. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator. Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu, dalam kaitannya maka


(45)

setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri.

2. Teori belajar behavioristik. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

3. Teori pembelajaran sosial (teori perilaku Bandura). Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan.

4. Teori belajar kognitif (Ausubel: teori belajar bermakna). Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun, untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka,


(46)

menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.

Seseorang dikatakan sudah belajar apabila dia telah mampu menunjukan suatu perubahan pada dirinya. Bila seseorang tidak bisa menunjukkan suatu perubahan baik berupa tingkah laku atau sikap, maka dikatakan orang tersebut belum belajar. Untuk mewujudkan suatu perubahan maka tidak terlepas dari peran serta siswa secara individu maupun kelompak, serta perannya seorang guru dalam pembelajaran. Perubahan pada tingkah laku atau sikap siswa bersifat permanen sebagai hasil belajar, maka guru berupaya menekankan peran serta siswa secara aktif melalui pembelajaran inkuiri dalam rangka membangun pemahaman dan memaknai suatu imformasi pengetahuan sebagai hasil belajar.

Melihat uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, pembelajaran merupakan suatu proses kombinasi yang dilakukan oleh guru dan murid yang saling berinteraksi dan didukung dengan komponen pembelajaran yang lain sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Pada pembelajaran inilah terjadi proses interaksi antara sumber belajar, guru, murid, dan komponen pembelajaran yang lain yang mendukung proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik dalam proses interaksi terhadap peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang mencakup berbagai aspek dan komponen belajar untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan yang nantinya dapat tercapainya tujuan yang diharapkan oleh semua pihak. Suatu pembelajaran akan memunculkan proses


(47)

belajar, yang pada gilirannya siswa dapat menerima materi pelajaran yang dapat berasal dari guru dan dapat berasal dari temuan siswa sendiri.

2.3 Metode Pembelajaran

Proses pengintegrasian pendidikan karakter diperlukan metode-metode pembelajaran yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik kepada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral (karakter) atau moral knowing, tetapi juga diharapkan mereka mampu melaksanakan moral atau moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, metode pendidikan yang diajukan oleh An-Nahlawi (1996: 284-413) dirasa dapat menjadi pertimbangan para peserta didik. Metode-metode yang ditawarkannya yaitu metode percakapan, metode cerita, metode perumpamaan, metode keteladanan, metode janji dan ancaman, dan metode pembiasaan. Secara rinci metode pembelajaran karakter dapat diuraikan sebagai berikut.

2.3.1 Metode percakapan(hiwar)

Metode percakapan (hiwar) ialah dialog silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui Tanya jawab mengenai satu topic, dan dengan senganja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Dalam proses pendidikan metode hiwar mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar (mustami’) atau pembaca yang mengikuti topik percakapan dengan seksama dan penuh perhatian. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.

1. Permasalahan yang disajikan sangat dinamis, karena kedua belah pihak (pendidik dan peserta didiknya) langsung terlibat dalamm pembicaraannya secara timbale balik, sehingga tidak membosankan. Bahkan dialog seperti itu mendorong kedua belah pihak untuk saling


(48)

memperhatikan dan terus pola pikirnya, sehingga dapat menyikapi sesuatu yang baru, mungkin pula salah satu pihak berhasil meyakini rekannya dengan pendangan yang dikemukakannya itu.

2. Pembaca atau pendengar tertarik untuk terus mengikuti jalannya percakapan itu dengan maksud dapat mengetahui kesimpulan (al-natiijah atau goal)-nya. Hal ini juga dap[at menghindarkan kebosanan dan dapat emperbaharui semangat.

3. Metode hiwar (dialog) dapat membangkitkan berbagai perasaan dan kesan seseorang, yang akan melahirkan dampak pedagigis yang turut membantu kukuhnya ide tersebut dalam jiwa pendengar/pembaca serta mengarahkan kepada tujuan akhir pendidikan.

4. Bila metode hiwar dilakukan dengan baik, memenuhi etika (akhlak) Islam, maka cara berdialog, sikap orang yang terlibat akan mempengaruhi peserta sehingga meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak, sikap dalam berbicara, menghargai pendapat orang lain dan sebagainya (Gunawan, 2012: 89).

2.3.2 Metode cerita atau kisah(qishah)

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat beberapa alasan yang mendukungnya, sebagai berikut.

1. Kisah senantiasa memikat karena mengundang pembaca atau pendengan untuk mengikluti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.

2. Kisah dapar menyentuh hati manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh, sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan meresakan isi kisah tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.

3. Kisah qurani mendidik keimanan dengan cara; membangkiotkan perasaan, seperti khauf, ridho, dan cinta (hub); mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada satu puncak, yaitu kesimpulan kisah melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga terlibat secara emosional (Gunawan, 2012: 89).


(49)

2.3.3 Metode perumpamaan(amtsal)

Metode perumpamaan ini baik digunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam menanamkan karakter kepada siswa atau peserta didik. Cara penggunaan metode amtsal ini hampir sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah (berkisah atau membacakan kisah) atau membaca teks (Tafsir, 2004: 142). Metode perumpamaan ini menurut An-Nahlawi (1996: 355) mempunyai tujuan pedagogis diantaranya sebagai berikut.

1. Mendekatkan makna pada pemahaman.

2. Merangsang kesan dan pesan yang berkaitan dengan makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut, yang menggugah-menumbuhkan pelbagai perasaan keuhanan.

3. Mendidik akal supaya berpikir logis dan menggunakan qiyas (silogisma) yang logis dan sehat.

4. Perumpamaan merupakan motif yang menggerakkan perasaan menghidupkan naluri yang selanjutnya menggugah kehendak dan mendorong untuk melakukan amal yang baik dan menjauhi segala kemungkaran.

2.3.4 Metode keteladanan(uswah)

Dalam penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah, keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini memang karena secara psikologis siswa senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jelek pun mereka tiru (Gunawan, 2012: 91).

Selain itu, keteladanan juga dapat ditunjukkan dalam perilaku dan sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan begi peserta didik untuk mencontohnya.


(50)

Pendemonstrasian berbagai contoh teladan merupakan langkah awal pembiasaan, jika pendidik dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta ddik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka pendidik dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yag pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya. Keteladanan dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari satuan pendidikan formal dan nonformal (Gunawan, 2012: 92).

2.3.5 Metode targhib dan tarhib atau janji dan ancaman

Targhib ialah janji kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib dan tarhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi keduanya mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah, sedangkan tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang oleh Allah (Gunawan, 2012: 96).

Berdasarkan beberapa metode pembelajaran yang disampaikan di atas, maka peneliti memilih metode pembiasaan sebgai objek yang dikaji. Hal ini didasarkan bahwa metode pembeiasaan sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang nanti akan dijadikan sebagai rencana pembelajaran pada mata pelajaran geografi.


(51)

2.3.6 Metode pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan adalah pengulangan (Gunawan, 2012: 93).

Dalam dunia psikologi, metode pembiasaan ini dikenal dengan teori “operant conditioning” yang membiasakan peserta didik untuk membiasakan perilaku terpuji, disiplin dan giat belajar, bekerja keras dan ikhlas, jujur dan tanggung jawab atas segala tugas yang telah dilakukan. Metode pembiasaan ini perlu dilakukan oleh guru dalam rangka pembentukan karakter untuk membiasakan peserta didik melakukan perilaku terpuji (akhlak mulia) (Gunawan, 2012: 94).

Pendidikan dengan pembiasaan dapat dilaksanakan secara terpogram dalam pembelajaran atau dengan tidak terpogram dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan pembiasaan dalam pembelajaran terpogram dapat dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu, untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara individual, kelompok dan klasikal sebagai berikut.

1. Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, keterampilan dan sikap baru dalam pembelajaran.

2. Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap proses pembelajaran.

3. Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap proses pembelajaran.

4. Biasakan belajar berkelompok (cooperative learning) untuk menciptakan masyarakat belajar.

5. Biasakanlah oleh guru untuk selalu menjadi model dalam setiap pembelajaran.


(52)

7. Biasakan melakukan penilaian yang sebenarnya, adil, dan transparan dengan berbagai cara.

8. Biasakan peserta didik untuk bekerja sama (team work) dan saling menunjang satu sama lainnya.

9. Biasakanlah untuk belajar dengan menggunakan berbagai sumber belajar.

10.Biasakanlah peserta didik melakukan sharing dengan teman-temannya untuk menciptakan keakraban.

11.Biasakanlah peserta didik untuk selalu berfikir kritis terhadap materi belajar.

12.Biasakan untuk bekerja sama dan memberikan laporan kepada kedua orang tua peserta didik terhadap perkembangan perilakunya.

13.Biasakanlah peserta didik untuk berani mengambil keputusan dan juga berani menanggung resiko.

14.Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing hitam dalam memutuskan masalah.

15.Biasakan peserta didik untuk selalu terbuka dalam saran dan kritikan yang diberikan orang lain.

16.Biasakanlah peserta didik untuk terus menerud melakukan inovasi dan improvisasi dalam melakukan pembelajaran demi melakukan perbaikan selanjutnya (Mulyasa dalam Gunawan, 2012: 94).

Adapun kegiatan pembiasaan peserta didik yang dapat dilakukan secara tidak terpogram dapat dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut.

1. Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara terjadwal, misalnya upacara bendera.

2. Kegiatan yang dilakukan secara spontan adalah pembiasaan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, misalnya membuang sampah pada tempatnya.

3. Kegiatan dengan keteladanan adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi (Gunawan, 2012: 95).

Ketika pelaksanaan pendidikan karakter, pembiasaan peserta didik akan lebih efektif jika ditunjang dengan keteladanan dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, metode ini tidak terlepas dengan metode keteladanan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode pembiasaan yang digunakan dalam penelitian ini seperti prosedur


(53)

dalam proses pembelajaran di kelas dan disesuaikan dengan kondisi peserta didik terkait dengan pengintegrasian nilai-nilai karakter yang meliputi tahap awal, inti, dan penutup. Secara rinci langkah-langkah metode pembiasaan diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap awal, guru memberikan apresiasi dan menjelaskan secara global kompetensi dasar yang akan dibahas pada awal kegiatan pembelajaran dan menyampaikan tujuan pembelajaran/indikator yang akan dicapai dalam kegiatan belajar.

2. Tahap inti, guru menyampaikan materi dan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dengan mengajak siswa untuk terbiasa menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari, membantu siswa merumuskan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan masalah yang ditugaskan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan materi di depan kelas dengan media.

3. Tahap penutup, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memberikan tanggapan dan/atau pertanyaan tentang materi yang belum dipahami dan guru bersama siswa membuat kesimpulan.

2.4 Pendidikan IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berasal dari Amerika Serikat dengan nama social studies, National Council for Social Studies (NCSS) dalam Pargito (2010: 29), mendefinisikan social studies berbunyi “Social studies is the integrated study of the social science and humanities to promote civic competence, yang artinya ilmu


(54)

pengetahuan sosial adalah studi terintegrasi tentang ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk membentuk warga negara yang baik/berkompeten.”

Terkait dengan pengertian tersebut, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat dikatakan sebagai mata pelajaran di sekolah yang dirumuskan atas dasar interdisipliner, multidisipliner atau transdisipliner ilmu-ilmu sosial dan humaniora (sosiologi, ekonomi, geografi, sejarah, politik, hukum, budaya, psikologi sosial, ekologi). Menurut Winataputra (2005: 2) ada 3 istilah yang muncul yaitu pengetahuan sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial yang diartikan sebagai studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipiliner dan bertujuan agar masalah-masalah sosial dapat dipahami oleh siswa.

Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan terjadi pada tahun 1972-1973, yaitu kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Hal ini terjadi karena beberapa pakar yang menjadi pemikir dalam seminar tersebut seperti Achmad Sanusi, Noeman Somantri, Achmad Kosasih Djahri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pengembang kurikulum PPSP IKIP Bandung berperan sebagai tim pengembang kurikulum tersebut.

Dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil yaitu (1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaannegaraan sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi ”citizenship transmission”; (2) pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar; (3) pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung


(55)

yang menangui mata pelajaran geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi; dan (4) pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk SMA , atau sejarah dan geografi untuk SPG.

Walaupun pendidikan IPS di tingkat SMA disajikan secara terpisah-pisah artinya sejarah diajarkan sebagai sejarah, ekonomi sebagai ekonomi, sosiologi sebagai sosiologi, dan geografi sebagai geografi namun tetap memperhatikan keterhubungannya antar bidang studi atau mata pelajaran sosialnya, atau bahkan bisa dilakukan dengan peer teaching atau sharing partner dengan saling mengkaitkan antar guru dalam pembelajaran bidang studi dalam rumpun atau jurusan IPS di tingkat sekolah.

Bila disimak perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yaitu pertama, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi ”citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi “social science” dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.

Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan lebih berorientasi pada manusia dalam konteks sosial. Sebagai sebuah ilmu IPS tidak dapat berdiri sendiri tetapi didukung oleh beberapa disiplin ilmu yaitu ilmu-ilmu alam (natural science), ilmu-ilmu Sosial (social sciences), humanitis (humaniora), filsafat dan kemudian berhulu pada ajaran agama.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Metode pembiasaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

geografi, jika proses pelaksanaan pembelajarannya selalu melakukan pembiasaan yang positif seperti kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat/kominkatif, dan gemar membaca kepada siswa, dan hasil belajar siswa diukur melalui aspek kognitif dengan melakukan tes dalam bentuk esay setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran yang dikerjakan secara individu. 2. Metode pembiasaan dapat mengoptimalkan nilai karakter pada mata pelajaran

geografi, apabila ketika pelaksanaan pembelajarannya guru menyampaikan materi dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat/kominkatif, dan gemar membaca serta mengajak siswa untuk terbiasa menerapkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.


(2)

188 5.2. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam peningkatan hasil belajar geografi sebagai berikut.

1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses, sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai-nilai karakter yang dituntut.

2. Siswa hendaknya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga didalam kelompok siswa tidak bingung untuk mendiskusikan materi bagiannya, lebih dari pada itu siswa akan mampu mengembangkan kalimat dan potensinya secara mandiri. Diharapkan dikemudian hari siswa tidak hanya berkembang intelektualnya saja tetapi mampu meningkatkan atau mengimplemntasikan nilai karakter dan seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental yang dimiliki.

3. Bagi sekolah perlu dilakukan kegiatan pembelajaran berbasis karakter pada setiap pelajaran dengan berbagai strategi dan metode, sebagai upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berkarakter positif.


(3)

DAFTAR PUSTKA

Adisusilo, Sutarjo. 2012. Pembelajaran Nilai-nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Rja Grafindo Persada.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ahmadi, Iif Khoiru dan Amri, Sofan. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

An-Nahlawi, Abdurrahman. 1996. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Aunillah, Nurla Isna. 2011. Paduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Laksana.

Fillbeck, R. 1974. System in Teaching and Learning. Lincoln. Professional Educators Publications.

Gagne, Robert Mand and Leslie J. Briggs, 1979. Principles of Instructional Design. San Diego: Harcourt Brace Javanicvich College Publisher. Gagne, Robert Mand. 1977. The Conditions of Learning. New York: Holt,

Rinehart, and Winston.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya. Bandung: Alfabeta.

Hasan, Said Hamid dkk. 2010. Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa. Kemendiknas: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Heriyanto. 2012. Kemampuan Literasi Informasi Mahasiswa Pada Layanan

American Corner Di Upt Perpustakaan Iain Walisongo Semarang Menurut Association Of College And Research Libraries. Semarang: Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang.


(4)

Hopkins. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Buchkinham: Open University Press.

Kemdiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Balitbang dan Puskur.

Kemmis & Mc Taggart. 1990. The Action Research Planner. Australia: Deakin University.

Koesoemo, Tadho. 2011.

Aplikasi dan Hasil Pelaksanaan Metode

Pembiasaan terhadap Nilai-Nilai Ibadah pada Siswa Di RA

Masyithoh Melikan Wonolelo Pleret Bantul

.

(Online).

(http://kitadho-koesoemo.logspot.com/2011/11/aplikasi-dan-hasil-pelaksanaan-metode.html, diakses 30 Juli 2013).

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas: Buku untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Indeks. Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Mutakin, Awam. 1998. Ilmu Pengetahuan Sosial Sebagai Studi Kemasyarakatan. Jakarta: Erlangga.

National Council for The Social Studies (NCSS). 1994. Curriculum Standard For Social Studies, Expectations of Excellence. Printed in the United States of America. Washington DC.

Ngabdullah, Chamid. 2008. “Metode Pembiasaan sebagai Upaya Pembentukan Karakter Islami Anak di TKIP Pelita Hati Muntilan Magelang”. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. (Online). (http://digilib.uin-suka.ac.id/2327/, diakses 30 Juli 2013).

Ni’mah, Ainun. 2009. “Implementasi Metode Pembiasaan pada Pendidikan

Agama Islam Di SDIT Harapan Bunda Pedurungan Semarang”. Skripsi.

Institut Agama Islam Negeri Walisongo. Semarang. (Online). (http://library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id= 9927, diakses 30 Juli 2013).

Niswah, Ulfatun. 2011. “Metode Internalisasi Nilai-nilai Agama Islam dalam Pembinaan Akhlak”. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang. (Online). (http://www.google.com/#site=&source=hp&q=pengertian+ metode+pembiasaan&oq=metode+pembiasaan&gs_l=hp.1.7.0l4j0i22i30l6 .1276088.1280258.0.1292509.17.17.0.0.0.0.102.1100.16j1.17.0....0...1c.1. 23.hp..0.17.1098.grQm7HhnLyE&bav=on.2,or.&bvm=bv.49967636,d.bm k&fp=975884c3d14d77ee&biw=1920&bih=950, diakses 31 Juli 2013).


(5)

Nurgiyantoro, Burhan. 1987. Penelitian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE UGM.

Pargito. 2010a. Dasar-dasar Pendidikan IPS. Lampung: Universitas Lampung. Pargito. 2010b. Penelitian Tindakan Bagi Guru dan Dosen. Lampung:

Universitas Lampung.

Peraturan Kementrian Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta.

Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu

Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar.Bandung: Alfabeta. Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soemantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi

Supriadi dan Rohmat Mulyana (Ed). Bandung: PPS-FPIPS UPI dan PT Remadja Rosda Karya.

Solihatin, Etin dan Raharjo, 2009. Cooperative Learning. Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudarmanto, R. Gunawan. 2011. Pengembangan Kewirausahaan dan Daya Saing Bangsa Melalui Pendidikan Karakter. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sudrajat, Akhmad. 2011. Prinsip Pendidikan Karakter. (Online), (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/07/31/degradasi-moral-dan-prinsip-pendidikan-karakter/#more-15472, diakses tanggal 23 Mei 2013). Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alafabeta.

Suhendi, Ade Risna. 2011. Ruang Lingkup Mata Pelajaran di SMA. (Online), (http://adejuve.wordpress.com/2011/11/03/ruang-lingkup-mata-pelajaran-di-sma/, diakses tanggal 15 Mei 2013).

Sulistyowati, Endah. 2012. Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter.Yogyakarta: PT Citra Aji Parama.


(6)

Sumaatmadja, Nursid. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.

Susana. 2009. Teori-tori Pembelajaran. (Online), (http://cikguanashazana.blogspot.com/, diakses tanggal 25 Mei 2013). Sutrijat, Sumadi. 1999. Geografi 1: Petunjuk Guru Sekolah Menengah Umum

Kelas 1. Jakarta: Depdikbud.

Tafsir, Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tim Pengembang Pembelajaran IPS 2010. Panduan Pengembangan Pembelajaran secara Terpadu. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep: Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Karya Gemilang.

Winataputra,Udin S. 2005. Strategi Belajar Mengajar: Edisi Kesatu. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wiriaatmaja. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Yudhoyono, Susilo Bambang. 2011. Lima Tujuan Gerakan Pendidikan Karakter. Jakarta: KOMPAS.